Anda di halaman 1dari 15

AKSIOLOGI SEBAGAI APLIKASI EKONOMI ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Budi Harianto, M.A

Disusun Oleh Kelompok 8:

Sri Riska Ananda Lubis (0503192032)

Nurainun Putri (0503192083)

Siti Ramadhani Tanjung (0503192108)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Aksiologi Sebagai Aplikasi Ekonomi Islam” tepat pada waktunya. Serta tidak lupa pula
sholawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah
menunjukkan jalan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini kami susun guna untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Bapak
Budi Harianto, M.A selaku dosen mata kuliah Filsafat Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk khayalak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
menambah informasi kita mengenai aksiologi sebagai aplikasi ekonomi islam.
Makalah ini disusun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak terutama dosen
pembimbing yang membaca hasil makalah ini yang kami harapkan sebagai bahan koreksi
untuk kami. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat diterima dengan baik dan
dapat bermanfaat terhadap para pembaca.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Medan, 2 4 Oktober 2022

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................................... 1

BAB II.................................................................................................................................. 2

PEMBAHASAN .................................................................................................................. 2

A. Konsep Riba .............................................................................................................. 2

B. Profit and Loss Sharing (PLS) ................................................................................... 4

C. ZISWAF.................................................................................................................... 5

D. Etika Ekonomi Islam ................................................................................................. 7

BAB III ............................................................................................................................................ 9

PENUTUP ........................................................................................................................... 9

A. Kesimpulan................................................................................................................ 9

B. Saran ......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai kehidupan.
Ditinjau dari aspek aksiologi, ilmu ekonomi syariah mengajarkan bahwa setiap kegiatan
manusia didasarkan kepada pengabdian kepada Allah dan dalam rangka melaksanakan tugas
dari Allah untuk memakmurkan bumi, maka dalam berekonomi umat islam harus
mengutamakan keharmonisan dan pelestarian alam.

Aksiologi ilmu ekonomi syariah, pada dasarnya terangkum dalam output dan
kegunaan ekonomi syariah, yang ingin selalu mensejahterakan umat manusia,
menyelamatkan umat manusia di dunia dan di akhirat, dan menolak segala bentuk
eksploitasi yang merugikan umat manusia yang mengarah pada kerusakan (mafsadah) yang
merugikan umat manusia dan merupakan antitesis dari kemaslahatan (maslahah). Maslahah
adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun non-material yang mampu
meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia.

B. Rumusan Masalah

1. Konsep Riba

2. Profit and Loss Sharing (PLS)


3. ZISWAF
4. Etika Ekonomi Islam
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep riba
2. Untuk mengetahui profit and loss sharing (PLS)
3. Untuk mengetahui ziswaf
4. Untuk mengetahui etika ekonomi islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Riba

1. Pengertian Riba

Riba berasal dari bahasa arab (‫ ) زي ادة‬yang artinya tambahan atau pembayaran atas
uang pokok pinjaman. Sedangkan riba menurut istilah adalah mengambil tambahan dari
harga pokok atau modal dengan cara yang bathil. Ada banyak pendapat dalam menjelaskan
riba, akan tetapi secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik itu dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam dengan
cara yang bathil, atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. 1 Riba juga sering
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris sebagai usury yang artinya tambahan/lebihan uang
atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara’, baik jumlah tambahan itu
sedikit maupun banyak.2

Adapun menurut ulama mazhab Hanafi riba ialah tambahan yang menjadi syarat
dalam transaksi bisnis tanpa adanya kesetaraan yang dibenarkan oleh syari’ah atas
penambahan tersebut.3

Adapun menurut pandangan ulama mazhab Syafi’i riba dapat diartikan sebagai:

“Akad atas penggantian dikhususkan yang tidak diketahui kesetaraan dalam pandangan
syari’ah pada saat akad atau dengan penundaan dari salah satu atau kedua harta yang
dipertukarkan”.4

Maksudnya adalah transaksi pertukaran suatu barang tertentu yang kemudian diukur
dengan menggunakan takaran syara’ dengan barang lain yang belum ada ketika terjadi akad.
Dalam artian lain pertukaran suatu barang yang penyerahannya ditangguhkan baik oleh
kedua belah pihak atau salah satu darinya. Yang dimaksud dengan menggunakan takaran
syara’ disini adalah dengan menggunakan alat takar.

Jika dilihat secara sepintas dari segi pelaksanaanya, riba sedikit mirip dengan praktek
jual beli. Bahkan dapat dikatakan bahwa riba sepadan dengan jual beli. Tetapi, jika dianalisis

1
Dra. Gibtiah, M.ag, Fiqh Kontemporer,cet-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 74
2
Wasilul Choir, Riba Dalam Perspektif Islam dan Sejarah, Iqtishada Vol. 1 No.1 (Juni,2014), 101
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 38
4
Ahmad Sarwat, Qiyas: Sumber Hukum Syariah Keempat, (Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2019), 10
lebih mendalam keduanya, maka dapat ditemukan perbedaan-perbedaannya. Antara lain,
yaitu dalam prraktik jual beli, harga yang dihasilkan itu sepadan antara si pembeli dan si
penjual, serta dengan kesepakatan bersama. Berbedan dengan riba, apabila memminjamkan
atau memberikan satu dirham uang, atau lainnya dengan mengambil lebih pada suatu saat.
Pengambilan tersebut bukan atas sama rela, melainkan dalam keadaan benci atau paksaan. 5

2. Memahami Konsep Riba dalam Al-Qur’an

Menurut Quraish Shihab, tidak mudah menjelaskan hakikat riba, karena Al-Qur’an
tidak menguraikannya secara rinci. Rasul pun tidak sempat menjelaskan secara tuntas, karena
rangkaian ayat-ayat riba turun menjelang beliau wafat. 6 ‘Umar bin al-Khatthab sangat
mendambakan kejelasan masalah riba ini, beliau berkata: “Sesungguhnya termasuk dalam
bahagian akhir yang turun adalah ayat-ayat riba. Rasulullah wafat sebelum beliau
menjelaskannya. Maka tinggalkanlah apa yang meragukan kamu kepada apa yang tidak
meragukan kamu.”

Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW yang membicarakan
tentang riba:

a. Dasar Hukum Riba dalam Al-Qur’an

Firman Allah SWT dalam Surah Ar-Rum: 39

ٰٰۤ ُ ٰ ٰ ٰ ۟
‫ول ِىكَ هُ ُم‬ ِ َ‫ّللا َۚو َمآ ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن زَ ٰكو ٍة تُ ِر ْي ُدوْ نَ َوجْ ه‬
‫ّللا فَا‬ ِ ٰ ‫اس فَ ََل يَرْ بُوْ ا ِع ْن َد‬ ِ ‫َو َمآ ٰاتَ ْيتُ ْم ِّم ْن رِّ بًا لِّيَرْ ب َُوا فِ ْٓي اَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬
َ‫ْال ُمضْ ِعفُوْ ن‬

"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka
tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)."

Menurut Sayyid Quthb penjelasan ayat ini adalah walaupun teks tersebut mencakup
semua cara riba tanpa terkecuali, bagi para pemilik harta, Allah SWT juga menjelaskan
bagaimana cara mengembangkan harta yang baik dan benar. Dengan berzakat inilah cara
untuk melipatgandakan harta, memberikan harta tanpa mengharapkan ganti, juga tanpa
menunggu pengembalian dan balasan dari manusia. Karena Allah akan melipatgandakan

5
Ahmad Musthafa al-Maragiy, Tafsir al-Maragiy, Juz II (Kairo: Musthafa al-Babiy al-Halibiy, 1974), h.65
6
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Cet, I; Bandung: Mizan, 1992) h. 258
rezeki bagi orang-orang yang menginfakan hartanya semata-mata hanya karena Allah SWT.
Allah yang mengurangi harta orang- orang yang melakukan praktik riba yang tujuannya
mencari muka dihadapan manusia. Itu hanyalah perhitungan di dunia. Padahal di sana
terdapat perhitungan akhirat, yang didalamnya ada balasan berlipat ganda. Perhitungan
akhirat adalah perdagangan yang menguntungkan. 7

b. Dasar Hukum Riba dalam Hadist

َ َ‫ َوق‬.‫ َو َشا ِه َد ْي ِه‬،ُ‫ َو َكاتِبَه‬،ُ‫ َو ُم ْؤ ِكلَه‬،‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم آ ِك َل الرِّ بَا‬


‫ هُ ْم‬: ‫ال‬ َّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫ لَ َعنَ َرسُو ُل‬: ‫ال‬
َ ‫ّللا‬ َ َ‫ ق‬، ‫ع َْن َجابِ ٍر‬
‫َس َواء‬

“Dari Jabir r.a dia berkata, bahwa “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba,
orang yang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya. Dan Beliau berkata mereka
semua adalah sama.” (HR. Muslim).8

:‫ وما ه َُّن؟ قال‬،‫ يا رسول ّللا‬:‫ قالوا‬،‫ "اجتنبوا السبع ال ُمو ِبقَات‬:ً ‫عن أبي هريرة رضي ّللا عنه مرفوعا‬
‫ والتَّ َولٰي يو َم‬،‫مال اليتيم‬
ِ ‫ وأك ُل‬،‫ وأك ُل الرِّ با‬،‫النفس التي َح َّر َم ّللا إال بالحق‬
ِ ‫ وقَ ْت ُل‬،ُ‫ والسحر‬،‫ك باهلل‬ُ ‫الشر‬
‫ت الغَا ِفَلت المؤمنات‬ ِ ‫ وقذفُ المحصنا‬،‫ف‬ ِ ْ‫ال َّزح‬

“Jauhilah tujuh dosa besar. Para sahabat bertanya: apakakah ketujuh dosa besar tersebut
ya Rosulullah? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur
dari medan peperangan dan menuduh berzina perempuan mukmin yang baik”. 9 (HR.
Bukhari).

Dengan turunnya ayat tersebut menegaskan keharaman riba secara menyeluruh,


karena Al-Qur’an memandang riba termasuk salah satu dosa besar yang sangat berbahaya
bagi kehidupan masyarakat dan agama yang harus diperangi bila tidak meninggalkan riba.
Allah dan rasul-Nya akan menerangi terhadap pelaku-pelaku riba.

B. Profit and Loss Sharing (PLS)

Profit and loss sharing berarti keuntungan dan kerugian yang mungkin timbul dari
kegiatan ekonomi atau bisnis akan ditanggung atau dibagikan secara bersama-sama. Dalam
proporsi bagi hasil, tidak ada pengembalian yang tetap, namun hal itu dilakukan tergantung
7
Sayyid Quthb, Tafsir Ayat Riba, terj. Ali Rohmat (Jakarta: Jagakarsa, 2018), 157-159
8
Isnaini Harahap, et al., Hadis-hadis Ekonomi, cet-2 (Jakarta:Kencana, 2017), 190
9
Ibid, 191-192
pada profitabilitas asli barang tersebut. 10 A. Bashir, A.F. Darrat dan M.O. Sulaiman
menemukan bahwa standar pembagian keuntungan dan kerugian serta permodalan sangat
identik dengan ketenaran dan tingkat penyebaran aset.11
Prinsip profit and loss sharing secara teoritis merupakan prinsip yang ideal mengingat
terdapat sejumlah keuntungan dan kerugian yang adil. 12 Profit and loss sharing merupakan
perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu di mana masing-masing
pihak memberikan andil modal dengan kesepakatan keuntungna dan kerugian ditanggung
bersama. 13

Profit and loss sharing atau disebut sebagai untung rugi merupakan salah satu konsep
dalam ekonomi Islam. Profit and loss sharing merupakan salah satu bentuk pemahaman
partisipasi antara pemodal dan pengelola dalam melakukan kegiatan usaha ekonomi, yang
diantaranya akan dibatasi oleh kesepakatan dalam suatu usaha, keuntungan akan dibagi oleh
kedua pihak tersebut sesuai dengan proporsinya terhadap awal perjanjian, jika mendapat
kerugian akan ditanggung diantara kedua belah pihak sesuai dengan porsi masing-masing. 14

1. Teori Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)

Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya pengahapusan bunga


secara mutlak. Teori PLS dibangun sebagai tawaran baru di luar sistem bunga yang cenderung
tidak mencerminkan keadilan (injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap
oembagian risiko maupun keuntungan bagi para pelaku ekonomi (Shadeq, 1992).
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersamaan dengan
peran dari kewirausahaan. Price of capital dan enterpreneurship merupakan kesatuan integratif
yang secara bersamaan harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam
perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil (disebut nisbah bagi
hasil) dalam ukuran persetase atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nisbah bagi hasil
ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang bekerja sama. Bersarnya nisbah
biasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam bekerja
sama (share ad partnership) dan prospek perolehan keuntungan (expected return) serta tingkat
resiko yang mungkin terjadi (expected risk) (Hendri Anto, 2003).

10
Adiwarman Karim Azwar, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Bina Insani, 2001)
11
A. Bashir, A.F. Darrat dan M.O. Sulaiman, “Equity Capital, Profit Sharing Contracts and Investment: Theory
and Evidence” Journal of Business Finance & Accounting, 5 (1993), 639
12
Hart dan More, “Default and Renegotiation: A Dynamic Model of Debt,” Journal Economics, (1989), 38
13
Aji Prasetya, Akuntansi Keuangan Syariah Teori, Kasus, & Pengantar Menuju Praktik (Yogyakarta: ANDI,
2019), 287
14
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: UGM, 2007), 138
Secara matematis dapat diformulasikan menjadi:
BGH = f (S, p, 0)
Keterangan :
BGH = bagi hasil
S = share on partnership
p = expected return
0 = expected risk

Teori PLS dikembangkan dalam dua model, yakni model mudharabah dan
musyarakah. Model Mudharabah merujuk pada bentuk kerjasama usaha anatara dua belah
pihak. Pihak pertama (shahibul maal) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola dana (mudharib). Model musyarakah adalah akad kerjasama usaha
tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan
dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Zainul Arifin, 2000).

C. ZISWAF

1. Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan wajib ditunaikan jika sudah memenuhi
ketentuan-ketentuannya. Para ulama mendefenisikan zakat sebagai berikut: “Zakat adalah
sebuah nama untuk meyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok
tertentu pula dengan berbagai syarat-syaratnya”.15

2. Infaq

Kata infaq berasal dari kata anfaqa-yunfiqu yang artinya membelanjakan atau
membiayai, arti infak menjadi khusus ketika dikaitkan dengan upaya realisasi perintah-
perintah Allah SWT. Dengan demikian infak hanya berkaitan dalam bentuk materi saja,
adapun hukumnya ada yang wajib (termasuk zakat, nadzar), ada infak sunnah, mubah bahkan
ada yang haram. Menurut kamus bahasa Indonesia infak adalah mengeluarkan harta yang
mencakup zakat dan non zakat. Sedangkan menurut terminologi syariat, infak berarti
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan
yang diperintahkan ajaran Islam. 16

15
Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut Dar-al-Fikr, tt, juz
1, h. 368
16
Majalah OASE Desember 2012, hal 15
Oleh karena itu infak berbeda dengan zakat, infak tidak mengenal nisab atau jumlah
harta yang ditentukan secar hukum. Infak tidak harus diberikan kepada mustahik tertentu,
melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin atau orang-
orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian pengertian infak adalah pengeluaran
sukarela yang dilakukan seseorang. Allah SWT memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk
menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan, setiap kali ia memperoleh
rizki, sebanyak yang ia kehendaki.

3. Shadaqah

Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti „benar‟. Menurut terminologi
syari‟at, pengertian shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan
ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq selalu berkaitan dengan materi, shadaqah
memiliki arti yang lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil. 17

Namun dalam hal shadaqah, cakupan penerima shadaqah lebih luas. Penerima
shadaqah yang dianjurkan, yaitu: anak dan keluarga, kerabat yang mahram dan bukan
mahram, tetangga, delapan golongan, anak yatim, janda, anak-anak berprestasi yang
kekurangan biaya melanjutkan sekolah, dan membangun fasilitas yang bermanfaat untuk
umum, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain selama tidak melanggar
syariat.18

Dari segi hal yang dishadaqahkan, shadaqah yang diberikan tidak terbatas pada harta
secara fisik, perkataan yang baik, tenaga, memberi maaf kepada orang lain, memberi
pertolongan kepada yang membutuhkan baik materi atas sumbangsih ide atau pikiran,
memberi solusi atas suatu masalah, melainkan juga mencakup semua kebaikan.

4. Wakaf

Kata wakaf berasal dari kata kerja waqofa (fiil madi ), yaqifu (fiil mudori’), waqfan
(isim masdar) yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan wakaf menurut syara’ adalah
menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan
bendanya (ainnya) dan digunakan untuk kebaikan. 19

17
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 15.
18
Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah (Jakarta: PT Agro Media Pustaka, 2010), 16.
19
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,( Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002), 25
Wakaf adalah menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan tetap kekalnya dzat
harta itu sendiri dan mentasharrufkan kemanfaatannya di jalan kebaikan dengan tujuan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Konsekuensi dari hal ini adalah dzat harta-benda yang
diwakafkan tidak boleh ditasharrufkan. Sebab yang ditasharrufkan adalah manfaatnya.

D. Etika Ekonomi Islam


Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu etos yang
berarati adat istiadat (kebiasaan) perasaan bathin, kecenderungn hati untuk melakukan
perbuatan. Sedangkan menurut istilah (terminology) para ahli berbeda-beda pendapat
mengenai defenisi etika yang sesungguhnya. 20

Etika merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai dan norma. Moral yang
mengatur prilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dan institusi di
dalam masyarakat. Oleh karena itu, di samping etika merupakan ilmu yang mmeberikan
pedoman norna tentang bagaimana hidup manusia diatur secara harmonis.agar tercapau
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan baik antar sesama mausia maupun antar
manusia dengan lingkungan.

Adapun tujuan dari ekonomi islam yaitu:

a. Mewujudkan perkembangan ekonomi

b. Keadilan ekonomi dalam semua tahapan kegiatannya, yaitu produksi, distribusi dan
konsumsi

c. Tujuan antara atau pendukung bagi tercapainya dua tujuan tersebut adalah stabilitas
ekonomi, baik stabilitas kesempatan kerja,stabilitas harga, maupun keamanan ekonomi,
termasuk jaminan hidup warga masyarakat di hati tua.

Maka untuk merealisasikan terciptanya etika ekonomi Islam di dalam kehidupan


sehari-hari perlu dibutuhkan suatu sistem yang akan mendukung terciptanya tujuan tesebut
yaitu berupa nilai dan prinsip-prinsip syariah. Sistem nilai pada hakikatnya sesuatu yang
akan memberikan makna dalam kehidupan manusia dalam setiap peran yang dilakukan.

Hubungan etika atau akhlak dengan jual beli sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.
Dimana etika jual beli merupakan aturan-aturan, sopan, santun dan tata krama serta nilai
norma dalam transaksi jual beli dari segi baik maupun buruknya. Apabila dikaitkan, etika
perdagangan berarti gejala-gejala yang berhubungan dengan kebaikan dan keburukan suatu

20
M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persda, 2006), Cet. Ke-1, h.4
aktifitas pedangangan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Oleh karena itu islam
tidak memisahkan etika dengan perdagangan.

Adapun etika bisnis dalam islam yaitu mengacu kepada sifat-sifat nabi Muhammad
SAW dalam berdagang yaitu: 21

a. Jujur : setiap pebisnis harus menjaga martabat dirinya dan memulai aktivitas bisnisnya
dengan niat yang baik, tulus disertai pikiran yang jernih, terbuka dan transparan.

b. Istiqamah (konsisten) dan qanaah (sederhana) : keduanya merupakan kunci


kesuksesan, seorang pebisnis harus bersikap optimis, pantang menyerah, sabar dan
percaya diri.

c. Fatanah (profesional) : seorang pebisnis yang profesional akan senantiasa menjaga


kerja, motivasi dan semangat untuk terus belajar, berisikap inovatuf, terampil dan
disiplin.

d. Amanah (bertanggung jawab) : seorang pebisnis harus bersikap terpercaya, cepat


tanggap, objektif, akurat, dan disiplin.

e. Tabligh (berjiwa pemimpin)

21
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2009), h. 80
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada dimensi aksiologi, pembahasan ekonomi Islam dilakukan pada masalah-


masalah yang berpotensi untk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Saat ini,
dimensi aksiologi tersebut terlihat dari kemunculan dan berkembang pesatnya sejumlah
lembaga ekonomi Islam di seluruh dunia, demikian juga di Indonesia.

Terlebih paradigma ekonomi Islam memperoleh sambutan yang sangat besar. Karena
selain realitas materi, paradigma Islam memiliki realitas spiritual yang membedakan dari
sains (ilmu ekonomi) positivistik.faktanya, apa yang disahkan oleh ekonomi umum atau
konvensional belum tentu diluluskan oleh fikih muamalah. Ini membuat aspek aksiologi ilmu
ekonomi umu kadang bertentangan dengan ilmu ekonomi Islam.

Persoalan mendasar yang ditemukan pada dimensi ini terletak pada masih lemahnya
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh dunia Islam. Oleh karena itu, sebagus
apapun sistem ekonomi Islam itu dibangun, tetap tidak akan berarti apa-apa apabila tidak
didukung oleh tersedianya sumber daya manusia yang terampil dan andal (profesional), serta
mampu mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam ekonomi.

B. Saran

Alhamdulillah, akhirnya dengan do’a dan usaha, kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Demikian makalah yang dapat kami susun, semoga menambah wawasan kita mengenai “Aksiologi
sebagai aplikasi ekonomi islam”.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim Azwar, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Bina Insani,
2001)

A. Bashir, A.F. Darrat dan M.O. Sulaiman, “Equity Capital, Profit Sharing Contracts and
Investment: Theory and Evidence” Journal of Business Finance & Accounting, 5
(1993), 639.

Ahmad Musthafa al-Maragiy, Tafsir al-Maragiy, Juz II (Kairo: Musthafa al-Babiy al-Halibiy,
1974), h.65

Ahmad Sarwat, Qiyas: Sumber Hukum Syariah Keempat, (Jakarta: Rumah Fiqh Publishing,
2019), 10

Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah ( Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), 15.

Dra. Gibtiah, M.ag, Fiqh Kontemporer,cet-1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 74.

Hart dan More, “Default and Renegotiation: A Dynamic Model of Debt,” Journal Economics,
(1989), 38.

Isnaini Harahap, et al., Hadis-hadis Ekonomi, cet-2 (Jakarta:Kencana, 2017), 190

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 38.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Cet, I; Bandung: Mizan, 1992) h. 258.

M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persda, 2006), Cet.
Ke-1, h.4.

Reza Pahlevi Dalimunthe, 100 Kesalahan dalam Sedekah (Jakarta: PT Agro Media Pustaka,
2010), 16.

Sayyid Quthb, Tafsir Ayat Riba, terj. Ali Rohmat (Jakarta: Jagakarsa, 2018), 157-159.

Wasilul Choir, Riba Dalam Perspektif Islam dan Sejarah, Iqtishada Vol. 1 No.1 (Juni,2014),
10.

Anda mungkin juga menyukai