Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM KETENAGAKERJAAN
Pemutusan Hubungan Kerja: Dasar Hukum dan Prosesnya

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Ketenagakerjaam


Dosen Pengampu : Dipo Wahjoeono, S.H., M.Hum.

KELOMPOK :
Vionita (1312100150)
Lizzyana Yusron (1312100125)
Gregorius Eka Januario CAB (1312100260)

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2023

i
ABSTRAK

Makalah ini membahas tentang pemutusan hubungan kerja, termasuk dasar


hukumnya dan proses yang terlibat dalam pemutusan tersebut. Pemutusan
hubungan kerja adalah suatu tindakan di mana hubungan kerja antara seorang
karyawan dan perusahaan dihentikan secara resmi. Makalah ini akan menjelaskan
berbagai dasar hukum yang mengatur pemutusan hubungan kerja, seperti undang-
undang ketenagakerjaan dan peraturan perusahaan. Selain itu, proses pemutusan
hubungan kerja, termasuk langkah-langkah yang harus diikuti dan persyaratan
yang harus dipenuhi, juga akan dibahas secara rinci.

Kata Kunci: pemutusan hubungan kerja, dasar hukum, proses, ketenagakerjaan,


peraturan perusahaan

ABSTRACT

This paper discusses employment termination, including its legal basis and the
processes involved in such termination. Employment termination is an action
whereby the employment relationship between an employee and a company is
officially ended. This paper will explain various legal foundations that govern
employment termination, such as labor laws and company regulations.
Additionally, the process of employment termination, including the steps to be
followed and the requirements to be fulfilled, will also be discussed in detail.

Keywords: employment termination, legal basis, process, labor laws, company


regulations

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii


BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN........................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................. 7
ISI .................................................................................................................................... 7
2.1 Dasar Hukum Pemutusan Hubungan Kerja........................................................... 7
2.2 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja.............................................................. 10
2.3 Proses Pemutusan Hubungan Kerja .................................................................... 11
2.4 Perlindungan Karyawan dalam Pemutusan Hubungan Kerja ............................. 12
2.5 Simulasi Perhitungan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja ........................ 13
2.6 Prosedur Penggunaan Tenaga Kerja Asing ......................................................... 14
BAB III.............................................................................................................................. 16
PENUTUP ..................................................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja menjadi suatu
peristiwa yang sering terjadi. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena
berbagai alasan, seperti restrukturisasi perusahaan, penurunan kinerja,
pelanggaran disiplin, atau bahkan kegagalan dalam mencapai target yang
ditetapkan. Namun, pemutusan hubungan kerja bukanlah tindakan sembarangan,
melainkan harus didasarkan pada dasar hukum yang kuat dan mengikuti prosedur
yang jelas. Penting bagi setiap pihak yang terlibat, baik karyawan maupun
perusahaan, untuk memahami secara mendalam dasar hukum yang mengatur
pemutusan hubungan kerja. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak karyawan
yang terkena pemutusan dan memberikan kejelasan mengenai proses yang harus
diikuti dalam melaksanakan pemutusan tersebut.

Dalam hal ini Pemutusan Hubungan Kerja (selanjutnya disebut PHK)


merupakan singkatan dari Pemutusan Hubungan Kerja. Istilah ini merujuk pada
tindakan atau proses di mana hubungan kerja antara seorang karyawan dan
perusahaan diakhiri secara resmi(Putri, 2015). PHK dapat terjadi atas berbagai
alasan, seperti restrukturisasi perusahaan, penurunan kinerja, kegagalan mencapai
target, pelanggaran disiplin, atau faktor lain yang dapat menyebabkan perusahaan
mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan kerja dengan karyawan
tertentu.

Di Indonesia, PHK diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003


tentang Ketenagakerjaan(Putri, 2015). Undang-undang tersebut memberikan
definisi tentang PHK, alasan yang diakui secara sah untuk melakukan PHK,
prosedur pemberitahuan, konsultasi, dan persetujuan dalam PHK kolektif, serta
hak-hak karyawan yang terkena PHK, seperti pesangon, uang penghargaan masa
kerja, dan tunjangan lainnya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut
memiliki peran penting dalam melindungi hak-hak pekerja, mengatur hubungan
kerja, dan mempromosikan keselamatan serta kesejahteraan pekerja di Indonesia.
Sebagai pengusaha dan pekerja, penting untuk memahami ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang ini agar dapat melaksanakan hubungan kerja dengan sesuai
dengan aturan yang berlaku.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif


mengenai pemutusan hubungan kerja, baik dari segi dasar hukum yang menjadi
pijakan dalam pengambilan keputusan pemutusan, maupun proses yang terlibat
dalam pelaksanaannya. Dengan memahami dasar hukum yang berlaku dan proses
yang harus dijalani, diharapkan karyawan dan perusahaan dapat menjalankan

4
pemutusan hubungan kerja dengan penuh tanggung jawab dan menghindari
potensi sengketa atau pelanggaran hukum.

Selain itu, melalui penelitian dan pemahaman mendalam mengenai


pemutusan hubungan kerja, penulis juga berharap dapat memberikan panduan dan
referensi yang berguna bagi pembaca yang ingin mengeksplorasi lebih lanjut topik
ini. Dengan pengetahuan yang lebih baik tentang dasar hukum dan proses
pemutusan hubungan kerja, diharapkan masyarakat dapat lebih siap dan mampu
menghadapi situasi tersebut dengan bijak dan adil.

Dalam konteks yang terus berubah, pemutusan hubungan kerja merupakan


hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, menjadi penting bagi semua pihak
yang terlibat untuk memahami implikasi hukum yang terkait dengan pemutusan
hubungan kerja. Dengan pengetahuan yang lebih luas dan pemahaman yang lebih
baik mengenai pemutusan hubungan kerja, diharapkan dapat tercipta hubungan
kerja yang lebih harmonis dan adil antara karyawan dan perusahaan. Dengan latar
belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk mengangkat topik ini dalam bentuk
makalah, dengan harapan dapat memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif mengenai dasar hukum dan proses pemutusan hubungan kerja.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa dasar hukum dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ?

1.2.2 Bagaimana jenis-jenis Pemutusan Hubungan Keja (PHK)?

1.2.3 Bagaimana proses Pemutusan Hubungan Keja (PHK)?

1.2.4 Bagaimana perlindungan karyawan dalam Pemutusan Hubungan


Kerja (PHK)?

1.2.5 Bagaimana simulasi perhitungan kompensasi Pemutusan Hubungan


Kerja (PHK)?

1.2.6 Bagaimana prosedur penggunaan Tenaga Keja Asing (TKA)?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah memberikan kajian informatif
terkait penerapan pemutusan hubungan kerja: dasar hukum dan prosesnya yang
mana terbagi menjadi 4 aspek penting diantaranya:

1.3.1 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait dasar hukum


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

1.3.2 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait jenis-jenis


Pemutusan Hubungan Keja (PHK).

5
1.3.3 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait proses Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK).

1.3.4 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait perlindungan


karyawan dama Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

1.3.5 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait simulasi


kompensasi dalam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

1.3.6 Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait prosedur


penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA)

6
BAB II

ISI

2.1 Dasar Hukum Pemutusan Hubungan Kerja


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Selanjutnya
disebut UU Ketenagakerjaan) merupakan undang-undang yang mengatur berbagai
aspek ketenagakerjaan di Indonesia. Prinsip-prinsip ketenagakerjaan yang
mendasari peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, termasuk dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain:

a. Kesetaraan:
Prinsip kesetaraan menyatakan bahwa setiap pekerja memiliki hak
yang sama tanpa diskriminasi dalam hal pengakuan, perlindungan,
dan perlakuan yang adil di tempat kerja, tanpa membedakan jenis
kelamin, agama, suku, ras, etnis, status sosial, atau karakteristik
pribadi lainnya yang tidak relevan.
b. Keadilan:
Prinsip keadilan menegaskan bahwa pekerja memiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dan layak, termasuk upah yang
setimpal, kondisi kerja yang aman dan sehat, serta perlindungan
terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.
c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja menekankan pentingnya
perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja di
tempat kerja. Prinsip ini mendorong pengusaha untuk menyediakan
lingkungan kerja yang aman, serta menerapkan langkah-langkah
pencegahan dan perlindungan terhadap risiko kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
d. Perlindungan Pekerja:
Prinsip perlindungan pekerja berfokus pada hak-hak pekerja untuk
dilindungi dari tindakan yang merugikan, seperti pemutusan
hubungan kerja yang tidak sah, penyalahgunaan tenaga kerja, atau
pelanggaran hak-hak dasar. Prinsip ini juga mencakup
perlindungan terhadap diskriminasi, intimidasi, dan pelecehan di
tempat kerja.
e. Konsultasi dan Partisipasi:
Prinsip konsultasi dan partisipasi melibatkan pekerja dan serikat
pekerja dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kondisi kerja, hak-hak pekerja, dan kebijakan ketenagakerjaan.
Prinsip ini mendorong dialog, negosiasi, dan partisipasi aktif
pekerja dalam isu-isu yang mempengaruhi mereka.

7
Dalam UU Ketenagakerjaan, terdapat memiliki pengaturan mengenai
perjanjian kerja, waktu kerja, upah, dan hak-hak pekerja. Berikut adalah
ringkasan mengenai pengaturan tersebut(Dewi Suwantari, 2018):

a. Perjanjian Kerja: UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa setiap


pekerja harus memiliki perjanjian kerja dengan pengusaha atau
badan usaha tempat mereka bekerja. Perjanjian kerja tersebut harus
memuat informasi yang jelas tentang identitas pekerja dan
pengusaha, jabatan atau pekerjaan yang diemban, tempat kerja,
waktu kerja, upah, dan ketentuan lain yang relevan. Perjanjian
kerja dapat berbentuk perjanjian kerja waktu tertentu atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

b. Waktu Kerja: Undang-Undang mengatur batasan waktu kerja bagi


pekerja. Secara umum, waktu kerja normal adalah 40 jam per
minggu atau 8 jam per hari untuk pekerja dengan sistem kerja lima
hari dalam seminggu. Jika pekerja bekerja lebih dari waktu
tersebut, maka dianggap sebagai kerja lembur yang harus dibayar
secara tambahan. Undang-Undang juga mengatur tentang istirahat
dan cuti yang harus diberikan kepada pekerja.

c. Upah: Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur tentang


pengaturan upah bagi pekerja. Upah yang diberikan harus
memenuhi standar yang ditetapkan, termasuk upah minimum yang
diatur oleh pemerintah daerah. Upah juga harus dibayarkan tepat
waktu dan dalam bentuk yang dapat diterima oleh pekerja.
Undang-Undang juga mengatur tentang pembayaran lembur dan
tunjangan lain yang seharusnya diterima oleh pekerja.

d. Hak-Hak Pekerja: Undang-Undang memberikan perlindungan dan


hak-hak kepada pekerja. Beberapa hak-hak pekerja yang diatur
antara lain:

 Hak atas perlindungan terhadap diskriminasi, pelecehan,


dan penyalahgunaan di tempat kerja.

 Hak atas keselamatan dan kesehatan kerja yang layak.

 Hak untuk mengorganisir dan bergabung dalam serikat


pekerja.

 Hak untuk memperoleh perlindungan dalam pemutusan


hubungan kerja, termasuk hak atas pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan tunjangan lainnya.

8
 Hak atas cuti, izin, dan pembayaran cuti yang belum
digunakan.

 Hak untuk mendapatkan jaminan sosial dan manfaat sosial


lainnya.

Dalam hal hubungan antara pengusaha dan pekerja, termasuk perselisihan


hubungan industrial, penyelesaian sengketa, perundingan kolektif, dan peran
serikat pekerja dalam melindungi hak-hak pekerja(Bisnis et al., 2003). Berikut
adalah beberapa aspek terkait yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan:

a. Perselisihan Hubungan Industrial: UU Ketenagakerjaan mengatur


prosedur penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja
atau serikat pekerja. Ketentuan ini mencakup persyaratan mediasi,
arbitrase, atau penyelesaian melalui Dewan Pengupahan atau
pengadilan hubungan industrial.
b. Penyelesaian Sengketa: UU Ketenagakerjaan menetapkan
mekanisme penyelesaian sengketa antara pengusaha dan pekerja
atau serikat pekerja. Pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa
diwajibkan untuk menjalani tahap mediasi dan, jika mediasi tidak
berhasil, dapat meminta arbitrase atau mengajukan gugatan ke
pengadilan hubungan industrial.
c. Perundingan Kolektif: UU Ketenagakerjaan mengakui hak pekerja
dan serikat pekerja untuk melakukan perundingan kolektif dengan
pengusaha. Serikat pekerja dapat melakukan perundingan atas
nama anggota mereka terkait kondisi kerja, upah, dan hak-hak
lainnya. UU Ketenagakerjaan juga mendorong pengusaha dan
serikat pekerja untuk mencapai kesepakatan melalui perundingan
kolektif.
d. Pembentukan Serikat Pekerja: UU Ketenagakerjaan juga mengatur
proses pembentukan serikat pekerja. Serikat pekerja dapat
didirikan oleh pekerja secara sukarela untuk melindungi dan
memperjuangkan hak-hak mereka. UU Ketenagakerjaan
memberikan perlindungan terhadap diskriminasi terkait
keanggotaan serikat pekerja dan melarang tindakan pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan secara diskriminatif terhadap
anggota serikat pekerja.
e. Perlindungan Hak-Hak Pekerja oleh Serikat Pekerja: UU
Ketenagakerjaan mengakui peran serikat pekerja dalam melindungi
hak-hak pekerja. Serikat pekerja memiliki tugas untuk
memperjuangkan hak-hak pekerja, memastikan penerapan
peraturan ketenagakerjaan, dan memberikan bantuan serta

9
dukungan kepada anggotanya dalam perselisihan hubungan
industrial.

2.2 Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja


Pemutusan hubungan kerja dalam praktiknya terbagi menjadi beberapa jenis
diantaranya Pemutusan Hubungan Kerja Secara Sepihak, Pemutusan Hubungan
Kerja dengan Persetujuan Bersama, dan Pemutusan Hubungan Kerja Karena
Alasan Khusus(Putra et al., 2017). Pemutusan hubungan kerja sepihak adalah
tindakan pengusaha atau pihak yang memberikan pekerjaan yang secara tidak sah
mengakhiri hubungan kerja dengan pekerja tanpa memenuhi persyaratan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang telah disepakati
antara pengusaha dan pekerja. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, pemutusan
hubungan kerja sepihak dianggap melanggar hak-hak pekerja dan dapat memiliki
konsekuensi hukum bagi pengusaha yang melakukannya.

Pemutusan hubungan kerja sepihak dapat terjadi dalam berbagai bentuk,


seperti penghentian kontrak kerja tanpa alasan yang jelas atau memenuhi
persyaratan yang diatur, pemecatan tanpa pemberitahuan atau prosedur yang
wajar, atau pengakhiran hubungan kerja dengan alasan diskriminasi atau
pelanggaran hak-hak dasar pekerja. Dalam kebanyakan negara, termasuk
Indonesia, undang-undang ketenagakerjaan memberikan perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja sepihak dan mengatur persyaratan yang harus dipenuhi
oleh pengusaha untuk memutuskan hubungan kerja secara sah.

Dalam kasus pemutusan hubungan kerja sepihak, pekerja biasanya memiliki


hak-hak untuk mendapatkan kompensasi atau hak-hak lain sebagai bentuk
perlindungan. Undang-undang ketenagakerjaan seringkali mengatur kewajiban
pengusaha untuk memberikan pesangon atau ganti rugi kepada pekerja yang di-
PHK secara sepihak, serta memberikan akses kepada pekerja untuk mengajukan
gugatan atau sengketa hubungan kerja ke lembaga penyelesaian sengketa yang
berwenang, seperti pengadilan hubungan industrial.

Pemutusan hubungan kerja dengan persetujuan bersama adalah tindakan


pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja yang dilakukan dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam situasi ini, baik pengusaha maupun
pekerja secara sukarela menyetujui untuk mengakhiri hubungan kerja yang ada.
Persetujuan bersama dalam pemutusan hubungan kerja biasanya terjadi ketika
kedua belah pihak mencapai kesepakatan tentang pengakhiran hubungan kerja
yang dianggap menguntungkan bagi keduanya. Hal ini dapat melibatkan negosiasi
mengenai kondisi-kondisi pemutusan, seperti kompensasi yang akan diterima oleh
pekerja, waktu pemberitahuan, atau hak-hak lain yang akan dipertahankan atau
dikembalikan kepada pekerja setelah pemutusan.

10
Pemutusan hubungan kerja dengan persetujuan bersama sering kali menjadi
alternatif yang lebih baik daripada pemutusan sepihak, karena dalam persetujuan
bersama, kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk mencapai kesepakatan
yang saling menguntungkan. Persetujuan bersama ini juga dapat menghindarkan
kedua belah pihak dari potensi sengketa atau tuntutan hukum yang mungkin
terjadi akibat pemutusan hubungan kerja.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan khusus merujuk pada pengakhiran


hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha karena adanya keadaan atau
peristiwa tertentu yang dianggap membenarkan pemutusan tersebut(Amilia &
Yusa, 2018). Alasan khusus ini biasanya terkait dengan perilaku atau tindakan
pekerja yang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan. Pemutusan hubungan kerja dengan
alasan khusus biasanya dilakukan setelah adanya proses pemberian peringatan
atau tindakan disiplin yang telah dijalani terlebih dahulu, kecuali jika tindakan
pekerja tersebut sangat serius dan memerlukan pemutusan segera.

2.3 Proses Pemutusan Hubungan Kerja


Proses pemutusan hubungan kerja terkait dengan pemberitahuan dan
konsultasi, peninjauan kasus dan pembelaan, keputusan pemutusan hubungan
kerja, dan pelaksanaan pemutusan hubungan kerja dapat melibatkan beberapa
tahapan, sebagai berikut(Dewi Suwantari, 2018):

1. Pemberitahuan dan Konsultasi: Pengusaha atau perusahaan wajib


memberikan pemberitahuan tertulis kepada pekerja mengenai niat atau
rencana untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Pemberitahuan ini
harus dilakukan dalam jangka waktu yang sesuai sebelum pemutusan
hubungan kerja dilakukan. Selain itu, pengusaha juga harus memberikan
kesempatan kepada pekerja untuk melakukan konsultasi, diskusi, atau
memberikan pendapat terkait pemutusan hubungan kerja.

2. Peninjauan Kasus dan Pembelaan: Setelah menerima pemberitahuan,


pekerja memiliki hak untuk meminta peninjauan kasus dan pembelaan.
Artinya, mereka dapat menyampaikan argumen atau alasan mengapa
pemutusan hubungan kerja seharusnya tidak dilakukan atau mengajukan
pembelaan terkait dengan keputusan tersebut. Biasanya, peninjauan kasus
dan pembelaan ini melibatkan pertemuan antara pekerja, perwakilan
pekerja (jika ada), dan pihak pengusaha atau perusahaan.

3. Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja: Setelah melakukan


pemberitahuan, konsultasi, peninjauan kasus, dan pembelaan, pengusaha
atau perusahaan akan mempertimbangkan semua informasi dan argumen
yang disampaikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, mereka akan
membuat keputusan apakah akan melanjutkan dengan pemutusan

11
hubungan kerja atau tidak. Keputusan ini biasanya disampaikan secara
tertulis kepada pekerja.

4. Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja: Jika keputusan pemutusan


hubungan kerja telah diambil, pengusaha atau perusahaan akan
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan hukum dan prosedur yang
berlaku. Hal ini termasuk memberikan pemberitahuan tertulis kepada
pekerja mengenai tanggal efektif pemutusan hubungan kerja, pembayaran
hak-hak pekerja, seperti gaji yang belum dibayarkan, cuti yang belum
diambil, dan tunjangan lainnya sesuai dengan peraturan perusahaan dan
perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Perlindungan Karyawan dalam Pemutusan Hubungan Kerja


Dalam pemutusan hubungan kerja, terdapat perlindungan bagi karyawan
terkait dengan pesangon dan tunjangan pemutusan hubungan kerja, uang
penggantian hak, serta bantuan kesejahteraan. Perlindungan ini dapat bervariasi
tergantung pada undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku di negara atau
yurisdiksi tertentu(Febriana et al., 2015). Berikut adalah beberapa aspek
perlindungan yang umumnya diberikan:

1. Pesangon dan Tunjangan Pemutusan Hubungan Kerja: Pesangon adalah


pembayaran yang diberikan kepada karyawan sebagai bentuk kompensasi
atas pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha atau
perusahaan. Besaran pesangon biasanya diatur berdasarkan peraturan
perusahaan, undang-undang ketenagakerjaan, atau perjanjian kolektif
antara serikat pekerja dan pengusaha. Selain pesangon, karyawan juga
dapat berhak menerima tunjangan pemutusan hubungan kerja lainnya,
seperti tunjangan masa kerja, cuti yang belum diambil, atau tunjangan
lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2. Uang Penggantian Hak: Uang penggantian hak adalah pembayaran yang


diberikan kepada karyawan untuk menggantikan hak-hak tertentu yang
belum terpenuhi pada saat pemutusan hubungan kerja, seperti gaji yang
belum dibayarkan, tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun, atau tunjangan
lainnya sesuai dengan peraturan perusahaan dan undang-undang
ketenagakerjaan yang berlaku. Besaran uang penggantian hak juga
biasanya diatur berdasarkan peraturan perusahaan atau undang-undang
yang berlaku.

3. Bantuan Kesejahteraan: Dalam beberapa kasus pemutusan hubungan kerja,


pengusaha atau perusahaan dapat memberikan bantuan kesejahteraan
kepada karyawan yang di-PHK sebagai upaya untuk membantu mereka
dalam mencari pekerjaan baru atau menyesuaikan diri dengan kondisi
keuangan yang berubah. Bantuan kesejahteraan ini dapat berupa pelatihan

12
atau program penempatan kerja, bantuan finansial sementara, atau layanan
penyaluran informasi tentang lowongan pekerjaan.

2.5 Simulasi Perhitungan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja


Contoh simulasi perhitungan kompensasi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
untuk karyawan:

1. Data Karyawan:

 Nama Karyawan: John Doe

 Masa Kerja: 7 tahun

 Gaji Bulanan: Rp10.000.000

 Tunjangan Tetap Bulanan: Rp2.000.000

 Jumlah Karyawan yang Di-PHK: 1

2. Menghitung Jumlah Kompensasi yang Diterima:

Uang Pesangon:

 1 bulan gaji x masa kerja x 2 = 1 x 7 x 2 = 14 bulan gaji

 14 x Rp10.000.000 = Rp140.000.000

Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK):

 1 bulan gaji x masa kerja = 1 x 7 = 7 bulan gaji

 7 x Rp10.000.000 = Rp70.000.000

Uang Penggantian Hak (UPH):

 (Gaji bulanan + Tunjangan Tetap Bulanan) x 2 x masa kerja =


(Rp10.000.000 + Rp2.000.000) x 2 x 7 = Rp12.000.000 x 2 x 7 =
Rp168.000.000

Total Kompensasi:

 Total Kompensasi = Uang Pesangon + UPMK + UPH

 Rp140.000.000 + Rp70.000.000 + Rp168.000.000 =


Rp378.000.000

3. Pembagian Kompensasi ke Karyawan:

Jumlah Karyawan yang Di-PHK: 1

13
Kompensasi Per Karyawan:

 Kompensasi Per Karyawan = Total Kompensasi / Jumlah


Karyawan

 Rp378.000.000 / 1 = Rp378.000.000

Dalam contoh ini, John Doe akan menerima total kompensasi sebesar
Rp378.000.000 sebagai bentuk pemutusan hubungan kerja. Penting untuk dicatat
bahwa perhitungan kompensasi PHK dapat bervariasi tergantung pada peraturan
perusahaan dan perundang-undangan yang berlaku di negara tempat perusahaan
beroperasi. Oleh karena itu, penting untuk memeriksa kebijakan dan undang-
undang yang berlaku serta berkonsultasi dengan ahli hukum atau sumber yang
relevan sebelum melakukan perhitungan kompensasi PHK yang sebenarnya.

2.6 Prosedur Penggunaan Tenaga Kerja Asing


Prosedur penggunaan tenaga kerja asing dapat bervariasi di setiap negara,
tetapi umumnya melibatkan langkah-langkah berikut:

1. Verifikasi Kebutuhan Tenaga Kerja Asing: Perusahaan harus


memverifikasi kebutuhan mereka untuk menggunakan tenaga kerja asing.
Hal ini dapat melibatkan analisis kekurangan keterampilan atau
pengalaman yang tidak dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal.

2. Izin dan Perizinan: Perusahaan harus mengajukan izin dan perizinan yang
diperlukan untuk mempekerjakan tenaga kerja asing. Ini mungkin
termasuk izin kerja, visa kerja, dan dokumen-dokumen lain yang
diperlukan sesuai dengan hukum imigrasi negara yang bersangkutan.

3. Pendaftaran Pekerja Asing: Perusahaan perlu mendaftarkan pekerja asing


mereka ke lembaga atau badan yang berwenang di negara tersebut. Ini bisa
berupa Departemen Tenaga Kerja atau lembaga serupa yang bertanggung
jawab atas masalah ketenagakerjaan.

4. Penyediaan Informasi dan Dokumen: Perusahaan harus memberikan


informasi dan dokumen yang diminta oleh otoritas yang berwenang. Ini
dapat mencakup informasi tentang pekerja asing, kontrak kerja, bukti
kualifikasi, dan dokumen lain yang mendukung penggunaan tenaga kerja
asing.

5. Pemrosesan dan Evaluasi: Otoritas yang berwenang akan memproses


aplikasi dan dokumen yang diajukan. Mereka akan mengevaluasi
kebutuhan perusahaan, kepatuhan terhadap persyaratan hukum, dan
kelayakan pekerja asing.

14
6. Keputusan dan Izin Kerja: Setelah evaluasi selesai, otoritas akan membuat
keputusan mengenai izin kerja untuk pekerja asing. Jika izin diberikan,
perusahaan akan menerima dokumen resmi yang memungkinkan mereka
untuk mempekerjakan tenaga kerja asing.

7. Kepatuhan dan Pelaporan: Setelah tenaga kerja asing mulai bekerja,


perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi persyaratan
hukum terkait ketenagakerjaan. Ini bisa mencakup pelaporan berkala,
pembaruan dokumen, dan pemenuhan kewajiban lainnya terkait pekerja
asing.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemutusan hubungan kerja adalah tindakan di mana pengusaha atau perusahaan
mengakhiri hubungan kerja dengan seorang karyawan. Hal ini bisa terjadi karena
berbagai alasan, seperti restrukturisasi perusahaan, penurunan kinerja, kebijakan
perusahaan, atau alasan pribadi.

Proses pemutusan hubungan kerja biasanya melibatkan beberapa langkah,


meskipun prosedurnya dapat berbeda-beda antara negara, perusahaan, atau jenis
hubungan kerja. Beberapa langkah umum dalam proses pemutusan hubungan
kerja meliputi:

1. Evaluasi kinerja: Sebelum memutuskan hubungan kerja, perusahaan


biasanya akan mengevaluasi kinerja karyawan untuk memastikan bahwa
keputusan tersebut didasarkan pada alasan yang sah dan terdokumentasi
dengan baik.

2. Pemberitahuan: Karyawan yang akan di-PHK biasanya diberikan


pemberitahuan tertulis tentang niat perusahaan untuk mengakhiri
hubungan kerja. Hal ini bisa dilakukan melalui surat atau pertemuan
pribadi antara karyawan dan manajemen.

3. Diskusi dan penyelesaian: Setelah pemberitahuan diberikan, biasanya


terjadi diskusi antara pihak manajemen dan karyawan untuk membahas
alasan di balik pemutusan hubungan kerja dan mempertimbangkan opsi
lain, seperti pemindahan ke posisi lain dalam perusahaan.

4. Pengakhiran hubungan kerja: Jika tidak ada solusi alternatif yang


ditemukan, perusahaan akan mengakhiri secara resmi hubungan kerja
dengan karyawan melalui prosedur yang ditetapkan, seperti pembayaran
tunjangan atau hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pemutusan hubungan kerja adalah keputusan yang serius dan dapat berdampak
signifikan pada karyawan yang terlibat. Oleh karena itu, prosesnya harus
dilakukan dengan mematuhi hukum ketenagakerjaan yang berlaku dan dengan
memperlakukan karyawan secara adil dan terhormat.

Adapun kesimpulan mengenai pemutusan hubungan kerja adalah bahwa itu adalah
tindakan yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam situasi tertentu. Penting
bagi perusahaan untuk memastikan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan
dengan adil, mematuhi hukum, dan dengan mempertimbangkan dampaknya

16
terhadap karyawan yang terkena dampak. Karyawan yang menghadapi pemutusan
hubungan kerja harus mencari bantuan dan informasi yang diperlukan untuk
melindungi hak-hak mereka sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

17
DAFTAR PUSTAKA
Amilia, N. K. S. I., & Yusa, I. G. (2018). Penyebab Terjadinya Pemutusan
Hubungan Kerja Oleh Pengusaha Terhadap Pekerja Ditinjau Berdasarkan
Hukum Ketenagakerjaan. Jurnal Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Udayana, 1–5.
Bisnis, B. H., Hukum, F., & Udayana, U. (2003). Hubungan Kerja Oleh Pekerja
Berdasarkan. 13, 1–15.
Dewi Suwantari, I. G. A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Para Pekerja
Yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja Karena Dampak Digitalisasi.
Kertha Semaya, 6(7), 1–15.
Febriana, L. K., Budiono, R., & Puru, D. R. (2015). Efektivitas Mediasi Sebagai
Upaya Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (Studi Kasus
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Malang). 1, 1–20.
Putra, A. A. N. W., Udiana, I. M., & Markeling, I. K. (2017). Perlindungan
Hukum bagi Pekerja yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja oleh
Pemberi Kerja karena Force Majeure. Kertha Semaya, 5(1), 1–15.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/43712/26618
Putri, S. A. (2015). Pemutusan Hubungan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara:
Studi Kasus Pemutusan Hubungan Kerja di PT. Pelindo II (Persero). Jhaper,
1(2), 87–100. https://jhaper.org/index.php/JHAPER/article/view/13

18

Anda mungkin juga menyukai