MENGHIJAUKAN PERUSAHAAN
DISUSUN OLEH :
FEBRINA JAYANTI 1812120056
MEGA PURNAMASARI 1812120006
RAGIL SEPTIANA 1812120002
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tentu dalam penulisan makalah ini, kami
telah berusaha untuk mencapai hasil yang sempurna. Dan tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada;
2. Bapak Dedi Putra, S.E.,M.S.Ak selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi
dan Laporan Keberlanjutan.
3. Seluruh dosen dan tim kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut
Informatika dan Bisnis Darmajaya atas ilmu yang telah diajarkan.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati kami ingin menghaturkan permohonan maaf
bilamana masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami
menyambut baik segala upaya untuk memperkuat penelitian ini melalui saran atau
kritik yang membangun. Atas perhatian Bapak/Ibu/Saudara/i, penulis mengucapkan
terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Esensi Korporasi Hijau ..................................................................................... 3
2.2 Menghijaukan Perusahaan ................................................................................ 6
2.3 Tips Penghijauan Perusahaan .......................................................................... 10
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Konsekuensi dari munculnya gerakan ekonomi hijau adalah timbul gerakan global
untuk mendorong tata kelola bisnis yang ramah lingkungan, karena selama ini perilaku
bisnis dinilai mengeksploitasi alam semesta dan menyengsarakan masyarakat. Untuk
menwujudkan tata kelola bisnis tersebut, perusahaan atau korporasi harus dihijaukan
(greening the corporation)
Untuk menjadi korporasi hijau, sistem dan proses bisnis, sumber daya manusia
(SDM)m serta visi, misi, tujuan, dan strategi perusahaan harus dihijaukan terlebih
dahulu. Begitu pula fungsi-fungsi dan proses manajemen perusahaan juga harus
dihijaukan (greening the management). Karena upaya-upaya untuk menjadi korporasi
hijau secara langsung akan berdampak terhadap keuangan dan akuntansi juga harus
dihijaukan (green finance dan green reporting). Begitu pula pelaporan informasi
perusahaan juga perlu dihijaukan (green reporting)
Ringkasnya, dalam beberapa tahun terakhir dan kedepan tekanan global serta
masyarakat agar perusahaan segera merenofasi dan bertransformasi menjadi korporasi
hijau demi mencegah kerusakan lingkungan dan pemanasan globab menjadi sangat
krusial serta bakal kian meningkat. Namun, hingga saat ini, mungkin karena masi
menjadi isu baru, kebanyakan pengusaha dan pelaku bisnis kita belum memahami
esensi, konsekuensi, dan manfaat ekonomi dari korporasi hijau.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud esensi korporasi hijau?
2. Apa yang dimaksud menghijaukan perusahaan?
3. Apa saja tips untuk menghijaukan perusahaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui esensi korporasi hijau.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan menghijaukan perusahaan.
3. Unutk mengetahui apa saja tips untuk menghijaukan perusahaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk menjadi korporasi hijau, suatu perusahaan harus memiliki empat pilar dasar,
berikut :
1. Memiliki prinsip organisasi atau prinsip bisnis hijau (green business principle)
yang kuat, yaitu memiliki visi, misi, dan tujuan yang jelas untuk menjadi
korporasi hijau.
2. Proses manajemen bisnis harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip etika
bisnis yang ramah lingkungan.
3. Menghasilkan produk yang tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan.
4. Pelaporan dan pertanggung jawaban korporasi terhadap kinerja bisnis,
ekonomi, dan implikasi menjadi korporasi hijau kepada publik.
3
2. Meningkatkan harmonisasi antara perusahaan dan para pemangku kepentingan
serta memberikan manfaat ekonomi terhadapt perusahaan, masyarakat sekitar,
dan pemerintah setempat serta terjaga kelestarian lingkungan alam.
3. Perusahaan dan masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang hijau, nyaman,
dan kondusif.
4. Reputasi dan citra perusahaan meningkat sehingga berimpilkasi pada apresiasi
dan pengakuan masyarakat luas.
5. Dedikasi dan produktivitas karyawan meningkat.
Dalam beberapa tahun terakhir, rekanan terhadap para pelaku bisnis di tanah air
untuk menghijaukan bisnis dan perusahaan (greening the corporation) agar lebih
ramah kepada masyarakat serta lingkungan dalam praktik bisnis dan operasi
perusahaan kian menguat. Tekanan itu tidak hanya berasal daripemerintah dan DPR,
tetapi juga dari para stakeholder (pemangku kepentingan) perusahaan sendiri.
Para investor, misalnya. Dalam beberapa tahun terakhir, ada tren peningkatan
kesadaran “hijau” para investor hanya ingin berinvestasi dalam bisnis dan perusahaan
yang ramah lingkungan karena resikonya rendah serta prospek investasinya bagus
secara berkelanjutan. Sebagai pemilik, para investror juga mendesak serta
4
mengarahkan manajemen perusahaan untuk menjalankan bisnis yang ramah sosial dan
lingkungan. Misalnya, dalam wujud aktivitas corporate social responsibility (CSR)
yang kian marak dalam beberapa tahun terakhir. Para investor melaukakn hal itu
sebagai wujud partisipasi aktif dalam upaya menyelamatkan bumi dan bahaya krisis
lingkungan yang kian serius.
Para kreditor juga mulai meningkat kesadaran dan komitmen “hijau” mereka.
Dalam kebijakan pinjaman kepada para debitor korporasi, perbankan dan lembaga-
lembaga keuangan lainnya hanya memberikan pinjaman serta insentif kepada para
pebisnis atau korporasi yang ramah lingkungan. Alasannya karena risiko kreditnya
rendah dan prospek pengembalian debitor bagus serta berkelanjutan. Saya mencermati,
tren kesadaran dan komitmen hijau dari lembaga-lembaga keuangan serta perbankan
untuk menghijaukan keuangan dan perbankan (greening the banking) demi mendorong
korporasi berperilaku ramah lingkungan ketika menjalankan aktivitas bisnisnya terus
meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, negara-negara industri dan
ekonomi maju, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan lembaga-lembaga
internasional seperti bank dunia, IMF, serta sejumlah organisasi nonpemerintahan
(LSM/NGO) juga sedang memberikan tekanan yang kuat kepada korporasi global,
termasuk korporasi Indonesia, untuk segera peduli pada isu-isu sosial dan lingkungan.
Dalam KTT Rio+20 di Rio de Janeiro (Brasil) pada 20-22 Juni 2012 yang dihadiri
105 kepala negara dan kepala pemerintahan serta 487 menteri dari 191 negara
(termasuk presiden SBY dari Indonesia), disepakati bahwa gerakan Ekonomi Hijau
(Green Economy) dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
penghapusan kemiskinan perlu menjadi agenda aksi global. Implikasinya, penghijauan
terhadap ekonomi, bisnis, perusahaan, dan manajemen menjadi agenda krusial bagi
pemerintah serta pelaku bisnis.
Karena itu, para pebisnis di Tanah Air suka atau tidak suka harus segera melakukan
transformasi paradigma dan praktik bisnis dari yang selama ini lebih berfokus pada
5
upaya memaksimalkan laba sebesar mungkin (profit oriented / profit maximization)
menuju ke paradigma dan praktik bisnis yang baru. Yaitu, paradigma bisnis hijau atau
paradigma bisnis berkelanjutan (sustainable business).
6
visi, misi, tujuan dan arahan strategisnya, serta dalam struktur manajemen dan proses
bisnisnya senantiasa mengintegrasikan serta mensinergikan kepentingan ekonominya
dengan kepentingan masyarakat dan lingkungan, serta adil dengan generasi-generasi
selanjutnya.
Pertama, para pengusaha dan direksi perusahaan harus menyadari bahwa upaya
menghijaukan perusahaan menjadi kebutuhan hakiki yang mendesak. Seperti telah
saya sebutkan sebelumnya, selain karena desakan dari pelaku pasar dan para
stakeholder kian menguat, penghijauan perusahaan dan bisnisnya justru menjadi solusi
strategis untuk meningkatkan laba serta nilai perusahaan serta nilai ekuitas pemegang
saham justru akan terus bertumbuh apabila perusahaan peduli pada isu-isu sosial dan
lingkungan. Sejumlah hasil riset empiris telah memperkuat keyakinan tersebut.
Kedua, kesadaran dan gaung untuk memulai transformasi paradigma dan praktik
bisnis dari yang konvensional menuju paradigma dan praktik bisnis baru yang lebih
ramah lingkungan harus berawal dari para pemilik dan manajemen puncak perusahaan.
(tone from the top). Tanpa adanya gaung dan dukungan penuh dari pemilik serta
manajemen puncak perusahaan, upaya untuk menghijaukan perusahaan bakal sia-sia.
Karena itu, inisiatif, dorongan, dan dukungan dari pemilik serta manajemen puncak
untuk menghijaukan perusahaan menjadi sangat penting.
7
company), maka ada empat tahap yang perlu dilakukan pimpinan untuk menghijaukan
perusahaan.
8
informasi serta indikator sosial dan lingkungan. Adopsi terhadap model pelaporan
berkelanjutan (Sustainaiblity Report) dari Global Reporting (GRI) dapat menjadi
solusinya.
9
2.3 Tips Penghijauan Perusahaan
Selain empat tahap tersebut, ada beberapa tips operasional yang dapat dilakukan
manajemen puncak untuk menghijaukan perusahaan.
Artikel 13
Urgensi Green Building*
10
Pada pertengahan Juni 2012, saya diundang pimpinan PT Propan Raya untuk
menghadiri seminar “Greening the Property & Reall Estate Industry for a Better Life”
yang diadakan di Jakarta pada 29 Juni 2012. Mendapat undangan itu, saya langsung
mengiyakan.
Ada dua alasan penting mengapa saya bersedia memenuhi undangan itu. Pertama,
tema seminar sangat menarik dan relevan dengan isu green economy dan sustainable
development yang sedang diusung para kepala negara dan peserta KTT Bumi Rio+20
di Rio de Janiero, pada 20-22 Juni 2012. Kebetulan, saya juga sedang dalam mengamati
KTT Rio+20 dan menulis banyak artikel tentang isu green iconomy, green business,
dan green accounting di sejumlah media massa nasional. Kedua, inisiatif pimpinan PT
Propan dan para mitranya untuk mengadakan seminar dengan isu “green” patut
diapresiasi. Inisiatif tersebut merupakan langkah maju di tengah tudingan negatif dan
kebingungan banyak pihak dalam memahami green economy yang sering didengung-
dengungkan pemerintah. Inisiatif itu juga merupakan bentuk ”rethink” dalam
mendorong para pelaku industri bangunan untuk bertanggung jawab mewujudkan tata
kelola bangunan hijau dalam upaya menjaga kelestarian bumi.
Karena itu, prakarsa PT Propan serta para mitranya untuk mendiskusikan isu
“penghijauan bangunan” dalam industri properti dan real estate patut diapresiasi.
Dalam konteks Tata Ekonomi Hijau (TEH), gerakan green building merupakan bagian
dari upaya mewujudkan green economy untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan.
Seiring dengan kian memanasnya bumi dan kian meluasnya kerusakan lingkungan
yang berakibat pada krisis lingkungan, sosial, dan ekonomi, para pelaku ekonomi dan
bisnis mulai dituding banyak kalangan sebagai biang penyebabnya. Para pelaku
industri bangunan pun turut dituntut harus ikut bertanggung jawab.
Alasannya, karena selama ini tata bangunan dan produk-produk bangunan yang
dihasilkannya tidak ramah lingkungan, mengeksploitasi lingkungan, serta
menimbulkan kerusakan lingkungan dan degradasi sosial yang signifikan. Tata
11
bangunan di perkotaan dan industri-industri tertentu juga dinilai tidak ramah
lingkungan, sehingga menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan energy costs dan
kerusakan lingkungan.
Karena itu, para pelaku industri bangunan diharapkan segera melakukan langkah-
langkah konkrit untuk mentransformasi korporasinya ke arah korporasi ramah
lingkungan (green corporation). Tujuannya adalah agar produk dan jasa yang
dihasilkan, material lingkungan yang dieksploitasi, tata bangunan yang dihasilkan,
serta dampak eksternalitas yang ditimbulkan tidak merusak lingkungan dan
membahayakan kelangsungan hidup umat manusia serta kehidupan lainnya.
Singkatnya, para pelaku industri bangunan dituntut harus menyelaraskan upaya—
upaya untuk pencapaian tujuan ekonomi atau bisnisnya (profit) dengan upaya-upaya
untuk memelihara kelestarian lingkungan (planet) dan keberlanjutan kesejahteraan
sosial masyarakat (people).
Dari perspektif paradigma triple bottom-line of business (Elkington, 2001), dengan
menyelaraskan ketiga kepentingan tersebut, keberlanjutan industri properti dan real
estate atau industri akan lestari dan bahkan bisa kian bertumbuh subur. Namun, bila
sebaliknya, industri bangunan dan mata rantai bisnisnya akan tidak lestari.
Selain itu, urgensi green building juga muncul karena adanya tekanan dari para
stakeholder eksternal. Banyak pihak (masyarakat) mulai meningkat kesadarannya
untuk bermukim di rumah, bangunan, dan wilayah yang ramah lingkungan dengan
biaya terjangkau. Mereka juga menginginkan untuk menggunakan produk-produk
ramah lingkungan di rumah atau bangunan yang ditempatinya.
Selain itu, sejumlah negara Eropa dan negara-negara yang memiliki kesadaran
tinggi terhadap lingkungan, juga memberikan persyaratan ketat terhadap produk-
produk, termasuk produk bangunan, yang masuk ke negara mereka harus berlabel
ramah lingkungan. Itu sebabnya banyak perusahaan lalu berlomba-lomba mendapatkan
sertifikasi ISO 14000, ISO 26000, atau sertifikasi lainnya agar bisa masuk ke negara-
negara tersebut.
12
Pasca KTT Rio+20, tekanan dari pemerintah dan para stakeholder eksternal agar
para pelaku industri bangunan harus menghasilkan green building dan produk-produk
bangunan yang ramah lingkungan (green product) juga diperkirakan bakal makin
menguat.
Dalam dokumen “The Future We Want” (2012) yang disepakati oleh lebih 190
para kepala negara, yaitu pada subbagian “Framework for Action and Follow-up”,
salah satu disebutkan perlunya pendekatan manajemen dan perencanaan yang
terintegrasi dalam pembangunan pemukiman manusia serta perkotaan yang
berkelanjutan. Diperlukan pendekatan yang bersifat holistik dalam pembangunan
pemukiman manusia dan perbaikan kualitas pemukiman dengan mengintegrasikan
kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi agar tercipta pemukiman serta kota yang
berkelanjutan.
Dengan adanya arahan tersebut, saya yakin tuntutan, tekanan, atau permintaan
terhadap green building dan produk-produk bangunan ramah lingkungan bakal makin
meningkat di waktu-waktu mandatang. Hal ini tentu akan menjadi tantangan berat
sekaligus menjadi peluang bisnis bagi para pelaku bangunan.
Saya mencermati, pelaku industri bangunan di Tanah Ait terlihat sudah
mengantisipasi dan siap menghadapi tantangan sekaligus peluang tersebut. Hal itu
tercermin, misalnya, dari banyaknya perusahaan yang menjadi partisipan dalam Green
Listing Indonesia (GBCI), yang berperan menilai serta memeringkat bangunan hijau
(Green Listing, edisi Pertama 2012)
Investasi Strategis
Seperti telah disinggung sebelumnya, perubahan paradigma menuju tata bangunan
hijau selain membutuhkan komitmen dari para pelaku industri bangunan, juga bakal
menyerap costs yang besar. Pengorbanan itu tidak hanya ditanggung oleh para pelaku
13
industri bangunan, tetapi juga bakal ditanggung para konsumen atau masyarakat
pengguna bangunan hijau. Dalam kalkulasi jangka pendek, pengorbanan itu tentu saja
sangat merugikan semua pihak.
Namun, pengorbanan itu harus dipahami sebagai investasi strategis jangka panjang
untuk menciptakan kelestarian bumi. Pengorbanan itu justru akan mendatangkan
benefits timbal-balik, yaitu kehidupan sosial dan ekonomi serta kondisi ekologi yang
baik dan lestari baik untuk korporasi maupun masyarakat.
Dengan adanya kehidupan yang lebih baik tersebut, pelaku industri bangunan tentu
akan menikmati pertumbuhan bisnis dan laba yang berkelanjutan (sustainable profit).
Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pun akan kian lestari karena didukung oleh
kondisi lingkungan yang kondusif.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan :
3.2 Saran
1. Sebagai mahasiswa/i, kelak nantinya ingin memiliki pekerjaan ataupun usaha,
maka pilihlah perusahaan yang menerapkan green company agar memiliki
investasi di masa yang akan datang.
2. Green company harus di laksanakan dari hal yang terkecil terlebih dahulu agar bisa
merambat secara lebih luas.
3. Sebagai mahasiswa/i yang baik, gunakanlah produk yang ramah lingungan agar
mendukung gerakan green company.
15
DAFTAR PUSTAKA
16