Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“HADITS RIBA”

Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah

Hadits Ekonomi

Dosen Pengampu :Dr. H. Suci Ramadhona, Lc, M.H.I

Disusun oleh :Kelompok 1

1. Bela Syahputri
2. Deva Indriana
3. Elsa Tania

Perbankan Syari’ah 7A Reguler Pagi

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH H.ABDUL


HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH BINJAI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
hidayah, serta inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
diberikan kepada kami.

Sholawat serta salam mari kita hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW, semoga kita kita, orang tua kita, seluruh keluarga kita dan
orang-orang terdekat kita mendapatkan syafaat Beliau di Yaumul Mahsyar kelak.
Amin ya Rabbal Alamin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kulian Hadits Ekonomi, dan judul makalah ini adalah “Hadits Riba”.

Kami ucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Suci Ramadhona, Lc,


M.H.I selaku dosen pembimbing, dan kepada semua pihak yang sudah membantu
dalam penulisan makalah ini dari awal hingga selesai.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah,


dan kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
bahan pertimbangan perbaikan makalah selanjutnya.

Binjai, 04 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang.....................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................2

A. Definisi Riba........................................................................................2

B. Jenis-Jenis Riba...................................................................................3

C. Pelarangan Riba...................................................................................5

D. Hadits Pelaknatan Riba Dalam Teks Dan Konteks.............................6

E. Dampak Negatif Riba........................................................................10

F. Dampak Riba Menurut Hadits...........................................................12

BAB III PENUTUP.....................................................................................15

Kesimpulan...............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Selain
fungsi hadits yang gunanya memperkuat apa-apa yang telah diterangkan
dalam al-Qur’an juga untuk menerangkan ayat-ayat di dalam al-Qur’an
yang masih bersifat umum. Disini peran hadits juga tidak kalah pentingnya
dengan al-Qur’an. Apalagi kita sebagai orang yang beriman dan akademisi
haruslah mampu mengkombinasikan ilmu-ilmu sosial atau sains dengan
Islam yang diperkuat dalam al-Qur’an dan Hadits agar kecerdasan yang
dimiliki tetap berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-
Nya, sehingga menggunakan kecerdasan tersebut untuk mencari ridho
Allah sebagai tujuan utama, bukan mencari harta atau kekayaan semata-
mata.

Hadits Rasulullah Saw yang terkait dengan praktik-praktik


ekonomi sangatlah banyak, baik itu tentang masalah utang piutang, jual-
beli, kerja sama, riba dan lain sebagainya. Perlunya mengetahui
haditshadits yang berkaitan dengan ekonomi ini adalah agar dalam
melakukan kegiatan ekonomi kita memiliki pedoman untuk ayat-ayat al-
Qur’an yang masih bersifat global. Riba yang disepakati keharamannya
oleh seluruh ulama bahkan oleh seluruh syariat langit, dengan kata lain
riba tidak hanya diharamkan oleh agama Islam saja, tetapi agama-agama
samawi yang lainpun juga demikian. Allah mengancam orang yang
menjalankannya dengan ancaman yang sangat keras. Ancaman riba yang
begitu dahsyat selain dari al-Qur’an, juga terdapat ancaman dari Hadits-
hadits Rasulullah. Beliau menjadikan riba sebagai dosa besar yang
membinasakan di dunia dan di akhirat. Bahkan semua yang bersinggungan
dengan riba semuanya dilaknat oleh Rasulullah Saw.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Riba
Riba (‫ )الـربـا‬secara bahasa bermakna: ziyadah (‫ )زيـادة‬- tambahan). Dalam
pengertian lain, secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam  menjelaskan riba,
namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam
secara bathil atau bertentangan dengan prinsip mu amalat dalam Islam.1

Mengenai hal ini Allah SWT. mengingatkan dalam firman-Nya :

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَأْ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta


sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An-Nisa: 29)

Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al-
Arabi Al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an, menjelaskan :

“Pengertian riba  secara bahasa adalah  tambahan, namun yang dimaksud


riba dalam ayat al-Qur’an itu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu
transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”

Yang dimaksud dengan  transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu


transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut
secara adil. Seperti  transaksi jual-beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek. Dalam
transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa
yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena
1
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 37.

2
penggunaan si penyewa mobil misalnya, sesudah  dipakai nilai ekonomisnya pasti
menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli
membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam
proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena
di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko
kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi


pinjaman  mengambil tambahan dalam bentuk  bunga tanpa adanya suatu
penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu
yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si
peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti
untung dalam  setiap penggunaan kesempatan tersebut.

Demikian juga dana itu tidak akan berkembang dengan sendirinya, hanya
dengan faktor waktu semata tanpa ada faktor orang yang menjalankan dan
mengusahakannya. Bahkan ketika orang tersebut mengusahakan bisa saja untung
bisa juga rugi.2

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba


ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang memiiki harta
kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.3

B. Jenis-Jenis Riba
1. Riba Qardh merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan
dan diambil oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai
kompensasi atas tangguhan pinjaman yang diberikannya tersebut.4 Allah
melarang dan mengharamkan kegiatan demikian, sebagaimana firman
Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 280 yang begitu jelas

َ َ‫َواِ ْن َكانَ ُذوْ ُع ْس َر ٍة فَن َِظ َرةٌ اِ ٰلى َم ْي َس َر ٍة ۗ َواَ ْن ت‬


َ‫ص َّدقُوْ ا خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
2
Ibid., hlm. 38.
3
Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.57.
4
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), hlm. 107.

3
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al-
Baqarah : 280).

Dari firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh
tempo hutang seseorang tersebut, sedangkan ia masih dalam kesulitan
hendaknya orang yang menghutangkan bersasabar dan tidak menagihnya.
Sedangkan jika orang yang berhutang telah memiliki, dan dalam keadaan
lapang, maka wajib baginya membayar hutangnya tersebut, dan dia tidak
perlu menambah nilai dari tanggungan hutang yang dipinjamnya, baik
orang yang berutang tersebut sedang memiliki uang atau sedang keadaan
sulit. Bahkan dari ayat tersebut memberikan pelajaran yang luar biasa
mengenai mengikhlaskan uang yang kita hutangkan kepada saudara kita,
terlebih saudara kita tersebut dalam keadaan kesulitan. Karena Allah akan
menggantinya dengan pahala sedekah.5

2. Riba Fadhl, merupakan yang sejenis yang disertai tambahan baik berupa
uang maupun berupa makanan. Istilah dari riba Fadhl diambil dari kata al-
fadhl, yang artinya tambahan dari salah satu jenis barang yang
dipertukarkan dalam proses transaksi. Di dalam keharamannya syariat
telah menetapkan dalam enam hal terhadap barang ini, yaitu: emas, perak,
gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam. Jika dari enam jenis
barang tersebut ditransaksikan seara sejenis disertai tambahan, maka
hukumnya haram. Sebagaimana hadits Rasul Saw:

Dari Ubadah bin Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:”


Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu
dengan terigu, korma dengan korma, garam dengan garam harus sama
beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu
tetapi harus tunai (HR Muslim).

5
Muhammad Tho’in, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, (Surakarta: STIE-ASS JURNAL
VOL 02 NO 02, 2016), HLM. 65-66.

4
Dari dalil di atas, maka tukar menukar sesama jenis harta dari salah
satu keenam harta itu menjadi haram, kalau berbeda ukurannya.

3. Riba Jahiliyyah, merupakan utang dibayar lebih dari pokoknya karena si


peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
4. Riba Nasi’ah, Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba
dalam Nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

C. Pelarangan Riba
Pelarangan riba dalam Islam tak hanya merujuk pada Al Qur’an melainkan
juga Al Hadits. Sebagaimana posisi umum hadits yang berfungsi untuk
menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al Quran,
pelarangan riba dalam hadits lebih terinci. Dalam amanat terakhirnya pada tanggal
9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah, Rasulullah SAW masih menekankan sikap Islam
yang melarang riba. “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia
pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba,
oleh karena itu hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu
adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami
ketidakadilan.”6

Adapun hikmah pelaranggan riba adalah :


a. Menyeru kepada tolong- menolong dan altruisme, serta membenci
egoisme dan eksploitasi jerih payah orang lain.
b. Mengagungkan kerja, memuliakan para pekerja, dan menjadikan kerja
sebagai sarana terbaik untuk memperoleh penghasilan karna dapat
menciptakan keterampilan dan meninggikan spirit dalam diri seseorang.
c. Tidak merugikan orang- orang miskin dan yang memerlukan.
d. Menutup pintu  pada tindakan memutus hubungan baik antar manusia.
e. Menghanguskan keuntungan bagi yang meminjamkan.
f. Menjauhkan pemerasan oleh sikaya terhadap simiskin.
6
Nurul Ichsan Hasan, Perbankan Syariah, (Ciputat: Gaung Persada Press Group, 2014),
hlm. 59.

5
g. Menjauhkan sikap malas bekerja atau berusaha keras untuk kebutuhan
hidupnya.7

D. Hadits Pelaknatan Riba Dalam Teks Dan Konteks


Tidaklah Allah dan Rasul melarang dan melaknat dari sesuatu kecuali
karena adanya dampak buruk dan akibat yang tidak baik bagi pelaku. Seperti
Allah dan Rasul melarang dari praktek riba, karena berakibat buruk bagi para
pelakunya, baik ketika di dunia maupun kelak di akhirat.8

1. Teks hadits pelaknatan riba

‫ُش; ْي ٌم أَ ْخبَ َرنَ;;ا أَبُ;;و‬ َ ‫ب َو ُع ْث َم;;انُ بْنُ أَبِي‬


َ ‫ش; ْيبَةَ قَ;;الُوا َح; َّدثَنَا ه‬ ٍ ‫اح َو ُز َه ْي; ُر بْنُ َح; ْر‬
ِ َّ‫صب‬ َّ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ال‬
‫سلَّ َم آ ِك َل ال ِّربَا َو ُمؤْ ِكلَهُ َو َكاتِبَهُ َوشَا ِه َد ْي ِه َوقَ;;ا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫لَ َعنَ َر‬ ‫ َجابِ ٍر قَا َل‬  ْ‫الزبَ ْي ِر عَن‬ُّ
‫س َوا ٌء‬
َ ‫ُه ْم‬
)‫(رواه مسلم‬ 
Terjemahnya :
“Dari Jabir Radiyallahu’anhu, Ia berkata : Rasulullah SAW melaknat
orang yang memakan Riba, orang yang memberi makan orang lain
dengannya, dua orang yang menyaksikannya dan orang yang menulisnya.
dan perawi berkata : mereka semua adalah sama hukumnya”. (HR.
Muslim)9

Hadits di atas merupakan hadits yang shahih yang disepakati oleh para
ulama hadits. Hadits ini diriwayatkan para Imam hadits yang sangat
banyak, diantaranya: Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Musaqat,
Bab La’ni Aakilir Riba Wa Mu’kilihi, hadits no 2995. Imam Ahmad bin
Hambal ra, dalam Musnadnya, dalam Baqi Musnad Al-Muktsirin, hadits
no 13744.

7
Saleh al Fauzan, Fiqh Sehari – hari, (Jakarta : Gema Insani, 2006), hlm. 390.
8
Riska Maulan, Dahsyatnya Riba: Bunga Bank dan Riba, (Jakarta: Majelis Ta’lim
Wirausaha, 2016), hlm. 67.
9
Machfuddin Aladip, Terjemah Bulughul Maram, (Semarang: PT. Karya Toha, 2012),
hlm. 409.

6
Makna hadits secara umum di atas, menggambarkan mengenai
bahaya dan buruknya riba bagi kehidupan kaum muslimin. Begitu buruk
dan bahayanya riba, sehingga digambarkan bahwa Rasululla Saw
melarang serta melaknat seluruh pelaku riba. Pemakannya, pemberinya,
pencatatnya maupun saksisaksinya. Dan keesemua golongan yang terkait
dengan riba tersebut dikatakan oleh Rasulullah SAW; “Mereka semua
adalah sama,yaitu sama dosanya.”
Pelarangan serta pelaknatan Rasulullah SAW terhadap para pelaku
riba menggabarkan betapa munkarnya amaliyah ribawiyah, mengingat
Rasulullah Saw tidak pernah melaknat suatu keburukan, melainkan
keburukan tersebut membawa kemadharatan yang luar biasa, baik dalam
skala indiividu bagi para pelakunya, maupun dalam skala mujtama‟ atau
masyarakat secara luas. 10
Oleh karena itu, setiap muslim wajib menghindarkan dirinya dari
praktek riba dalam segenap aspekkehidupannya. Karena jika tidak
kehancuran diri dan masyarakat yang akan di dapatkan.

Dalam hadits yang lain Rasulullah juga memberikan penjelasan


bahwa riba perilaku yang membinasakan manusia.
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, „Jauhilah
tujuh perkara yang membinasakan !‟ Para sahabat bertanya, „Apa saja
tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?‟ Beliau menjawab,
„Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT
kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak
yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-
wanita mu‟min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun
Alaih).

2. Konteks hadits pelaknatan riba

Di lembaga keuangan sekarang sebut saja bank banyak terjadi


praktek ribawi, walaupun cara pandang ulama mengenai bunga bank
10
Muhammad Tho’in, Op.Cit., hlm. 70.

7
konvensional ada yang mengatakan riba, ada pula yang mengatakan tidak.
Hal itupun terjadi pada bank syariah yang notabenya adalah lembaga
syariah, dimana dalam prakteknya masih jauh dari kata syariah. Bahkan
syariah dijadikan bumbu untuk menutupi praktek ribawi.
Hal tersebut karena perbankan syariah di Indonesia saat ini masih
berlandaskan pada pasar, bukan berlandaskan ideologi. Praktek tersebut
tidak saja dilakukan oleh lembaga, bahkan orang per orang melakukan
pinjaman secara pribadi dengan dasar untuk memperoleh keuntungan
berupa tambahan pinjaman.
Dalam konteks lain, di masyarakat masih sering melakukan
pertukaran barang atau uang yang sejenis tapi dalam kadar yang berbeda.
Misalnya, saat menjelang lebaran ada beberapa orang melakukan usaha
tukar uang baru dengan uang lama, tetapi jumlah yang di tukar nilainya
berbeda, dan lain-lain. Dari praktek-praktek riba tersebut, Allah dan Rosul
melaknat siapapun yang ikut terlibat di dalam praktek tersebut tanpa
kecuali. Sehingga kita perlu waspada di dalam melakukan kegiatan
ekonomi sehari-hari. Secara rinci atau garis besar konteks hadits
pelarangan dan pelaknatan riba yang terjadi sehari-hari di masyarakat
adalah sebagai berikut:11
a. Transaksi perbankan
Sebagaimana kita diketahui bersama, bahwa basis pendekatan atau
sistem yang digunakan dalam praktik khususnya perbankan konvensional
menggunakan pendekatan berbasis bunga baik dari aspekpenghimpunan
maupun penyaluran dananya dari dan untuk masyarakat. Dimana pihak
nasabah sebagai peminjam dana bank serta pihak bank bertindak selaku
pemberi pinjaman dana tersebut. Atas dasarpinjaman dana tersebut,
nasabah akan dikenakan bunga dalam prosentase tertentu atas pinjaman
pokok sebagai kompensasi atau imbalan dari pertangguhan waktu atas
pembayaran hutang atau pinajaman nasabah tersebut, dimana pihak bank
tidak memperdulikan hasil usaha nasabahnya, apakah usaha nasabah
tersebut berhasil danberkembang sehingga memperoleh keuntungan atau

11
Ibid., hlm. 71.

8
bahkan mengalami gagal sehingga mengalami kebangkrutan. Kasus seperti
di atas, sebenarnya hampir sama dengan praktik kegiatan riba jahiliyah
pada zaman dulu. Tetapi memiliki sedikit perbedaan, riba jahiliyah
bungaatau tambahan baru akan dikenakan ketika peminjam tidak mampu
membayar atas hutangnya pada waktu yang ditentukan kepada peminjam,
sebagai imbalan atas penambahan waktu pembayaran yang
mengalamikemunduran. Sedangkan kasus pada praktik perbankan saat ini,
besarnya bunga telah ditetapkan dimuka atau pada saat akad kedua belah
pihak terjadi. Sehingga dapat disimpulkan sebenarnya praktik riba di
perbankkan saat ini jauh lebih jahiliyah di bandingkan dengan riba
jahiliyah itu sendiri. Hal itu diakui pula oleh sebagaian besar para ulama.12
Jika dari aspek pembiayaan demikian, tidak berbeda pula dalam hal
penghimpunan dana, sebut saja produk tabungan. Pada saat menabung
nasabah dijanjikan terlebih dahulu akan memperoleh bunga yang pasti.
Berbeda dengan sistem yang ada pada bank syariah, di mana bank syariah
tidak menjanjikan keuntungan tetap, melainkan hanya nisbah bagi hasil
keuntungan bukan dari pokok uangnya. Sehingga keuntungan kedua belah
pihak tergantung hasilusahanya. Meskipun demikian, ada pula bank
syariah yang secara struktur menggunakan sistem bagi hasil tapi
kenyataannya secara kultur atau pelaksanaan juga sama bank konvensional
hanya beda namanya saja.karena sesungguhnya sampai saat ini saya
melihat bahwa bank syariah baru dibangun dari sistem pasar bukan
ideologi. Sehingga transaksi perbankan yang dilakukan masyarakat setiap
hari sangat rentan terlibat praktik riba yang dilarang dan dilaknat oleh
Allah dan Rasul.13

b. Transaksi Asuransi
Praktik asuransi yang ada saat ini, masih banyak yang mengandung
unsur ribawi. Karena dalam asuransi saat ini, khususnya asuransi
konvensional terjadi ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban diantara
keduanya. Sehingga kecenderungan yang terjadi pihak konsumen sering
12
Ibid., hlm. 72.
13
Ibid., hlm. 73.

9
mengalami kerugian. Sehingga hal-hal yang seharusnya menjadi hak
konsumen tidak diberikan.

c. Transaksi jual beli secara kredit


Jual beli secara kredit sebenarnya diperbolehkan, hanya saja saat
ini yang berkembang adalah jual beli kredit dengan sistem bunga. Apalagi
jika sifat dari kredit itu dengan sistem bunga yang berfruktuatif,
menjadikan ketidakjelasan. Sehingga harga dari jual dan harga dari belinya
menjadi tidak jelas. Sementara dalam syariah Islam sebenarnya jual beli
harus ada kepastian antara penjual dan pembeli terkait dengan harga salah
satunya, serta tidak diperbolehkan akan adanya perubahan yang tidak
pasti, barang maupun harga yang diperjualbelikan tersebut. Secara
kontekstual sesungguhnya transaksi-transaksi yang mengandung unsur
ribawi di tengah-tengah kehidupan kita masih banyak lagi. Intinya adalah
kita harus waspada dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari muamalah
seperti ini. Agar laknat Allah dan Rasul tidak menimpa kita sebagai
individu maupun masyarakat, sehingga terhindar dari azab Allah Swt.

E. Dampak Negatif Riba


Riba, dilarang dalam islam karena memberikan dampak negative terhadap
ekonomi maupun social masyarakat.14
1. Dampak Ekonomi
a. Inflasi
Komponen bunga dimasukka dalam komponen biaya. Perusahaan
yang memperoleh pinjaman dari bank, harus membayar sejumlah
bunga. Biaya bunga dibebankan pada komponen harga pokok.
Harga pokok akan berpengaruh pada harga jual barang, sehingga
harga jual barang meningkat karena didalamnya ada unsur bunga
yang dibebankan kepada pembeli.
Secara nasional pembebanan bunga kepada pembeli akan
menaikkan harga, sehingga akan menyebabkan inflasi.

14
Ismail, Perbankan Syariah, (Surabaya: Kencana, 2015), hlm. 21.

10
b. Ketergantungan ekonomi
Peminjaman akan selalu membayar bunga kepada pemberi
pinjaman. Pembayaran pinjaman pada umumnya tidak dilakukan
secara sekaligus, akan tetapi dilakukan secara angsuran. Angsuran
pinjaman terdiri dari unsur pengambilan pokok pinjaman dan
pembayaran bunga selama jangka waktu tertentu. Pembayaran
angsuran pinjaman akan menimbulkan kecenderungan bagi
peminjam untuk melakukan pinjaman lagi setelah lunas, sehingga
terdapat ketergantungan bagi pihak peminjam terhadap pemberi
pinjaman. Pembayaran pinjaman pokok akan mengurangi sisa
pinjamannya, namun pembayaran bunga merupakan beban dari
pihak peminjam.15
2. Dampak Sosial
a. Ketidakadilan
Bunga akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, sedangkan
pihak peminjam akan membayar bunga. Pemberi pinjaman akan
menerima bunga sebagai pendapatan. Sebaliknya, peminjam akan
membayar bunga sebagai pengeluaran. Pemberi pinjaman akan
selalu diuntungkan karena mendapat bnga dari peminjam,
sebaliknya peminjam akan selalu rugi karena dibebani biaya atas
uang yang dipinjam.

b. Ketidakpastian
Peminjam akan selalu membayar bunga sesuai dengan persentase
yang telah diperjanjikan. Pemberi pinjaman tidak
mempertimbangkan apakah dana yang dipinjamkan kepada
peminjam telah digunakan untuk usaha dan meghasilkan
keuntungan. Pemberi pinjaman selalu mendapatkan keuntungan
meskipun peminjam menderita kerugian. Dalam perjanjian,
dipastikan bahwa peminjam akan mendapat keuntungan atas uang
pinjamannya, padahal usaha yang dilakukan oleh peminjam masih

15
Ibid., hlm. 22.

11
mengandung unsur ketidakpastian apakah akan mendapat
keuntungan atau menderita kerugian. Bila peminjam mendapat
keuntungan, maka sepantasnya bila peminjam membagi hasil
keuntungan. Sebalknya, bila peminjam menderita kerugian,
tentunya tidak perlu membayar tambahan kepada pemberi
pinjaman.

F. Dampak Riba Menurut Hadits


Hadits-hadits yang menerangkan dampak riba cukup banyak, namun
untuk membatasi penelitian ini maka dipilihlah 5 hadits yang secara tegas
menjelaskan dampak riba, antara lain:16
1. Pemakan riba, penyetor riba, penulis transaksi riba dan saksi yang
menyaksikan transaksi riba dilaknat Dari Jabir bin Abdillah RA,
Rasulullah SAW bersabda: ٌ
Artinya: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, penyetor riba,
penulis transaksi riba dan saksi yang menyaksikan transaksi riba,
semuanya sama. 27 Diriwayatkan juga dengan matan berbeda dalam An-
Nasa'i (5104) Ahmad (1364) Abu Dawud (2076), Al-Tirmidzi (1119), dan
Ibn Majah (1935). Yang dimaksud dengan pemakan riba contohnya
rentenir, bank keliling, atau bank konvensional yang memakan bunga,
termasuk orang yang menabung/menitipkan uang di lembaga itu. Penyetor
riba adalah peminjam, debitur, atau nasabah yang meminjam, Penulis
transaksi riba adalah sekretaris, notaris, karyawan yang menuliskan
transaksi riba dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.

2. Riba mendatangkan azab kepada suatu negeri bukan hanya kepada


pemakannya saja.
Dari Abdullah bin Abas RA, Rasulullah SAW bersabda: ِ
Artinya: Apabila zina dan riba muncul di suatu negeri, maka mereka telah
menimpakan siksaan Allah SWT pada diri mereka sendiri.28 Berdasarkan

16
Rachmad Risqy Kurniawan, Dampak Riba Menurut Al-Qur’an dan Hadits, (Bogor:
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an JURNAL VOL 10 No 10, 2020), hlm. 7.

12
hadits diatas maka azab dari riba bukan hanya menimpa para pelaku-
pelaku riba saja tapi setiap orang yang ada disekitarnya juga, bahkan
menimpa seluruh negeri.

3. Riba merusak kehormatan orang lain


Dari Sa’ad bin Zaid RA, Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Sesungguhnya seburuk-buruk riba adalah merusak kehormatan
orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. 29 Riba merusak
kehormatan orang lain, antara lain karena merusak harkat dan martabat
orang yang meminjam, membuat terhina dan malu, dengan riba yang jika
tidak tertagih maka akan terus menumpuk-numpuk seiring waktu.

4. Riba menjerumuskan kepada kemiskinan Dari Abdullah bin Mas’ud RA,


Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Siapapun yang memperbanyak hartanya dari riba maka ujung
akhir urusannya adalah kemiskinan. 30 Riba akan membuat para
pelakunya jatuh miskin, karena harus membayar lebih besar dari
utangnya.

5. Riba mendatangkan paceklik atau kekeringan Dari Amru bin Ash RA,
Rasulullah SAW bersabda: ِ
Artinya: Tidaklah riba merajalela pada suatu kaum kecuali akan ditimpa
paceklik. Dan tidaklah budaya suap merajalela pada suatu kaum kecuali
akan ditimpakan kepada mereka ketakutan.31 Dosa riba juga
mendatangkan azab Allah berupa paceklik dan kekeringan, sehingga akan
memperparah kondisi perekonomian.17

17
Ibid., hlm. 8.

13
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan siatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Riba ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang


memiki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran olehpeminjam dari waktu yang telah
ditentukan.
2. Riba terbagi dua macam yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.
3. Ancaman terhadap perilaku riba adalah diibaratkan seperti orang mabuk
yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (penyakit gila), Akan dimasukkan ke dalam
api neraka dan kekal selamanya, orang yang tidak meninggalkan riba akan
diperangi oleh Allah dan rasul-Nya serta akan dikategorikan sebagai orang
kafir, mendapatkan laknat Rasulullah Saw.
4. Hikmah pelaranggan riba diantaranya menjadikan manusia suka saling
tolong menolong, menutup pintu pada tindakan memutus hubungan
silaturrahmi sesama manusia, memuliakan kerja, serta tidak merugikan
orang-orang yang sedang mengalami kesusahan.
5. Allah dan Rosul melaknat siapapun yang ikut terlibat di dalam praktek
tersebut tanpa kecuali.
6. Konteks perilaku riba yang dilakukan masyarakat saat ini antara lain
berupa transaksi perbankan terutama perbankan konvensional, transaksi
asuransi, transaksi jual beli secara kredit, dan masih banyak lagi.

14
DAFTAR PUSTAKA
Aladip, Machfuddin. 2012. Terjemah Bulughul Maram. Semarang: PT. Karya
Toha.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani.
Fauzan, Saleh al. 2006. Fiqh Sehari – hari. Jakarta : Gema Insani.Suhendi, Hendi.
2007. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasan, Nurul Ichsan. 2014. Perbankan Syariah. Ciputat: Gaung Persada Press
Group.
Ismail. 2015. Perbankan Syariah. Surabaya: Kencana.
Kurniawan, Rachmad Risqy. 2020. Dampak Riba Menurut Al-Qur’an dan Hadits.
Bogor: Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darul Qur’an JURNAL VOL 10
No 10.
Maulan, Riska. 2016. Dahsyatnya Riba: Bunga Bank dan Riba. Jakarta: Majelis
Ta’lim Wirausaha.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. 2013. Jakarta: Tinta Abadi Gemilang.
Tho’in, Muhammad. 2016. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. Surakarta: STIE-ASS
JURNAL VOL 02 NO 02.

15

Anda mungkin juga menyukai