Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


(PHK)
Dosen Pengampu : Inggit Akim, S.H.,M.H

Oleh :
Septian Nugroho (2140501051)
Nur Halima (2140501053)
Azizah Nur Dewanti (2140501054)
Muhammad Naufal (2140501055)
Ade Irfan (2140501063)
Akram (2140501064)
Ardiansyah (2140501068)
Jumriana (2140501083)
Nun Ayu Hafifa.W (2140501093)
Riya Amelia (2140501100)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2023
ABSTRAK

PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak


normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan.
Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi
atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang
ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini,
merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu,
sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang
sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi
merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-
besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan
kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami berharap dapat lebih memahami
secara mendalam tentang Pemutusan Hubungan Kerja. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah atau penyusunan makalah berikutnya menjadi lebih baik.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada Dosen pembimbing
kami, Ibu Inggit Akim, S.H.,M.H. Semoga Allah SWT selalu mecurahkan
berkah dan ridho kepada kita semua. Aamiin.

Tarakan, 11 April 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
Abstrak...........................................................................................................................i
Kata Pengantar .............................................................................................................ii
Daftar Isi ........................................................................................................................iii
BAB I. Pendahuluan .....................................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................................1
C. Manfaat Penelitian ..............................................................................................1
BAB II. Landasan Teori ...............................................................................................2
A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja..............................................................2
B. Fungsi dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja .................................................3
C. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja ..............................................................4
BAB III. Pembahasan ...................................................................................................6
A. Proses dan Prosedur PHK ...................................................................................6
B. Dasar Hukum ......................................................................................................8
C. PHK Pada Kondisi Normal .................................................................................11
D. PHK Pada Kondisi Tidak Normal .......................................................................12
E. Prinsip-Prinsip .....................................................................................................12
F. Kompensasi PHK ................................................................................................14
BAB IV. Penutup ..........................................................................................................15
A. Kesimpulan .........................................................................................................15
Daftar Pustaka ..............................................................................................................16

iii
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota
darisebuah organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu.
Ada yang bekerja di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta.
Bagi merekayang bekerja di lembaga kepemerintahan bisa kita sebut sebagai Pegawai
Negri Sipil (PNS) yang mereka bekerja untuk Negara dan di gaji pula oleh Negara dan
diatur pula oleh aturan pemerintah. Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta
dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan atau lembaga suata diman merka
di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.

Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya


karyawan. Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah
satunya adalah Pemutusan hubungan kerja di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan
kerja ini di atur dalam undang-undang ketenagakerjaan yaitu dalam UU RI No 13
Tahun 2003, dimana disini di jelaskan aturan-aturan mengenai pemutusan hubungan
kerja.
Hingga saat ini PHK menjadi pemikiran yang negatif karena di anggap sebagai
pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini merupakan proses dari sebuah
keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya dalam pembahasan
makalah ini.
B. Tujuan Penelitian
1) Supaya pembaca mengetahui apa pengertian PHK
2) Agar pembaca bisa memahami fungsi, tujuan, serta mekanisme dari PHK
3) Supaya pembaca mengetahui jenis-jenis PHK

C. Manfaat Penelitian
Agar peneliti bisa memahami keseluruhan dari Pemutusan Hubungan Kerja

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja/buruh


(karyawan) berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja tersebut
adalah merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu
yang konkrit, nyata. Dengan adanya perjanjian kerja, maka akan lahir perikatan.
Dengan perkataan lain perikatan yang lahir karena adanya perjanjian kerja inilah yang
merupakan hubungan kerja.

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, unsur-unsur hubungan


kerja terdiri dari adanya pekerjaan, adanya perintah dan adanya upah (Pasal 1 angka
15 UUK). Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh (P/B,
Karyawan) dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat
kerja,hak dan kewajiban para pihak (Pasal 1 angka 14 UUK). Perjanjian kerja dapat
dibuat secara tertulis dan dapat dibuat secara lisan (Pasal 51 ayat (1) UUK). Syarat
sah perjanjian kerja, mengacu pada syarat sah nya perjanjian (perdata) pada umumnya,
yakni ;

1. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada paksaan, penyesatan/kekhilafan


atau penipuan);
2. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk
(bertindak) melakukakn perbuatan hukum (cakap usia dan tidak dibawah
perwalian/pengampuan);
3. Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. Pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 52
ayat (1) UUK)

Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi 2 syarat
awal sahnya (perjanjian kerja) sebagaimana tesebut yakni tidak ada kesepakatan dan
ada pihak yang tidak cakap untuk bertindak, maka perjanjian kerja dapat dibatalkan.
Sebaliknya apabila perjanian kerja dibuat tidak memenuhi 2 syarat terakhir sahnya
(perjanjian kerja) yakni objek (pekerjaannya) tidak jelas dan tidak memenuhi
ketentuan, maka perjajiannya batal demi hukum.

2
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun
yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang
masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah,
kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak
pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi
inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi
kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan
yang menjadi penopang hidup keluarganya.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK)
yang juga dapat disebut dengan pemberhentian, separation atau pemisahan
memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan
tertentu yang mengakibatkan berakhir nya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK)
yang juga dapat disebut dengan pemberhentian, separation atau pemisahan
memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan
tertentu yang mengakibatkan berakhir hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.

B. Fungsi dan Tujuan dari PHK


1. Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi biaya tenaga kerja
b. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan
kinerjanya.
c. Meningkatkan inofasi PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan, yaitu:
• Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang
tinggi
• Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
• Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebagai
sumber daya yang dapat memberikan inovasi/menawarkan
pandangan baru
d. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan
untuk mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-bedadan
mendistribusikan ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.

3
2. Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) namun tujuan lebih menitik beratkan pada
jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
a. Perusahaan/pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya dengan baik dan
efektif salah satunya dengan PHK.
b. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan
penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan
baku produkti, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik,
kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang
diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga
faktor penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.

C. Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Jenis-jenis PHK menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta
Kerja :
1. PHK demi Hukum
Kondisi ini bisa terjadi lantaran karyawan meninggal dunia, karyawan
sudah pensiun, atau adanya penolakan oleh Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI) atas permohonan perusahaan untuk tidak melanjutkan hubungan kerja
dengan karyawannya.
2. PHK karena Melanggar Perjanjian Kerja
PHK yang satu ini terjadi karena salah satu pihak telah melanggar atau
menyalahi perjanjian kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Umumnya, pihak
pekerja yang melakukan pelanggaran tersebut. Ketika karyawan melanggar
perjanjian kerja, maka perusahaan perlu memberinya surat peringatan terlebih
dahulu. Berdasarkan perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja,
perusahaan harus menerbitkan surat peringatan secara berurutan, yakni dari
pertama hingga ketiga. Apabila setelah penerbitan surat peringatan terakhir masih
terjadi pelanggaran, maka PHK dapat dilakukan.
3. PHK karena Kondisi Tertentu
Pekerja bisa saja di-PHK lantaran sakit berkepanjangan. Ada kondisi
tertentu yang mengharuskan terjadinya PHK. Sebagai contoh, seorang pekerja
bisa saja dipecat lantaran dirinya mengalami sakit berkepanjangan. Di sisi lain,
pemberhentian kerja juga mungkin terjadi karena perusahaan merugi atau tengah
menekan biaya pengeluaran. Untuk pemecatan karyawan secara mendesak atau
akibat pelanggaran berat, mereka tidak berhak menerima pesangon dan

4
penghargaan masa kerja. Adapun kompensasi yang mereka terima adalah berupa
uang penggantian hak dan uang pisah
4. PHK Sepihak
Kondisi ini terjadi ketika hubungan kerja secara sengaja diberhentikan
oleh satu pihak. Sebagai contoh, jika seorang karyawan tidak hadir selama lima
hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan dapat melakukan
PHK sepihak. Akan tetapi, PHK jenis ini juga bisa terjadi karena kemauan
perusahaan sendiri, bukan karena aturan.
Perlu diketahui pula, menurut seorang praktisi hukum ketenagakerjaan,
Juanda Pangaribuan, UU Cipta Kerja telah memberikan peluang besar bagi
perusahaan untuk melakukan PHK sepihak. UU tersebut, perusahaan hanya perlu
memberitahukan alasan PHK kepada karyawan. Padahal, PHK sebelumnya harus
didahului dengan adanya penetapan lembaga penyelesaian hubungan industrial.

5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Proses dan Prosedur PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (biasa dikenal dengan istilah PHK) adalah
berakhirnya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan yang disebabkan oleh
hal tertentu. Dengan demikian, hak dan kewajiban akan berakhir di antara kedua belah
pihak. Namun, perlu ditegaskan bahwa sebelum mengajukan PHK, perusahaan perlu
memiliki alasan tertentu untuk menjadi dasar berakhirnya hubungan kerja di antara
dua pihak tersebut.
Selain itu, ketika PHK terjadi, perusahaan wajib memberikan uang atau pesangon
sebagai hak pekerja. Dalam hal ini, pesangon dibayarkan kepada pegawai tetap
(PKWTT), bukan pegawai kontrak (PKWT) diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021
Pasal 40 ayat (1). Oleh sebab itu, lama masa kerja begitu penting untuk dicermati agar
tidak mendapatkan perhitungan pesangon yang keliru atau salah.
Perjanjian kerja dapat berakhir apabila terjadi poin-poin di bawah ini, sesuai
dengan Pasal 61 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
• Karyawan atau pekerja meninggal dunia.
• Berakhirnya kontrak kerja pada jangka waktu tertentu.
• Berakhirnya suatu pekerjaan tertentu.
• Terdapat penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
• Adanya kejadian atau keadaan tertentu yang sudah tercantum dalam perjanjian
kerja atau peraturan perusahaan sehingga menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja.

Selanjutnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur prosedur PHK untuk dua


jenis karyawan, yaitu karyawan kontrak (PKWT) dan karyawan tetap (PKWTT).

1. Prosedur PHK untuk karyawan kontrak


Di bawah ini merupakan prosedur PHK untuk karyawan kontrak (PKWT),
yaitu:
• Perusahaan menyiapkan berkas serta data pendukung sebagai dasar PHK.
• Menginformasikan berita PHK kepada karyawan yang bersangkutan.
• Melakukan musyawarah untuk mencari kesepakatan dua belah pihak.
• Mengadakan mediasi hukum.
• Mempersiapkan kompensasi PHK.
2. Prosedur PHK untuk karyawan tetap

6
Di bawah ini merupakan prosedur dalam melakukan PHK untuk karyawan tetap
(PKWTT), yaitu:
• Mencari jalan tengah di antara karyawan dengan perusahaan melalui
musyawarah untuk menemukan solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
• Jika musyawarah tidak mendapatkan hasil, makan akan dilakukan mediasi
bersama Dinas Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga untuk membantu
mencari solusi.
• Jika mediasi dengan Dinas Tenaga Kerja juga tidak berhasil mencapai
jalan tengah, maka akan diadakan mediasi hukum ke pengadilan hubungan
industrial lewat surat permohonan secara tertulis.
• Setelah persetujuan bipartit disetujui, yaitu perundingan hubungan
industrial di antara pekerja dan perusahaan, maka dapat melakukan
penandatanganan perjanjian bersama.
• Prosedur terakhir adalah pemberian uang pesangon yang wajib diberikan
setelah karyawan resmi terkena PHK, sesuai aturan dalam UU
Ketenagakerjaan.

Apakah PHK Bisa Dilakukan Secara Sepihak?

Pengakhiran hubungan kerja memiliki landasan dari UU No. 13 Tahun 2003


tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, dijelaskan
bahwa perusahaan perlu mengadakan perundingan terlebih dahulu sebelum
memutuskan untuk melakukan PHK karyawan.

Dengan demikian, semestinya perusahaan tidak boleh melakukan PHK secara


sepihak. Namun, berdasarkan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
peraturan ini dapat memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam melakukan
pemutusan hubungan kerja kepada buruh atau pekerja. Oleh karena itu, PHK bisa
saja dilakukan secara sepihak oleh perusahaan, jika alasannya sesuai dengan
ketentuan UU tersebut.

Berdasarkan PP No. 35 Tahun 2021 tentang perjanjian kerja. Pemberitahuan


PHK dilakukan melalui surat pemberitahuan serta disampaikan dengan sah dan
patuh oleh perusahaan kepada pekerja. Pemberitahuan ini disampaikan paling lama
14 hari kerja sebelum PHK terjadi.

Mekanisme dalam menyelesaikan PHK diatur dalam UU No. 11 tahun 2020


dan PP No. 35 Tahun 2021. Terdapat 4 mekanisme dalam PHK sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:

7
• Pelanggaran oleh pekerja yang sifatnya mendesak dapat menjadi alasan
pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan.
• Terjadinya PHK boleh saja tanpa melalui penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
• PHK dilakukan bukan setelah adanya perundingan bipartit.
• Pekerja yang menolak PHK dapat melakukan perundingan bipartit.

Namun, terlepas dari 4 poin tersebut, perusahaan perlu benar-benar


mencermati landasan atau alasan yang digunakan untuk melakukan PHK. Selain
itu, perlu juga untuk memerhatikan tata cara, waktu, serta kompensasi PHK.

Jika mendapat surat pemberitahuan PHK, pekerja dapat mengajukan


penolakan terhadap pemberitahuan tersebut. Dilansir dari Jaringan Dokumentasi
dan Informasi Hukum Kementerian Ketenagakerjaan (JDIH Kemnaker), pekerja
mengajukan penolakan setelah menerima laporan secara tertulis lewat surat
pemberitahuan PHK. Dalam hal ini, penolakan perlu direspons dengan pemberian
surat penolakan disertai alasannya. Kemudian surat tersebut dikirim paling lama
7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan PHK. Setelah itu,
barulah diadakan penyelesaian lewat perundingan bipartit, yaitu perundingan
antara pekerja dan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah
untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

B. Dasar Hukum
Pihak perusahaan tidak dapat asal melaksanakan pemutusan hubungan kerja. Ada
dasar hukum yang harus dijadikan acuan. Berikut ini beberapa dasar hukum PHK yang
perlu diperhatikan oleh perusahaan.
• Bab XII Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
• Pasal 154 A ayat (1)Undang-Udang No. 13 Tahun 2003 juncto Undang-Undang
No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
• Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT), waktu kerja, alih daya, serta PHK.

Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan (Pasal 153 UU No. 11


Tahun 2020):

• Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
• Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

8
• Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
• Menikah;
• Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau mmenyusui bayinya;
• Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam satu perusahaan;
• Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengururs serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja,
atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama;
• Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
• Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin,
kondisi fisik, atau status perkawinan; dan
• Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat di pastikan.

Ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35 Tahun 2021 Pasal 37) adalah
sebagai berikut:

• Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat


pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada
Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.
• Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan dalam masa percobaan, surat
pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan
Hubungan Kerja.
• Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan
Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan
disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat
pemberitahuan. (PP 35 Tahun 2021 Pasal 39)

PHK dilakukan apabila memenuhi syarat berikut (UU No. 11 Tahun 2020 Pasal
154A):

a. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau


pemisahan Perusahaan dan Pekerja/Buruh tidak bersedia melanjutkan Hubungan
Kerja atau Pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja/Buruh;

9
b. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak
diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami
kerugian;
c. Perusahaan tutup yang disebabkan karena Perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2 (dua) tahun;
d. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure);
e. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. Perusahaan pailit;
g. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh
Pekerja/Buruh dengan alasan Pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
• Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam Pekerja/ Buruh;
• Membujuk dan/atau menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
• Tidak membayar Upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
(tiga) bulan berturut- turut atau lebih, meskipun Pengusaha membayar Upah
secara tepat waktu sesudah itu;
• Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada Pekerja/Buruh;
• Memerintahkan Pekerja/Buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang
diperjanjikan; atau
• Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan,
dan kesusilaan Pekerja/Buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak
dicantumkan pada Perjanjian Kerja;
h. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
huruf g terhadap permohonan yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dan Pengusaha
memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja;
i. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi
syarat:
• Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
• Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
• Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
j. Pekerja/Buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa
keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis;
k. Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya

10
telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut
masing- masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain
dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
l. Pekerja/Buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat
ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
m. Pekerja/Buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua
belas) bulan;
n. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun; atau
o. Pekerja/ Buruh meninggal dunia.

C. PHK pada kondisi Normal


Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu
keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan
peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba
saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan
usahanya tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisahkan dari bagaimana pengalaman bekerja dan
tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan
kepadanya. Pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan
sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang.
Individu yang menghadapi pensiun dituntut untuk melakukan penyesuaian.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap
pensiun, yaitu:
a) Pensiun secara sukarela dan terencana, pensiun secara terpaksa dan tergesa- gesa.
Orang yang secara sukarela dan terencana mempunyai pandangan yang positif
tentang pensiun. Orang yang harus menjalani pensiun secara terpaksa akan
merasa berat untuk menghayatinya.
b) Perbedaan individu yang didasari oleh fakor kepribadian, yaitu orang yang
berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai pensiunan.
c) Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal ini
seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai kegiatan
sebelum masa pensiun tiba. Secra mental dan material orang menjadi lebih siap.
d) Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama pensiunan
memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi dari pada pensiunan
yang tinggal di lingkungan heterogeny.

11
D. PHK pada kondisi Tidak Normal
Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan di mana organisasi
beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive. Tuntutan yang
berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan yang berasal dari luar
(outside stakeholder) dapat memaksa organisasi melakukan perubahan-perubahan,
termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja.
Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah
pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak dari kondisi
ekonomi dan politik global, perusahan nilai tukar uang yang pada gilirannya
mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kamampuan
menjual barang yang susah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang
demikian akan mempersulit suatu organisasi mempertahankan kelangsungan
pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di organisasi tersebut.
Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan
kerja. Mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan
beberapa pengertian, yaitu :
a) Termination : yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya
kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
b) Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan
kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan
psikotropika, madat, melakukan tindakan kejahatan, merusak perlengkapan kerja
milik pabrik.
c) Redundacy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti :
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat
berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan
sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-
masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga
perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

E. Prinsip-prinsip
Mengacu perubahan urutan PHK sebagaimana diatur UU No.11 tahun 2020 dan
PP No.35 Tahun 2021, ada 4 prinsip PHK.

12
a) Pertama, pengusaha bisa melakukan PHK sepihak, termasuk PHK dengan alasan
pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang sifatnya mendesak.
b) Kedua, PHK tidak perlu penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
c) Ketiga, PHK dilakukan bukan setelah bipartite atau perundingan antara
pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang
dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara
kekeluargaan dan keterbukaan.
d) Keempat, bipartit dilakukan jika pekerja/buruh menolak PHK.
Akan tetapi Dalam melakukan PHK pemberi kerja perlu mencermati alasan yang
digunakan untuk melakukan PHK, waktu, cara, dan kompensasi PHK. sebagaimana
UU Ciptakerja no 156 ayat 1 Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja,
Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima."
Ketentuan dalam prinsip pemutusan hubungan kerja berdasarkan UU CIPTA
KERJA NO. 11 TAHUN 2020
• Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan Pemerintah harus
mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
• Dalam hal pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan
pemutusan hubungan kerja diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh
dan/atau serikat pekerja/ serikat buruh.
• Dalam hal pekerja/buruh telah diberitahu dan menolak pemutusan hubungan
kerja, penyelesaian pemutusan hubungan kerja wajib dilakukan melalui
perundingan bipartit antar pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
• Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
mendapatkan kesepakatan, pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap
berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial

Alasan PHK yang melanggar ketentuan Pasal 153 UU Ketenagakerjaan


sebagaimana diubah UU No.11 tahun 2020 dinyatakan batal demi hukum dan
pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. Alasan
yang dilarang dalam prinsip Pemutusan hubungan kerja yang dimaksud adalah; hamil,
melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya; mempunyai pertalian darah
dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

13
F. Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar
uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang
penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK dan UPH dihitung
berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
Aturan tentang pesangon telah diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2021 Pasal 40
ayat (1), yang menyebutkan apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, perusahaan
wajib membayar pesangon atau uang penggantian hak kepada pekerja.
Berdasarkan pasal 40 ayat (2) PP Nomor 35 Tahun 2021, perhitungan uang
kompensasi PHK adalah sebagai berikut:
1) Masa kerja kurang dari 1 tahun akan menerima jumlah pesangon sebesar 1 bulan
upah.
2) Masa kerja 1 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 2 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 2 bulan upah.
3) Masa kerja 2 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 3 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 3 bulan upah.
4) Masa kerja 3 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 4 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 4 bulan upah.
5) Masa kerja 4 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 5 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 5 bulan upah.
6) Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 6 bulan upah.
7) Masa kerja 6 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 7 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 7 bulan upah.
8) Masa kerja 7 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 8 tahun akan menerima jumlah
pesangon sebesar 8 bulan upah.
9) Masa kerja kurang dari 8 tahun atau lebih akan menerima jumlah pesangon
sebesar 9 bulan upah.

14
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampak
nya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara
maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha
menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang
besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke
negara lain. Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang
ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini,
merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu,
sehingga jika dilihat secara struktur organisasi, tampak terjadi penggelembungan yang
sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan
jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga
PHK masih belum dapat dihindarkan. Ketika perekonomian dunia masih belum adil,
dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK
masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan
penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat (mantan karyawan).
Maka dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan
hubungan kerja (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan
jika pandangan mengenai PHK itu negatif maka itu kurang tepat karna PHK
merupakan proses yang akan dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau
kematian. Maka dari itu pemutusan hubungan kerja dibagi ke dalam dua bagian yaitu:
1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara. PHK sementara dapat
disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan
yang jelas.
2. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen. PHK permanen dapat
disebabkan 3 hal, yaitu: 1). Keinginan sendiri, 2). Kontrak yang habis, 3).
Pensiun.
Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas
tangan namun masih ada yang harus di berikan perusahaan kepada karyawan yaitu
berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Di mana pemberian uang
pesangon dan uang penghargaan masa kerja disesuaikan dengan seberapa lama
karyawan itu bekerja untuk perusahaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Flippo, E.B., 1984. Personnel management. 5th edition. Sydney: McGraw-Hill


International Book Company.
Jones, G. R. 1994. Organizational theory: Text and cases. New York: Addison
Wesley Publishing Company.
Kumara, A., Utami, M.S., Rosyid, H.F., 2003. Strategi mengoptimalkan diri
menjelang pensiun. Makalah Pembekalan Purna Tugas PNS Kabupaten
Purworejo, Juli 2003 (tidak diterbitkan).
Manulang, S. H. 1988. Pokok-pokok hukum ketenagakerjaan di Indonesia.
Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta. Robbins, 1984. Organizational Behavior: Concepts, Controversies,
and Application. New York: Prentice-Hall Company International.

https://www.academia.edu/10163016/MAKALAH_PHK_TGS_SDM?show_app_
store_popup=true

Sulfemi, W. B., & Desmiati, Z. (2018). Model Pembelajaran Missouri


Mathematics Project Berbantu Media Relief Experience dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. PENDAS MAHAKAM: Jurnal
Pendidikan Dasar, 3(3), 232-245.
Sulfemi, W. B. (2018). Diktat Tehnik Manajemen Pendidikan Non Formal. Jurnal
Pendidikan Non Formal.
Sulfemi, Wahyu Bagja. (2018). Modul Manajemen Pendidikan Non Formal.
Bogor: STKIP Muhammadiyah Bogor.ll

16

Anda mungkin juga menyukai