Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AKUNTANSI SOSIAL DAN LINGKUNGAN

MENGHIJAUKAN PERUSAHAAN

DISUSUN OLEH :
FEBRINA JAYANTI 1812120056
MEGA PURNAMASARI 1812120006
RAGIL SEPTIANA 1812120002

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

INSTITUT INFORMATIKA DAN BISNIS DARMAJAYA


BANDAR LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tentu dalam penulisan makalah ini, kami
telah berusaha untuk mencapai hasil yang sempurna. Dan tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada;

1. Ir. Firmansyah Yunialfi Alfian, MBA.,MSc selaku rektor Institut Informatika


dan Bisnis Darmajaya

2. Bapak Dedi Putra, S.E.,M.S.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi
dan Laporan Keberlanjutan.

3. Seluruh dosen dan tim kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut
Informatika dan Bisnis Darmajaya atas ilmu yang telah diajarkan.

4. Orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun material.

5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati kami ingin menghaturkan permohonan maaf
bilamana masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami
menyambut baik segala upaya untuk memperkuat penelitian ini melalui saran atau
kritik yang membangun. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i, penulis mengucapkan
terima kasih.

Bandar Lampung, 24 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Esensi Korporasi Hijau ..................................................................................... 3
2.2 Menghijaukan Perusahaan ................................................................................ 6
2.3 Tips Penghijauan Perusahaan .......................................................................... 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan semakin meluasnya eskalasi kerusakan lingkungan dan pemanasan


bumi, muncul gerakan global untuk mereformasi tata ekonomi lama menuju tata
ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan, atau disebut green economy (ekonomi
hijau).

Konsekuensi dari munculnya gerakan ekonomi hijau adalah timbul gerakan global
untuk mendorong tata kelola bisnis yang ramah lingkungan, karena selama ini perilaku
bisnis dinilai mengeksploitasi alam semesta dan menyengsarakan masyarakat. Untuk
menwujudkan tata kelola bisnis tersebut, perusahaan atau korporasi harus dihijaukan
(greening the corporation)

Untuk menjadi korporasi hijau, sistem dan proses bisnis, sumber daya manusia
(SDM)m serta visi, misi, tujuan, dan strategi perusahaan harus dihijaukan terlebih
dahulu. Begitu pula fungsi-fungsi dan proses manajemen perusahaan juga harus
dihijaukan (greening the management). Karena upaya-upaya untuk menjadi korporasi
hijau secara langsung akan berdampak terhadap keuangan dan akuntansi juga harus
dihijaukan (green finance dan green reporting). Begitu pula pelaporan informasi
perusahaan juga perlu dihijaukan (green reporting)

Ringkasnya, dalam beberapa tahun terakhir dan kedepan tekanan global serta
masyarakat agar perusahaan segera merenofasi dan bertransformasi menjadi korporasi
hijau demi mencegah kerusakan lingkungan dan pemanasan globab menjadi sangat
krusial serta bakal kian meningkat. Namun, hingga saat ini, mungkin karena masi
menjadi isu baru, kebanyakan pengusaha dan pelaku bisnis kita belum memahami
esensi, konsekuensi, dan manfaat ekonomi dari korporasi hijau.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud esensi korporasi hijau?
2. Apa yang dimaksud menghijaukan perusahaan?
3. Apa saja tips untuk menghijaukan perusahaan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui esensi korporasi hijau.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan menghijaukan perusahaan.
3. Unutk mengetahui apa saja tips untuk menghijaukan perusahaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Esensi Korporasi Hijau

Korporasi hijau adalah perusahaan yang dalam menjalankan aktivitas ekonomi


atau bisnisnya berupaya memadukan dan mensinergikan kepentingan ekonomi, sosial,
serta lingkungan secara berkelanjutan sehingga terciptanya harmoni dalam
pertumbuhan bisnis dan laba perusahaan, peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat
serta kelestarian lingkungan atau alam semesta.

Untuk menjadi korporasi hijau, suatu perusahaan harus memiliki empat pilar dasar,
berikut :

1. Memiliki prinsip organisasi atau prinsip bisnis hijau (green business principle)
yang kuat, yaitu memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas untuk menjadi
korporasi hijau.
2. Proses manajemen bisnis harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip etika
bisnis yang ramah lingkungan.
3. Menghasilkan produk yang tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan.
4. Pelaporan dan pertanggung jawaban korporasi terhadap kinerja bisnis,
ekonomi, dan implikasi menjadi korporasi hijau kepada publik.

Untuk bisa mengimplementasikan empat prinsip dasar tersebut, perusahaan perlu


melakukan kampanye dan sosialisasi secara baik kepada berbagai level manajemen dan
karyawan serta juga dengan pemegang saham.

Berkah Korporasi Hijau

1. Meningkatkan efisiensi dan menjaminpertumbuhan bisnis perusahaan secara


keberlanjutan.

3
2. Meningkatkan harmonisasi antara perusahaan dan para pemangku kepentingan
serta memberikan manfaat ekonomi terhadapt perusahaan, masyarakat sekitar,
dan pemerintah setempat serta terjaga kelestarian lingkungan alam.
3. Perusahaan dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang hijau, nyaman,
dan kondusif.
4. Reputasi dan citra perusahaan meningkat sehingga berimpilkasi pada apresiasi
dan pengakuan masyarakat luas.
5. Dedikasi dan produktivitas karyawan meningkat.

Dalam beberapa tahun terakhir, rekanan terhadap para pelaku bisnis di tanah air
untuk menghijaukan bisnis dan perusahaan (greening the corporation) agar lebih
ramah kepada masyarakat serta lingkungan dalam praktik bisnis dan operasi
perusahaan kian menguat. Tekanan itu tidak hanya berasal daripemerintah dan DPR,
tetapi juga dari para stakeholder (pemangku kepentingan) perusahaan sendiri.

Pemerintah dan DPR sudah mewajibkan perusahaan melaksanakan tanggung


jawab sosial serta lingkungan melalui pasal 66 dan pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007
tentang perseroan terbatas dan peraturan pemerintah (PP) No. 47/2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Sejumlah regulasi
lainnya juga mewajibkan hal yang sama sehingga mau tidak mau perusahaan harus
melaksanakannya.

Demikian pula, stakeholder perusahaan seperti pemegang saham atau investor,


kreditor, pemasok, konsumen, masyarakat luas, dan bahkan karyawan sendiri. Mereka
juga menghendaki agar perusahaan menjalankan bisnis yang ramah masyarakat dan
lingkungan.

Para investor, misalnya. Dalam beberapa tahun terakhir, ada tren peningkatan
kesadaran “hijau” para investor hanya ingin berinvestasi dalam bisnis dan perusahaan
yang ramah lingkungan karena resikonya rendah serta prospek investasinya bagus
secara berkelanjutan. Sebagai pemilik, para investror juga mendesak serta

4
mengarahkan manajemen perusahaan untuk menjalankan bisnis yang ramah sosial dan
lingkungan. Misalnya, dalam wujud aktivitas corporate social responsibility (CSR)
yang kian marak dalam beberapa tahun terakhir. Para investor melaukakn hal itu
sebagai wujud partisipasi aktif dalam upaya menyelamatkan bumi dan bahaya krisis
lingkungan yang kian serius.

Para kreditor juga mulai meningkat kesadaran dan komitmen “hijau” mereka.
Dalam kebijakan pinjaman kepada para debitor korporasi, perbankan dan lembaga-
lembaga keuangan lainnya hanya memberikan pinjaman serta insentif kepada para
pebisnis atau korporasi yang ramah lingkungan. Alasannya karena risiko kreditnya
rendah dan prospek pengembalian debitor bagus serta berkelanjutan. Saya mencermati,
tren kesadaran dan komitmen hijau dari lembaga-lembaga keuangan serta perbankan
untuk menghijaukan keuangan dan perbankan (greening the banking) demi mendorong
korporasi berperilaku ramah lingkungan ketika menjalankan aktivitas bisnisnya terus
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, negara-negara industri dan
ekonomi maju, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan lembaga-lembaga
internasional seperti bank dunia, IMF, serta sejumlah organisasi nonpemerintahan
(LSM/NGO) juga sedang memberikan tekanan yang kuat kepada korporasi global,
termasuk korporasi Indonesia, untuk segera peduli pada isu-isu sosial dan lingkungan.

Dalam KTT Rio+20 di Rio de Janeiro (Brasil) pada 20-22 Juni 2012 yang dihadiri
105 kepala negara dan kepala pemerintahan serta 487 menteri dari 191 negara
(termasuk presiden SBY dari Indonesia), disepakati bahwa gerakan Ekonomi Hijau
(Green Economy) dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
penghapusan kemiskinan perlu menjadi agenda aksi global. Implikasinya, penghijauan
terhadap ekonomi, bisnis, perusahaan, dan manajemen menjadi agenda krusial bagi
pemerintah serta pelaku bisnis.

Karena itu, para pebisnis di Tanah Air suka atau tidak suka harus segera melakukan
transformasi paradigma dan praktik bisnis dari yang selama ini lebih berfokus pada

5
upaya memaksimalkan laba sebesar mungkin (profit oriented / profit maximization)
menuju ke paradigma dan praktik bisnis yang baru. Yaitu, paradigma bisnis hijau atau
paradigma bisnis berkelanjutan (sustainable business).

Paradigma baru tersebut menghendaki bahwa pembangunan bisnis harus


mengintegrasikan dan mensinergikan kepentingan bisnis untuk meningkatkan laba
serta nilai perusahaan dan nilai ekuitas pemilik/pemegang saham (profit) dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi dan ekologi masyarakat (people) dan
memelihara kelestarian lingkungan dan ekosistemnya (planet).

Tujuan utama integrasi dan sinergisitas tersebut adalah untuk menjaga


keberlanjutan perusahaan dan bisnisnya, serta demi memacu pertumbuhan laba dan
nilai ekuitas perusahaan. Sementara tujuan umumnya adalah agar perusahaan turut
serta secara aktif ambil bagian dalam upaya global mengatasi krisis sosial dan
lingkungan, serta menyelamatkan bumi dari bahaya kehancuran atau pemanasan global
akibat kerusakan alam semesta yang kian serius. Dari perspektif sosial-ekonomi-
politik, integrasi dan sinergisitas tersebut sangat penting agar kontribusi ekonomi dan
sosial perusahaan kepada negara dan masyarakat tetap berlanjut dan kian membesar.

Untuk mewujudkan integrasi dan sinergisitas itu, kebanyakan pebisnis telah


bersepakat bahwa menghijaukan perusahaan dalam upaya menghijaukan bisnis dan
laba menjadi agenda penting dan mendesak. Namun, bagaimana caranya, mereka
masih bingung. Tulisan ini berupaya memberikan arahan umum tentang strategi
menghijaukan perusahaan.

2.2 Menghijaukan Perusahaan

Menghijaukan perusahaan (greening the corporation) merupakan upaya yang


dilakukan pemilik dan manajemen untuk menghijaukan perusahaan agar menjadi
perusahaan hijau (green corporation). Perusahaan hijau adalah perusahaan yang dalam

6
visi, misi, tujuan dan arahan strategisnya, serta dalam struktur manajemen dan proses
bisnisnya senantiasa mengintegrasikan serta mensinergikan kepentingan ekonominya
dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan, serta adil dengan generasi-generasi
selanjutnya.

Dalam pengertian itu, perusahaan didesak tidak boleh mengeksploitasi


masyarakat, sumber daya alam, dan lingkungan secara serakah. Apalagi, memiskinkan
masyarakat dan merusak lingkungan demi laba sebesar mungkin. Perusahaan dituntut
menjalankan bisnisnya secara efisien, efektif, serta berkeadilan sosial dan ekologi (eco-
efficiency, eco-effectiveness, eco-justice) sehingga tercipta keberlanjutan bisnis dan
laba perusahaan dalam jangka panjang. Pertanyaannya, bagaimana memulainya?

Pertama, para pengusaha dan direksi perusahaan harus menyadari bahwa upaya
menghijaukan perusahaan menjadi kebutuhan hakiki yang mendesak. Seperti telah
saya sebutkan sebelumnya, selain karena desakan dari pelaku pasar dan para
stakeholder kian menguat, penghijauan perusahaan dan bisnisnya justru menjadi solusi
strategis untuk meningkatkan laba serta nilai perusahaan serta nilai ekuitas pemegang
saham justru akan terus bertumbuh apabila perusahaan peduli pada isu-isu sosial dan
lingkungan. Sejumlah hasil riset empiris telah memperkuat keyakinan tersebut.

Kedua, kesadaran dan gaung untuk memulai transformasi paradigma dan praktik
bisnis dari yang konvensional menuju paradigma dan praktik bisnis baru yang lebih
ramah lingkungan harus berawal dari para pemilik dan manajemen puncak perusahaan.
(tone from the top). Tanpa adanya gaung dan dukungan penuh dari pemilik serta
manajemen puncak perusahaan, upaya untuk menghijaukan perusahaan bakal sia-sia.
Karena itu, inisiatif, dorongan, dan dukungan dari pemilik serta manajemen puncak
untuk menghijaukan perusahaan menjadi sangat penting.

Apabila para pebisnis sudah menyadari bahwa penghijauan perusahaan menjadi


kebutuhan hakiki bagi perusahaan dan kemudian mengambil inisiatif untuk mendorong
manajemen melakukan transformasi perusahaan menuju perusahaan hijau (green

7
company), maka ada empat tahap yang perlu dilakukan pimpinan untuk menghijaukan
perusahaan.

Pertama, melakukan penghijauan terhadap visi, misi, tujuan, dan sasaran


perusahaan. Pemilik atau pimpinan perusahaan harus mengkaji ulang dan merumuskan
kembali visi, misi, tujuan, dan sasaran perusahaan yang sudah ada agar lebih ramah
dan sensitif terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Visi, misi, tujuan dan sasaran
tersebut akan memberikan arahan strategis, taktis dan operasional bagi jajaran
manajemen dan karyawan selama proses pembangunan bisnis hijau yang
berkelanjutan.

Kedua, melakukan penghijauan terhadap struktur dan fungsi-fungsi manajemen


perusahaan. Dalam hal ini, struktur manajemen, mulai dari manajemen puncak hingga
operasional, perlu dihijaukan pemahaman dan kompetensinya tentang arti penting
penghijauan perusahaan sehingga semua level manajemen memiliki persepsi dan gerak
tindakan yang sama.

Perusahaan juga perlu mengembangkan struktur manajemen baru yang


bertanggung jawab mengembangkan, menginternalisasikan, dan
mengimplementasikan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan praktik-praktik bisnis yang
ramah lingkungan serta melakukan montoring dan pengendaliannya. Struktur baru
tersebut sebaiknya berada langsung dibawah direktur utama (Dirut) sehigga koordinasi
dan pengendaliannya untuk memastikan perusahaan menjadi green company menjadi
lebih efektif.

Fungsi-fungsi manajemen perusahaan, seperti fungsi keuangan dan akuntansi,


sumber daya manusia, produksi, operasi, pemasaran, teknologi informasi dan lainnya
juga perlu dihijaukan. Misalnya, sistem, model dan indikator perencanaan keuangan,
penilaian, dan pengukuran kinerja keuangan serta kinerja manajemen harus sensitif
terhadap costs dan benefit sosial dan lingkungan. Selama ini, hal itu cenderung
diabaikan. Demikian pula, pelaporan informasi akuntansi tidak lagi hanya menyajikan

8
informasi serta indikator sosial dan lingkungan. Adopsi terhadap model pelaporan
berkelanjutan (Sustainaiblity Report) dari Global Reporting (GRI) dapat menjadi
solusinya.

Ketiga, melakukan pnghijaua terhadap proses manajemen perusahaan. Pada tahap


ini, manajemen puncak perlu selalu menekankan bahwa setiap perencanaan,
pengkoordinasian, pengendalian manajemen, dan pelaksanaan aktivitas bisnis harus
senantiasa mempertimbangkan dan menginternalisasikan isu-isu serta sosial dan
lingkungan secara integrasi. Dengan demikian, tidak hanya kepentingan ekonomi yang
menjadi fokus dalam mempertimbangkan proses manajemen perusahaan, tetapi juga
kepentingan sosial dan lingkungan. Integrasi dan sinergitas pertimbangan ekonomi,
sosial dan lingkungan dalam proses manajemen pada akhirnya akan menciptakan
keseimbangan, keselarasan, dan berkelanjutan perusahaan dalam jangka panjang.

Keempat, melakukan penghijauan terhadap akuntabilitas perusahaan dan


transparansi informasi. Penghijauan akuntabilitas perusahaan mensyaratkan
perusahaan harus memperhitungkan semua konsekuensi ekonomik, sosial dan
lingkungan yang bakal timbul dari aktivitas ekonomi-bisnis perusahaan ketika
membuat keputusan manajerial serta pengelolaan bisnis secara berkelanjutan.
Pelaksanaan tanggungawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR) secara tulus,
iklas, berkelanjutan, dan bertanggung jawab merupakan wujud dari corporate
accountability tersebut. Perusahaan juga harus transparan dalam penyajian informasi
akuntansi dengan mengintegrasikan pelaporan informasi keuangan, sosial dan
lingkungan, serta tata kelola perusahaan dalam satu paket pelaporan. Tujuannya adalah
agar semua pihak bisa mengetahui informasi perusahaan secara utuhdan lengkap
tentang kinerja dan nilai perusahaan, pengelolaan perusahaan, serta risiko dan prosepek
perusahaan sehingga tidak tersesatkan dalam pengambilan keputusan.

9
2.3 Tips Penghijauan Perusahaan

Selain empat tahap tersebut, ada beberapa tips operasional yang dapat dilakukan
manajemen puncak untuk menghijaukan perusahaan.

 Pertama, mengembangkan sistem manajemen dan sistem audit manajemen hijau


untuk memberikan arahan strategis serta operasional dalam pengelolaan bisnis hijau
dan memastikan kewajaran dan efektivitas pelaksanaannya.
 Kedua, mengembangkan program-program dan agenda-agenda aksi untuk
mewujudkan korporasi hijau.
 Ketiga, mengalokasikan sumber daya ekonomi mendukung gerakan penghijauan
perusahaan menjadi korporasi hijau. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah
berinvestasi pada teknologi dan ilmu pengetahuan yang ramah lingkungan.
 Keempat, melakukan evaluasi dan pelatihan pengembangan untuk semua level
manajemen serta karyawan tentang arti penting dan operasionalisasi penghijauan
perusahaan.
 Kelima, melakukan monitor, pengauditan,dan pelaporan terhadap pelaksanaan
penghijauan perusahaan dan melakukan umpan baliknya.
 Keenam, mengembangkan budaya organisasi untuk mendukung kesuksesan
pelaksanaan penghijauan perusahaan.
 Ketujuh, melakukan analisis dan penilaian terhadap dampak sosial lingkungan dari
semua aktivitas bisnis perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, serta
mengembangkan program-program peghijauan bisnis yang dapat meminimalisir
dampak negatif dari keberadaan perusahaan pada masyarakat dan lingkungan.

Semoga sejumlah strategi yang dipaparkan di sini dapat bermanfaat menambah


pengetahuan para pebisnis untuk menghijaukan perusahaan agar menjadi perusahaan
hijau.

Artikel 13
 Urgensi Green Building*

10
Pada pertengahan Juni 2012, saya diundang pimpinan PT Propan Raya untuk
menghadiri seminar “Greening the Property & Reall Estate Industry for a Better Life”
yang diadakan di Jakarta pada 29 Juni 2012. Mendapat undangan itu, saya langsung
mengiyakan.
Ada dua alasan penting mengapa saya bersedia memenuhi undangan itu. Pertama,
tema seminar sangat menarik dan relevan dengan isu green economy dan sustainable
development yang sedang diusung para kepala negara dan peserta KTT Bumi Rio+20
di Rio de Janiero, pada 20-22 Juni 2012. Kebetulan, saya juga sedang dalam mengamati
KTT Rio+20 dan menulis banyak artikel tentang isu green iconomy, green business,
dan green accounting di sejumlah media massa nasional. Kedua, inisiatif pimpinan PT
Propan dan para mitranya untuk mengadakan seminar dengan isu “green” patut
diapresiasi. Inisiatif tersebut merupakan langkah maju di tengah tudingan negatif dan
kebingungan banyak pihak dalam memahami green economy yang sering didengung-
dengungkan pemerintah. Inisiatif itu juga merupakan bentuk ”rethink” dalam
mendorong para pelaku industri bangunan untuk bertanggung jawab mewujudkan tata
kelola bangunan hijau dalam upaya menjaga kelestarian bumi.
Karena itu, prakarsa PT Propan serta para mitranya untuk mendiskusikan isu
“penghijauan bangunan” dalam industri properti dan real estate patut diapresiasi.
Dalam konteks Tata Ekonomi Hijau (TEH), gerakan green building merupakan bagian
dari upaya mewujudkan green economy untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan.
Seiring dengan kian memanasnya bumi dan kian meluasnya kerusakan lingkungan
yang berakibat pada krisis lingkungan, sosial, dan ekonomi, para pelaku ekonomi dan
bisnis mulai dituding banyak kalangan sebagai biang penyebabnya. Para pelaku
industri bangunan pun turut dituntut harus ikut bertanggung jawab.
Alasannya, karena selama ini tata bangunan dan produk-produk bangunan yang
dihasilkannya tidak ramah lingkungan, mengeksploitasi lingkungan, serta
menimbulkan kerusakan lingkungan dan degradasi sosial yang signifikan. Tata

11
bangunan di perkotaan dan industri-industri tertentu juga dinilai tidak ramah
lingkungan, sehingga menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan energy costs dan
kerusakan lingkungan.
Karena itu, para pelaku industri bangunan diharapkan segera melakukan langkah-
langkah konkrit untuk mentransformasi korporasinya ke arah korporasi ramah
lingkungan (green corporation). Tujuannya adalah agar produk dan jasa yang
dihasilkan, material lingkungan yang dieksploitasi, tata bangunan yang dihasilkan,
serta dampak eksternalitas yang ditimbulkan tidak merusak lingkungan dan
membahayakan kelangsungan hidup umat manusia serta kehidupan lainnya.
Singkatnya, para pelaku industri bangunan dituntut harus menyelaraskan upaya—
upaya untuk pencapaian tujuan ekonomi atau bisnisnya (profit) dengan upaya-upaya
untuk memelihara kelestarian lingkungan (planet) dan keberlanjutan kesejahteraan
sosial masyarakat (people).
Dari perspektif paradigma triple bottom-line of business (Elkington, 2001), dengan
menyelaraskan ketiga kepentingan tersebut, keberlanjutan industri properti dan real
estate atau industri akan lestari dan bahkan bisa kian bertumbuh subur. Namun, bila
sebaliknya, industri bangunan dan mata rantai bisnisnya akan tidak lestari.
Selain itu, urgensi green building juga muncul karena adanya tekanan dari para
stakeholder eksternal. Banyak pihak (masyarakat) mulai meningkat kesadarannya
untuk bermukim di rumah, bangunan, dan wilayah yang ramah lingkungan dengan
biaya terjangkau. Mereka juga menginginkan untuk menggunakan produk-produk
ramah lingkungan di rumah atau bangunan yang ditempatinya.
Selain itu, sejumlah negara Eropa dan negara-negara yang memiliki kesadaran
tinggi terhadap lingkungan, juga memberikan persyaratan ketat terhadap produk-
produk, termasuk produk bangunan, yang masuk ke negara mereka harus berlabel
ramah lingkungan. Itu sebabnya banyak perusahaan lalu berlomba-lomba mendapatkan
sertifikasi ISO 14000, ISO 26000, atau sertifikasi lainnya agar bisa masuk ke negara-
negara tersebut.

12
Pasca KTT Rio+20, tekanan dari pemerintah dan para stakeholder eksternal agar
para pelaku industri bangunan harus menghasilkan green building dan produk-produk
bangunan yang ramah lingkungan (green product) juga diperkirakan bakal makin
menguat.
Dalam dokumen “The Future We Want” (2012) yang disepakati oleh lebih 190
para kepala negara, yaitu pada subbagian “Framework for Action and Follow-up”,
salah satu disebutkan perlunya pendekatan manajemen dan perencanaan yang
terintegrasi dalam pembangunan pemukiman manusia serta perkotaan yang
berkelanjutan. Diperlukan pendekatan yang bersifat holistik dalam pembangunan
pemukiman manusia dan perbaikan kualitas pemukiman dengan mengintegrasikan
kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi agar tercipta pemukiman serta kota yang
berkelanjutan.
Dengan adanya arahan tersebut, saya yakin tuntutan, tekanan, atau permintaan
terhadap green building dan produk-produk bangunan ramah lingkungan bakal makin
meningkat di waktu-waktu mandatang. Hal ini tentu akan menjadi tantangan berat
sekaligus menjadi peluang bisnis bagi para pelaku bangunan.
Saya mencermati, pelaku industri bangunan di Tanah Ait terlihat sudah
mengantisipasi dan siap menghadapi tantangan sekaligus peluang tersebut. Hal itu
tercermin, misalnya, dari banyaknya perusahaan yang menjadi partisipan dalam Green
Listing Indonesia (GBCI), yang berperan menilai serta memeringkat bangunan hijau
(Green Listing, edisi Pertama 2012)

*Harian BISNIS INDONESIA 29 Juni 2012

 Investasi Strategis
Seperti telah disinggung sebelumnya, perubahan paradigma menuju tata bangunan
hijau selain membutuhkan komitmen dari para pelaku industri bangunan, juga bakal
menyerap costs yang besar. Pengorbanan itu tidak hanya ditanggung oleh para pelaku

13
industri bangunan, tetapi juga bakal ditanggung para konsumen atau masyarakat
pengguna bangunan hijau. Dalam kalkulasi jangka pendek, pengorbanan itu tentu saja
sangat merugikan semua pihak.
Namun, pengorbanan itu harus dipahami sebagai investasi strategis jangka panjang
untuk menciptakan kelestarian bumi. Pengorbanan itu justru akan mendatangkan
benefits timbal-balik, yaitu kehidupan sosial dan ekonomi serta kondisi ekologi yang
baik dan lestari baik untuk korporasi maupun masyarakat.
Dengan adanya kehidupan yang lebih baik tersebut, pelaku industri bangunan tentu
akan menikmati pertumbuhan bisnis dan laba yang berkelanjutan (sustainable profit).
Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pun akan kian lestari karena didukung oleh
kondisi lingkungan yang kondusif.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan :

Menghijaukan perusahaan (greening the corporation) merupakan upaya yang


dilakukan pemilik dan manajemen untuk menghijaukan perusahaan agar menjadi
perusahaan hijau (green corporation). Perusahaan hijau adalah perusahaan yang dalam
visi, misi, tujuan dan arahan strategisnya, serta dalam struktur manajemen dan proses
bisnisnya senantiasa mengintegrasikan serta mensinergikan kepentingan ekonominya
dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan, serta adil dengan generasi-generasi
selanjutnya.

Dalam pengertian itu, perusahaan didesak tidak boleh mengeksploitasi


masyarakat, sumber daya alam, dan lingkungan secara serakah. Apalagi, memiskinkan
masyarakat dan merusak lingkungan demi laba sebesar mungkin. Perusahaan dituntut
menjalankan bisnisnya secara efisien, efektif, serta berkeadilan sosial dan ekologi (eco-
efficiency, eco-effectiveness, eco-justice) sehingga tercipta keberlanjutan bisnis dan
laba perusahaan dalam jangka panjang.

3.2 Saran
1. Sebagai mahasiswa/i, kelak nantinya ingin memiliki pekerjaan ataupun usaha,
maka pilihlah perusahaan yang menerapkan green company agar memiliki
investasi di masa yang akan datang.
2. Green company harus di laksanakan dari hal yang terkecil terlebih dahulu agar bisa
merambat secara lebih luas.
3. Sebagai mahasiswa/i yang baik, gunakanlah produk yang ramah lingungan agar
mendukung gerakan green company.

15
DAFTAR PUSTAKA

Lako, Andreans. 2011. Green Economy. Jakarta : Penerbit Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai