Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGEMBANGAN BISNIS DAN WILAYAH HALAL-HARAM


DiajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah
“Etika Bisnis”
DosenPengampu :
Hiba Fajarwati., S.H., L.LM

DisusunOleh:
Kelompok2

1. Ariska Fauziyah S. (12405193068)


2. Rima Dwi N. K. (12405193072)
3. Ulfi Apriliani (12405193081)
4. Anggi Indriyanti (12405193083)
5. Sendis Fiqki S. (12405193090)

SEMESTER 3
MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwr.Wb.

Puji syukur alhamdulillahpenulispanjatkankehadirat Allah


SWT.Atassegalakarunianyasehinggamakalahinidapatterselesaikan.Shalawatdansalamsemogas
enantiasaabaditercurahkankepadaNabi Muhammad SAW danumatnya.
Sehubungandenganselesainyapenulisanmakalahinimakapenulismengucapkanterimakas
ihkepada:
1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurrohman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas EkonomidanBisnis
Islam IAIN Tulungagung.
3. Bapak Nur Aziz Muslim, M.H.I, selaku Ketua Jurusan Manajemen Bisnis Syariah.
4. Ibu HibaFajarwati., S.H., L.LM selaku dosen pengampu mata kuliah EtikaBisnis,
IAIN Tulungagung.
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.

Kami menyadaribahwadalammakalahinimasihjauhdarisempurna, olehkarenaitukritikmaupun


saran yang bersifatmembangunsangat kami harapkan demi
menyempurnakanmakalahini.Semogamakalahinidapatbermanfaatbagikitasemua.Aminn.

Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Tulungagung, November 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. RibaKontemporerdanBisnis Islam .................................................................. 2
A.1 KondisiPerekonomianKontemporerTerkaitRiba ..................................... 2
A.2 KonsepBisnisDalam Islam ....................................................................... 2
A.3 Prinsip-prinsipBisnis Islam ..................................................................... 3
A.4 OrientasiBisnisDalam Islam .................................................................... 4
B. RibadanImplikasinya ...................................................................................... 4
B.1PengertianRiba .......................................................................................... 4
B.2 Jenis-jenisRiba ......................................................................................... 5
B.3 ImplikasiRiba ........................................................................................... 5
C. PerbedaanSistemBungadan Margin BagiPeminjam ....................................... 7
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................. 9
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................................ 10

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Seperti yang kita ketahui bahwa berbisnis adalah segala kegiatan produsen untuk
memproduksi dan memasarkan barang/jasa kepada konsumen untuk memperoleh laba
(profit). Dalam kegiatan berbisnis tersebut, tentunya ada aturan-aturan ataupun batasan-
batasan yang harus dipegang oleh pelaku bisnis, baik itu aturan dari pemerintah maupun
agama.
Kita sebagai orang Islam tentunya dalam kehidupan sehari-harinya harus perpegang
teguh pada ajaran Islam yang bersumber dari Alqur’an dan Hadits, termasuk dalam
perilaku bisnis. Dalam berbisnis yang tujuannya adalah memperoleh keuntungan,
tentunya tak sekedar keuntungan belaka, melainkan juga dipertimbangkan mengenai
proses dalam berbisnis maupun hasil yang diperolehnya. Karena tujuan dari bisnis Islam
yaitu selain meraup keuntungan duniawi juga keuntungan yang bersifat ukhrowi.
Untuk menjalankan bisnis dengan hasil yang demikian tentunya seorang muslim harus
mengetahui dan mengamalkan konsep-konsep yang ditawarkan oleh Islam, yaitu dengan
mengetahui wilayah dari bisnis yang halal maupun bisnis yang haram. Maka dalam
makalah ini, penulis bermaksud membahas wilayah halal dan haram dalam bisnis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari riba kontemporer dan bisnis islam?
2. Bagimana riba dan impliksinya?
3. Apa perbedaan sistem bunga dan margin bagi peminjam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa riba kontemporer dan bisnis islam
2. Untuk mengetahui bagaimana riba dan impliksinya
3. Untuk mengetahui apa perbedaan sistem bunga dan margin bagi peminjam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. RibaKontemporerdanBisnis Islam
A.1. Kondisi Perekonomian Kontemporer Terkait Riba
Industri asuransi konvensional menerima pembayaran premi dalam sejumlah
prosentase tertentu (kecil), maka Penanggung berjanji akan memberikan ganti rugi apabila
terjadi risiko kerugian (klaim) yang dijamin polis maksimum sebesar nilai asset yang
dipertanggungkan dimana nilainya bisa jauh lebih besar bahkan berkali – kali lipat
nilainya dari premi. Ditinjau dari sisi investasi, dana premi yang terkumpul dari partisipasi
nasabah diinvestasikan dalam berbagai jenis investasi yang tidak memenuhi persyaratan
Syariah. Contohnya dana diinvestasikan pada interest-bearing bonds dimana interest atau
bunga dikategorikan sebagai riba sehingga investasinya menjadi impermissible dan tidak
comply terhadap pinsip Syariah. Selain itu, aplikasi tawarruq munazzham yang
dipraktikan oleh bank- bank unit syariah khususnya di Saudi Arabia, menurut Al- Majma’
Al Fiqhy Al Islami dinyatakan dan diputuskan bahwa produk ini haram hukumnya. Dan
disebutkan bahwa hakikat muammalah ini berbeda dengan tawarruq haqiqi yang
diperbolehkan oleh para ulama. Sebab hakikat tawarruq munazzham memposisikan pihak
pembeli belum menerima barangnya namun ia sudah dapat mewakilkan kepada pihak
bank untuk menjualnya kembali. Seperti nasabah menerima uang 1 juta riyal tunai dari
bank dan wajib membayar utang 1 juta 200 ribu riyal dengan cara angsuran. Hal ini
disamakan dengan pengembalian pinjaman uang yang berlebih sehingga tergolong riba
(Tarmizi, 2012).1
A.2. Konsep Bisnis Dalam Islam
Bisnis merupakan suatu istilah untuk menjelaskan segala aktivitas berbagai institusi
dari yang menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk kehidupan masyarakat sehari-
hari (Manullang, 2002 : 8). Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya
ekonomi secara efektif dan efisien. Adapun sektor-sektor ekonomi bisnis tersebut meliputi
sektor pertanian, sektor industri, jasa, dan perdagangan (Muslich, 2004 : 46).

1
Salman Al Parisi, et. All.,PerspektifRibadanStudiKontemporer-NyadenganPendekatanTafsir Al Quran
danHadits (JurnalEkonomiSyariah Indonesia,2018) hal,24-35.

2
Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram) (Yusanto dan Karebet, 2002 : 18).
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya
yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok
yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia
berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. Sebagaimana dikatakan dalam
firman Allah QS. Al Mulk ayat 15 : Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu,
maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya.
Di samping anjuran untuk mencari rizki, Islam sangat menekankan (mewajibkan)
aspek kehalalannya, baik dari sisi perolehan maupun pendayagunaannya (pengelolaan dan
pembelanjaan) seperti pada hadits berikut: Kedua telapak kaki seorang anak Adam di hari
kiamat masih belum beranjak sebelum ditanya kepadanya mengenai empat perkara;
tentang umurnya, apa yang dilakukannya; tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya;
tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan; dan tentang
ilmunya, apa yang dia kerjakan dengan ilmunya itu (HR. Ahmad)
A.3. Prinsip-Prinsip Bisnis Islam
Prinsip-Prinsip Bisnis dalam Islam Prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku dalam
kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai
manusia, hal ini berarti bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terkait erat dengan sistem nilai
yang dianut oleh masingmasing masyarakat (Keraf, 1998 : 73). Prinsip-prinsip etika bisnis
yang berlaku di China akan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai masyarakat China, sistem
nilai masyarakat Eropa akan mempengaruhi prinsip-prinsip bisnis yang berlaku di Eropa.
Umat Islam seharusnya dapat menggali inner dynamics sistem etika yang berakar
dalam pola keyakinan yang dominan. Karena ternyata banyak prinsip bisnis modern yang
dipraktekkan perusahaanperusahaan besar dunia sebenarnya telah diajarkan oleh Nabi
muhammad SAW. Perusahaan-perusahaan besar dunia telah menyadari perlunya prinsip-
prinsip bisnis yang lebih manusiawi seperti yang diajarkan oleh ajaran Islam, yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu :
1. Customer Oriented Dalam bisnis, Rasulullah selalu menerapkan prinsip customer
oriented, yaitu prinsip bisnis yang selalu menjaga kepuasan pelanggan (Afzalur
Rahman, 1996 :19). Untuk melakukan prinsip tersebut Rasulullah menerapkan

3
kejujuran, keadilan, serta amanah dalam melaksanakan kontrak bisnis. Jika terjadi
perbedaan pandangan maka diselesaikan dengan damai dan adil tanpa ada unsur-
unsur penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak.
2. Transparansi Prinsip kejujuran dan keterbukaan dalam bisnis merupakan kunci
keberhasilan. Apapun bentuknya, kejujuran tetap menjadi prinsip utama sampai
saat ini. Transparansi terhadap kosumen adalah ketika seorang produsen terbuka
mengenai mutu, kuantitas, komposisi, unsur-unsur kimia dan lain-lain agar tidak
membahayakan dan merugikan konsumen.
3. Persaingan yang Sehat Islam melarang persaingan bebas yang menghalalkan
segala cara karena bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islam. Islam
memerintahkan umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, yang berarti
bahwa persaingan tidak lagi berarti sebagai usaha mematikan pesaing lainnya,
tetapi dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi usahanya.
4. Fairness Terwujudnya keadilan adalah misi diutusnya para Rasul. Setiap bentuk
ketidakadilan harus lenyap dari muka bumi. Oleh karena itu, Nabi Muhammad
SAW selalu tegas dalam menegakkan keadilan termasuk keadilan dalam
berbisnis. Saling menjaga agar hak orang lain tidak terganggu selalu ditekankan
dalam menjaga hubungan antara yang satu dengan yang lain sebagai bentuk dari
keadilan.
A.4. Orientasi Bisnis dalam Islam
Bisnis dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama: (1) target hasil: profit-
materi dan benefitnonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan
(Yusanto dan Karebet,2002 : 18).2

B. RibadanImplikasinya
B.1. Pengertian Riba
Riba menurut bahasa adalah (azziyadah) artinya bertambah. Beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ulama mengenai definisa Riba: menurut ulama hanafiah yaitu:
“Tambahan atas benda yang dihutangkan, yang mana benda itu berbeda jenis dan dapat di
takar dan ditimbang atau tidak dapat ditakar dan ditimbang, tetapi sejenis. Menurut
mazhab syafi’i riba adalah “perjanjian hutang untuk jangka waktu tertentu dengan
tambahan pada waktu pelunasan hutang, tanpa ada imbalan. Wahbah al-Zuhaili, penulis

2
Norvadewi, BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan Normatif), hlm 35-
43 .

4
buku Fiqih Perbandingan, menyimpulkan rumusan riba nasi’ah yang dikemukakan para
ulama yaitu “ mengakhirkan pembayaran hutang dengan tambahan dari jumlah hutang
pokok (Zuhri, 1997:106) (dan ini adalah riba jahiliyah). Jadi, riba adalah pengambilan
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara
batil/bertentangan dengan prinsip syara’.3
B.2. Jenis- Jenis Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu riba utang-piutang
dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi qardh dan riba jahiliyyah.
Sedangkan riba jual beli terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah (Antonio, 2001:41).
1. Riba Qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang.
2. Riba Jahiliyyah yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Fadhl yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang
ribawi.
4. Riba Nasi’ah yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini
dan yang diserahkan kemudian.
Adapunjenisbarangribawimeliputi :
1. Emas dan perak baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
2. Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan
tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah- buahan.
B.3. Implikasi riba
Syari’at islam tidak memerintahkan kepada manusia kecuali pada sesuatu yang
membawa kepada kebahagian dan kemuliannya didunia dan akherat dan hanya melarang
dari sesuatu yang membawa kesengsaraan dan kerugian didunia dan akherat.
Demikian juga larangan riba dikarenakan memiliki implikasi buruk dan bahaya
bagi manusia, diantaranya:
1. Berbahaya bagi akhlak dan kejiwaan manusia.

3
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontenporer. (Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371: FEBI UIN-SU
Press, 2018) hal.65.

5
Didapatkan orang yang bermuamalah ribawi adalah orang yang memiliki tabi’at
bakhil, sempir, hati yang keras dan menyembah harta serta yang lain-lainnya dari
sifat-sifat rendahan.
Bila melihat kepada aturan dan system riba didapatkan hal itu menyelisihi akhlak
yang luhur dan menghancurkan karekteristik pembentukan masyarakat islam. System
ini mencabut dari hati seseorang perasaan sayang dan rahmat terhadap saudaranya.
Lihatlah kreditor (pemilik harta) senantiasa menunggu dan mencari-cari serta berharap
kesusahan menimpa orang lain sehingga dapat mengambil hutang darinya. Tentunya
hal ini menampakkan kekerasan, tidak adanya rasa sayang dan penyembahan terhadap
harta. Hingga tampak sekali Muraabi (pemberi pinjaman ribawi) seakan-akan melepas
pakaian kemanusiaannya, sikap persaudaraan dan kerja sama saling tolong menolong.
Riba tidak akan didapatkan pada seorang yang berlomba-lomba dalam kebaikan
dan infaq, shodaqah, berbuat baikpun tidak ada pada masyarakat ribawi. Hal ini karena
pelaku ribawi (Muraabi) mencari celah kebutuhan manusia dan memakan harta
mereka dengan batil. Ini merupakan dosa besar yang telah diperingatkan Allah dan
RasulNya.
Diantara dalil adalah ayat-ayat riba selalu didahului atau diikuti dengan ayat-ayat
anjuran berinfaq dan shodaqah.
2. Bahaya dalam kemasyarakatan dan sosial.
Riba memiliki implikasi buruk terhadap sosial kemasyarakatan, karena
masyarakat yang bermuamalah dengan riba tidak akan terjadi adanya saling bantu-
membantu dan seandainya adapun karena berharap sesuatu dibaliknya sehingga
kalangan orang kaya akan berlawanan dan menganiaya yang tidak punya.
Kemudian dapat menumbuhkan kedengkian dan kebencian di masing-masing
individu masyarakat. Demikian juga menjadi sebab tersebarnya kejahatan dan
penyakit jiwa. Hal ini disebabkan karena individu masyarakat yang bermuamalah
dengan riba bermuamalah dengan sistem menang sendiri dan tidak membantu yang
lainnya kecuali dengan imbalan keuntungan tertentu, sehingga kesulitan dan
kesempitan orang lain menjadi kesempatan emas dan peluang bagi yang kaya untuk
mengembangkan hartanya dan mengambil manfaat sesuai hitungannya. Tentunya ini
akan memutus dan menghilangkan persaudaraan dan sifat gotong-royong dan
menimbulkan kebencian dan permusuhan diantara mereka.
Seorang dokter ahli penyakit dalam bernama dr. Abdulaziz Ismail dalam kitabnya
berjudul Islam wa al-Thib al-Hadits (Islam dan kedokteran modern) menyatakan

6
bahwa Riba adalah sebab dalam banyaknya penyakit jantung. (Al-Riba Wa Mua’malat
al-Mashrofiyah: 172).4

C. Perbedaan Sistem Bunga Margin Bagi Peminjam


Di dalam bank konvensional, yang menjadi hutang nasabah terdiri dari pinjaman
pokok dan hutang bunga (biaya dalam persentase tahun) yang wajib dibayar oleh nasabah
secara tetap selama pinjaman pokok belum dilunasi. Demikian pula masih dimungkinkan
adanya kenaikan suku bunga tanpa harus ada persetujuan dari nasabah sehingga jumlah
margin keuntungan menjadi tidak jelas karena tergantung kepada lamanya pembayaran
dan besarnya suku bunga yang ada. Sedangkan di ba’i al-murabahah, margin keuntungan
telah disepakati di muka atas nasabah (pembeli) dan pihak bank (penjual), kemudian
disatukan dengan harga pokok barang menjadi harga baru yang harus dibayar oleh
nasabah bila sudah jatuh tempo. Demikian pula, tidak diperkenankan adanya kenaikan
margin keuntungan setelah akad sehingga harganya jelas dan pasti. Selain itu di dalam
ba’i al-murabahah, nasabah tidak mendapatkan uang tunai, tetapi langsung mendapatkan
barang yang dibutuhkan.
Singkatnya di dalam Perbankan Syariah, margin keuntungan telah disepakati di muka
antara bank dan nasabah, serta tidak diperkenankan adanya kenaikan margin keuntungan.
Sedangkan di dalam bank konvensional, dimungkinkan adanya kenaikan suku bunga
tanpa harus ada persetujuan dari nasabah.
- Tabel Perbedaan Margin dan Bunga
Margin Bunga
Dana kredit yang diberikan tidak 100% Dana pembelian barang sesuai dengan nilai
murni. harga barang.
Umumnya dikenakan finalty (bunga Apabila wanprestasi, tidak dikenakan
berbunga), dikenakan dalam bentuk finalty, melainkan denda yang bersifat sosial
persentase dari sisa outstanding positif serta dalam bentuk nominal bukan
persentase.
Kredit macet, dapat ditinjau kembali dan Apabila piutang murabahah macet, hanya
dimungkinkan terjadinya plafondering. dapat diperpanjang.
Semua jaminan disita dan hasil pendapatan Akibat piutang macet, jaminan boleh disita
diambil oleh bank, tidak ada penuntutan namun hanya mengambil haknya saja.

4
A. TaufiqBuhari, Bank Dan Riba: ImplikasinyaDalamEkonomiislam, 2020, Hal 131

7
kembali sisa atau kelebihan hasil
penjualan.
Interest rate tergantung situasi pasar. Apabila sudah terjadi ijab qabul, harga jual
tidak boleh berubah walaupun jatuh tempo
dan diperpanjang.
Ada perbedaan antara harga pokok dan Tidak ada pemisahan antara harga pokok
bunga. dan keuntungan.
Keuntungan dari pemberian kredit Khusus jumlah dari keuntungan murabahah
investasi tidak diketahui oleh nasabah. (kredit investasi) harus diketahui oleh
nasabah.
Fasilitas kredit diberikan dalam bentuk Fasilitas pembiayaan diberikan dalam
uang sehingga dana bebas digunakan bentuk barang bukan uang. Transaksi jual
nasabah (bisa terjadi penyimpangan). beli barang, bank sebagai penjual.

Hanyasaja, yang diperhatikan dalam Perbankan Syariah adalah dalam proses


penentuan harga (pricing), jangan sampai mengambil margin keuntungan yang terlalu tinggi
sehingga selisih harga barang yang dijual kepada nasabahnya tidak jauh berbeda dengan harga
barang yang dijual dalam bank konvensional. Oleh karena itu diperlukan ketelitian dalam
menetapkan tambahan/tingkat laba dalam transaksi penjualan murabahah. Pada kenyataannya,
legitimasi transaksi penjualan murabahah atas dasar suatu jumlah yang tidak
menyesatkan/curang tidak menutup kemungkinan menetapkan harga penjualan jauh lebih
tinggi daripada biaya semula. Laba yang tidak wajar dan berlebihan merupakan unsur riba
yang dilarang oleh Islam.5

5
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. M. Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1997), hlm. 205

8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam berbisnis orang
Islam ada beberapa hal yang diperbolehkan dan ada juga yang dilarang. Ketika bisnis itu
didasari dengan kebaikan dan selalu menaati aturan syari’atmakaitulah yang diperbolehkan,
dan sebaliknya bisnis yang sifatnya merugikan orang lain dan melanggar aturan syari’at ,maka
itulah yang tidak diperbolehkan. Semoga kita semua
dapatmenjalankanbisnissesuaideganketentuan yang diaturolehsyari’at Islam
sehinggaakanmendapatkankeuntungan yang berkah.

SARAN

Denganmembacamakalahinidiharapkandapatmenambahwawasandanpengetahuankitasemu
a. Jikainginmengetahuilebihjauhmakapenyusunmengharapkandenganrendahhati agar
membacabuku-buku yang berkaitandengantema“PengembanganBisnis Dan Wilayah Halal-
Haram”danbisamenerapkandalamkehidupansehari-hari, SemogaBermanfaat.

9
DAFTAR RUJUKAN

Norvadewi, BISNIS DALAM PERSPEKTIF ISLAM (TelaahKonsep,


PrinsipdanLandasanNormatif), hlm 35-43
Sri Sudiarti, FiqihMuamalahKontenporer. (Jl. WilliemIskandarPasar V Medan Estate 20371:
FEBI UIN-SU Press, 2018)
A. TaufiqBuhari, Bank Dan Riba: ImplikasinyaDalamEkonomiislam, 2020
M. Abdul Mannan, TeoridanPraktekEkonomi Islam, Terj. M. Nastangin (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997)

10

Anda mungkin juga menyukai