Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
yang telah dilimpahkan kepada kita semua sehingga dapat meyelesaikan makalah
yang berjudul “ Perhitungan Bagi Hasil ”.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 13 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia, dari tahun ke tahun


mengalami peningkatan yang cukup pesat. Prinsip syariah yang digunakan
perbankan sebagai dasar dalam menjalankan kegiatannya dapat diterima
masyarakat dan direspon sangat baik terutama dikalangan muslim. Prinsip
dasar dalam Perbankan syariah adalah tidak menggunakan sistem bunga
seperti pada bank-bank konvensional, melainkan dengan menggunakan
sistem bagi hasil. Hal ini didasarkan pada prisnsip agama Islam bahwa bunga
mengandung unsur riba yang diharamkan dalam agama Islam. Syariah Islam
berkeyakinan dalam sistem bunga terdapat unsur ketidakadilan karena
pemilik dana mewajibkan peminjam membayar lebih daripada yang telah
dipinjamkan tanpa memperhatikan peminjam mengalami keuntungan atau
kerugian. Sebaliknya sistem bagi hasil yang diterapkan pada bank syariah
merupakan sistem ketika peminjam dan yang meminjam berbagi dalam resiko
dan keuntungan dengan pembagian sesuai kesepakatan. sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan.

Di antara bank-bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil adalah Bank
Muamalat Indonesia (BMI), BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BNI
Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah. Bank Islam ini
beroperasi dengan prinsip bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan istilah
profit sharing. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang Perbankan dan dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari MUI
Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah
(Wiroso, 2005). Seiring dengan hal tersebut, lembaga keuangan syariah yang
ruang lingkupnya mikro yaitu Baitul Maal wal Tamwil (BMT) juga semakin
menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah, kegiatan BMT
adalah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah dan mudharabah) dan
penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah) kepada masyarakat.
Tujuan utama perbankan Islam ini adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat serta membina semangat ukhuwah islamiyah
melalui kegiatan ekonomi. Bank syariah dengan produk utamanya yang
berupa simpanan dan pembiayaan (pinjaman), yang ditunjang dengan jasa
lain-lainnya yang operasionalnya hampir sama dengan bank konvensional
adalah penggunaan sistem bagi hasil terutama pada produk simpanan dan
pembiayaan. Perbankan syariah dapat dipastikan bebas dari riba/bunga dan
sebagai gantinya adalah system bagi hasil yang sesuai dengan ajaran syariat
islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahapan perhitungan bagi hasil?


2. Bagaimana metode atau prinsip perhitungan bagi hasil?
3. Bagaimana perhitungan jumlah pendapatan yang dibagi hasil?
4. Bagaimana menentukan hak bagi hasil untuk bank dan nasabah dengan
pendekatan mudharabah?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui tahapan perhitungan bagi hasil.


2. Mengetahui metode atau prinsip perhitungan bagi hasil.
3. Mengetahui perhitungan jumlah jumlah pendapatan yang dibagi hasil.
4. Mengetahui besaran hak bagi hasil untuk bank dan nasabah dengan
pendekatan mudharabah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Perhitungan Bagi Hasil

Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima, bank
syariah dapat berada dalam dua posisi yang berbeda:

1. Bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai
mudharib dan nasabah sebagai sahibul maal,

2. Bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai
sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.

Untuk menghitung pendapatan bagi hasil yang diterima oleh bank maupun
nasabah dimana bank sebagai mudharib, sedangkan nasabah sebagai sahibul maal
dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil.

2. Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan untuk bagi hasil.

3. Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar perhitungan


bagi hasil.

4. Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah.

5. Akuntansi bagi hasil untuk bank syariah.


B. Metode atau Prinsip Perhitungan Bagi Hasil

Bagi Hasil dalam Sistem Perbankan Syariah merupakan ciri khusus yang
ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan
dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah
pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya
kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

Prinsip perhitungan bagi hasil pendapatan sangat penting untuk ditentukan di


awal dan diketahui oleh kedua belah pihak yang akan melakukan kerjasama bisnis
karena apabila hal ini tidak dilakukan, maka berarti telah terjadi ghoror, sehingga
transaksi menjadi tidak sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip perhitungan bagi
hasil menentukan jumlah pendapatan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
untuk bagi hasil, apakah menggunakan penerimaan bersih, laba kotor, atau laba
bersih. Fatwa Dewan Syariah Nasional No 15/DSN –MUI/IX/2000 tentang
prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuagan syariah dengan
pertimbangan (a) bahwa bagi hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu
bentuk kerja sama boleh di dasarkan pada prinsip bagi untung (profit sharing) dan
boleh pula di dasarkan pada prinsip bagi hasil (revenue sharing). Dalam fatwa
tersebut di tetapkan sebagai berikut:

1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue


sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil
usaha dengan mitra (nasabah)-nya.

2. Di lihat dari kemaslahatan (al-asblah) saat itu, pembagian hasil usaha


sebaiknya di gunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing).

3. Penetapan prinsip pembagian bagi hasil usaha yang di pilih harus di


sepakati dalam akad.

Dalam praktik di lapangan terdapat perbedaan interpretasi dalam memahami


istilah revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik dipersepsikan sama
dengan gross profit sharing yang menganalogikan revenue adalah nilai penjualan
suatu barang (harga pokok plus margin pendapatan). Adapun revenue yang
dimaksud dalam dasar bagi hasil bank syariah dan yang dipraktikkan selama ini
adalah pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual. Dalam akuntansi,
konsep ini biasa dinamakan dengan gross profit. Dengan demikian, istilah revenue
sharing yang biasa diguakan dalam perbankan syariah pada dasarnya sama
dengan makna gross profit sharing.

Pernyataan Standar Akntansi Keuangan (PSAK) nomor 105 paragraf 11


menyatakan bahwa pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan
berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi
hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan
total pendapatan usaha (omzet). Jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar
pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Tabel 1 Prinsip Bagi Hasil

Dalam praktik perbankan, gross profit sharing yang dibagi hasil kepada pihak
ketiga meliputi:

1. Margin bank yang meliputi margin murabahah, salam, dan istishna’.


Dalam hal ini, margin bank adalah selisih antara harga jual barang dengan
harga beli barang. Sekiranya ada pemberian potongan kepada nasabah,
maka potongan tersebut akan mengurangi margin bank.

2. Pendapatan sewa bersih. Dalam hal ini, pendapatan sewa bersih adalah
selisih antara pendapatan sewa dengan akumulasi penyusutan ijarah. Gain
atas penjualan asset ijarah juga termasuk dalam pendapatan sewa.

3. Bagi hasil investasi mudharabah dan investasi musyarakah. Pengguna


gross profit sharing sebagai dasar perhitungan bagi hasil lebih adil bagi
perbankan syariah maupun nasabah, karena penggunaan laba kotor sebagai
dasar perhitungan bagi hasil telah mempertimbangkan faktor kinerja
(penjualan) dan juga biaya (harga pokok penjualan) sebagai komponen
perhitungan laba atau pendapatan kotor. Secara ideal prinsip profit sharing
mencemirkan laba yang sesungguhnya karena dihasilkan dari perhitungan
seluruh pendapatan dikurang seluruh biaya, namun secara teknis
dilapangan prinsip profit sharing membuka peluang yang besar adanya
ketidak seimbangan informasi (assimetric information) antara sahibul maal
dan mudharib, yang dapat menimbulkan kerugian bagi sahibul maal.
Dalam gambar di atas dapat dilihat bahwa dengan prinsip revenue sharing
pendapatan yang digunakan untuk untuk diperhitungkan dalam perhitungan bagi
hasil adalah pendapatan bruto yang terdiri atas pendapatan bagi hasil yang
diterima dari berbagai kegiatan, sedangkan dengan prinsip profit sharing
pendapatan yang menjadi dasar perhitungan bagi hasil dengan prinsip revenue
sharing harus dikurangi lagi dengan biaya operasional rutin bank, sehingga
diperoleh laba bersih. Laba bersih inilah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan bagi hasil.
C. Menghitung Jumlah Pendapatan yang Dibagi Hasil

Tabel 2 Data Sumber Dana, Penyaluran Dana, dan Pendapatan

Setelah menentukan prinsip perhitungan bagi hasil yang akan digunakan,


misalnya menggunakan revenue sharing, maka dari laporan laba rugi dapat
diperoleh jumlah pendapatan yang akan diperhitungkan untuk bagi hasil dari
masing-masing jenis pembiayaan seperti dalam tabel di atas. Tahap selanjutnya
adalah menghitung pendapatan yang akan didistribusikan sebagai pendapatan
bagi hasil untuk bank dan nasabah. Untuk menghitung jumlah pendapatan yang
akan didistribusikan, terdapat tiga alternatif pendekatan. Pendapatan yang akan
dibagi hasil dihitung berdasarkan:

1. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah saja (Rp 200.000.000).

Tahapan perhitungannya sebagai berikut:


a. Menghitung Rata-rata Saldo Harian Sumber Dana (RSSD). Dilakukan
karena saldo nasabah dapat berubah setiap hari. Rumusnya:

𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 1+𝑠𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 2+𝑑𝑠𝑡…𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑛


RSSD =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑛

b. Menghitung Rata-rata Saldo Harian Pembiayaan (RSP). Dilakukan


karena saldo untuk masing-masing pembiayaan dapat berubah setiap
hari. Rumusnya:
𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 1+𝑠𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 2+𝑑𝑠𝑡…𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑛
RSP =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑛

c. Menghitung pendapatan untuk bagi hasil. Rumusnya:


Pendapatan Bagi Hasil =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝐷𝑎𝑛𝑎
x jumlah pendapatan
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
200.000.000
Pendapatan Bagi Hasil = x 2.000.000
400.000.000
Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah pendapatan yang akan dibagi
hasil antara bank dengan nasabah sebesar Rp 1.000.000.

Tabel 3 Perhitungan Pendapatan yang akan Dibagi Hasil Berdasarkan


Sumber Dana Pihak Ketiga dari Sumber Dana Mudharabah
2. Sumber Dana Pihak ketiga dari Dana Mudharabah dan Wadiah (Rp
330.000.000).

Tabel 4 Perhitungan Pendapatan yang akan Dibagi Hasil


Berdasarkan Sumber Dana Pihak Ketiga dari Sumber
Dana Mudharabah dan Wadiah

330.000.000
Pendapatan Bagi Hasil = x 2.000.000
400.000.000

= 1.650.000

Rp 1.650.000 inilah jumlah pendapatan yang akan dibagi hasil antara bank
dengan nasabah.
3. Seluruh Sumber Dana (Rp 400.000.000).

Tabel 5 Perhitungan Pendapatan yang akan Dibagi Hasil


Berdasarkan Seluruh Sumber Dana

400.000.000
Pendapatan Bagi Hasil = x 2.000.000
400.000.000

= 2.000.000

Tahapan selanjutnya adalah menghitung distribusi pendapatan yang akan


dibagi hasil kepada bank dan nasabah. Dalam perhitungan distribusi pendapatan
yang akan dibagi hasil kepada bank dan nasabah dapat menggunakan semua
pendekatan yang telah di jelaskan sebelumnya.
D. Menentukan Hak Bagi Hasil untuk Bank dan Nasabah dengan
Pendekatan Mudharabah

Untuk menghitung hasil akhir berapa pendapatan bagi hasil yang akan
diterima bank dan nasabah, maka diperlukan informasi tambahan yang digunakan
seperti tersaji dalam Tabel berikut.

Tabel 6 Tabel Kelompok Sumber Dana dan Nisbah Bagi Hasil

Untuk data saldo rata-rata dalam tabel di atas diperoleh dari perhitungan tabel
3, sedangkan jumlah besaran nisbah diperoleh dari kebijakan atau kesepakatan
antara bank dengan nasabah pada saat persetujuan penyetoran dana dana dari
nasabah.

Menghitung proporsi pendapatan yang akan dibagi hasil untuk masing-


masing kelompok sumber dana dengan menggunakan rumus:

Proporsi Tabungan Mudharabah =


𝑆𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛𝑎
x jumlah pendapatan bagi hasil
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑑𝑎𝑛𝑎

60.000.000
Proporsi Tabungan Mudharabah = 200.000.000 x 1.000.000

= Rp 300.000

Setelah diketahui jumlah pendapatan yang akan dibagi hasil untuk masing-
masing kelompok investasi, selanjutnya dihitung pendapatan bagi hasil untuk
bank dan nasabah dengan menggunakan rumus berikut:
Pendapatan Nasabah Tabungan Mudharabah

= Proporsi Pendapatan tabungan Mudharabah x Nisbah bagi hasil nasabah.

= Rp 300.000 x 40 % =Rp 120.000.

Pendapatan Bank dari Tabungan Mudharabah

= Proporsi Pendapatan tabungan Mudharabah x Nisbah bagi hasil bank.

= Rp 300.000 x 60 % = Rp 180.000.

Untuk perhitungan sumber dana deposito 1 bulan, 3 bulan 6 bulan dan 12


bulan mengikuti perhitungan yang sama dengan perhitungan tabungan.

Tabel 7 Tabel Distribusi Bagi Hasil kepada Nasabah dan Bank

Di lapangan, seringkasli para praktisi termasuk marketing bank syariah


menghadapi kesulitan untuk memberi penjelasan kepada calon nasabah investor
mengeai gambaran perkiraan return masa datang yang akan diterima apabila calon
nasabah berinvestasi di bank ;syariah dalam bentuk investasi tabungan maupun
deposito. Hal ini terjadi karena:

1. Bank syariah hanya memberikan informasi kepada nasabah investor


besaran nisbah hasil yang belum dapat memberi gambaran pasti jumlah
return yang akan diterima nasabah karena pendapatan bagi hasil
sesungguhnya hanya dapat dihitung setelah pendapatan riil direalisasikan.
2. Bank syariah tidak diperbolehkan memberikan janji pendapatan kepada
nasabah investor karena pendapatan riil hanya dapat diketahui setelah
hasil investasi direalisasikan.

Untuk membantu masalah ini, digunakan data masa lalu, biasanya digunakan
data return beberapa sebelumnya. Dara return ini juga dibuat dalam bentuk
tingkat prosentase (indication rate) pendapatan bagi hasil dari rata-rata investasi
pada bulan-bulan sebelumnya. Ini dilakukan karena biasanya para nasabah mudah
memperoleh gambaran dalam bentuk prosentase yang biasa digunakan dalam
perhitungan bunga bank pada bank konvensional, yang disebut oleh praktisi
syariah adalah equivalent rate.

𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑛𝑎𝑠𝑎𝑏𝑎ℎ 𝑥 365 𝑥 100%


Equivalent Rate =
𝑠𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 30

120.000 𝑥 365 𝑥 100%


= 60.000.000 𝑥 30

= 2,43%

Untuk sumber dana deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan


menggunakan rumus yang sama dengan sumber dana tabungan.

Tabel 8 Tabel Equivalent Rate atas Bagi Hasil untuk Nasabah

Setelah equivalent rate diperoleh, bank selanjutnya dapat menghitung bagi


hasil bagi nasabah perorangan pada setiap akhir bulan. Untuk menghitung bagi
hasil untuk nasabah perorangan dapat menggunakan rumus berikut:
𝑠𝑎𝑙𝑑𝑜 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑎𝑠𝑎𝑏𝑎ℎ 𝑥 30 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑒𝑛𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑒
Bagi Hasil Nasabah = 365 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 100

Misalkan Hanif nasabah tabungan mudharabah memiliki saldo rata-rata pada


bulan januari sebesar Rp 1.000.000. Maka perhitungan bagi hasil yang
diperolehnya adalah sebagai berikut:

1.000.000 𝑥 30 𝑥 2,43%
Bagi Hasil Hanif = 365 𝑥 100

729.000.000
= 36.500

= Rp 1.997
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

1155

1919

Anda mungkin juga menyukai