Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

TRANSAKSI BISNIS DALAM ISLAM DAN KONSEP BISNIS


ISLAM (I)
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu:
Fatwa Adhma Khoiri, M.Sc

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Ahmad Fuaddin Firmansyah (126407212034)


2. Emda Sefira Yessyanti (126407211007)
3. Maulana Malik Ibrahim (126407211013)
4. Yunita (126407211027)

PROGAM STUDI PARIWISATA SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan serta kelancaran dalam
penyusunan tugas makalah “TRANSAKSI BISNIS DALAM ISLAM DAN KONSEP
BISNIS ISLAM (I)” dimana tugas ini merupakan persyaratan dari aspek penilaian mata
kuliah Etika Bisnis Islam pada akhirnya dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini
tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami
ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. Selaku Rektor UIN Tulungagung yang telah
memberikan kesempatan kepada kita untuk menimba ilmu di UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung
2. Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Dedi Suselo, M.M. selaku Koorprodi Pariwisata Syariah.
4. Fatwa Adhma Khoiri, M.Sc. selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Ekonomi
Bisnis Islam yang telah memberikan tugas dan pengarahan kepada kami.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan hingga terwujudnya makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen pengampu guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Tulungagung, 6 Oktober 2023

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................II

DAFTAR ISI...........................................................................................................................III

BAB I.........................................................................................................................................5

PENDAHULUAN......................................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................6

1.3 Tujuan..........................................................................................................................6

BAB II.......................................................................................................................................7

PEMBAHASAN.......................................................................................................................7

2.1 TRANSAKSI DALAM ISLAM..................................................................................7

2.2 JUAL BELI..................................................................................................................9

2.2.1 Pengertian Jual Beli..............................................................................................9

2.2.2 Dasar Hukum Jual Beli........................................................................................9

2.2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli................................................................................11

2.2.4 Macam – Macam Jual Beli.................................................................................12

2.3 CIRI DAN PRINSIP BISNIS ISLAM.......................................................................14

2.3.1 Jujur (Siddiq)......................................................................................................15

2.3.2 Adil.....................................................................................................................16

2.3.3 Menepati Janji (Amanah)...................................................................................16

2.3.4 Menjaga Kualitas Barang (Produk) yang Baik..................................................17

2.3.5 Tidak Ada Unsur Penipuan, Transparan, dan Terbuka.......................................18

2.4 PRINSIP MUAMALAH DALAM ISLAM..............................................................21

2.4.1 Larangan Riba....................................................................................................21

2.4.2 Sistem Bagi Hasil (Syirkah)...............................................................................22

2.4.3 Pengambilan Keuntungan..................................................................................22

III
2.4.4 Pengenaan Zakat dan Lainnya...........................................................................23

2.5 RIBA DAN PERMASALAHANNYA......................................................................24

2.5.1 Definisi Riba......................................................................................................24

2.5.2 Tahapan Larangan Riba......................................................................................25

2.5.3 Larangan Riba dalam Hadis...............................................................................26

2.5.4 Jenis – Jenis Riba...............................................................................................28

2.5.5 Efek Pelarangan Riba.........................................................................................28

BAB III....................................................................................................................................32

PENUTUP...............................................................................................................................32

3.1 Kesimpulan................................................................................................................32

3.2 Saran..........................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................34

IV
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan mempunyai peranan
yang sangat vital dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan bisnis
mempengaruhi semua tingkat kehidupan manusia baik individu, sosial, regional,
nasional maupun internasional. Tiap hari jutaan manusia melakukan kegiatan bisnis
sebagai produsen, perantara maupun sebagai konsumen.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Hal – hal yang terjadi dalam kegiatan ini
adalah tukar menukar, jual beli, memproduksi – memasarkan, bekerja -
memperkerjakan, serta interaksi manusiawi lainnya, dengan tujuan memperoleh
keuntungan (Bertens, 2000 : 17).
Dalam kegiatan perdagangan (bisnis), pelaku usaha atau pebisnis dan
konsumen (pemakai barang dan jasa) sama-sama mempunyai kebutuhan dan
kepentingan. Pelaku usaha harus memiliki tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan. Untuk itu sangat diperlukan prinsip-prinsip yang mengatur
kegiatan bisnis tersebut agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan
dieksploitasi baik pihak konsumen, karyawan maupun siapa saja yang ikut terlibat
dalam kegiatan bisnis tersebut.
Islam merupakan agama yang menjadi rahmah bagi semesta alam. Semua sisi
dari kehidupan ini telah diatur menurut hukum Allah, sehingga tepat jika dikatakan
bahwa Islam bersifat komprehensif dan universal dalam hal hukum-hukumnya.
Pada dasarnya dalam menjalankan bisnis islam mewajibkan setiap muslim
melakukan bisnisnya dengan konsep, prinsip dan hukum yang sesuai dengan
ajarannya. Lingkup kehidupan di dunia ini bersandar pada dua macam yakni
hubungan vertikal yakni hubungan dengan rabbnya yang terwujud didalam
melaksanakan amaliah ibadah, dan hubungan horisontal dengan sesama manusia
dan alam sekitarnya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dalam bentuk
muamalah dan atau fiqih muamalah. Proses muamalah manusia tak akan dapat
kebutuhannya tanpa berhubungan dengan orang lain, maka diperlukan kerjasama.

V
Salah satu di antara sekian banyak bentuk kerjasama yang sangat penting untuk
kesejahteraan hidup manusia adalah jual beli. Sepanjang sejarah manusia jual beli
akan terjadi di belahan bumi manapun. Hal itu dapat dipahami karena manusia
selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, khususnya dibidang materi. Manusia
termasuk makhluk yang serba ingin memiliki, semua yang dilihat dan dimiliki oleh
orang lain ingin dimilikinya. Namun dalam kenyataannya, ternyata tidak semua
dapat dimiliki dengan berbuat sendiri.1

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Transaksi dalam Islam?
2. Apa Jual Beli?
3. Apa saja Ciri dan Prinsip Bisnis Islam?
4. Apa saja Prinsip Muamalah dalam Islam?
5. Bagaimana Riba dan Permasalahnnya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Transaksi dalam Islam
2. Untuk mengetahui Jual Beli
3. Untuk mengetahui Ciri dan Prinsip Bisnis Islam
4. Untuk mengetahui Prinsip Muamalah dalam Islam
5. Untuk mengetahui Riba dan Permasalahannya

1
Norvadewi, Bisnis Dalam Perspektif Islam ( Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan Normatif), Vol, 1 No,
01, 33 (2015).

VI
BAB II

PEMBAHASAN

1.4 TRANSAKSI DALAM ISLAM


Seiring berkembangnya ekonomi masyarakat yang kian modern, maka kiranya
dalam masyarakat itu memiliki kebutuhan yang kian banyak pula. Kebutuhan
yang mendesak itu para produsen ataupun marketing mencari alternatif untuk
membuat system transaksi yang mudah. Dalam kaidah hukum yang berlaku
menyatakan bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya
berdasarkan al-quran dan al-hadits. Sedangkan dalam urusan atau transaksi
muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.
Faktor faktor yang mempengaruh penyebab terlarangnya sebuah transaksi
yaitu sebagai berikut:
1. Haram Zatnya
Transaksi dilarang karena obyek (barang atau jasa) yang ditransaksikan juga
dilarang atau haram, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan
sebagainya.
2. Haram selain zatnya
Haram selain zatnya terbagi menjadi dua bentuk yaitu:
a. Melanggar prinsip ‘an taradin minkum
Yaitu melanggar dengan cara penipuan (tadlis) yang berarti dimana
keadaan salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui orang
lain.
b. Melanggar prinsip la tuzlimuna wa la tuzlamun
Yaitu jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktek-praktek yang
melanggar prinsip ini diantaranya:
 Taghrir (gharar)
Taghrir atau disebut juga garar adalah situasi di mana terjadi karena
adanya ketidakpastian dari kedua pihak yang bertransaksi.
 Rekayasa pasar dalam supply
Terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan normal
dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya
naik.

VII
 Rekayasa pasar dalam demand
Terjadi bila seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan
palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk itu akan naik.
 Riba
merupakan topik yang paling penting. masalah riba yang di sepakati
keharamannya oleh syariat Islam. Riba dibagi menjadi tiga bagian
pokok yaitu:
a) Riba Fadhl Riba yang berlaku dalam jual beli yang di dasarkan
pada kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjual
belikan dengan ukuran syara’ yang dimaksud dengan ukuran
syara’ adalah timbangan atau takaran tertentu.
b) Riba nasiah merupakan jenis transaksi riba yang paling ekstrim
akan keharamannya dan kezhalimannya yaitu jual beli yang
meliputi pertukaran takaran makanan tertentu dengan takaran
tertentu sampai waktu tertentu.
c) Riba Qardh Merupakan salah satu jenis riba di mana seseorang
meminjamkan beberapa dirham kepada yang lain, dan
mensyaratkan kepada pihak yang dipinjami untuk mengembalikan
lebih besar dari pada yang telah dipinjaminya, atau
mengembalikan dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih
sempurna atau juga pihak yang meminjamkan uang untuk
menuntut kepada pihak yang dipinjami untuk memanfaatkan
rumahnya, ataupun yang lain.
d) Maysir (perjudian). Secara sederhana yang dimaksud dengan
maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menetapkan
salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat
permainan tersebut.
e) Risywah (Suap Menyuap). Merupakan perbuatan yang memberikan
sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan
haknya
c. Tidak Sah Atau Tidah Lengkap Akadnya

VIII
Merupakan suatu transaksi yang dapat dikatakan tidak sah dan atau tidak
lengkap akadnya, bila terjadi salah satu (atau lebih) dari faktor-faktor
sebagai berikut :
a) Rukun dan Syarat, rukun adalah salah sesuatu yang wajib ada dalam
suatu transaksi sedangkan syarat adalah sesuatu yang keberadaannya
melengkapi rukun.
b) Ta'alluq, terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling
mengkaitkan maka berlakunya akad satu tergantung pada akad yang
kedua.
c) Two in one, adalah kondisi dimana suatu transaksi yang di dalamnya
terhadap dua akad sekaligus,sehingga terjadi ketidak pastian (garar)
mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku).2

1.5 JUAL BELI


1.5.1 Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut Bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu,
sedngkan menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara
– cara tertentu (‘aqad). Jual beli secara lughowi adalah saling menukar.
Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay’. Secara
terminology jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak
penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang
disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta
atas dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan.
1.5.2 Dasar Hukum Jual Beli
Landasan Syara’ jual beli disyariatkan berdasarkan al-Qur’an, sunnah,
dan ijma’. Yakni
a. Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya :
‫َّر الِّرٰبوۗا‬ ‫ّٰل‬
‫َوَاَح َّل ال ُه اْلَبْيَع َوَح َم‬
Artinya: "Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba".
(QS. Al-Baqarah: 275).

2
Nur Dinah Fauziah dkk, Etika Bisnis Syariah (Batu: Literasi Nusantara: 2019), hal 19-24

IX
‫ِف‬ ‫ِق‬ ‫ّٰل‬
‫َواَل ُتْؤ ُتوا الُّسَف َه ۤاَء َاْم َواَلُك ُم اَّلْيِت َجَعَل ال ُه َلُك ْم ٰي ًم ا َّواْر ُزُقْوُه ْم ْيَه ا َواْك ُس ْوُه ْم َو ُقْو ُلْوا ُهَلْم‬
)٥( ‫َقْواًل َّمْع ُرْو ًفا‬

Artinya: "dan janganlah kamu serahkan kepa- da orang-orang yang


belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah ke- pada mereka kata-kata yang baik. "(QS. An-Nisaa: 5).

‫َيآ َاُّيَه ا اَّلِذْيَن ٰاَم ُنْوا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َواَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن َجِتاَرًة َعْن َتَراٍض ِّم ْنُك ْۗم َواَل َتْق ُتُلْٓو ا‬

)۲۹( ‫َاْنُف َس ُك ْۗم ِاَّن الّٰل َه َك اَن ِبُك ْم َرِح ْيًم ا‬

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang beraku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. "(QS. An-Nisa: 29).
b. Berdasarkan sunnah
Rasulullah Saw, Bersabda:
"dari Rifa'ah bin Rafi' ra: bahwasannya Nabi Saw Ditanya:
pencarian apakah yang paling baik? Beliau menjawab: "Ialah orang
yang bekerja dengan tangannya dan tiap – tiap jual beli yang
bersih". (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim).
Rasulullah Saw, bersabda:
"sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika sama – sama suka (saling
meridhoi) (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
c. Berdasarkan ijma’
Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain. Namum demikian bantuan atau harta milik
orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.

X
1.5.3 Rukun dan Syarat Jual Beli
1) Rukun Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan
pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan
qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan
ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur
Ulama ada empat, yaitu:
a. Bai' (penjual)
b. Mustari (pembeli)
c. Shighat (ijab dan qabul)
d. Ma'qud 'alaih (benda atau barang).
2) Syarat Jual Beli
Transaksi jual-beli bisa dinyatakan terjadi apabila sudah terpenuhi tiga
syarat jual-beli, yaitu :
a. Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli.
b. Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtan- gankan dari penjual
kepada pembeli.
c. Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli
(sighat ijab qabul).

Penjual dan pembeli juga harus memenuhi beberapa syarat,


diantaranya yaitu:
a. Berakal sehat dan dapat membedakan (memilih).
b. Keduanya saling merelakan ( bukan karena terpaksa).
c. Dewasa / baligh.

Syarat benda dan uang yang harus dipenuhi saat melakukan jual beli
yaitu:
a. Barang yang dijual bersih atau suci.
b. Memiliki manfaat.
c. Dapat dikuasai.
d. Milik sendiri.
e. Mestilah diketahui kadar barang atau benda da harga itu, begitu juga
jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja
dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.

XI
1.5.4 Macam – Macam Jual Beli
Para jumhur ulama berpendapat bahwa jual beli dapat ditinjau dari
beberapa segi, di lihat dari segi hukumnya, jual beli ada tiga macam yaitu:
a. Jual beli yang sah, adalah jual beli yang telah me menuhi ketentuan
syara', baik rukun maupun syaratnya, syarat jual beli antara lain:
1) Barangnya suci
2) Bermanfaat
3) Milik penjual (dikuasainya)
4) Bisa di serahkan
5) Di ketahui keadaannya.
b. Jual beli yang batal, adalah jual beli menuhi salah satu syarat dan rukun
sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut
jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama
hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah,
batal, dan rusak.
c. Jual beli yang dilarang dalam islam. Para jumhur ulama berpendapat
bahwa terdapat jual beli yang dilarang dalam islam. Wahbah Al-Juhalili
meringkasnya sebagai berikut:
1) Terlalang sebab ahlia (Ahli Akad)
Ulama’ telah bahwa jual beli dikategorikan sah apabila dilakukan
oleh orang yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan mampu
ber-tasharruf secara bebas dan baik. Yang di pandang tidak sah jual
belinya yaitu :
a) Jual beli yang dilakukan orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu
pula sejenisnya, seperti orang mabuk, dan lain-lain.
b) Jual beli yang dilakukan anak kecil
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah,
kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele. Menurut
ulama Syafi'iyah, jual beli anak mimayyiz yang belum baligh,
tidak sah sebab tidak ada ahliyah. Adapun menurut ulama
Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak
kecil dianggap sah jika diizinkan walinya.
c) Jual beli orang buta
XII
Jual beli orang buta di kategorikan sah munurut jumhur ulama
jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-
sifatnya). Menurut Safi'iyah, jual beli orang buta tidak sah
sebab ia tidak dapat membedakan barang yang
jelek dan yang baik.
d) Jual beli terpaksa
Menurut ulama Safi'iyah dan Hanabilah, jual bell ini tidak sah,
sebab tidak ada keridaan ketika akad.
e) Jual beli fudhul
Jual beli milik orang tanpa seizinnya. Mururut Hanafiyah dan
Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemilik.
Menurut Safi'iyah dan Hanabilah, jual beli fudhul tidak sah.
f) Jual beli orang yang terhalang
Seseorang terhalang malaksanakan jual beli karena kebodohan,
bangkrut ataupun sakit.
2) Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)
Ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh
orang yang akad, yang biasa disebut mabi’ (barang jualan) dan
harga, seperti:
a) Jual beli yang tidak ada keberadaanya.
b) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.
c) Jual beli gharar atau disebut juga dengan jual beli yang tidak
jelas.
d) Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis.
e) Jual beli yang tidak ada ditempat akad / tidak dapat dilihat.
3) Terlarang Sebab Syara’
1. Jual beli riba.
2. Jual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti arak,
bangkai, babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
3. Jual beli dengan uang dan barang yang diharamkan.
4. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang.
5. Jual beli waktu ibadah sholat jum’at,
6. Jual beli anggur untuk dijadikan khamar.
7. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil.

XIII
8. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain.
9. Jual beli memakai syarat.3

1.6 CIRI DAN PRINSIP BISNIS ISLAM


Salah satu fondasi Islam adalah syariah. Syariah diartikan sebagai aturan atau
jalan yang lurus untuk bisa melaksanakan semua perintah Allah SWT., sesuai dengan
kehendak-Nya. Di dalam syariah diatur bagaimana berhubungan degan Allah SWT
dan manusia. Berhubungan dan bersosialisasi dengan manusia disebut muamalah.
Muamalah dapat dipahami sebagai hubungan manusia dengan manusia dalam
bertransaksi untuk memenuhi kebutuhan. Bertransaksi dengan manusia melalui bater
atau saling tukar. Dikarenakan zaman semakin berkembang, maka terjadilah
perdagangan. Menurut Veithzal Rivai perdagangan atau bisnis merupakan sebuah
kegiatan yang terhormat dalam ajaran Islam. Banyak ayat Al-Quran dan hadis yang
menyebut dan menjelaskan norma-norma perdagangan atau bisnis, di mana Al-Quran
menggunakan termonologi bisnis sebanyak 720 kali.
Afzalur Rahman menjelaskan dalam karyanya tentang Rasulullah SAW sebagai
seorang pedangan, yaitu beliau adalah seorang pedagang professional dan berbeda
dibandingan dengan pedagang yang lain. Beliau mengambil pekerjaan berdagang
sekedar untuk memenuhi kebutuhannya, bukan untuk menjadi seoranh jutawam,
sebab beliau tidak pernah memperlihatkan kecintaan yang sangat besae terhadap harta
kekayaan. Berdagang merupakan satu-satunya pekerjaan mulia yang asa saat itu,
maka beliau terjun berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apa pun yang
beliau hasilkan hanya cukup untuk menunjang kehidupannya. Betapa pun kecilnya
urusan dagang yang pernah beliau lakukan selama remaja, dilakukannta dengan segala
kejujuran dan keadilan, serta tidak pernah memberikan kesempatan kepada para
pelanggannya untuk mengeluh. Beliau selalu menepati janji dan mengantar barang-
barang yang kualitasnya telah disepakati oleh kedua belah pihak dan tepat waktu.
tidak ada tawar menawar dan pertengakaran antara beliau dengan pelanggan
sebagaimana yang sering disaksikan di pasar, semua permasalahan antara Rasulullah
SAW dengan para pembeli atau penjual selalu diselesaikan dengan damai dan adil,
tanpa ada kekhawatiran akan adanya unsur penipuan.

3
Ibid hal. 24 – 31.

XIV
Dari penjelasan diatas dapat diambil inti sari bahwa ciri bisnis yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW, adalah sebagai berikut:
1.6.1 Jujur (Siddiq)
Siddiq berasal dari bahasa Arab. Lawan shiddiq adalah kidzb (bohong atau
dusta). Jujur adalah sesuatu yang disampaikan sesuai dengan fakta yang ada.
Orang jujur adalah orang yang mengatakan sebenarnya, walaupun terasa
pahit untuk disampaikan. Sifat jujur merupakan sifat terpuji yang disenangi
Allah Swt., walaupun disadari sulit menemukan orang yang jujur. Lawan dari
kejujuran adalah penipuan. Pada umumnya sulit mendapatkan kejujuran di
dunia bisnis. Biasanya laporan bisnis dibuat tidak jujur untuk mengelak dari
pajak, misalnya. Dalam menjalankan bisnis, kejujuran merupakan syarat
utama agar bisnis tetap berkembang dan maju.
Kejujuran merupakan harga mati yang harus dilakukan oleh pengusaha
yang ingin usahanya berkah. Kejujuran juga merupakan harga diri,
kehormatan, dan kemuliaan bagi siapa pun yang berpegang teguh padanya.
Islam menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam segala aspek kehidupan,
termasuk dalam mengelola perusahaan. Betapa pun beratnya untuk berlaku
jujur, itulah salah satu tantangan dalam berbisnis, namun setiap Mukmin
harus berusaha untuk menaatinya agar kemintraan dalam mengelola
perusahaan membawa keselamatan dunia dan akhirat. Berperilaku jujur
sangat dibutuhkan dengan kondisi ekonomi yang penuh dengan persaingan
yang menghalalkan cura, Kunci utama untuk terus maju adalah terus
berperilaku jujur dalam rangka mendapatkan keuntungan bersama, baik bagi
perusahaan maupun anggota/nasabahnya.

1.6.2 Adil
Dalam berbisnis Rasulullah saw. menerapkan keadilan dalam berbisnis.
Hermawan dan Syakir Sulla menjelaskan bahwa Alquran telah memberikan
informasi untuk berbisnis secara adil. Berbisnis secara adil adalah wajib
hukumnya, bukan hanya imbauan dari Allah Swt. Sikap adil (al-'Adl)
termasuk di antara nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh Islam dalam semua
aspek ekonomi Islam. Alquran telah menjadikan tujuan semua risalah langit
untuk melaksanakan keadilan. Al-‘adl termasuk di antara nama-nama Allah

XV
Swt. Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman (al-zhulm), yaitu sesuatu
yang telah diharamkan Allah atas diri-Nya."
Allah Swt. mencintai orang yang berbuat adil dan membenci orang yang
berbuat zalim, bahkan Allah Swt. melaknatnya. Islam telah mengharamkan
setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan
terpenuhinya keadilan yang terimplikasi dalam setiap hubungan dagang dan
kontrak bisnis. Oleh karena itu, Islam melarang ba'i al-gharar (jual beli yang
tidak jelas sifat barang yang ditransaksikan) karena mengandung unsur
ketidakjelasan yang membahayakan salah satu pihak yang bertransaksi.
1.6.3 Menepati Janji (Amanah)
Secara harfiah, amanah berarti tempat menyimpan uang yang aman (safe
deposit) atau kepercayaan. Memberikan amanah kepada seseorang berarti
percaya sepenuhnya kepada orang tersebut. Amanah juga bisa bermakna
keinginan untuk memenuhi sesuatu yang sesuai dengan ketentuan. Di antara
nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran pebisnis perlu melengkapinya
dengan amanah Seorang pebisnis harus memiliki sifat amanah karena
merupakan salah satu moral keimanan. Sifat orang Mukmin yang beruntung
di hadapan Allah Swt. adalah Mukmin yang dapat memelihara amanat yang
dipikulnya.
Amanah berkonsekuensi mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya.
baik sedikit maupun banyak, tidak mengambil lebih banyak dari yang
dimiliki, dan tidak mengurangi hak orang lain, baik itu berupa hasil
penjualan, imbalan jasa, atau upah.
Sifat amanah harus dimiliki para pebisnis, sebab tidak hanya untuk
kepentingan muamalah, tetapi berkaitan dengan status iman seseorang.
Pebisnis membutuhkan sifat amanah dalam mengelola bisnisnya.
Pengetahuan tentang keilmuan syariah menjadi syarat mutlak bagi pengusaha
yang bergelut di bisnis syariah. Selain itu, pebisnis juga harus memiliki ilmu
manajemen Oleh karena itu, pebisnis yang baik harus mampu menempatkan
dirinya pada posisi yang sesuai dengan keahlian dan bidangnya.
Melaksanakan tugas dalam menjalankan amanah akan membuat pengusaha
lebih bergerak cepat dan maju. Rasulullah saw bersabda: "Apabila sebuah

XVI
urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya." (HR. Bukhari)
Menjalankan amanah perlu keterampilan (skill), Keikhlasan dan
kejujuran merupakan senjata ampuh agar bisnis cepat berkembang dan matu
lebih cepat dalam melayani konsumennya.
1.6.4 Menjaga Kualitas Barang (Produk) yang Baik
Dalam membuat kualitas produk, pebisnis perlu memperhatikan prinsip-
prinsip etika bisnis secara svariah, yaitu produk harus halal, produk didukung
aset, produk harus diserahkan ke penjual, ada tambahan biaya untuk merubah
fitur produk serta mempunyai prinsip kewajaran, keadilan, dan pemerataan.
Dalam menentukan harga untuk mendapatkan keuntungan, maka
dilakukan menggunakan prinsip al-ba’i, svirkah (kerja sama/bagi hasil), dan
ijarah (sewa).

Prinsip Syirkah (Kerja Sama/Bagi Hasil)


Dalam menentukan harga syirkah (kerja sama/bagi hasil), perusahaan.
menggunakan akad musyarakah dan mudharabah sebagai landasan syariah.
Jadi, perlu memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI) tentang musyarakah dan mudharabah. Musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
di mana masing- masing pihak berkontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
keepakatan.

Prinsip ijarah (Sewa)


ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri dengan objek transaksi jasa.
Harga diartikan sebagai distribusi. Distribusi adalah bagaimana produk
dapat sampai pada pengguna terakhir (end user) dengan biaya sedikit tanpa
mengurangi kepuasan konsumen. Pemilihan tempat yang tepat merupakan
taktik yang bertujuan memberikan kemudahan bagi konsumen untuk
mendapatkan informasi produk sebuah perusahaan.

XVII
Islam membenarkan (boleh) bentuk kerja makelar selama dalam
melakukan transaksinya tidak menyalahi ketentuan syariah, serta ada unsur
tolong-menolong dan saling mendapatkan manfaat. Islam tidak
memperbolehkan praktik calo karena akan membuat harga lebih tinggi dan
merugikan pembeli.
Promosi (promotion) merupakan satu upaya menawarkan suatu produk
pada calon pembeli. Pebisnis dalam berpromosi harus memperhatikan
produknya, bagaimana sebaiknya mempromosikannya. Pada dasarnya
pebisnis harus mempromosikan produknya dengan cara yang paling tepat,
sehingga menarik konsumen untuk membelinya.
1.6.5 Tidak Ada Unsur Penipuan, Transparan, dan Terbuka
Dalam berbisnis menipu atau berbohong merupakan akhlak yang
dilarang dalam Islam. Penjual dan pembeli diberikan kesempatan berpikir
untuk menentukan pilihannya. Pedagang yang akan menjelaskan barang
dagangannya sehingga akan mendapat berkah dalam jual belinya. Sementara
pedagang yang menipu dan merahasiakan segala sesuatu yang harus
diterangkan akan dagangannya akan terhapus keberkahannya (H.R. Bukhari
Muslim).
Prinsip-Prinsip bisnis Islam yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
sebagai berikut.
1. Uang bukanlah modal utama dalam bisnis, tetapi membangun
kepercayaan (al-Amin)
Islam memberikan gambaran tentang prinsip-prinsip bisnis
dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebelum diangkat
menjadi nabi dan rasul, beliau adalah seorang pedagang. Menurut Syafe'i
Antonio bisnis utama Rasulullah saw. selama masa sebelum kenabian
dan sesudah kenabian adalah berdagang. Dalam bisnisnya beliau
melakukan beberapa transaksi pada umumnya, seperti penjualan dan
pembelian. Sesuai dengan catatan sejarah banyak yang menjelaskan
bahwa antara masa awal kenabian dan hijrah ke Madinah, Rasulullah
saw. lebih banyak melakukan transaksi pembelian. Sementara transaksi
penjualan lebih banyak dilakukan ketika beliau di Madinah. Misalnya,

XVIII
transaksi penjualan yang dilakukan beliau adalah menjual dengan cara
lelang (auction).
Dalam berdagang Rasulullah saw, sangat teguh dalam memegang
janji. Abdullah bin Abdul Hamzah mengatakan, "Aku telah membeli
sesuatu dari Rasulullah sebelum ia menerima tugas kenabian.
Dikarenakan masih ada urusan, aku menjanjikan untuk mengantarkan
kepadanya, tetapi aku lupa. Ketika teringat tiga hari kemudian, aku pun
pergi ke tempat tersebut dan menemukan Rasulullah masih berada di
sana." Beliau berkata, "Engkau telah membuat aku resah. Aku telah
berada di sini selama tiga hari menunggumu" (HR. Abdullah bin Abi
Hamsa dan Abu Daud).
Di dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Rasulullah saw. untuk
pertama kalinya memimpin kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur
perdagangan utara Yaman, Syam melalui Madyan, Wadil Qura, dan
banyak tempat lain yang pernah ditempuhnya semasa muda. Bisnis yang
pimpin Rasulullah saw. sukses besar. Dikabarkan bahwa tim dagang
Rasulullah saw. meraup keuntungan yang belum pernah mampu di raih
oleh misi-misi dagang sebelumnya. Sampai di sini pertanyaannya adalah
apa yang membuat Rasulullah saw, meraup keuntungan yang luar biasa?
Ya, jawabannya adalah kejujuran beliau. Sifat kejujuran beliau inilah
yang juga mengantarkannya: di waktu muda sehingga beliau dijuluki al-
Amin (yang dipercaya). Inilah julukan yang diberikan pendudukan
Makkah kepada Rasulullah saw. karena kejujurannya.
Sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah saw. selain sebagai
pedagang yang sukses juga pemimpin agama dan kepala negara yang
sukses. Beliau telah memberikan contoh atau teladan yang sangat baik
dalam berbisnis. Mencontohkan jujur dalam bertransaksi, adil, dan tidak
pernah membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa. Beliau selalu
menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar
dan kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Al-Amin dapat
dijadikan sebuah konsep bagi pebisnis sebagai citra (brand image) dalam
rangka menjaga kepercayaan konsumen.
Dalam berbisnis. Rasulullah saw. selalu memberikan nilai (value)
pada produknya sesuai dengan yang beliau janjikan. Dalam berbisnis
XIX
perlu melakukan operasionalisasi dengan kejujuran, keterbukaan, dan
memenuhi perjanjian dengan konsumen yang dilakukan secara
transparan.

2. Kompetensi dan kemampuan (skill)


Kompetensi dan kemampuan teknis yang terkait dengan bisnis sangat
diperlukan. Menurut Ali Hasan peran ilmu dalam kehidupan manusia
sangat penting. Apalagi terkait dengan Ilmu Penhgetahuan Teknologi,
dari masa ke masa sangat membantu manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan.
Syafe'i Antonio menuturkan kompetensi dan kemampuan teknis
terkait dengan bisnis Rasulullah saw., di mana beliau mengenal dengan
baik pasar dan tempat perdagangan di Jazirah Arab. Beliau juga
mengetahui seluk beluk aktivitas perdagangan dan perekonomian. Beliau
mengetahui untungnya perdagangan dan bahayanya riba sehingga
menganjurkan jual beli dan menghapuskan sistem riba. Rasulullah saw.
adalah seorang yang berhasil dalam bisnis tanpa menggunakan cara yang
tidak baik. Beliau meyakini bahwa kesuksesan bisnis yang berkelanjutan
hanya dapat dicapai dengan cara yang sehat. Beliau melarang
menyembunyikan cacat barang yang diperdagangkan, melarang
melakukan jual beli yang mengandung ketidakpastian (gharar), dan
tindakan tindakan yang tidak baik lainnya dalam ekonomi.
Kompetensi dan kemampuan yang dimiliki Rasulullah saw.
merupakan salah satu prinsip bisnis Islam yang dapat menjadi teladan
bagi para pebisnis dalam perdagangan. Untuk meningkatkan kompetensi
yang diharapkan bagi para pebisnis Islam, maka pebisnis perlu
meningkatkan kualitas keilmuannya.4

4
Muljadi, Etika dan Komunikasi Bisnis Islam, (Jakarta : Selemba Diniyah, 2019), Hal 63-74

XX
1.7 PRINSIP MUAMALAH DALAM ISLAM
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam
bertransaksi dan berbisnis. Hubungan antara manusia untuk saling mengenal,
belajar, dan bertransaksi dalam fikih Islam di sebut muamalah. Menurut Veithzal
dan Usman konsep dasar muamalah adalah mengambil yang halal dan baik. Islam
mengajarkan agar dalam berusaha hanya mengambil yang halal dan baik
(thayyib) karena Allah Swt. telah memerintahkannya kepada seluruh manusia,
bukan hanya kepada orang yang beriman dan Muslim. Allah Swt. juga
memerintahkan manusia untuk tidak mengikuti langkah-langkah setan dengan
mengambil yang tidak halal dan tidak baik.
Dalam bermuamalah Islam mengharuskan manusia mengambil hasil yang
halal; halal dari segi materi, cara memperolehnya, serta cara pemanfaatan atau
penggunaannya. Banyak manusia yang memperdebatkan mengenai ketentuan
halal. Padahal bagi umat Islam acuannya sangat jelas seperti yang disampaikan
oleh Rasulullah saw dalam hadisnya: "Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan
perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak diketahui orang banyak. Oleh
karena itu, barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah terbebas (dari
kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya. Orang yang terjerumus ke dalam
syubhat berarti terjerumus ke dalam perkara haram, seperti penggembala yang
menggembala di sekitar tempat terlarang tadi. Ingat! sesungguhnya dalam tubuh
itu ada sebuah gumpalan, apabila itu baik maka baik pula seluruh tubuh, dan jika
itu rusak maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain itu adalah hati" (HR. Muslim).
Jadi, sesungguhnya yang halal dan haram itu jelas. Jika masih diragukan.
sesungguhnya ukurannya terkait dengan hati. Apabila hatinya jernih, segala yang
halal akan menjadi jelas. Segala sesuatu yang tidak halal, termasuk yang syubhat
tidak boleh menjadi objek usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian
dari hasil usaha.
Syafe Antonio menjelaskan bahwa prinsip muamalah adalah:
1.7.1 Larangan Riba
Dijelaskan dalam Alquran:
)۱۳۰( ‫بأهنا اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتْأُك ُلوا الربوا َأْض َعاًفا ُّمْض َعَفٌة َواَّتُقوا اَهلل َلَعَّلُك ْم ُتْف ِلُح وَن‬

XXI
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (Q.S.
Ali Imran: 130).
Dalam muamalah, riba (tambahan) dilarang, baik dalam perdagangan
dan transaksi, baik dilembaga keuangan maupun dalam bisnis-bisnis yang
lain.
1.7.2 Sistem Bagi Hasil (Syirkah)
Dalam fikih muamalah sistem bagi hasil disebut syirkah. Secara bahasa
hukum syirkah berarti bergabungnya beberapa kepentingan dalam satu
kepentingan. Syirkah atau musyarakah menggunakan prinsip bagi hasil yang
dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu musyarakah, mudharabah
muzara’ah, dan musaqah. Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk usaha tertentu.
Syirkah atau musyarakah terbagi menjadi dua macam, yaitu syirkah
amlak (kepemilikan) dan syirkah ukud (kerja sama/akad) Syirkah amlak
terjadi karena kepemilikan bersama tanpa adanya akad, baik yang bersifat
jabbari atau ikhtiari Kepemilikan jabbari timbul karena kepemilikan bersama
sejak asalnya, seperti barang warisan. Sementara yang bersifat ikhtiari, yaitu
kepemilikan bersama yang timbul karena adanya usaha yang dijalankan
bersama untuk yang memperolehnya. Kedua jenis syirkah tersebut adalah
syirkah yang terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih dalam urusan
muamalah.5
1.7.3 Pengambilan Keuntungan
Tujuan berbisnis adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya,
sementara dalam Islam berbisnis tidak hanya mencari keuntungan tapi nilai
ibadah. Dalam pengambilan keuntungan, Buchari Alma dan Priansa
menjelaskan bahwa seorang Muslim jika menjual barang harus dengan
senang hati, gembira, ikhlas dan memberikan kesan baik terhadap pembeli.
Begitu juga jika seorang Muslim membeli barang tidak membuat kesal si
penjual, usahakan agar terjadi transaksi secara harmonis, suka sama suka, dan
tidak bersitegang dengan penjual. Dalam menagih utang ada ajaran-ajaran

5
Ibid hal 76

XXII
yang bernilai tinggi dalam Islam, yaitu jangan menekan, menghina, memeras,
dan memaksa orang yang berutang.
Afzalur Rahman mengungkapkan bahwa dalam pembagian keuntungan
harus dikemukakan secara jelas dalam kontrak (akad) sehingga tidak
meragukan kegiatan yang tertera dalam kontrak tersebut. Proporsi
keuntungan, baik nisbah hagi hasil maupun margin keuntungan hendaklah
adil di mana keuntungan harus dibagi antara pemilik modal dan pengelola
sesuai dengan proporsi nisbah bagi had yang jelas. Dalam pelaksanaannya
tidak hanya keuntungan yang dibagi, tetapi apabila terjadi kerugian maka
bagi rugi juga perlu disepakati Bersama.6
1.7.4 Pengenaan Zakat dan Lainnya
Prinsip bisnis Islam yang sangat menentukan adalah pengenaan zakat
apabila pebisnis mendapatkan keuntungan yang melebihi nisabnya. Afzalur
Rahman menjelaskan bahwa kata zakat berarti tumbuh menyucikan atau
memperbaiki Kata itu mengacu pada kesucian diri yang diperoleh setelah
pembayaran zakat dilaksanakan. Itulah kebaikan hati yang dimiliki seseorang
manakala ia tidak bersifat kikir dan tidak mencintai harta kekayaannya.
Menurut Muhammad Daud Ali zakat adalah salah satu rukun Islam
yang dibebankan atas harta kekayaan seseorang menurut aturan tertentu.
Zakat bukanlah pajak yang menjadi sumber pendapatan negara. Oleh karena
itu, zakat dan pajak harus dibedakan. Di dalam Alquran zakat disebut
sebanyak 82 kali, antara lain surah al-Baqarah; 43, al-Maidah: 55, al-Hajj:
41, al-Mukminun: 4, ar- Rum: 39, al-Ahzab: 33, al-Muzammil: 20, dan al-
Bayyinah: 5. Zakat merupakan bagian harta yang wajib diberikan oleh setiap
Muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu. Harta yang
dikeluarkan (zakat) akan membersihkan semua harta yang dizakati.
Zakat dapat dibagi menjadi dua, yaitu zakat maal atau zakat harta
dan zakat fitrah atau zakat perjiwa atau badan. Zakat harta adalah bagian
dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan
untuk golongan tertentu. Golongan yang berhak mendapat zakat adalah:
1. Fakir
2. Miskin.
3. Amil yakni orang yang mengurus/mengelola zakat.
6
Ibid hlm. 76–77.

XXIII
4. Mualaf yakni orang yang baru masuk Islam yang masih lemah
imannya.
5. Riqab yakni hamba sahaya atau budak belia yang diberi kebebasan
berusaha untuk menebus dirinya supaya merdeka.
6. Gharimin yakni orang yang berhutang.
7. Sabilillah yakni orang yang berjuang untuk kepentingan Islam.
8. Ibnu sabil yakni orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan dengan
tujuan baik.

Jumlah minimum yang kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya


disebut nisab. Sementara haul adalah jangka waktu yang ditentukan dan
kadar atau ukuran zakat yang harus dikeluarkan.
Sudah sangat jelas bahwa zakat merupakan salah satu prinsip
muamalah dalam Islam. Hal ini dikarenakan zakat merupakan rukun Islam
ketiga yang bertujuan agar umat Islam saling menolong dan membantu
agar tidak terjerumus pada kemiskinan yang mengakibatkan kemunduran.7

1.8 RIBA DAN PERMASALAHANNYA


1.8.1 Definisi Riba
Di antara jual akad jual beli yang dilarang dengan pelanggaran yang
keras antara lain adalah riba. Riba secara bahasa berarti penambahan
pertumbuhan kenaikan, dan ketinggian. Allah berfirman "maka apabila kami
turunkan air diatasnya, niscaya ia bergerak dan subur” (QS. Al Haji (22):5)"
Sedangkan menurut terminology syara', riba berarti: "Akad untuk satu
ganti khususnya tanpa diketahui perbandingannya dalam pernilaian syriat
ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah
satunya."
Kata "Akad" mengandung makna Ijab dan Qabul sehingga jika tidak
ada ljah dan Qobul, maka akad tidak ada, sama seperti seseorang yang
menjual dengan sistem mu'athah (saling memberi) artinya menyerahkan dan
menerima tanpa ada ucapan, dan ini terjadi pada sekarang ini dan bukan
termasuk riba, walaupun ia haram namun tidak seperti haramnya riba.

7
Ibid hal 77-78

XXIV
Riba menurut istilah ahli fiqh adalah penambahan pada salah satu dari
dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua
tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam
sebuah perdagangan dan tidak ada riba didalamnya hanya saja tambahan
diistahkan dengan nama "riba" dan Al-Qur'an datang menerangkan
pegharamannya adalah tambahan yang diambil sebagai ganti dari tempo,
Qatadah berkata: "Sesungguhnya riba orang jahiliyah adalah seseorang
menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang
yang berutang tidak bisa membayarnya dia menambah utangnya dan
melambatkan tempo”.8
1.8.2 Tahapan Larangan Riba
Beberapa ayat dalam Alquran dengan jelas mengharamkan riba.
Menurut Muhammad Ayub beberapa ayat tentang riba diturunkan di
Makkah hanya untuk mengindikasikan pelarangan terhadap riba sebelum
peristiwa Perang Uhud pada tahun 3 H. Larangan final dan yang diulang
datang pada tahun 10 H atau sekitar dun minggu sebelum Rasulullah saw,
wafat Syafe'i Antonio menjelaskan tahapan ayat- ayat Alquran mengenai
pelarangan riba berdasarkan waktu diwahyukan, yaitu
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong orang yang memerlukan sebagai suatu
perbuatan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt.
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Swt.
mengancam akan memberi azab yang pedih kepada orang-orang Yahudi
yang memakan riba.
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan pada tambahan yang
berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak
dipraktikkan pada masa tersebut (periode Makkah).
Tahap keempat. Allah Swt. dengan jelas dan tegas mengharamkan apa
pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.

8
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam. (Jakarta : Amzah,
2010) Cet. Ke-1. Hlm. 216.

XXV
Riba sudah diharamkan oleh Allah Swt., maka tidak ada alasan lagi bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah Swt untuk meninggalkan aktivitas
berinteraksi dengan riba.
1.8.3 Larangan Riba dalam Hadis
Pelarangan riba tidak hanya dalam Alquran, namun untuk menguatkan
Al-Quran ada beberapa hadis yang melarang riba, besarnya dosa, dan
bentuknya. Menurut Muhammad Ayub beberapa hadis yang sejalan dengan
ayat-ayat dalam Alquran yang menegaskan kembali pengharaman riba
adalah:
1. Dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah saw. mengutuk penerima dan
pembayar riba (bunga), orang yang mencatatnya, dan saksi mata dari
transaksi tersebut dan mengatakan: "Mereka semua sama (dalam
dosa)," (HR. Muslim)
2. Dari Anas Ibn Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Ketika salah
satu di antara kalian memberikan pinjaman dan yang meminjam
menawarkan makanan, janganlah kamu memakannya; dan jika yang
meminjam menawarkan tumpangan pada hewannya, janganlah kamu
menaikinya. kecuali mereka sebelumnya sudah terbiasa dengan saling
bertukar bantuan." (HR. Baihaqi)
3. Zaid bin Aslam meriwayatkan bahwa riba (bunga) pada zaman berhala
kiranya dalam bentuk: "Ketika seseorang berutang uang kepada orang
lain untuk periode tertentu dan periodenya telah habis, maka yang
memberikan pinjaman akan meminta: 'Anda bayar jumlah
keseluruhaannya atau bayar lebih. Jika pihak yang meminjam
membayar keseluruhan jumlah pinjamannya, permasalahan selesai.
Namun, jika tidak maka pihak yang memberikan pinjaman akan
menaikkan jumlah pinjaman dan memperpanjang periode
pembayarannya lagi." (H.R. Malik)
4. Rasulullah saw, mengumumkan pengharaman riba secara tegas pada
saat pelaksanaan ibadah haji Wada' yang dihadiri oleh para sahabat.
Rasulullah saw. bersabda: "Semua bentuk riba telah dihapuskan; pokok
harta sudah tentu menjadi milik kalian sebagaimana mestinya; kamu
tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). Allah

XXVI
telah menyampaikan firman-Nya yang melarang riba secara total. Aku
mulai dari semua jumlah riba yang harus dibayar orang-orang kepada
pamanku, Abbas, dan menyatakan semua jumlah tersebut dihapus."
Beliau yang mewakili pamannya kemudian menghapus seluruh jumlah
riba yang akan jatuh tempo pada pokok pinjamannya dari semua
debiturnya. (H.R. Al-Khazin)
5. Rasulullah saw bersabda. "Emas hendaklah dibayar dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu,
kurma dengan kurma, dan garam dengan garam-yang seients,
seimbang, dan secara langsung. lika komoditasnya berbeda, kalian
dapat menjualnya semau kalian, asalkan pertukarannya dilakukan
secara langsung" (HR. Muslim)
6. Bilal pernah mendatangi Rasulullah saw. sambil membawa kurma
berkualitas baik. Rasulullah saw. kemudian menanyakan asal usul
kurma itu. Bilal menjelaskan bahwa ia menukarkan dua kali lebih
banyak buah kurma yang berkualitas lebih rendah dengan kurma yang
berkualitas lebih baik. Rasulullah saw, kemudian bersabda: "Inilah
yang disebut riba yang diharamkan! Jangan lakukan hal ini.
Sebaliknya, juallah jenis kurma yang pertama dulu dan gunakanlah
penghasilannya untuk membeli yang lain." (HR. Muslim)
7. Seseorang yang diberi tugas oleh Rasulullah saw, untuk mengumpulkan
zakat dari Khaibar membawakannya buah kurma yang berkualitas
sangat baik. Rasulullah saw. bertanya apakah semua kurma dari
Khaibar memiliki kualitas yang sama. Orang tersebut menjawab bahwa
tidak semua kurma berkualitas sama dan menambahkan bahwa dia
menukarkan satu sha dari jenis kurma ini untuk dua atau tiga sha' (dari
jenis yang lain). Rasululah saw, bersabda: "Janganlah engkau lakukan
hal ini. Juallah (buah kurma yang berkualitas rendah terlebih dahulu)
untuk beberapa dirham kemudian gunakanlah dirham-dirham tersebut
untuk membeli kurma yang berkualitas lebih baik (ketika kurma
ditukarkan dengan kurma) seharusnya memiliki berat yang sama." (HR.
Muslim)

XXVII
1.8.4 Jenis – Jenis Riba
Menurut Syafe’I Antonio, riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba
piutang dan riba jual beli. Riba utang piutang terbagi menjadi riba qardh dan
riba jahiliyyah. Adapun kelompok riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl
dan riba nasi’ah.
1. Riba qardh
Manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berutang (muqtaridh).
2. Riba jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu
membayar tepat waktu yang telah ditetapkan.
3. Riba fadhl
Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau tukaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang
ribawi.
4. Riba nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah
muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
1.8.5 Efek Pelarangan Riba
Berikut beberapa faktor diharamkannya riba;
1. Allah Yang Mahakuasa dan Mahabijaksana tidak mungkin
mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia.
Sebaliknya, Allah Swt. hanya mengharamkan apa yang membawa
mudarat bagi manusia, baik secara individu maupun masyarakat.
2. Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat karena keuntungan
yang diperolah si pemilik modal bukan merupakan hasil pekerjaan atau
jerih payahnya, melainkan mengeksploitasi orang lain yang pada
dasarnya lebih lemah. Riba sangat merugikan pengusaha kecil,
sebaliknya menambah kekayaan bagi orang kaya dan kuat tanpa
menanggung risiko apa pun.

XXVIII
3. Harta tidak melahirkan harta, uang tidak menelurkan uang. Harta baru
berkembang dengan cara kerja dan jerih payah untuk penjual dan
pembeli, dan bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat, sehingga
merealisasikan kehidupan bersama yang adil antara harta dan kerja.
4. Riba dapat menyebabkan krisis akhlak dan rohani. Orang yang
mempunyai modal (besar) berkeinginan menambah harta kekayaannya
dengan berbagai cara. Hal ini meninggalkan sifat tamak dan egois tanpa
mempedulikan masyarakat sekelilingnya dan memperlebar jurang
pemisah antara si kaya dan al miskin yang pada akhirnya bisa
menimbulkan rasa asosial. Setiap kelompok mementingkan golongannya,
cenderung pada perpecahan. saling menjatuhkan, dan saling bentrok.
5. Riba bisa menyebabkan manusia malas bekerja, hidup dari mengambil
harta orang lain dengan jalan batil dan tidak mengacuhkan kebaikan dan
keburukan, yang penting harta bertambah, tidak ada rasa menyayangi
orang miskin. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam yang
mengutamakan kerja keras dan rasa kasih sayang kepada fakir miskin.
6. Riba dapat menyebabkan kehancuran dan kesengsaraan, banyak orang
yang kehilangan harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.
Sebaliknya, pihak yang mempunyai modal bisa memiliki harta orang lain
dengan hanya mengeluarkan sedikit modal.
Banyak pakar ekonomi yang berkeyakinan bahwa krisis ekonomi
dewasa ini disebabkan oleh sistem riba. Sistem riba banyak menimbulkan
bencana di beberapa negara. Di Indonesia keberhasilan pembangunan
ternyata juga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang dapat
menimbulkan kerawanan. sosial. Perbankan dengan sistem bunga
mempunyai peranan yang besar dalam menciptakan konglomerasi dan
kesenjangan ekonomi.
Perbankan dengan sistem bunga terbukti sukses dalam
menghimpun tabungan masyarakat dengan bunga yang menarik. Berkat
rayuan dan ja keuntungan yang besar, masyarakat berduyun-duyun
menabung di bank Pada praktiknya bagi masyarakat lapisan bawah lebih
mudah menabung daripada meminjam. Mengapa demikian? Jika
menabung maka batasan jumlah yang bisa ditabung tidak terlalu besar
dan mudah dilakukan Bunga merupakan strategi bank untuk menarik
XXIX
dana dari masyarakat yang umumnya terdiri atas masyarakat lapisan
menengah dan lapisan bawah Kemudian, siapa yang bisa meminjam?
Yang bisa meminjam ialah orang orang yang mempunyai usaha besar.
Hal ini dikarenakan bank membatasi jumlah pinjaman minimum yang
jumlahnya cukup besar dan bervarias dan memprioritaskan kepada
peminjam yang jumlah pinjamannya lebih besar karena keuntungan bank
akan lebih besar dan biaya operasionalnya lebih kecil. Di samping itu,
tidak semua orang mampu membayar tingkat bunga pinjaman yang
berlaku.
Penyaluran dana hanya bagi orang-orang yang mampu membayar
bunga simpanan Pada umumnya, orang yang mempunyai akses ke bank
adalah para nasabah utama, yaitu para pengusaha besar/konglomerat
Seperti yang diketahui bahwa secara teori perbankan, biaya operassinal
perbankan dibebankan pada penyaluran dana, artinya biaya operassanal
bank gali pegawai, sewa gedung listrik, telepon promusi hadiah dan
sebagainya dibebankan kepada peminjam dana ladi, sebenar poninjam
danalah yang menanggung biaya operasional bank Apa hanya sampai di
sini? Tenyata tidak, bunga adalah konsep biaya, maka beban bunga
pinjaman yang sudah tinggi yang ditanggung oleh peminjam dana,
sebanyak mungkin akan digeser kepada penanggung akhir Siapakah
mereka? Mereka adalah rakyat (kecil) sebagai penanggung akhir
Bagaimana caranya? Apabila peminjam dana adalah pedagang maka
beban bunganya digeser pada harga barang yang dijual. Apabila
peminjam dana adalah seorang produsen maka beban harganya digeser
pada harga barang/ jasa yang diproduksi. Oleh karena itu, pihak-pihak
yang selalu diuntungkan ialah pedagang, pengusaha, bank, dan
penyimpan dana. Sementara pihak yang selalu dirugikan adalah rakyat
kecil sebagai penanggung beban biaya terakhir. Rakyat kecil hanya
mempunyai akses ke bank pada tigkat menabung yang relatif kecil
sehingga keuntungan yang mereka dapat lebih kecil, tetapi rakyat kecil
yang jumlahnya sangat besar membuat bank lebih bersemangat untuk
menghimpun dana dari mereka dengan janji dan iming-iming hadiah.
Apabila hal ini berlangsung terus-menerus maka akan terjadi pemindahan
kekayaan dari rakyat kecil ke orang kaya/konglomerat, baik melalui
XXX
simpanan di bank secara langsung maupun sebagai penanggung beban
biaya terakhir. Khusus mengenai tabungan rakyat kecil di bank, tanpa
mereka sadari telah membantu permasalahan pengusaha (besar) yang
bermasalah. Jika hal itu terus berlangsung dalam jangka panjang maka
akan terjadi jurang pemisah yang semakin jauh dan dalam antara orang
kaya dengan orang miskin. Inilah yang disebut bisa menimbulkan
bencana oleh banyak pakar ekonomi.
7. Riba juga dapat menimbulkan kejahatan moral dan spiritual, di
antaranya:
a) egois,
b) bakhil,
c) berwawasan sempit,
d) berhati batu,
e) sikap yang tidak mengenal belas kasihan,
f) mendorong sikap tamak, dan
g) menebarkan sikap cemburu

Semua faktor di atas akan menimbulkan kesengsaraan di kalangan


masyarakat.
Imam Razi menjelaskan mengapa riba dilarang, beberapa di
antaranya dirangkum di bawah ini:
a) merampas kekayaan orang lain.
b) merusak nilai moral, dan
c) orang kaya akan semakin kaya dan orang miskin semakin miskin9

9
Muljadi, Etika dan Komunikasi Bisnis Islam, (Jakarta : Selemba Diniyah, 2019), Hal 81-87

XXXI
BAB III

PENUTUP

1.9 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan :
1. Dalam Islam, terdapat beberapa faktor yang dapat membuat sebuah transaksi
menjadi tidak sah atau tidak lengkap. Faktor-faktor tersebut meliputi
ketidaklengkapannya rukun dan syarat, adanya ta’alluq antara dua akad, dan
kondisi two in one di mana terdapat dua akad dalam satu transaksi. Transaksi
dalam Islam diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya.
2. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling
merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Jual beli dalam islam mempunyai Landasan Syara’ yang disyariatkan
berdasarkan al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. Dalam jual beli islam juga terdapat
Rukun dan syarat jual-beli. Jual beli diperbolehkan secara hukum islam
selama memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan. Ada juga sejumlah
jual beli yang dilarang dalam islam seperti jual beli riba, barang najis dan tidak
bermanfaat, serta jual beli waktu ibadah sholat jumat.
3. Dalam melakukan bisnis islam Rasulullah SAW adalah contoh utama dalam
islam tentang bagaimana menjalankan bisnis atau perdagangan dengan

XXXII
integritas moral yang tinggi. Rasulullah SAW mempuyai ciri dan prinsip bisnis
islam yang dilakukan yaitu, jujur (siddiq), adil, menepati janji (amanah),
menjaga kualitas barang (produk) yang baik, dan tidak ada unsur penipuan,
transparan, dan terbuka.
4. Dalam fikih Islam Muamalah adalah hubungan antara manusia untuk saling
mengenal, belajar, dan bertransaksi. Menurut Veithzal dan Usman konsep
dasar muamalah adalah mengambil hal yang halal dan baik. Dalam
bermuamalah Islam mengharuskan manusia mengambil hasil yang halal; halal
dari segi materi, cara memperolehnya, serta pemanfaatam atau
penggunaannya. Maka dari itu muamalah mempunyai prinsip yaitu, larangan
riba, sistem bagi hasil (syirkah), pengambilan keuntungan, dan pengenaan
zakat.
5. Riba adalah istilah yang digunakan dalam Islam untuk merujuk pada praktik
membebankan atau membayar bunga pinjaman. Hal ini dianggap haram atau
dilarang dalam Islam karena dianggap eksploitatif dan tidak adil. Riba dapat
bermacam-macam bentuknya, termasuk riba al-nasi'ah (bunga yang dikenakan
atas pinjaman), riba al-fadl (penukaran barang yang tidak setara), dan riba al-
jahiliyyah (riba pra-Islam). Larangan riba didasarkan pada asas kewajaran dan
keadilan dalam transaksi ekonomi. Ringkasnya, riba merupakan praktik yang
dilarang keras dalam Islam karena sifatnya yang eksploitatif dan melanggar
prinsip Islam tentang kewajaran dan keadilan dalam transaksi ekonomi.
1.10 Saran
Demikian pemaparan materi dari makalah ini mengenai Transaksi Bisnis Dalam
Islam dan Konsep Bisnis Islam (I). Semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

XXXIII
DAFTAR PUSTAKA

Azzam, A. A. (2010). Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Islam. Jakarta:


Amzah.
Muljadi. (2019). Etika dan Komunikasi Bisnis Islam. Jakarta: Salembaga Diniyah.
Nur Dinah Fauziah, M. S. (2019). Etika Bisnis Syariah. Batu: Literasi Nusantara.
Norvadewi. (2015). Bisnis Dalam Prespektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan
Landasan Normatif). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol.01 No.01, 33

XXXIV

Anda mungkin juga menyukai