Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia di dunia ini terdiri dari laki-laki dan perempuan,
yang kemudian dijadikan bermacam-macam suku dan bangsa dengan tujuan agar
saling mengenal yang satu dan yang lainnya.
Manusia sebagai hamba Allah yang statusnya makhluk sosial, dalam rangka
melaksanakan kewajiban untuk memenuhi haknya amat menghajatkan adanya suatu
tatanan hukum yang mampu mengatur dan mengayomi hubungan hak dan kewajiban
masing-masing anggota masyarakat. Tujuannya antara lain,untuk menghindari
berbagai permasalahan dan dampak-dampak negatif yang bakal mungkin terjadi.
Tatanan hukum tersebut lazim disebut hukum muamalat
Salah satu bentuk kegiatan manusia adalah ijarah. Menurut bahasa ijarah
berarti upah, ganti atau imbalan, dalam istilah umum dinamakan sewa menyewa yaitu
pemilik barang atau jasa dan penyewa.
Sebagaimana yang biasa terjadi dalam masyarakat di kelurahan rejomulyo
kota kediri, dalam rangka memenuhi dan menambah penghasilan mereka melakukan
transaksi dalam pemanfaatan tempat tinggal sebagai usaha sewa kamar kost putra
putri. Ditinjau dan segi bisnis usaha sewa kamar kost ini sangat diminati oleh warga
setempat, hal ini dikarenakan latar belakang warga yang sebagian besar adalah
masyarakat mampu yang memiliki lahan tempat tinggal yang luas, selain itu daerah
merupakan daerah yang strategis dimana merupakan daerah yang terdapat kampus
disekitarnya. Kedua faktor tersebut merupakan motivasi warga setempat untuk
menjadikan sebagian tempat tinggal mereka dijadikan usaha sewa kamar kost.
Banyaknya para pendatang musimanpun sangat mempengaruhi pelaksanaan
kegiatan sewa menyewa ini, jumlah para pendatang yang banyak serta beraneka
ragam ini akan menjadikan atau menimbulkan akibat dari praktek sewa menyewa di
kelurahan rejomulyo kota Kediri.
Ditinjau dari segi bisnis, usaha sewa kamar kos ini sangat diminati oleh warga
setempat selain sebagai usaha sampingan, usaha ini bisa disebut juga sebagai ladang
bisnis, dalam suatu bisnis tentulah terdapat suatu kerjasama yang nantinya bertujuan
kepada kesepakatan yang terbaik. Didalam kerjasama ini dilakukan antara penyewa
dan pemilik usaha kos, yaitu penyewa membayar sejumlah uang sesuai dengan
kesepakatan kepada pemilik usaha sewa kos,dengan ketentuan-ketentuan yang telah

diperjanjikan sebelumnya,misal tentang peraturan di kos, pembayaran listrik, PAM,


dan besar uang tiap bulan atau tahun yang harus dibayar oleh penyewa.
Pada praktek kegiatan sewa menyewa ini tak semudah yang diperkirakan,akan
tetapi di dalam prakteknya hendaknya perlu diperhatikan isi perjanjian yang telah
disepakati bersama tersebut. Jika nantinya perjanjian ini dilanggar ataupun diingkari,
ini akan menjadi permasalahan yang perlu diselesaikan dengan mempertimbangkan
segala aspek yang ada, misal penyewa melanggar atas adanya perjanjian peraturan
yang ada dikost contohnya ada yang melakukan zina secara sembunyi-sembunyi
padahal dalam peraturan kost sudah jelas bahwa putra dan putri tidak diperbolehkan
berduaan diarea kost, hal ini dapat menjadikan masalah untuk pemilik kost, misal lagi
suatu masa kontrak perjanjian yang disepakati dengan ketentuan harga yang
disepakati, hendaklah dipatuhi oleh semua pihak, karena masing-masing pihak
mempunyai kewajiban dan hak yang dipenuhinya tidak boleh salah satu pihak
mengakhiri atau membatalkan isi kontrak tanpa sepengetahuan pihak yang lainnya.
Jika hal ini terjadi maka akan menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh kedua
belah pihak.
Masalah lainnya yaitu dalam penyelesaian pelanggaran akad dimana penyewa
atau pemilik sewaan melanggar isi perjanjian yang tentunya mengakibatkan kerugian
disalah satu pihak, misalnya harus terjadi pengusiran terhadap penyewa padahal
waktu sewa masih panjang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ayat tentang sewa menyewa, akad, dan zina?
2. Bagaimana tafsir ayat tersebut?
3. Bagaimana fikih tentang ayat tersebut?
4. Bagaimana pengertian sewa menyewa (ijarah) itu?
5. Bagaimana dasar hukum sewa menyewa (ijarah)?
6. Bagaimana Rukun dan Syarat Ijarah
7. Bagaimana Sifat Akad, macam-macam ijarah?
8. Bagaimana berakhirnya ijarah?
9. Bagaimana adab pergaulan laki-laki dan perempuan?
10. Apa zina itu?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ayat
Ayat 1 (dibolehkannya ijarah)

...


... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut

yang

patut.

bertakwalah

kamu

kepada

Allah

dan

ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.


(QS. Al-Baqarah: 233)
Ayat 2 (sempurnakanlah perjanjian)



Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu (yang demikian itu)dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Maidah:
1)
Ayat 3 (Kalau merasa takut akan terjadi pengkhianatan batalkan perjanjian itu)


dan jika kamu khawatir akan(terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka
kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. (QS. Al-Anfaal: 58)
Ayat 4 (perempuan berzina dan laki-laki berzina masing-masingnya didera 100
kali.

perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikanoleh
sekerumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS. An-Nuur: 2)
B. Tafsir Ayat
Ayat 1
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut.
Apabila Ibu dan Ayah si bayi sepakat bahwa masalah penyusuan si
bayi diserahkan kepada pihak Ayah, adakalanya karena pihak Ibu si
bayi berhalangan menyusukannya atau adakalanya halangan dari

pihak

bayinya,

mka

tidak

ada

dosa

bagi

keduanya

dalam

penyerahan bayi mereka. Bukan merupakan suatu keharusan bagi


pihak Ayah untuk menerima penyerahan itu bilamana ia telah
menyerahkan kepada pihak Ibu upah penyusuan si bayi dengan cara
yang lebih baik, lalu si bayi disusukan wanita lain dengan upah
tersebut. Pengertian ini sudah tidak asing lagi. Demikianlah menurut
apa yang dikatakan oleh ulama yang bukan hanya satu orang.


.Bertakwalah kalian kepada Allah
Yakni dalam semua keadaan.


Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kalian
kerjakan.
Artinya, tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dari sepak terjang
dan semua ucapan kalian.1
Ayat 2
Jika kita perhatikan susunan ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Maaidah ini,
maka pada ayat yang pertama diterangkan kepada kita beberapa hukum, seperti
menyempurnakan akad. Auful bil uqudartinya sempurnakan sekalian akad, tepati
segala janji. Perkataan uqud adalah jamak dari akad artinya simpul tali. Dalam
ungkapan saya simpul tali ini berarti saya ikat janji ini kepada engkau.
Menyimpulkan tali ialah mengikatkan dan mempersambungkan dua ujung tali yang
saling mengikat untuk mengadakan satu perjanjian. Menurut apa yang telah
diriwayatkan Ibnu Abbas,Akad yang dimaksud dalam ayat ini adalah segala
perjanjian Allah yang telah dijanjikanNya kepada hambaNya,yang terdiri dari apa-apa
yang diharamkan, dihalalkan, dan difardhukan,yakni segala hukum yang telah
disebutkan dalam al-quran.2

1 Ibnu Katsir Online, http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-233.html,


diakses pada tanggal 18 September 2016.
2 Syekh H.Abdulhalim hasan, Tafsir al-Ahkm (Jakarta: Kencana, 2006), 327
5

Ayat 3
Pada tahun pertama hijriah, Rasulullah SAW telah membuat satu perjanjian dengan
orang-orang yahudi di Madinah,terdiri dari bani quraishah dan bani nadir. Mereka
telah mengkhianati perjanjian itu kemudian mereka memberi bantuan kepada kafir
quraisy dengan cara sembunyi-sembunyi untuk memerangu Muhammad SAW
diwaktu terjadinya perang uhud. Setelah selesai peperangan turunlah ayat yang
asitinya lemparkan dan batalkanlah perjanjian yang telah dibuat dengan mereka itu,
lemparkan kepada mereka kembali dengan cara terus terang, dengan jujur, dengan
cara yang sama seperti membuat perjanjian dahulu. Menurut zahir ayat, diperintahkan
supaya pembatalan perjanjian itu diberitahukan lebih dahulu kepada pihak yang
berjanji, sebelum mereka diserang, dan perintah ini tidak hanya khusus untuk Nabi
Muhammad SAW saja melainkan bermakna umum.3

Ayat 4
Mendera atau memukul dalam ayat ini dipakai dengan kata yang artinya
kulit badan. Jadi mendera atau memukul kulit badannya. Seratus kali dera itu adalah
hukuman terhadap laki-laki atau perempuan yang melakukan zina, sedang mereka
termasuk ghairu muhsan artinya belum pernah kawin dengan perkawinan yang sah.
Kemudian sunnah menetapkan hukuman mereka yang sudah kawin ialah rajam,
dilempari dengan batu sampai mati. Terhadap hukuman perawan dijatuhi hukuman
100 kali dera dan diasingkan setahun dan begitu pula terhadap laki-laki yang belum
kawin. Demikian pendapat syafii, sedangkan pendapat malik tambahan setahun itu
hanya khusus untuk laki-laki saja. Abu hanifah berpendapatpengasingan setahun itu
atas ijtihad imam. Janganlah engkau sampai tidak mau melaksanakan hukuman
ituoleh karena belas kasihan terhadap mereka itu. Dan apabila hukuman itu
dilaksanakan hendaklah disaksikan oleh khalayak umum, agar mereka merasa takut
melakukan pekerjaan terkutuk itu. Karena itulah pembalasannya terhadap apayang
mereka lakukan

dan mereka yang menjalani hukuman mendapat tambahan atau

hukuman pendahuluan yang dapat dilaksanakan berupa rasa malu ketika dia dihukum
dan ditonton oleh orang banyak.4
3 Ibid, 460
4 Ibid, 531
6

C. Fikih
1. Ijarah
a. Pengertian Ijarah
Ijarah (Arti: ijarah = upah, sewa, jasa, atau imbalan). Salah satu bentuk
kegiatan muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewamenyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan, dan lain-lain.
Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan ulama fikih. Ulama
Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan, transaksi terhadap suatu manfaat
dengan imbalan. Ulama Mazhab Syafii mendefinisikannya dengan, transaksi
terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan bisa
dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Ulama Mazhab Maliki dan Mazhab
Hanbali mendefinisikannya dengan, pemilikan manfaat sesuatu yang
dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.5
Menurut M.Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan Ijarah ialah penukaran
manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama
dengan menjual manfaat.6
Definisi-definisi di atas dapat dirangkum bahwa yang dimaksud sewa
menyewa ialah pengambilan manfaat suatu benda. Dalam hal ini bendanya tidak
berkurang sama sekali, yang berpindah hanyalah manfaat dari suatu benda yang
disewakan tersebut. Dapat pula berupa manfaat barang seperti kendaraan,
rumah, dan sebagainya.
Menurut istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut dengan
muajir. Sedangkan orang yang menyewa disebut dengan mustajir. Benda yang
disewakan diistilahkan dengan majur dan uang sewa atau imbalan atas
pemakaian manfaat barang tersebut disebut ujrah.7
Dari beberapa pengertian ijarah (sewa)

tersebut

diatas

dapat

dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip diantara
para ulama dalam mengartikan ijarah (sewa), dari definisi tersebut dapat
diambil intisari bahwa ijarah atau sewa menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas
suatu barang (bukan barangnya).
5 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1997), 660.
6 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 428.
7 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam (Jakarta: Sinar
Grafindo, 1996), 52.
7

b. Dasar Hukum Ijarah


Pada dasarnya para fuqaha sepakat bahwa ijarah (sewa) merupakan
akad yang dibolehkan oleh syara kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar
Al-Asham, Ismail bin Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan
Ibnu Qisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah jual beli
manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukanya akad tidak bisa diserah
terimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit
demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh
diperjual belikan, akan tetapi pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd,
bahwa manfaat walaupun pada saat akad belum ada, tetapi pada galibnya
(manfaat) akan terwujud hal inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan
syara.
Ulama fiqih berpendapat bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya akad
ijarah adalah firman Allah SWT dalam surat Az-Zukhruf (43): 32


yang artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang
lain ....
Dalam surah Al-Qasas (28): 26,

Allah SWT berfirman: Salah seorang dari dua wanita itu berkata: Ya
Bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Ulama fikih juga mengemukakan alasan dari beberapa sabda Rasulullah
SAW, diantaranya: Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan
sebelum kering keringat mereka. (HR. Abu Yala, Ibnu Majah, At-Tabrani, dan
At-Tirmidzi). Dalam riwayat Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri (84 H)
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang menyewa seseorang maka hendaklah ia
beritahu upahnya (HR. Abdurrazaq dan al-Baihaki). Selanjutnya dalam
riwayat Ibnu Abbas dikatakan: Rasulullah SAW berbekam, lalu beliau
membayar upahnya kepada orang yang membekamnya (HR. Al-Bukhari,
Muslim, Ahmad bin Hanbal).8

c. Rukun dan Syarat Ijarah


Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan menyewakan) dan kabul (persetujuan terhadap sewa menyewa).
Jumhur ulama mengatakan nahwa rukun ijarah ada empat, yaitu:
1) Orang yang berakad (aqid)
2) Sewa/ imbalan/ upah (ujrah)
3) Manfaat
4) Ijab dan Kabul (Sighat)
Sebagai sebuah transaksi umum, ijarah baru dianggap sah apabila telah
memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam
transaksi lainnya. Adapun syarat akad ijarah adalah sebagai berikut:
1) Untuk kedua orang yang berakad menurut ulama Mazhab Syafii dan
Hanbali, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh karena itu, apabila orang
yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila,
menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), maka ijarahnya
tidak sah. Akan tetapi, ulama Mazhab Hanafi dan Maliki berendapat bahwa
kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak
yang telah mumayiz pun melakukan akad ijarah terhadap harta atau dirinya,
maka akad itu baru dianggap sah apabila disetuui oleh walinya.
8 Abdul Aziz Dahlan, Ibid.
9

2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan


akad ijaraah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu,
maka akadnya tidak sah. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam
surah an-Nisaa (4): 29 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka ....
3) Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna sehingga
tidak muncul perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat yang akan
menjadi objek ijarah tersebut tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan
manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan
penjelasan berapa lama manfaat ada di tangan penyewa. Dalam masalah
penentuan waktu sewa ini, ulama Mazhab Syafii memberikan syarat yang
ketat. Menurut mereka, apabila seseorang menyewakan rumahnya selama
satu tahun dengan harga sewa Rp 1.000.000 sebulan, maka akda sewa
menyewa batal, karena dalam akad seperti ini diperlukan pengulangan akad
baru setiap bulan dengan harga sewa baru pula. Sedangkan kontrak rumah
yang telah disepakati selama satu tahun tersebut akadnya tidak diulangi
setiap bulan. Menurut mereka, dalam hal ini akad sebenarnya belum ada,
yang berarti ijarah pun batal (tidak ada). Di samping itu, menurut mereka
sewa menyewa dengan cara di atas menunjukkan tenggang waktu sewa tidak
jelas, apakah satu tahun atau satu bulan. Berbeda halnya jika rumah itu
disewa selama satu tahun dengan harga sewa Rp 1.000.000 setahun, maka
akad seperti ini adalah sah, karena tenggang waktu sewa jelas dan harganya
pun ditentukan untuk satu tahun. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan
bahwa akad seperti itu adalah sah dan bersifat mengikat. Apabila seseorang
menyewakan rumahnya selama satu tahun dengan harga sewa Rp 100.000
sebulan maka menurut jumhur ulama akadnya sah untuk bulan pertama,
sedangkan untuk bulan berikutnya apabila kedua belah pihak saling rela
membayar sewa dan menerima sewa seharga Rp 100.000, maka kerelaan ini
dianggap sebagai kesepakatan bersama, sebagaimana halnya dalam al-bay
al-mualah (jual beli tanpa ijab dan kabul, tetapi cukup dengan membayar
uang dan mengambil barang yan dibeli, (jual beli)).
4) Objek ijarah itu bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak
bercacat. Oleh sebab itu, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh
10

menyewakan sesuatu yang tidak bisa diserahkan dan dimanfaatkan langsung


oleh penyewa. Misalnya, apabila seseorang menyewa rumah, maka rumah itu
langsung ia terima kuncinya dan langsung bisa ia manfaatkan. Apabila rumah
itu masih berada di tangan orang lain, maka akad ijarah hanya berlaku sejak
rumah itu bisa diterima dan ditempati oleh penyewa kedua. Demikian juga
halnya apabila atap rumah itu bocor dan sumurnya

kering, sehingga

membawa mudarat bagi penyewa. Dalam kaitan ini, ulama fikih sepakat
menyatakan bahwa pihak penyewa berhak memilih apakah akan melanjutkan
sewa tersebut atau membatalkannya.
5) Objek ijarah tersebut sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu,
ulama fikih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk
mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain
(pembunuh bayaran), dan orang Islam tidak boleh menyewakan rumah
kepada orang nonmuslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka. Menurut
mereka, objek sewa menyewa dalam contoh di atas termasuk maksiat,
sedangkan kaidah fikih menyatakan, Sewa-menyewa dalam masalah
maksiat tidak boleh.
6) Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya,
menyewa orang untuk melaksanakan salat untuk diri penyewa dan menyewa
orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa. Ulama fikih
sepakat menyatakan bahwa sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena salat
dan haji merupakan kewajiban bagi orang yang disewa. Terkait dengan
masalah ini juga, ulama fikih berbeda pendapat dalam hal menyewa/
menggaji

seseorang

untuk

menjadi

muazin

(orang

yang

bertugas

mengumandangkan azan pada setiap waktu di suatu masjid), menggaji imam


salat, dan menggaji seseorang yang mengajarkan Al-Quran. Ulama Mazhab
Hanafi dan Hanbali mengatakan tidak boleh atau haram hukumnya menggaji
seseorang menjadi muazin, imam salat, dan guru yang akan mengajarkan AlQuran, karena pekerjaan seperti ini termasuk pekerjaan taat (dalam rangka
mendekatkan diri pada Allah SWT), dan terhadap perbuatan taat seseorang
tidak boleh menerima gaji.
7) Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah,
mobil, dan hewan tunggangan. Oleh sebab itu, tidak boleh dilakukan akad
sewa-menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa

11

sebagai penjemur kain cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk
penjemur cucian.
8) Upah/ sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai
harta. Oleh sebab itu, ulama sepakat menyatakan bahwa khamr dan babi
tidak boleh menjadi upah dalam akad ijarah, karena kedua benda itu tidak
bernilai harta dalam Islam.
9) Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa upah/ sewa itu tidak sejenis
dengan manfaat yang disewa. Misalnya, dalam sewa-menyewa rumah. Jika
sewa rumah dibayar dengan penyewaan kebun, menurut mereka ijarah seperti
ini

dibolehkan. Apabila

sewa

rumah

itu

dilakukan

dengan

cara

mempertukarkan rumah, seperti A menyewakan rumahnya pada B, B dalam


membayar sewa rumah tersebut menyewakan pula rumahnya kepada A,
sebagai sewa; sedangkan dari segi kualitas dan kuantitas tidak berbeda.
Sewa-menyewa seperti ini tidak sah. Akan tetapi jumhur ulama tidak
menyetujui syarat ini, karena menurut mereka antara sewa dan manfaat yang
disewakan boleh sejenis.
d. Sifat Akad Ijarah
Ulama fikih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat
mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Mazhab Hanafi berpendirian
bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, tetapi bisa dibatalkan secara sepihak
apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak
wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama
mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau
barang itu tidak bisa dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam
kasus apabila salah seorang meninggal dunia. Menurut ulama Mazhab Hanafi,
apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, maka akad ijarah batal,
karena manfaat tidak bisa diwariskan. Akan tetapi jumhur ulama mengatakan
bahwa manfaat itu bisa diwariskan karena termasuk harta (al-maal). Oleh sebab
itu, kematian salah sau pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
e. Macam-Macam Ijarah
Macam-Macam Ijarah. Dilihat dari segi objek-nya, akad ijarah dibagi
oleh ulama fikih menjadi dua macam, yaitu: yang bersifat manfaat dan yang
bersifat pekerjaan. Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewamenyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, dan perhiasan. Apabila man-faat itu
12

merupakan manfaat yang dibolehkan syarakuntuk dipergunakan, maka ulama


fikih sepakatmenyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan caramempekerjakan
seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini, menurut ulama
fikih, hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas,seperti buruh bangunan,
tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu. Ijarah seperti ini ada yang bersifat
pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat
serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk
kepentingan orang banyak (seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang
jahit). Kedua bentuk ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fikih,
hukumnya boleh.
f. Tanggung Jawab Orang yang Diupah/Digaji.
Apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi,maka seluruh
pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya. Akan
tetapi, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa apabila objek yang dikerjakannya
itu rusak di tangannya, bukan karena kelalaian dan kesengajaan, maka ia tidak
bisa dituntut ganti rugi. Apabila kerusakan itu terjadi atas kesengajaan atau
kelalaiannya, maka menurut kesepakatan ahli fikih, ia wajib membayar ganti
rugi. Misalnya, sebuah piring terjatuh dari tangan pembantu rumah tangga
ketika mencucinya. Dalam kasus seperti ini, pembantu itu tidak bisa dituntut
ganti rugi, karena pecahnya piring itu bukandisengaja atau karena kelalaiannya.
Penjual jasa untuk kepentingan orang banyak, seperti tukang jahit dan
tukang sepatu, apabila melakukan suatu kesalahan sehingga sepatu orang yang
diperbaikinya rusak atau pakaian yang dijahit penjahit itu rusak, maka ulama
fikih berbeda pendapat dalam masalah ganti rugi terhadap kerusakan tersebut.
Imam *Abu Hanifah, Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi (w. 158 H/775 M, ahli
fikih), ulama Mazhab Hanbali dan Syafi'i, berpendapat bahwa apabila kerusakan
itu bukan karena unsur kesenga- jaan dan kelalaian tukang sepatu atau tukang
jahit tersebut, maka ia tidak dituntut ganti rugi barang yang rusak itu. Imam
*Abu Yusuf dan Muhammad Hasan asy-*Syaibani, keduanya sahabat Imam Abu
Hanifah, dan salah satu riwayat dari Imam *Ahmad bin Hanbal, berpendapat
bahwa penjual jasa untuk kepentingan umum bertanggungjawab atas kerusakan
barang yang sedang dikerjakannya, baik dengan sengaja maupun tidak, kecuali
kerusakan itu di luar batas kemampuannya untuk menghindari, seperti banjir
besar atau kebakaran. Ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa apabila sifat
13

pekerjaan itu mem- bekas pada barang yang dikerjakan, seperti pekerjaan
binatu, juru masak, dan buruh angkat (kuli), maka baik sengaja maupun tidak
sengaja, segala kerusakan yang terjadi menjadi tanggung jawab mereka dan
wajib mereka ganti.
g. Berakhirnya Akad Ijarah
Akad ijarah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut:
1) Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang dijahitkan
hilang.
2) Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah. Apabila yang
disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan
apabila yang disewa itu adalah jasa seseorang, maka ia berhak menerima
upahnya.Kedua hal ini disepakati oleh seluruh ulama fikih.
3) Menurut ulama Mazhab Hanafi, wafatnya salah seorang yang berakad,
karena akad ijarah menurut mereka, tidak bisa diwariskan menurut jumhur
ulama, akad ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad.
Karena manfaat, menurut mereka, bisa diwariskan dan ijarah sama dengan
jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
4) Menurut ulama Mazhab Hanafi, apabila ada unzur dari salah satu pihak,
seperti rumah yang dise- wakan disita negara karena terkait utang yang
banyak, maka akad ijarah batal. Uzur yang dapat membatalkan akad ijarah
tersebut, menurut ulama Mazhab Hanafi adalah salah satu pihak jatuh pailit,
dan berpindah tempatnya penyewa. Misalnya, seseorang digaji untuk
menggali sumur di suatu desa, namun sebelum sumur itu selesai penduduk
desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yang
bisa membatalkan akad ijarah tersebut hanyalah apabila objeknya
mengandung cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti
kebakaran dan dilanda banjir.
2. Adab Pergaulan Laki-Laki dan Perempuan
Tuntunan Agama Islam tentang pergaulan laki-laki dan wanita dalam
Islam. Pada zaman Raslullh saw. kaum wanita biasa menghadiri shalat
berjama'ah di masjid bersama kaum pria. Kaum wanita juga ikut menghadiri shalat
Hari-Raya di lapangan dan bersama-sama mengumandangkan takbir. Bahkan
mereka (kaum wanita) diikut-sertakan dalam perang oleh Raslullh saw. terutama
untuk merawat orang-orang yang terluka dsb. Hal itu bisa dijumpai dalam kitabkitab shahh, seperti: Shahh Al-Bukhr,
14

Muslim dll Begitu-pula dalam hal

menuntut ilmu, kaum wanita tidak mau ketinggalan dari kaum pria sehingga
mereka membuat waktu khusus bagi Raslullh saw. untuk mengajar dalam majelis
mereka sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imm Al-Bukhr pada Bab 'Ilmu dalam
kitab "Shahhnya". Namun Islm tetap memberikan beberapa batasan dalam
pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Dr. Ysuf Al-Qardhw (hafizhahullh) memberikan 6 (enam) patokan
hukum dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, yaitu:
1) Menahan pandangan dari kedua-belah pihak. Artinya, tidak boleh melihat 'aurat,
tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak lama-lama memandang tanpa

keperluan, sebagaimana firman Allh:



Artinya :
"Katakanlah kepada orang-orang mumin laki-laki; hendaklah mereka menahan
pandangan mata mereka dan memelihara kemaluannya................".(Surah AnNr (24):30)
2) Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang dituntun syara', yang
menutup seluruh tubuh selain muka dan telapak tangan, jangan tipis dan jangan
dengan potongan yang menampakkan bentuk tubuh. Allh berfirman:



Artinya :
"...dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya...". (Surah An-Nr (24):31)
Diriwayatkan dari beberapa shahabat bahwa perhiasan yang biasa tampak ialah
muka dan tangan.
Allh berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku sopan :
15

Artinya :
".......Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu...". (Surah Al-Ahzb (33):59)
Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita baik-baik dengan
wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik, tidak ada laki-laki yang suka
mengganggunya, sebab pakaian dan kesopanannya mengharuskan setiap orang
yang melihatnya untuk menghormatinya.
3) Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, terutama dalam
pergaulannya dengan laki-laki:
a) Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu dan

membangkitkan rangsangan. Allh berfirman :

Artinya :
".........Maka

janganlah

kalian

tunduk

dalam

berbicara

sehingga

berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah


perkataan yang baik". (Surah Al-Ahzb (33):32)

b) Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman Allh:


Artinya :
".....Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan...". (Surah An-Nr (24):31
c) Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggang-lenggok, seperti yang
disebutkan dalam hadits :
16







Artinya :
"(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpang dari ketaatan dan menjadikan hati
laki-laki cenderung kepada kerusakan (kema'shiatan)". (H.R. Ahmad dan
Muslim)
Jangan sampai ber-tabaruj (menampakkan 'aurat) sebagaimana yang
dilakukan wanita-wanita jahiliyyah tempo dulu ataupun jahiliyyah modern.
d) Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna perhiasan
yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan di pertemuanpertemuan dengan kaum laki-laki.
e) Jangan berdua-duaan (laki-laki dan wanita) tanpa disertai mahram. Banyak
hadits shahh yang melarang hal ini seraya mengatakan, "Karena yang ketiga
adalah syaithn".Jangan berduaan sekali pun dengan kerabat suami atau
isteri. Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi:



f)

:


,

:





,
Artinya :
"Janganlah kalian masuk ke tempat wanita". Mereka (shahabat) bertanya:
"Bagaimana dengan ipar wanita?". Beliau menjawab: "Ipar wanita itu
membahayakan". (H.R. Al-Bukhr)
Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau isteri dapat menyebabkan
kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk berlama-lama hingga
menimbulkan fitnah.
f) Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja sama, tidak
berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita dari naluri kewanitaannya,
menimbulkan fitnah, atau melalaikannya dari kewajiban sucinya mengurus
rumah tangga dan mendidik anak-anak.

17

Demikianlah 6 (enam) patokan dalam pergaulan antara kaum laki-laki


dengan kaum wanita dalam Islm, yang Insya-Allh bila dipatuhi akan
mendatangkan manfaat yang besar. (Wallhu A'lam)9

3. Pengertian zina
Zina adalah memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin
perempuan(dalam persetubuhan) yang haram menurut zat perbuatannya, bukan
karena subhat dan perempuan itu mendatangkan sahwat. Berzina sebagai perbuatan
keji yang dilarang dalam agama Islam.perbuatan zina akan menjauhkan pelakunya
dari jalan yang benar karena perbuatan zina berakibat merendahkan martabat
pelaku dihadapan manusia dan dihadapan Allah. Allah melarang manusia untuk
mendekatkan zina,mengingat perbuatan ini akan dapat menimbulkan madharat
yang besar dalam kehidupan pribadi dan sosial.

9 Fiedri Dasril, http://tuntunanagamaislam.blogspot.co.id/2012/12/adabpergaulan-laki-laki-dan-wanita.html, diakses pada tanggal 19 September 2016.


18

BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Sejarah
Persewaan kos ini dibangun pada bulan Agustus 2016 dan dibuka pada bulan
September 2016 oleh bapak Miftachul Huda, kos ini merupakan bangunan baru
yang tanahnya dihasilkan dari warisan orang tua dari bapak Miftachul Huda,
sebelum orang tua bapak Miftachul Huda meninggal beliau memberikan wasiat
agar tanah miliknya tidak dijual melainkan untuk membuka kos-kosan untuk
dijadikan bisnis.
2. Alamat atau Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di jalan Btn kelurahan Rejomulyo No. 15 Rt4/
Rw5 kota Kediri.
3. Denah Peta

B. Biografi Narasumber
Nama: Miftachul Huda
TTL : Kediri, 5 Mei 1979
Alamat: jalan Btn kelurahan Rejomulyo No. 15 Rt4/ Rw5 kota Kediri.
Riwayat pendidikan
- TK : Mambaul Ulum rejomulyo kediri
- SLTP : Airlangga Kediri
- SLTA : MAN 2 Kediri
- S1 : Universitas Tribakti Kediri
- Mengajar di Lirboyo
- Pegawai DKP
- Usaha sapi perah
- Usaha kost
C. Hasil Penelitian
1. Menurut anda apa kos itu?
Menurut saya kost yaitu merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
perekonomian.
2. Apa alasan anda membuka kost-kostan ini?
19

Alasan saya membuka kost ini yaitu ingin meningkatkan perekonomian saya,
supaya adanya interaksi kepada masyarakat yang menyewa kost, dan karena
rumah saya lumayan dekat dengan kampus jadi saya rasa membuka kost ini akan
berjalan.
3. Mulai kapan anda membuka kost?
Kost ini mulai dibuka pada bulan september awal tahun 2016
4. Bagaimana pelaksanaan akad sewa menyewa kost?
Pembayaran dilakukan tiap bulan sekali, jika ingin melanjutkan untuk kost
dibulan depan jadi ya pembayaran tetap dilakukan sebulan sekali bukan dalam
setahun.
5. Apakah penentuan harga sewa dan jangka waktu sewa sudah sesuai dengan
hukum islam?
Insyaallah sudah.
6. Berapa biaya kost tiap kamar per bulan?
Untuk kamar bagian depan Rp.250.000/bulan untuk 2 anak/kamar jika 1 kamar
hanya siisi 1 anak jadi harganya Rp.125.000/bulan, sedangkan kamar bagian
belakang Rp.300.000,
7. Apa saja sarana yang diberikan?
Kami hanya menyediakan karpet dan almari.
8. Jika menambah peralatan sendiri dari rumah, ada tambahan biaya atau tidak?
Tidak, biaya sudah termasuk semuanya, jadi jika ingin membawa apa saja tidak
ada tambahan biaya lagi.
9. Berapa ukuran kamarnya?
Kamar bagian depan ukuran 2,5m2 x 3m2, kamar bagian belakang 2,5m2 x 3,5m2a
10. Mengapa anda membuka kost campur atau putra dengan putri?
Karena saya lihat disekitar sini banyak para mahasiswa dan mahasiswi jadi
dengan area lahan kos yang cukup luas ini saya berusaha memberi fasilitas kost
untuk mereka.
11. Bagaimana jika terjadi hal yang tidak diinginkan (zina) jika kost campur putra
putri?
Insyaallah itu tidak akan terjadi, karena saya dan istri saya berusaha untuk
mengawasi mereka.
12. Peraturan kost itu sendiri apa saja?
Saya disini tidak terlalu ada peraturan, batasan untuk malam hari maksimal Jam
10 jika ada acara diluar supaya minta izin terlebih dahulu, dilarang berduaan
perempuan dan laki-laki di area kost.
13. Bagaimana keamanan kost?
Untuk keamanannya saya selalu mengecek tiap jam 10 malam dan jam 3 pagi.
14. Bagaimana rasanya memiliki kost?

20

Menurut saya memiliki kost ya biasa saja malah seneng karen suasana sekitar
rumah menjadi tambah ramai, mushola depan rumah juga semakin banyak karena
penghuni kost kebanyakan berjamaah.
15. Apakah ada niatan untuk memajukan atau membesarkan kost?
Dengan seiring waktu jika Allah menghendaki saya akan memajukan kost-kostan
ini.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, Ijarah ialah pengambilan manfaat suatu benda. Dalam hal ini bendanya
tidak berkurang sama sekali, yang berpindah hanyalah manfaat dari suatu benda yang
disewakan tersebut. Dapat pula berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah, dan
sebagainya. Pada dasarnya para fuqaha sepakat bahwa ijarah (sewa) merupakan
akad yang dibolehkan oleh syara namun ada pula beberapa ulama yang tidak
membolehkannya.
Rukun ijarah ada empat, yaitu: Orang yang berakad (aqid), Sewa/ imbalan/
upah (ujrah), Manfaat, Ijab dan Kabul (Sighat). Dan syarat akad ijarah adalah: Untuk
kedua orang yang berakad telah baligh dan berakal, menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad ijaraah, manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara
sempurna sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari, objek ijarah itu bisa
diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat. objek ijarah tersebut
sesuatu yang dihalalkan oleh syara, yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi
penyewa. objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, upah/ sewa
dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
Akad ijarah itu bersifat mengikat, tetapi bisa dibatalkan secara sepihak apabila
terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad
Dilihat dari segi objek-nya, akad ijarah dibagi oleh ulama fikih menjadi dua
macam, yaitu: yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan.
21

Akad ijarah akan berakhir apabila terjadi: Objek hilang atau musnah, Habisnya
tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah, wafatnya salah seorang yang
berakad, dan akad ijarah bisa berakhir apabila ada unzur dari salah satu pihak.
Beberapa batasan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan: Menahan
pandangan dari kedua-belah pihak, pihak wanita harus mengenakan pakaian yang
sopan yang dituntun syara', mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal,
terutama dalam pergaulannya dengan laki-laki.
Zina adalah memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin
perempuan(dalam persetubuhan) yang haram menurut zat perbuatannya, bukan karena
subhat dan perempuan itu mendatangkan sahwat.
Hukum usaha sewa-menyewa untuk kamar kost ini adalah boleh, karena
pelaksanaannya telah sesuai dengan aturan ijarah.
B. Saran
Mensikapi

praktek

sewa

menyewa kamar kost untuk putra putri yang

berdasarkan pemaparan penulis sebelumnya dalam praktek tersebut bisa dikatakan


tidak melanggar ketentuan fiqih meskipun ada beberapa ulama yang tidak setuju
dengan praktek sewa menyewa, tetapi penulis beralasan bahwa sewa kamar kost
untuk putra putri itu boleh saja, disamping adanya kerelaan kedua belah pihak juga
sesuai dengan dasar pengertian ijarah yang mendefinisikan bahwa sewa adalah
pengambilan suatu manfaat dengan sebuah imbalan tanpa mengurangi kadar dari
obyek tersebut. Dalam hal ini sapi pejantan tidak berkurang zatnya juga masih milik
hak penuh yang punya/pemilik pejantan.

22

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abdul Aziz. 1997. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar
Baru van Hoeve
Dasril,

Fiedril.

http://tuntunanagamaislam.blogspot.co.id/2012/12/adab-

pergaulan-laki-laki-dan-wanita.html,

diakses

pada

tanggal

19

September 2016.
Hasan, Syekh H.Abdulhalim. 2006. Tafsir al-Ahkm. Jakarta: Kencana.
Katsir,

Ibnu.

http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-

baqarah-ayat-233.html, diakses pada tanggal 18 September


2016.
Lubis, Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. 1996. Hukum Perjanjian
dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafindo.
Shiddieqy, M. Hasbi Ash. 1997. Hukum-Hukum Fiqih Islam. Semarang:
Pustaka Rizki Putra.

23

LAMPIRAN

PUTRI

PUTRA

24

Ayat tentang Sewa-Menyewa


Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa Menyewa Kamar Kost Putra Putri di
Kelurahan Rejomulyo Kota Kediri
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi 2
Dosen Pengampu:
Alwi Musa Muzaiyyin, MHI.

Nama Kelompok:
1.
2.
3.
4.
5.

M. Wawan Kurniawan
(931301314)
Desi Kartika Putri
(931301514)
Hanina Atika Pradini
(931300514)
Devi Agustina Sari
(931306314)
Angga Trisna Permana(931316712)

25

JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TNGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KEDIRI
2016

26

Anda mungkin juga menyukai