Anda di halaman 1dari 6

354-606-1-SM (Strategi Diversifikasi)

Perusahan go public umumnya menggunakan strategi diversifikasi untuk

mempertahankan usahanya agar dapat mencapai tujuan perusahaan. Strategi diversifikasi ini

dilakukan untuk meningkatkan profitabilitas, nilai pemegang saham, risiko dan pendekatan

banyak stakeholder (Govindarajan dan Anthony,2006).

Mayoritas perusahaan go public yang melakukan strategi diversifikasi merupakan

perusahaan LQ 45. Hal ini dibuktikan dengan adannya informasi segmen yang ada pada

laporan keuangan perusahaan tersebut. Tabel dibawah ini menunjukkan adanya perbandingan

jumlah perusahaan sekitar 96% lebih banyak antara perusahaan yang melakukan diversifikasi

dengan perusahan tidak melakukan strategi diversifikasi pada tahun 2011 hingga 2015.

Penerapan strategi diversifikasi perusahaan LQ 45 berjalan cukup stabil dari tahun ke tahun

370-13-970-1-10-20200123(Diversifikasi 10)

Menurut Afza, Slahudin, dan Nazir (2007), strategi diversifikasi dapat meningkatkan efisiensi
perusahaan dalam penggunaan sumber daya. Strategi diversifikasi merupakan bentuk
pengembangan usaha dengan cara memperluas segmen bisnis secara geografis maupun jenis produk
(Ansoff, 1957). Menurut Hill dan Jones (1998), bentuk diversifikasi produk dapat dibagi menjadi
Diversifikasi Terkait (related diversification) dan Diversifikasi Tidak Terkait (unrelated diversification).

Afza, Slahudin, dan Nazir (2007) menyatakan bahwa strategi diversifikasi dapat meningkatkan
efisiensi perusahaan dalam penggunaan sumber dayanya. Sebaliknya, Chakrabarti, Singh, dan
Mahmood (2007) menyatakan bahwa strategi diversifikasi justru dapat menghambat tujuan
perusahaan untuk menyejahterakan pemegang saham, karena struktur, manajerial, dan organisasi
perusahaan yang melakukan strategi diversifikasi akan menjadi semakin kompleks.

433-1291-1-PB

kondisi pasar bebas yang ditandai oleh hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), membuat
persaingan antar perusahaan akan semakin semakin ketat. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk
dapat mempertahankan eksistensinya. Oleh karenanya, perusahaan harus mampu meningkatkan
kinerja dan berupaya melalui berbagai strategi untuk mengatasi berbagai potensi masalah yang akan
dihadapi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan strategi diversifikasi.

Diversifikasi merupakan bentuk pengembangan usaha dengan cara memperluas jumlah segmen
secara bisnis secara geografis maupun memperluas market share yang ada atau mengembangkan
berbagai produk yang beraneka ragam (Harto, 2005). Diversifikasi dapat dilakukan dengan membuka
lini usaha baru, memperluas lini produk yang ada, memperluas wilayah pemasaran produk,
membuka kantor cabang, maupun dengan melakukan merger dan akuisisi.
Perusahaan yang melakukan diversifikasi meyakini bahwa mempunyai keanekaragaman usaha dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hitt et al, (2007:173) mengemukakan bahwa
kebanyakan perusahaan menerapkan strategi diversifikasi untuk meningkatkan nilai perusahaan
dengan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Ketika strategi diversifikasi
meningkatkan kinerja perusahaan, maka daya saing strategis perusahaan akan meningkat sehingga
akan diikuti dengan total nilai perusahaan juga akan meningkat.

Hasil penelitian terdahulu terkait pengaruh kebijakan diversifikasi terhadap kinerja perusahaan
memiliki hasil yang bervariasi. Beberapa peneliti menyatakan diversifikasi usaha mampu
meningkatkan kinerja perusahaan, namun beberapa peneliti lain menyatakan bahwa diversifikasi
usaha justru tidak meningkatkan kualitas kinerja. Dengan kata lain, kebijakan diversifikasi usaha
tidak dapat dipastikan mampu meningkatkan kualitas kinerja perusahaan. Oleh karena itu, kajian
ilmiah terkait pengaruh strategi diversifikasi usaha terhadap kinerja perusahaan perlu dilakukan
secara berkelanjutan.

719-2184-1-PB

Pertumbuhan perusahaan melalui diversifikasi diharapkan untuk menciptakan suatu keuntungan


potensial. Keuntungan ini meliputi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan cash flow yang
berbeda, menghasilkan efisiensi operasional dari segmen dan mengalokasikan modal dalam
perusahaan (Fleming, 2013). Namun, apabila perusahaan yang melakukan diversifikasi tidak
mengelola keputusannya tersebut dengan baik dan benar, akan menimbulkan kerugian akibat
adanya biaya yang berlebihan akibat adanya investasi yang berlebihan, ketidakefisienan operasional
serta adanya subsidi silang. Hal ini dapat mengurangi profit dan menurunkan kinerja perusahaan.

Selain itu, kemungkinan terjadinya kondisi economies of scope dan diseconomies of scale pada
perusahaan yang melakukan diversifikasi, menunjukkan bahwa ada sebuah batas seberapa banyak
sebuah perusahaan dapat melakukan diversifikasi. Jika perusahaan mengarahkan pertahanan nilai
pasarnya atas dasar tersebut, maka pengurangan dalam diversifikasi melalui penfokusannya akan
berkaitan dengan penciptaan nilai untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Pandya &
Naredar,2013). Biaya dan manfaat diversifikasi yang harus dihadapi perusahaan akan berbeda sesuai
klasifikasi atau kategorinya baik diversifikasi rendah maupun tinggi, yang akan ikut mempengaruhi
kinerja perusahaan. Pengelolaan perusahaan dengan diversifikasi tinggi akan lebih memerlukan
ketelitian dan pengawasan lebih ketat baik dari aspek aset, keuangan, dan sebagainya agar tetap
dapat efisien dan tidak menimbulkan financial distress. Oleh karenanya, klasifikasi diversifikasi baik
yang dominant, relatedly diversified, and unrelatedly diversified firms (kategori rendah), maupun
conglomerates, relatedly-contrained and relatedly-linked firms (kategori tinggi), diperlukan
perusahaan untuk memposisikan kemampuan diversifikasinya agar mendapatkan penciptaan nilai
yang maksimal melalui peningkatan kinerja dari diversifikasi yang dilakukannya.

Untuk menganalisis diversifikasi perusahaan, dapat dilihat melalui faktor khusus perusahaan yang
diantaranya adalah ukuran perusahaan (firm size) dan capital structure (Fauver, 2012), serta growth
sales (Kruze, 2012 ; Gonenc, Lamount, 2011). Perusahaan yang berukuran besar karena mempunyai
aset lebih banyak, akan cenderung mendapatkan kemudahan memperoleh dana bagi kebutuhan
pertumbuhan atau diversifikasi. Penggunaan utang lebih besar (leverage) oleh perusahaan akan
meningkatkan risiko dan berpengaruh pada kinerja perusahaan (Gonenc). Para stockholder dapat
melakukan kontrol atas perusahaan dengan suatu investasi yang dibatasi, sehingga kemungkinan
kebangrutan (financial distress) dapat dihindari (Brigham, 2013). Di sisi lain, ketika manajer suatu
perusahaan ingin menghasilkan pertumbuhan dalam rangka meningkatkan nilai, ia akan
meningkatkan penjualan (Penman, 2013). Penjualan menunjukkan adanya investasi, di mana saat
penjualan meningkat akan cenderung memberikan kenaikan pendapatan yang diperoleh
perusahaan, sehingga kesempatan ekspansi atau diversifikasi menjadi lebih besar.

1054-2311-1-SM (Diversifikasi 1)

Isu mengenai diversifikasi perusahaan telah menjadi topik menarik dari para akademisi

maupun praktisi manajemen karena strategi diversifikasi masih diperdebatkan apakah dapat
membawa

manfaat ataupun justru membawa dampak negatif terhadap perusahaan. Di satu sisi pendapat

mengatakan bahwa dengan diversifikasi perusahaan dapat meningkatkan skala ekonomis.


Sementara

di sisi lain banyak pendapat menyebutkan bahwa strategi fokus pada kompetensi inti justru
merupakan

kunci utama terhadap keunggulan perusahaan dalam jangka panjang (Capar dan Kotabe, 2003).

Harto (2005) menyebutkan dengan banyaknya perusahaan yang tumbuh dan berkembang di

Indonesia, banyak perusahaan yang sudah go public ternyata merupakan bagian dari kelompok
bisnis

dari bentuk usaha konglomerasi yang umum terjadi di Indonesia. Perusahaan go public tersebut

biasanya dipimpin oleh sebuah holding company yang membawahi berbagai anak perusahaan yang

tersebar dalam berbagi segmen usaha. Dengan kata lain perusahaan-perusahaan go public tersebut

pada umumnya merupakan perusahaan yang terdiversifikasi.

Bentuk usaha konglomerasi ini biasanya merupakan hasil dari perkembangan perusahaan

keluarga. Dan seiring dengan perkembangan bisnis yang ada, banyak yang melakukan diverfisikasi,

baik dengan lebih mendalami usahanya (related to core business) ataupun melakukan ekspansi

kedalam usaha yang bahkan sama sekali berbeda dengan bisnis semula (Servaes, 1996).

Berdasarkan bukti yang masih inconclusive dan minimnya penelitian mengenai diversifikasi

tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah perusahaan yang melakukan diversifikasi

(diversified firms) memiliki perbedaan kinerja dengan perusahaan yang tidak melakukan diversifikasi

(single-segment firms) dan apakah kebijakan diversifikasi mempengaruhi kinerja perusahaan.


23838-1-50579-1-10-20161229 (Diversifikasi 6)

Adapula strategi pertumbuhan dengan menggunakan diversifikasi usaha bertujuan untuk


meningkatkan keunggulan bisnis (Hunger dan Wheelen, 2003 : 201).

Kuncoro (2005) mengatakan bahwa diversifikasi merupakan strategi pertumbuhan korporasi,


dimana adanya perluasan usaha dengan industri yang berbeda. Strategi diversifikasi diukur
menggunakan indeks Herfindahl. Indeks Herfindahl merupakan suatu perhitungan sebagai ukuran
dari diversifikasi yang dihitung melalui berbagai macam indikator seperti penjualan, assets dan nilai
dari masing-masing segmen (Klier, 2009 : 123).

Strategi diversifikasi mengacu pada Market Based View Theory yang menyebutkan bahwa konsep
tersebut dapat meningkatkan kinerja dan mengurangi risiko perusahaan (Porter, 1985). Adapula
perbedaan pendapat mengenai strategi diversifikasi tersebut. Melalui strategi diversifikasi nilai
perusahaan dapat meningkat dan membuka investasi baru (Jandik dan Makhija, 2005). Menurut
Langs dan Stulz (1994) mengatakan bahwa nilai perusahaan akan rendah jika perusahaan tersebut
terdiversifikasi.

Isi_Artikel_672760387405(Diversifikasi 19)

Untuk melihat level diversifikasi perusahaan, salah satunya dapat menggunakan

ukuran jumlah segmen usaha yang dimiliki perusahaan. Informasi tersebut dapat

diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan PSAK No. 05 Revisi 2000

mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki berbagai segmen usaha dan geografis

yang masing-masing segmennya telah memenuhi kriteria penjualan, aktiva dan laba

usaha tertentu untuk melaporkan segmen usaha tersebut sebagai bagian dari laporan

keuangan yang diterbitkan.

Perbedaan pendapat mengenai dampak positif dan dampak negatif yang mungkin

timbul akibat diversifikasi ini pun terus bermunculan. Li dan Wong (2003: 260) dalam

Harto (2007: 209) meneliti hubungan diversifikasi perusahaan dengan kinerja pada

perusahaan-perusahaan besar di Cina. Pemilihan strategi yang tepat akan dapat

meningkatkan kinerja perusahaan. Mereka menemukan bahwa strategi diversifikasi

pada bidang yang saling terkait (related diversification) menjadi kurang optimal akibat

ketidakpastian perilaku institusional. Sedangkan jika hanya melakukan diversifikasi

pada bidang yang tidak berkaitan (unrelated diversification) justru akan menurunkan

nilai perusahaan. Matching antara strategi diversifikasi yang berkaitan dengan

diversifikasi yang tidak berkaitan merupakan strategi optimal yang akan menghasilkan

kinerja perusahaan yang lebih baik.


Bagi pihak yang memandang adanya dampak negatif dari dilakukannya

diversifikasi usaha beranggapan bahwa semakin banyak segmen usaha yang dimiliki

oleh perusahaan maka kinerja perusahaan akan semakin menurun. Hal tersebut

didasarkan pada alasan bahwa manjer-manajer divisi pada perusahaan diversifikasi yang

akan dibebani target oleh kantor pusat yang justru sering mementingkan kinerja

divisinya sehingga sering mengakibatkan kerugian pada divisi lainnya.

Strategi diversifikasi yang dilakukan perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan

harus melakukan penambahan aset untuk dipergunakan pada usaha yang baru.

Penambahan aset di sini nantinya akan berpengaruh terhadap kondisi keuangan

perusahaan terutama di sisi kebutuhan modal.

JU Puspita-Rani(Diversifikasi 7)

Salah satu strategi yang sering kali ditempuh

manajemen untuk mengatasi tingkat persaingan yang semakin tinggi dan

meningkatkan profitabilitas perusahaan adalah dengan melakukan diversifikasi

perusahaan (Chen & Yu, 2012).

Menurut Harto (2005), diversifikasi korporat merupakan salah satu bentuk

pengembangan usaha dengan cara memperluas jumlah segmen usaha maupun

segmen geografis, memperluas pangsa pasar yang sudah ada atau mengembangkan

berbagai produk yang beraneka ragam. Diversifikasi korporat merupakan salah satu

strategi investasi yang menjadi pilihan manajer. Dengan penerapan diversifikasi

korporat, manajer dapat mengajukan reward yang lebih besar, karena semakin banyak

jenis usaha yang dikelola, semakin besar tingkat kompleksitas perusahaan dan tingkat

risiko yang dihadapi perusahaan juga semakin tinggi. Penerapan diversifikasi korporat

salah satunya juga bertujuan untuk memaksimumkan ukuran dan keragaman usaha,

sehingga pemilik dapat memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi dari beberapa

segmen usaha yang dimiliki.

Berdasarkan hasil beberapa riset yang sudah ada terkait dampaknya terhadap

kinerja perusahaan ternyata memiliki hasil yang beragam, ada yang menghasilkan

pengaruh positif antara variabel diversifikasi terhadap kinerja (Delios et al, 2008:

Gonenc & Aybar, 2006; Jose et al, 1986: Michel & Shaked, 1984 dan Rumelt, 1982),
ada juga yang menghasilkan pengaruh negatif (Berger & Ofek (1995), Chen & ho

(2000), Denis et al (2002) serta Harto (2005)) dan juga terdapat hasil penelitian yang

menghasilkan pengaruh non linear (U shape curve) (Khana & Palepu (2002), Kang, Lee

& Yang (2011), Chen & Yu (2012) dan Park & Jang (2012)) serta terakhir ada pula

penelitian yang tidak berhasil membuktikan pengaruh variabel strategi diversifikasi

terhadap kinerja secara langsung (Christensen & Montgomery, 1981; Delios &

Beamish, 1999 dalam Chen & Yu, 2012s).

Dengan strategi diversifikasi produk, perusahaan dapat memperluas pasarnya

untuk produk yang lain, pendapatan perusahaan pun tidak hanya bergantung pada

satu lini usaha saja sehingga risiko perusahaan lebih menyebar, perusahaan juga dapat

menikmati manfaat sinergi yang dihasilkan dari pelaksanaan dua lini usaha yang

berbeda, khususnya untuk diversifikasi usaha yang jenis usahanya saling terkait

(Haberberg dan Rieple, 2003). Namun, diversifikasi juga dapat menimbulkan biaya

bagi perusahaan seperti kesulitan terkait koordinasi yang harus dilakukan, munculnya

masalah asimetri inforamsi dan adanya ketidakselarasan insentif antara kantor pusat

dengan manajer tiap divisi pada perusahaan multidivisional (Denis, Denis & Yost, 2002

dalam Chen & Yu, 2012).

Adanya hasil yang beragam dan tidak dapat disimpulkan tersebut mendorong

peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh diversifikasi terhadap kinerja

perusahaan manufaktur di Indonesia. Adapun fokus dari penelitian ini adalah terkait

diversifikasi dari sisi produk, bukan wilayah usaha.

Anda mungkin juga menyukai