Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM BISNIS DALAM SEKTOR PERBANKAN DAN


ASURANSI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KEPAILITAN

Dosen Pengampu: Dr. Siti Rohani, S.H., M.Hum.

Mata Kuliah: Hukum Bisnis

Oleh:

Aldrich Ardiles Jong B1031221026


Dilawati B1031221029
Margareta Selpini Adelita B1031221036
Kevin Firmansyah B1031221040
Ellaine Letycia B1031221043

PROGRAM STUDI AKUNTANSI STRATA-1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-
Nya, kami masih diberikan kesempatan untuk menyusun makalah dengan judul
“Penegakan Hukum Bisnis dalam Sektor Perbankan dan Asuransi serta
Hubungannya dengan Kepailitan” tepat waktu. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis pada Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Tanjungpura. Tim penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Dr. Siti Rohani S.H., S.Hum., selaku dosen pengampu yang
telah memberikan kesempatan kepada tim penulis untuk menyusun makalah ini.
Tidak lupa juga, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada kedua orang tua,
karena merekalah yang sangat mendukung dan memberikan kami kesempatan
untuk berkuliah di universitas ini, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi penggunaan kata maupun isi makalah ini. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan wawasan pengetahuan yang kami miliki saat ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai
bahan evaluasi bagi kami. Tim penulis akan berusaha menerima setiap kritik dan
saran yang ada demi kesempurnaan makalah ini, sehingga ada perbaikan di
kesempatan lainnya. Mudah-mudahan makalah yang telah disusun ini dapat
bermanfaat bagi semua orang yang membutuhkan.

Pontianak, 05 Mei 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4
2.1 Hukum Bisnis ................................................................................................ 4
2.1.1 Hukum dan Bisnis ................................................................................... 4
2.1.2 Pentingnya Penegakan Hukum Bisnis .................................................... 5
2.2 Sektor Perbankan ........................................................................................... 7
2.2.1 Hukum Perbankan................................................................................... 7
2.2.2 Urgensi Penegakan Hukum Perbankan................................................. 11
2.3 Asuransi ....................................................................................................... 12
2.3.1 Hukum Asuransi ................................................................................... 12
2.3.2 Urgensi Penegakan Hukum Asuransi ................................................... 20
2.4 Kepailitan .................................................................................................... 21
2.4.1 Hukum Kepailitan ................................................................................. 21
2.4.2 Putusan Pailit ........................................................................................ 25
2.5 Hubungan Perbankan dan Asuransi dengan Kepailitan .............................. 28
2.5.1 Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank ............................ 28
2.5.2 Kewenangan OJK dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi .................. 29
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 30
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 30
3.2 Saran ............................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perekonomian yang kuat merupakan hasil perwujudan dari sistem
bisnis yang sehat. Sehingga dibutuhkan seperangkat aturan yang dapat
mendukung terwujudnya gagasan atmosfer bisnis yang positif. Aturan-
aturan tersebut dibutuhkan karena para pihak yang terlibat dalam
persetujuan bisnis membutuhkan jaminan yang lebih dari sekadar janji dan
iktikad baik saja. Hal tersebut menjadi latar belakang terbentuknya upaya-
upaya hukum yang dapat digunakan untuk memintasi jika ada ketimpangan
antara hak dan kewajiban di kemudian. Disinilah peran hukum bisnis dalam
sebuah usaha.
Istilah hukum bisnis merupakan terjemahan dari “business law”
yang berarti hukum yang berkenaan dengan suatu bisnis. Dengan kata lain,
hukum bisnis adalah suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang
tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan
yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang dan jasa dengan
menempatkan uang dari para wirausaha dalam risiko tertentu dan usaha
tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba usaha.
Menilik dari definisi di atas, mengindikasikan bahwa keberadaan
hukum sangat penting dalam dunia ekonomi dan entitas bisnis sebagai alat
pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu ekonomi dan entitas bisnis harus
berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dapat dinikmati secara
merata oleh masyarakat. Sehingga, negara perlu menjamin hal tersebut.
Dengan demikian, akan meminimalisir ketidakseimbangan dalam tatanan
kehidupan masyarakat dimana pengusaha kuat yang menindas pengusaha
lemah. Disinilah peran hukum dalam membatasi hal tersebut.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan kompleks melahirkan
berbagai bentuk kerja sama bisnis dengan bidang yang beragam.
Keanekaragaman kerja sama bisnis yang membentuk interaksi dari berbagai

1
pihak tersebut dapat melahirkan berbagai masalah dan tantangan baru. Oleh
karena itu, hukum bisnis harus siap untuk mengimbangi setiap
perkembangan. Imbas dari dibentuknya seperangkat peraturan perundang-
undangan dalam hukum bisnis tersebut, mengharuskan pelaku bisnis
mengetahui dan mempelajarinya, sehingga bisnis akan berjalan sesuai
dengan koridor hukum dan keberadaannya tidak merugikan masyarakat
luas.
Berbagai sektor bisnis yang dijalankan sudah pasti berkaitan dengan
keuangan, seperti sektor perbankan dan asuransi. Sektor perbankan
berperan sebagai penunjang sektor-sektor ekonomi lain, seperti
perdagangan, industri, dan jasa. Sedangkan sektor asuransi dapat menopang
pembangunan ekonomi melalui mitigasi risiko finansial. Dengan ini, kedua
sektor tersebut akan sangat memerlukan hukum bisnis dalam mengikuti arus
persaingan bisnis yang dapat meninggikan risiko kepailitan. Oleh sebab itu,
makalah ini akan membahas lebih lanjut terkait hukum bisnis pada sektor
perbankan, asuransi, dan hubungannya dengan kepailitan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan hukum bisnis?
2. Apa pentingnya penegakan hukum bisnis?
3. Bagaimana urgensi dari penegakan hukum bisnis dalam perbankan?
4. Bagaimana urgensi penegakan hukum bisnis dalam asuransi?
5. Bagaimana perspektif hukum bisnis terkait kepailitan?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai
berikut.
1. Mengetahui yang dimaksud dengan hukum bisnis.
2. Mengetahui pentingnya penegakan hukum bisnis.
3. Mengetahui urgensi dari penegakan hukum bisnis dalam perbankan.

2
4. Mengetahui urgensi dari penegakan hukum bisnis dalam asuransi.
5. Mengetahui perspektif hukum bisnis terkait kepailitan.

1.4 Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
informasi penting mengenai hukum bisnis dalam sektor perbankan dan
asuransi. Makalah ini berisikan informasi berupa definisi dari hukum bisnis,
kemudian dilengkapi dengan urgensi atau pentingnya hukum bisnis dalam
sebuah usaha yang dijalankan. Di dalam makalah ini, juga akan terdapat
pembahasan terkait urgensi penegakan hukum bisnis dalam sektor
perbankan dan asuransi, dan kaitannya dengan kepailitan. Sehingga,
makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam menambah pemahaman
dan informasi terkait pembahasan hukum bisnis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum Bisnis


2.1.1 Hukum dan Bisnis
A. Pengertian Hukum
Secara umum, hukum dapat didefinisikan sebagai suatu
norma yang dibentuk baik oleh lembaga pemerintah maupun non
pemerintah dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia
dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut ini merupakan
pengertian hukum menurut pendapat ahli, yaitu di antaranya:
 Prof. Mr. E.M. Meyers dalam bukunya De Algemene
begrippen van het Burgerlijk Recht, mendefinisikan hukum
sebagai semua aturan yang mengandung pertimbangan
kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-
penguasa negara dalam melakukan tugasnya (dalam Kansil,
1989).
 Menurut Immanuel Kant, hukum merupakan keseluruhan
syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang
satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan (dalam Kansil, 1989).
B. Pengertian Bisnis
Ebert dan Griffin (2015) mengartikan bisnis (business)
sebagai organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk
memperoleh laba. Warren, et al. (2005) dalam bukunya
menuliskan bahwa perusahaan (business) adalah suatu organisasi
dimana sumber daya (input), seperti bahan baku dan tenaga kerja
diproses untuk menghasilkan barang atau jasa (output) bagi
pelanggan. Lebih lanjut disebutkan bahwa, ada tiga jenis

4
perusahaan jika digolongkan berdasarkan kegiatan usaha yang
dilakukan, yaitu:
1) Perusahaan manufaktur (manufacturing business), yaitu
badan usaha yang mengolah bahan baku menjadi produk
setengah jadi atau produk jadi yang dijual kepada konsumen.
2) Perusahaan dagang (merchandising business), yaitu badan
usaha yang kegiatan usahanya membeli produk dari
perusahaan lain dan menjual kembali kepada konsumen di
pasar tanpa mengubah sepenuhnya produk tersebut.
3) Perusahaan jasa (services business), yaitu badan usaha yang
menghasilkan jasa untuk konsumen.
C. Tujuan Bisnis
Secara umum, ada beberapa tujuan dari bisnis, yaitu:
1) Menyediakan barang atau jasa yang mengutamakan kualitas.
2) Keuntungan.
3) Kesejahteraan pemilik faktor produksi dan masyarakat.
4) Menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dalam jangka
panjang.
5) Kemajuan atau pertumbuhan.
6) Prestise atau prestasi.
D. Pelaku dalam Bisnis
Madura (2007) dalam bukunya menuliskan ada beberapa
pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis, yaitu:
1) Pemilik
2) Kreditur
3) Karyawan
4) Pemasok
5) Pelanggan

2.1.2 Pentingnya Penegakan Hukum Bisnis


A. Tingkat Awareness (Kesadaran) Hukum Masyarakat
Indonesia

5
Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap hukum saat ini
masih kurang. Hal ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor,
sebagai berikut.
 Kurangnya kepercayaan terhadap aparat penegak hukum dan
pengabaian terhadap sanksi yang diberikan atas pelanggaran
hukum.
 Kurangnya kepercayaan terhadap jaminan perlindungan
hukum yang masih belum memadai untuk memberikan rasa
aman.
 Kurangnya pemahaman di kalangan masyarakat tentang
masalah hukum.
Banyak terjadi situasi dimana masyarakat mulai mempelajari
hukum ketika sudah terlibat dalam masalah hukum. Salah satu
permasalahan umum dalam dunia usaha adalah kekurangan izin
usaha. Jika tidak memiliki izin usaha, konsekuensinya tidak
hanya berupa denda, tetapi juga risiko terburuknya adalah
penutupan operasional usaha. Masalah hukum lain yang sering
terjadi dalam konteks badan usaha adalah masalah perpajakan.
Pelanggaran terhadap proses perpajakan dapat mengakibatkan
denda atau hambatan lainnya.
B. Pentingnya Mengenal dan Menegakkan Hukum Bisnis
Dengan wawasan terhadap hukum yang berlaku, pelaku
usaha dapat melindungi diri dari masalah hukum yang mungkin
timbul. Ada berbagai cara untuk mempelajari hukum, contohnya,
dengan mengambil pendidikan hukum atau membaca informasi
mengenai hukum yang tersedia di internet. Dengan mengenal
hukum, masyarakat dapat mengambil tindakan yang sesuai
dengan peraturan hukum yang berlaku. Tidak cukup hanya
dengan pengetahuan tentang hukum, tetapi penting juga untuk
mematuhi peraturan hukum yang berlaku. Dalam dunia bisnis,
tidak ada pelaku bisnis yang bisa terlepas dari pengaruh hukum,

6
karena hukum memiliki peran penting dalam mengatur dinamika
bisnis agar berjalan dengan lancar, tertib, dan aman, sehingga
tidak ada pihak yang dirugikan akibat kegiatan bisnis tersebut.
2.2 Sektor Perbankan
2.2.1 Hukum Perbankan
A. Landasan Hukum
Dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah
diratifikasi beberapa perjanjian internasional di bidang
perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian
khususnya sektor Perbankan. Di bawah ini disebutkan berbagai
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
atau yang berkaitan dengan masalah perbankan dan
kebanksentralan, yang menjadi sumber hukum perbankan yang
berlaku dewasa ini, di antaranya yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (disebut Undang-Undang Perbankan yang
Diubah);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah pertama dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004;
c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2009 (disebut UUBI);
a) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar;
b) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

7
3 Tahun 2008 sebagaimana telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 (disebut UULPS);
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah;
d) Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata).
d. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
e. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.
B. Landasan Pengaturan Perbankan
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan diatur tentang:
a. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan untuk mengatasi
persoalan Perbankan yang dihadapi dewasa ini maupun yang
sifatnya lebih permanen;
b. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk
pemberian kesempatan kepada Bank Umum untuk membuka
kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan
berdasarkan Prinsip Syariah;
c. dalam rangka meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap
Perbankan, ketentuan mengenai Rahasia Bank yang selama
ini sangat tertutup harus ditinjau ulang, Rahasia Bank
dimaksud merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki
oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat
yang mengelola dana masyarakat, tetapi tidak seluruh aspek
yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang
dirahasiakan.
C. Pengertian Hukum Perbankan

8
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 mendefinisikan perbankan sebagai segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Muhamad Djumhana sebagaimana dikutip oleh Gazali dan
Usman, mendefinisikan hukum perbankan sebagai kumpulan
peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan
bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan
eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang
lain (Gazali dan Usaman, 2010: 1).
D. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992,
menyatakan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan "demokrasi
ekonomi" adalah demokrasi ekonomi yang berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
E. Bentuk Hukum Suatu Bank
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1992, telah disebutkan bahwa menurut jenisnya, bank
terdiri atas dua, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
Bentuk hukum kedua bank tersebut sebagai berikut.
a. Bank Umum

9
Bentuk hukum dari suatu bank umum dapat berupa
perseroan terbatas, koperasi, dan perusahaan daerah. Bank
umum hanya dapat didirikan oleh:
a) warga negara indonesia dan/atau badan hukum
indonesia;
b) warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia
dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing
secara kemitraan.
b. Bank Perkreditan
Bentuk hukum dari suatu bank perkreditan dapat berupa
perusahaan daerah koperasi, perseroan terbatas, dan bentuk
lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Bank
perkreditan rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh:
a) warga negara indonesia;
b) badan hukum indonesia yang seluruh pemiliknya warga
negara indonesia;
c) pemerintah daerah;
d) atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.
F. Prinsip-prinsip Hukum Perbankan
Dalam pengelolaan bank terdapat prinsip perbankan yang
menegaskan hubungan hukum antara bank dan nasabah, yaitu
sebagai berikut:
a. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Principle)
Seluruh usaha perbankan harus mampu menciptakan
kepercayaan kepada nasabah agar nasabah bersedia
menggunakan jasanya. Prinsip kepercayaan diatur dalam
Pasal 29 ayat (4) UU No 10 Tahun 1998.
b. Prinsip Kerahasiaan (Confidential Principle)
Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40
sampai dengan Pasal 47 A UU No. 10 Tahun 1998. Menurut
Pasal 40, bank wajib merahasiakan data mengenai nasabah

10
penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan
tersebut, kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk hal-
hal yang berkaitan dengan kepentingan pajak, penyelesaian
utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan
Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara
(UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara
pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah,
dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
c. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)
Prinsip ini menegaskan bahwa perbankan dalam
menjalankan kegiatan usahanya baik dalam penghimpunan
maupun penyaluran dana kepada masyarakat harus dilakukan
dengan sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip
kehati-hatian ini adalah supaya bank selalu menjalankan
usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan
serta norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan.
Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat
(2) UU No. 10 tahun 1998.
d. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principles)
Prinsip ini diterapkan oleh bank untuk mengenal dan
mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi
nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang
mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
2.2.2 Urgensi Penegakan Hukum Perbankan
Stabilitas sistem keuangan merupakan salah satu tujuan utama
dari penegakan hukum perbankan di Indonesia. OJK sebagai lembaga
pengawas perbankan di Indonesia memiliki peran penting dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Dalam menjalankan tugasnya,

11
OJK berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap bank-
bank dan menegakkan aturan hukum untuk memastikan kepatuhan
dan kestabilan sektor perbankan. Hal ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya kerugian besar dalam sistem keuangan yang dapat
berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan.
Penegakan hukum perbankan juga penting dalam melindungi
hak-hak nasabah. Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia
telah menetapkan berbagai peraturan dan kebijakan untuk
memberikan perlindungan yang memadai kepada nasabah. Dalam hal
ini, Bank Indonesia menegakkan hukum untuk memastikan agar
setiap bank mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan,
seperti transparansi informasi, perlindungan data pribadi, perlakuan
yang adil terhadap nasabah, dan penanganan keluhan nasabah.
Penegakan hukum perbankan yang efektif dapat meningkatkan
kepercayaan publik terhadap sektor perbankan. Dengan adanya
penegakan hukum yang kuat, masyarakat akan merasa lebih aman dan
percaya dalam melakukan transaksi perbankan. Hal ini berpotensi
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengundang investasi, dan
meningkatkan reputasi perbankan Indonesia di tingkat nasional
maupun internasional.

2.3 Asuransi
2.3.1 Hukum Asuransi
A. Landasan Hukum
Regulasi yang mengatur tentang hukum asuransi yang
berlaku di Indonesia adalah:
a) Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014
tentang Perasuransian
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian

12
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
e) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
1988 tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
B. Pengertian Asuransi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
40 Tahun 2014, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar
bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan
untuk: (1) memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,
kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang
polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau (2)
memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya
tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian dimana seorang penanggung dengan
menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung
untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan,
kerusakan atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang
akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.
C. Prinsip-prinsip Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus
dipenuhi, agar tercipta hubungan yang transparan dan saling
percaya, maka kedua belah pihak harus mendasarkan pada
konsep-konsep yang diatur pada masing-masing prinsip asuransi
tersebut (Williams, 1984).
a. Insurable Interest

13
Prinsip ini menjadi dasar seseorang berhak untuk
mengasuransikan suatu objek tertentu karena terdapat
hubungan keluarga atau ekonomi, contohnya seorang suami
memiliki hak untuk mengasuransikan istrinya didasarkan
pada ikatan suami istri.
b. Utmost Good Faith
Prinsip ini mengatur bahwa baik pihak tertanggung
maupun penanggung telah melakukan perikatan asuransi
berdasarkan niat atau iktikad yang terbaik. Dalam prosesnya,
pihak tertanggung maupun penanggung harus menyampaikan
informasi tentang objek pertanggungan secara jujur dan rinci.
Misalnya pihak tertanggung memberikan informasi tentang
riwayat penyakit, penggunaan obat-obatan, dan sejenisnya.
c. Proximate Cause
Prinsip ini mengedepankan penyebab yang terdekat
dalam menyelesaikan suatu klaim yang terjadi. Klaim yang
dituntut oleh seorang nasabah terkadang melibatkan berbagai
sebab, karena dimungkinkan penyebabnya lebih dari satu.
d. Indemnity
Prinsip ini sering disebut sebagai prinsip ganti rugi.
Pihak penanggung harus memberikan ganti rugi kepada pihak
tertanggung sesuai dengan kesepakatan perjanjian atau polis.
Nilai tanggungan harus sesuai dengan nilai klaim yang sudah
diajukan tanpa pengurangan atau penambahan nilai.
e. Subrogation
Prinsip ini berkaitan dengan kondisi dimana kerugian
yang dialami pihak tertanggung disebabkan oleh pihak ketiga.
Jika melihat pada pasal 1365 KUH Perdata, pihak ketiga yang
bersalah harus mengganti kerugian tertanggung. Namun,
apabila pihak tertanggung memiliki asuransi, maka pihak
tertanggung harus memilih salah satu, apakah penanggung

14
atau pihak ketiga yang akan mengganti seluruh kerugian yang
dialami tertanggung.
f. Contribution
Dalam prinsip ini, pihak penanggung memiliki hak
untuk mengajak penanggung lainnya untuk menanggung
kerugian pihak tertanggung.
D. Unsur-unsur Asuransi
Dalam Pasal 246 KUHD, dapat diambil beberapa unsur
yang terdapat dalam asuransi, yaitu:
a) Pihak penanggung adalah pihak yang menjamin untuk
membayar ganti rugi, bila terjadi suatu peristiwa.
b) Pihak tertanggung adalah pihak yang berjanji membayar uang
kepada pihak penanggung atau dengan kata lain, pihak yang
kepentingannya diasuransikan.
c) Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral,
evenement).
d) Adanya peralihan risiko dari pihak tertanggung kepada pihak
penanggung.
e) Adanya unsur ganti rugi apabila terjadi suatu peristiwa yang
tidak pasti.
f) Adanya premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung
kepada pihak penanggung.
E. Isi Polis
Dalam Pasal 256 KUHD, tertulis bahwa semua polis,
terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan:
a) hari pengadaan pertanggungan itu;
b) nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban
sendiri atau atas beban orang lain;
c) uraian yang cukup jelas tentang barang yang
dipertanggungkan;
d) jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;

15
e) bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya;
f) waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi
atas beban penanggung;
g) premi pertanggungan; dan
h) pada umumnya, semua keadaan yang pengetahuannya tentang
itu mungkin mutlak.
F. Jenis Asuransi
Jenis-jenis asuransi yang terdapat di Indonesia adalah
sebagai berikut:
a. Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa adalah program perlindungan finansial
dalam bentuk santunan tunai apabila terjadi risiko meninggal
dunia atau cacat total yang tidak dapat disembuhkan atau
disabilitas. Secara garis besar, ada 3 macam asuransi jiwa,
yaitu:
 Asuransi term life, berlaku dalam jangka waktu pendek
(mulai dari 1-10 tahun). Jika dalam durasi tersebut
pemegang polis tidak meninggal/mengalami kecacatan,
maka pembayaran premi akan hangus.
 Asuransi whole life, atau asuransi jiwa seumur hidup
sampai pemegang polis meninggal dunia. Karena potensi
pencairan uang pertanggungannya 100%, biasanya premi
asuransi jiwa ini lebih mahal.
 Asuransi unit link, asuransi jiwa yang separuh preminya
dialokasikan otomatis untuk investasi reksadana.
Sehingga saat pemegang polis meninggal, pewaris akan
mendapatkan uang pertanggungan sekaligus portofolio
investasi.
b. Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan adalah produk asuransi yang
memberikan jaminan kepada tertanggung untuk mengganti

16
setiap biaya pengobatan meliputi biaya perawatan di rumah
sakit, biaya pembedahan, dan biaya obat-obatan. Sebelum
menerima seseorang menjadi pemegang polis, biasanya pihak
asuransi kesehatan akan menunjuk seorang underwriter untuk
melakukan penilaian risiko terhadap calon pemegang polis.
Setelah itu, underwriter akan menggolongkan risiko
berdasarkan 4 kategori, yaitu:
 Declined risk, risiko terlalu tinggi yang membuat calon
pemegang polis tertolak pengajuannya. Contoh kondisi
penyebab declined risk, misalnya calon memiliki penyakit
bawaan, usia tua, dan perokok aktif.
 Substandard risk, risiko tinggi dan hanya bisa diterima
dengan jumlah premi tertentu (biasanya melebihi premi
pada umumnya). Contoh kondisi dengan penilaian
substandard risk adalah jika calon pemegang polis bekerja
di lingkungan dengan tingkat kecelakaan kerja tinggi.
 Standard risk, level risiko standar untuk diterima sebagai
pemegang polis asuransi kesehatan.
 Preferred risk, penilaian ini diberikan apabila calon
pemegang polis usianya masih muda, kondisi fisik prima,
dan berpotensi rendah mengalami kecelakaan.
c. Asuransi Pendidikan
Asuransi pendidikan adalah produk asuransi yang
memberikan jaminan dana pendidikan bagi anak apabila orang
tua mengalami risiko meninggal dunia atau cacat tetap total.
Dana biasanya diberikan secara bertahap, yaitu sesuai dengan
jenjang pendidikan anak. Asuransi pendidikan di Indonesia
terbagi atas metode endowment (dwiguna) yaitu nilai tunai
diambil dari akumulasi tabungan dan asuransi unit link yaitu
nilai tunai diambil dari investasi.
d. Asuransi Dana Hari Tua

17
Asuransi dana hari tua adalah asuransi yang uang
pertanggungannya dicairkan saat pemegang polis tidak dapat
bekerja lagi. Biasanya, pencairan uang pertanggungan asuransi
dana hari tua dimulai ketika pemegang polis pensiun dan
diberikan bulanan. Salah satu jenis asuransi dana hari tua
paling umum di Indonesia adalah Jaminan Hari Tua dari BPJS
Ketenagakerjaan.
e. Asuransi Kecelakaan
Asuransi kecelakaan adalah produk asuransi yang
memberikan pertanggungan risiko kecelakaan (akibat dari
luar). Pencairan uang pertanggungan asuransi kecelakaan akan
dilakukan jika terjadi insiden yang menyebabkan rusak, cacat,
atau lenyapnya objek asuransi. Asuransi kecelakaan dibagi
lagi menjadi beberapa jenis, yaitu: asuransi kecelakaan diri,
asuransi kecelakaan kerja, asuransi kecelakaan lalu lintas, dan
asuransi kecelakaan pesawat.
f. Asuransi Mobil
Asuransi mobil adalah produk asuransi yang
memberikan ganti rugi apabila terjadi kerusakan/kehilangan
pada mobil karena kecelakaan, baik menabrak atau ditabrak.
Selain itu, asuransi juga menanggung risiko kerusakan akibat
bencana alam seperti banjir maupun huru-hara. Dengan
catatan, terdapat penambahan premi. Asuransi mobil dibagi
lagi menjadi beberapa jenis, yaitu: asuransi mobil all risk,
asuransi total loss only, dan asuransi gabungan.
g. Asuransi Motor
Asuransi motor adalah produk asuransi yang
memberikan ganti rugi apabila terjadi kerusakan atau
kehilangan motor. Kebanyakan nasabah biasanya mengambil
produk asuransi total loss only dibandingkan dengan produk
asuransi all risk.

18
h. Asuransi Sosial
Asuransi sosial adalah jenis asuransi yang dihadirkan
oleh pemerintah untuk seluruh masyarakat Indonesia dengan
premi terjangkau. Terdapat dua produk asuransi sosial, yaitu:
BPJS Kesehatan yang memiliki fungsi serupa dengan asuransi
kesehatan pada umumnya dan BPJS Ketenagakerjaan yang
ditujukan untuk para pekerja.
i. Asuransi Perjalanan
Asuransi perjalanan adalah jenis asuransi yang
memberikan ganti rugi jika terjadi risiko perjalanan selama
nasabah bepergian baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Risiko tersebut bisa berupa: kecelakaan, sakit, atau kehilangan
barang.
j. Asuransi Pekerjaan
Asuransi pekerjaan adalah jenis asuransi yang diberikan
pada karyawan, baik swasta maupun negeri. Di Indonesia, ada
dua macam asuransi pekerjaan yang biasa diberikan, yaitu:
asuransi pemerintah atau asuransi dari pihak perusahaan
sendiri.
G. Objek Asuransi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992
menguraikan beberapa objek dari asuransi, yaitu:
 Benda dan jasa;
 jiwa dan raga;
 kesehatan manusia;
 tanggung jawab hukum;
 semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi
dan/atau berkurang nilainya.
H. Risiko dalam Asuransi
Dalam industri asuransi, risiko adalah faktor kunci yang
perlu dipahami dan dikelola dengan baik. Risiko dalam asuransi

19
merujuk pada potensi terjadinya kejadian merugikan yang dapat
dijamin oleh polis asuransi. Memahami berbagai jenis risiko yang
terkait dengan asuransi penting dalam pengambilan keputusan
yang tepat.
 Risiko Kecelakaan dan Kerugian. Ini mencakup kejadian
yang tidak terduga seperti kecelakaan mobil, kebakaran,
bencana alam, atau kehilangan barang berharga. (Sumber:
International Risk Management Institute).
 Risiko Kesehatan. Ini mencakup berbagai masalah kesehatan
yang dapat mempengaruhi individu dan memerlukan
perawatan medis. Asuransi kesehatan memberikan
perlindungan terhadap biaya perawatan kesehatan,
pengobatan, dan pemeriksaan medis yang mungkin
diperlukan. (Sumber: Insurance Information Institute).
 Risiko Kematian dan Kehilangan Pendapatan. Ini mencakup
risiko kehilangan nyawa yang dapat berdampak pada
keluarga atau tanggungan finansial. (Sumber: Insurance
Information Institute).

2.3.2 Urgensi Penegakan Hukum Asuransi


Di Indonesia, penegakan hukum asuransi memiliki pengaruh
yang signifikan mengingat asuransi merupakan instrumen
perlindungan finansial yang penting bagi individu, bisnis, dan
perekonomian secara keseluruhan. OJK sebagai lembaga pengawas
asuransi di Indonesia, memiliki peran penting dalam memberikan
perlindungan kepada konsumen asuransi. OJK telah menetapkan
berbagai peraturan dan kebijakan yang mengatur hubungan antara
perusahaan asuransi dan nasabahnya. Hal ini termasuk transparansi
informasi, perlindungan klaim, perlakuan yang adil terhadap nasabah,
dan penyelesaian sengketa. (Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

20
Penegakan hukum asuransi juga penting dalam menjaga
keberlanjutan industri asuransi. IAIS adalah lembaga internasional
yang mengembangkan prinsip-prinsip dan standar untuk pengawasan
asuransi. Penegakan hukum yang efektif akan memastikan agar
perusahaan asuransi mematuhi standar-standar tersebut, termasuk
dalam hal kecukupan modal, manajemen risiko, dan tata kelola
perusahaan. Hal ini akan menjaga kestabilan pasar asuransi,
mencegah risiko kebangkrutan, dan melindungi kepentingan
pemangku kepentingan lainnya.
Penegakan hukum asuransi juga memiliki peran penting dalam
pencegahan praktik-praktik tidak etis, manipulasi, dan pelanggaran
lain yang dapat merugikan konsumen dan merusak kepercayaan
publik terhadap industri asuransi. Asuransi sering menjadi target bagi
pihak yang ingin melakukan penipuan atau klaim yang tidak sah.
Penegakan hukum yang tegas dan efektif dapat memberikan efek jera
kepada pelaku kecurangan dan penipuan serta mendorong penerapan
tindakan pencegahan yang lebih baik dalam industri asuransi.
(Sumber: International Association of Insurance Supervisors (IAIS)).

2.4 Kepailitan
2.4.1 Hukum Kepailitan
A. Pengertian Kepailitan
Regulasi hukum yang mengatur tentang kepailitan di
Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2004. Dalam UU tersebut, kepailitan adalah sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan
hakim pengawas, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Kepailitan.
Fuady (2012) dalam bukunya menuliskan pengertian
kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh

21
pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset
debitor yang memiliki lebih dari satu utang atau kreditur di mana
debitor dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya,
sehingga debitor segera membayar utang-utangnya tersebut.
B. Asas-asas Kepailitan
Undang-Undang Republik Nomor 37 Tahun 2004 telah
menguraikan beberapa asas dalam kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, yaitu:
a. Asas Keseimbangan
Undang-Undang tentang Kepailitan mengatur beberapa
ketentuan yang merupakan perwujudan asas keseimbangan,
yaitu ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor
yang tidak jujur, serta ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan
oleh kreditur yang tidak beritikad baik.
b. Asas Kelangsungan Usaha
Undang-Undang tentang Kepailitan mengatur ketentuan
yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap
dilangsungkan.
c. Asas Keadilan
Asas ini mengandung pengertian bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak
yang berkepentingan.
d. Asas Integrasi
Dalam Undang-Undang tentang Kepailitan mengandung
pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya
merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata
dan hukum acara perdata nasional.
C. Syarat Putusan Pailit

22
Pasal 2 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2004, disebutkan bahwa syarat untuk dapat menjadi
putusan pailit, adalah sebagai berikut.
a) Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur.
b) Debitor yang tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan, bila:
a) Debitor dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih krediturnya, permohonannya dapat diajukan oleh
kejaksaan untuk kepentingan umum;
b) Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring
dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
badan pengawas pasar modal;
c) Debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi,
dana pensiun, atau badan usaha milik negara yang bergerak di
bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan. Yang dimaksud
“Perusahaan Asuransi” adalah perusahaan asuransi jiwa dan
kerugian, sedangkan yang dimaksud “Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik” adalah
badan usaha miliki negara yang seluruh modalnya dimiliki
negara dan tidak terbagi atas saham.
Bila permohonan pailit di atas telah terpenuhi oleh hakim,
selanjutnya harus ditunjuk pihak yang berkepentingan,
diantaranya: Pertama, panitia kreditur. Kedua, seorang atau lebih
kurator. Ketiga, hakim pengawas.
D. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit

23
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37
Tahun 2004, bahwa istilah yang digunakan debitor, dapat
dinyatakan pailit adalah:
a) Setiap individu yang memiliki dan menjalankan perusahaan;
b) setiap individu yang tidak memiliki dan yang tidak
menjalankan perusahaan;
c) bentuk usaha yang berbadan hukum;
d) bank;
e) perusahaan asuransi, reasuransi, lembaga pengelolaan dana
pensiun, badan pengelola jaminan sosial;
f) bursa efek, perusahaan efek, lembaga kliring dan penjaminan,
dan lembaga penyelesaian sengketa;
g) seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
warisan yang di mana semasa hidupnya berhenti memenuhi
kewajibannya untuk membayar utangnya;
h) setiap perusahaan yang memiliki aset dan kekayaan sendiri.
E. Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit
Pasal 2 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2004 dapat disebutkan beberapa pihak yang dapat
mengajukan permohonan pailit, yaitu:
a) Debitor itu sendiri yang memiliki dua/lebih kreditur (ayat 1);
b) kreditur itu sendiri/lebih, baik secara bersama-sama maupun
bersama (ayat 1);
c) jaksa atau penuntut hukum (ayat 2);
d) bank Indonesia (ayat 3);
e) badan pengawas pasar modal (ayat 4);
f) menteri keuangan (ayat 5).
F. Pihak yang Terlibat dalam Pengurusan Harta Pailit
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2004 sudah menguraikan beberapa pihak yang terlibat dalam
pengurusan harta pailit, yaitu:

24
a) Hakim pengawas;
b) kurator;
c) panitia kreditur;
d) rapat kreditur;
e) hakim.

2.4.2 Putusan Pailit


A. Upaya Hukum Terhadap Putusan Pailit
Prabowo dan Pujiono (2016) menyatakan bahwa upaya
hukum merupakan langkah yang dibutuhkan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan untuk memperoleh keputusan yang adil.
Upaya hukum dalam hukum kepailitan dapat diajukan oleh:
a. Debitor, atas putusan pailit yang ditetapkan bukan atas
permohonan debitor sendiri, maka debitor dapat mengajukan
upaya hukum berupa:
 Perlawanan (verzet), adalah upaya hukum yang diajukan
akibat keterangan debitor di depan sidang yang tidak
didengar. Perlawanan harus diajukan dengan
menyampaikan permohonan ke panitera pengadilan negeri
yang menetapkan putusan pailit;
 Banding, adalah upaya hukum bila: Pertama, perlawanan
yang disampaikan di atas ditolak oleh pengadilan. Kedua,
debitor telah didengar dalam pemeriksaan dan dinyatakan
pailit oleh pengadilan negeri, sehingga banding dapat
disampaikan oleh debitor dalam jangka waktu delapan hari
setelah putusan kepailitan itu diucapkan.
b. Kreditur, dapat menyampaikan upaya hukum banding, apabila
ditolak oleh pengadilan setelah mengajukan permohonan
kepailitan.
c. Jaksa demi kepentingan umum. Jaksa dapat menyampaikan
upaya hukum banding, apabila permohonan kepailitan yang

25
diajukannya ditolak oleh pengadilan, atau putusan kepailitan
yang disampaikannya diterima oleh pengadilan, tetapi
dibatalkan karena adanya perlawanan oleh debitor.
d. Setiap kreditur yang tidak memohon kepailitan dan pihak-
pihak yang berkepentingan atau pihak ketiga. Perlawanan dapat
disampaikan dalam jangka waktu 8 hari setelah putusan itu
diucapkan.
Sesuai dengan UU Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2004, maka upaya hukum yang dapat dilakukan sehubungan
dengan adanya putusan atas permohonan pernyataan pailit, adalah
melalui:
a. Kasasi ke Mahkamah Agung, diajukan paling lambat 8 hari
setelah tanggal putusan, dengan mendaftarkan kepada panitera
pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit.
(Pasal 11);
b. peninjauan kembali dapat diajukan ke Mahkamah Agung
(Pasal 14), baik antara penanam modal dalam negeri dengan
penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu
negara asing dengan penanam modal dari negara asing lainnya.
B. Tahapan Permohonan Kepailitan
Tahapan permohonan Kepailitan berdasarkan UU Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:
a. Tahap pertama, pengajuan permohonan pailit oleh debitor,
kreditur, atau pihak lainnya, kepada seorang advokat. (Pasal 7)
b. Tahap kedua, permohonan pailit dari advokat diajukan
kembali kepada ketua pengadilan yang berada di pengadilan
niaga. (Pasal 6)
c. Tahap ketiga, ketua pengadilan mempelajari permohonan
pernyataan pailit selama 3 hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan, serta menetapkan hari sidang.
(Pasal 6 ayat 5)

26
d. Tahap keempat, setelah ketua pengadilan mempelajari
permohonan kepailitan, pihak pemohon dan termohon
dipanggil untuk menghadiri sidang pemeriksaan kepailitan.
(Pasal 6 ayat 6)
e. Tahap kelima, putusan pailit. (Pasal 8 ayat 5)
f. Tahap keenam, penyampaian salinan putusan pengadilan.
(Pasal 9)
g. Tahap ketujuh, penunjukkan kurator. (Pasal 10 ayat 1)
h. Tahap kedelapan, putusan pailit berkekuatan tetap (putusan
Mahkamah Agung di tingkat kasasi). (Pasal 11 ayat 1).
Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan
menetapkan hari sidang paling lambat 2 hari setelah tanggal
permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. (Pasal
13). Dinyatakan bahwa terhadap putusan, atas permohonan
pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah
Agung. (Pasal 14 ayat 1)
i. Tahap kesembilan, putusan pernyataan pailit (putusan kurator
dan hakim pengawas). (Pasal 15)
j. Tahap kesepuluh, dicapai kesepakatan perdamaian (akoord).
k. Tahap kesebelas, pengadilan mengesahkan perdamaian.
l. Tahap keduabelas, insolvensi, yaitu situasi dimana harta
debitor tidak cukup untuk membayar seluruh utang. (Pasal 18)
m. Tahap ketiga belas, menjual asset, menyusun daftar piutang
dan pembagian.
n. Tahap keempatbelas, kepailitan berakhir (Fuady, 2012).
C. Dampak Kepailitan
Pasal 21 dalam UU Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2004, menyatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan
debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ketentuan diatas tidak

27
berlaku terhadap: Pertama, benda termasuk hewan yang sangat
dibutuhkan debitor berhubungan dengan pekerjaannya,
perlengkapannya, alat-alat medis, tempat tidur dan perlengkapan
debitor serta keluarganya, dan bahan makanan untuk tiga puluh
hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu.
Kedua, segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaanya
sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai
upah, pensiun, uang tunggu, atau uang tunjangan, sejauh yang
ditentukan oleh hakim pengawas. Ketiga, uang yang diberikan
kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang. Debitor pailit sebagaimana yang
dijelaskan di atas, meliputi istri atau suami dari debitor pailit yang
menikah dalam persatuan harta.
Pasal 24 dalam UU Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2004 menyatakan bahwa debitor demi hukum kehilangan hak
menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta
pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, dihitung
sejak pukul 00.00 waktu setempat. Dalam hal sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan dilaksanakan transfer dana melalui
bank atau Lembaga lainnya pada tanggal putusan, transfer tersebut
wajib diteruskan. Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di bursa efek maka
transaksi tersebut wajib diselesaikan.

2.5 Hubungan Perbankan dan Asuransi dengan Kepailitan


2.5.1 Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank
Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan menetapkan bahwa dalam hal
debitor adalah bank, peryataan pailit hanya boleh diajukan oleh Bank
Indonesia. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank
sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-
mata atas dasar penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan

28
secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggunjawabkan.
Kedudukan Bank Indonesia dalam kaitannya dengan kewenangan
mengajukan permohonan kepailitan bank adalah sebagai otoritas
perbankan, bukan selaku kreditor dari bank yang bersangkutan.
Penetapan Bank Indonesia sebagai satu-satunya pihak yang
dapat mengajukan permohonan pailit atas bank tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip umum kepailitan yang secara umum memberi hak dan
perlindungan kepentingan kreditor. Maka perlu dilakukan
penyesuaian konstruksi hukum kepailitan bank dengan prinsip-prinsip
hukum yang berkaitan dengan perlindungan hak kreditor. Sehingga
fungsi dan tujuan lembaga kepailitan untuk melindungi kepentingan
kreditor dari bank tetap berjalan sekaligus dapat menjaga stabilitas
perbankan secara umum.

2.5.2 Kewenangan OJK dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi


Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Kepailitan
Perusahaan Asuransi, adalah sebagai berikut:
 Kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan pernyataan
pailit Perusahaan Asuransi didasarkan pada UUK-PKPU dan UU
OJK dengan pengaturan pelaksananya serta kedudukan OJK
sebagai pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit
melalui Dewan Komisioner OJK yang diwakili oleh pegawai
internal OJK berdasarkan Surat Kuasa Khusus dan sebagai wakil
dari para kreditor dalam perkara kepailitan yang bersangkutan.
 Pengajuan permohonan pernyataan pailit oleh OJK ditujukan
untuk melindungi kepentingan nasabah pemegang polis asuransi
dan juga hak – hak keperdataan nasabah pemegang polis asuransi.
 Prosedur yang ditempuh oleh OJK dalam pengajuan permohonan
pernyataan pailit meliputi ketentuan dalam UUK-PKPU sertaa
tata cara yang juga diatur dalam UU No.40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian.

29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum bisnis sangat diperlukan dalam upaya memajukan
perekonomian suatu negara. Potensi masalah bisnis yang muncul dari
berbagai sektor, seperti sektor perbankan dan asuransi perlu diimbangi
dengan keberadaan hukum yang tegas untuk meminimalisasi risiko
kerugian materiil maupun immaterial. Hukum Bisnis diperlukan untuk
melindungi hak dan kepentingan pelaku usaha serta konsumen agar tercipta
iklim bisnis yang adil dan berkeadilan. Tanpa penegakan hukum yang kuat,
bisnis dapat menjadi tidak stabil dan tidak dapat dipercaya, berdampak
negatif pada pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan masyarakat.
Stabilitas sistem keuangan, perlindungan hak-hak nasabah, serta
meningkatkan kepercayaan publik merupakan tujuan dari adanya hukum
perbankan. Hukum lainnya, terkait asuransi memiliki pengaruh yang
signifikan, mengingat asuransi merupakan instrumen perlindungan finansial
yang penting bagi individu, bisnis, dan perekonomian secara keseluruhan.
Penegakan hukum asuransi juga memiliki peran penting dalam pencegahan
praktik-praktik tidak etis, manipulasi, dan pelanggaran lain yang dapat
merugikan konsumen dan merusak kepercayaan publik terhadap industri
asuransi.
Baik sektor perbankan maupun asuransi, keduanya berpotensi
mengalami kepailitan, sehingga para pelaku bisnis juga perlu memahami
hukum kepailitan terkait asas-asas, upaya hukum, tahapan permohonan,
hingga dampak kepailitan tersebut. Kesadaran hukum masyarakat yang
masih lemah membuat hukum dipandang tidak dapat memberikan jalan
keluar yang efektif dan efisien dalam penyelesaian suatu masalah. Maka
dari itu, pemahaman terkait urgensi dari adanya hukum bisnis harus
ditanamkan dalam pola pikir masyarakat. Tidak hanya memahami dan
mempelajari hukum bisnis tersebut dari berbagai sumber, namun harus

30
disertai aksi nyata pengamalan hukum tersebut dengan mematuhi dan
menegakkan hukum itu sendiri.

3.2 Saran
Hukum bisnis merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas
karena berkaitan erat dengan penyelenggaraan perekonomian negara. Maka
dari itu, kajian terkait hukum bisnis sangat penting untuk terus dilakukan.
Dengan ini akan memberi pemahaman kepada pembaca seberapa penting
hukum bisnis tersebut harus dipahami. Disarankan kepada generasi muda
sebagai pemikul tanggung jawab untuk memajukan bangsa, terutama dalam
sektor ekonomi, untuk memupuk kesadaran hukum sejak dini dengan
banyak mencari informasi atau bacaan terkait hukum bisnis. Dari
pernyataan bahwa tingkat kesadaran hukum masih lemah di Indonesia,
generasi muda diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk sama-sama
mengetahui, mempelajari, memahami, hingga mematuhi dan menegakkan
hukum untuk negara Indonesia yang berkeadilan dan sejahtera di masa
depan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, I.M. dkk. (2016). Hukum Bisnis. Yogyakarta: Trussmedia Grafika.

Alfi, M. dkk. (2017). Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Perkara


Kepailitan Perusahaan Asuransi. Diponegoro Law Journal, 6(1), 8.

Bank Indonesia. (2021). Perlindungan Konsumen Perbankan. Diakses pada 15 Mei


2023 dari https://www.bi.go.id.

Djoni, S.G & Usman, R. (2010). Property Management. Hukum Perbankan,


Jakarta: Sinar Grafika, 2(3), 212 – 217.

Fauzi, M. (2020). Kedudukan Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank. Fakultas


Hukum Universitas Mulawarman: Risalah Hukum, 5(1), 37-44.

Hiron, J.M. (1954). Insurance of Sepecial Libraties. Aslib Proceedings, 6(2), 88 –


93.

Hodawya, Hilel. (2023). Apa Itu Asuransi? Ini Pengertian, Unsur, dan Jenisnya.
Diakses pada 15 Mei 2023, dari https://lifepal.co.id.

Insurance Information Institute. (2021). Types of Insurance. Diakses pada 15 Mei


2023, dari https://www.iii.org.

International Risk Management Institute. (2021). Risk Glossary. Diakses pada 15


Mei 2023, dari https://www.irmi.com.

Israhadi, E.I. (2019). Bahan Ajar Hukum Perbankan. Jakarta: Universitas


Borobudur.

Mosnier, C. (2015). Self-insurance and multi-peril grassland crop insurance: the


case of French suckler cow farms. Agricultural Finance Review, 75(4), 533
– 551.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2021). Peran OJK dalam Menjaga Stabilitas
Sistem Keuangan. Diakses pada 15 Mei 2023, dari https://www.ojk.go.id.

32
Otoritas Jasa Keuangan. (2022). Mau Membeli Asuransi? Pastikan Paham Prinsip-
prinsip Asuransi. Diakses pada 15 Mei 2023, dari
https://sikapiuangmu.ojk.go.id.

Redaksi OCBC NISP. (2021). Mengenal Jenis-jenis Asuransi di Indonesia dan


Manfaatnya. Diakses pada 15 Mei 2023, dari https://www.ocbcnisp.com.

Rochmawanto, Munif. (2015). Upaya Hukum dalam Perkara Kepailitan. Jurnal


Independent, 3(2), 28-33.

Tambunan, W.R.G & Tambunan, T.S. (2019). Hukum Bisnis. Jakarta:


Prenadamedia Group.

Williams, V.G. (1984). An introduction to insurances in property management.


Property Management, 2(3), 212 – 217.

World Bank. (2021). Improving Legal Frameworks for Bank Resolution.

33

Anda mungkin juga menyukai