Anda di halaman 1dari 29

Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah

Makalah ini Diajukan untuk Tugas Mata Kuliah Akuntansi Perbankan Syariah

Dosen Pengampu : Santi Yustini, S.E, M.Ak

Disusun Oleh :

1. Indira Balqis Khansa (11170850000051)


2. Adinda Aulia Octaviany (11170850000061)
3. Nabila Firdaus Iman (11170850000074)
4. Nurhidayatullah (11170850000087)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
Kata Pengantar

ِ‫ْميِحِ رالَّ نِمٰ ْحرالَّ ِهللا ِم ْسب‬

Alhamdulillahirrabbil ‘Alamin, Segala puji bagi Allah Swt. yang telah


memberikan karunia-Nya kepada semua makhluk. Dan salah satu karunia-Nya adalah
memberikan kami semangat, kesabaran, serta pemikiran untuk dapat membuat makalah
ini yang berjudul “Akuntansi Transaksi Pembiayaan Musyarakah”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akutansi Perbankan
Syariah yang diberi oleh ibu dosen Santi Yustini M.Ak. Disamping itu, kami berharap
makalah ini mampu memberikan kontribusi serta informasi dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan bagi khalayak umum.

Dengan terselesainya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada


Allah Swt. atas karunia-Nya serta berbagai pihak yang telah membantu pembuatan
makalah ini secara langsung maupun tidak langsung. Segala kritikan dan masukan dari
semua pihak, akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis demi
kesempurnaan makalah ini. Jika terdapat kesalahan, mohon dibukakan pintu yang
sebesar-besarnya karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt. semata.

Ciputat, September 2019

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Dan Manfaat ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Pengunaan ................................................................................................ 3

2.2 Ketentuan Syar’i Transaksi Musyarakah.................................................................... 3

2.2.1 Rukun Transaksi Musyarakah............................................................................ 5

2.2.2. Transkator .................................................................................................... 5

2.2.3. Objek Musyarakah Modal. ................................................................................... 5

2.2.4. Ijab dan Kabul ...................................................................................................... 6

2.2.5. Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah ......................................................... 7

2.3 ALur Akuntansi Musyarakah........................................................................................ 8

2.4 Cakupan Standar Akuntansi Musyarakah bagi bank syariah........................................... 9

2.5 Teknis Perhitungan dan Perjurnalan Transaksi Musyarakah.......................................... 9

2.5.1 Perhitungan Transaksi Musyarakah .................................................................10

2.5.2 Penjurnalan Transaksi Musyarakah...................................................................10

2.6 Penyajian Transaksi Musyarakah..............................................................................20

2.7 Pengungkapan Transaksi Musyarakah......................................................................... 20

ii
BAB III STUDI KASUS...................................................................................................22

BAB IV PENUTUP

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 24

3.2. Saran ...................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama


lain baik untuk bersosialisasi ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT, manusia tidak hanya diperintahkan untuk beribadah, akan tetapi
juga untuk bermuamalah agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut.
Untuk itu lahirlah fiqh muamalah yang merupakan aturan atau tata cara yang
bisa dijadikan pedoman bagi manusia untuk berhubungan dengan manusia
lainnya dalam sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan
merupakan ibadah masuk kedalam kategori ini termasuk kegiatan
perekonomian masyarakat.

Sebagai masyarakat Islam yang menganut ajaran Allah SWT, haruslah


kita mentaati perintahnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
bermuamalah. Masyarakat yang membutuhkan dana bisa menggunakan jasa
pembiayaan yang telah disediakan oleh lembaga keuangan syariah, salah
satunya adalah musyarakah yang dapat diaplikasikan pada kerja sama usaha
secara umum, ataupun pembiayaan. Sebagai salah satu dari instrumen yang
ada pada lembaga keuangan syari’ah, musyarakah memiliki karakteristik
sendiri, baik dari segi pengertian, sumber hukum, jenis, syarat atau rukun dan
pencatatnnya dalam akuntansi. Akad kerja sama ini dalam bahasa yang lebih
sederhana, pada batasan-batasan tertentu dapat disebut dengan usaha
patungan. Hal ini karena dalam tujuan usaha tertentu, setiap pihak
memberikan kontribusi yang dimiliki.

Tentu dalam pencatatannya di laporan akuntansi, musyarakah memiliki


karakteristik dan aturan tersendiri. Secara singkat tentang musyarakah telah
disebutkan di atas, namun penjelasan yang lebih padat tentang musyarakah masih
belum banyak diketahui. Begitu pula tantang pencatatan akuntansi akad ini yang
memiliki karakteristik sendiri, seperti halnya akad lain dalam keuangan syariah.

1
Dalam tulisan ini akan dibahas dan diuraikan pengenai akad musyarakah dalam
literatur pembiayaan dan bagaimana pencatatan akuntansinya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apa yang dimaksud dengan musyarakah serta bagaimana Penggunaannya ?


2.Apa saja Ketentuan Syar’I, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah
Transaksi Musyarakah ?
3.Bagaimana Alur Transaksi Musyarakah ?
4.Apa saja Cakupan Standar Akuntansi Musyarakah bagi Bank Syariah?
5.Bagaimana Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah?
6.Bagaimana Penyajian Transaksi Musyarakah dalam Laporan
Keuangan?
7.Bagaimana Pengungkapan Transaksi Musyarakah?
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT

1.Mengetahui dan memahami Transaksi musyarakah serta bagaimana


Penggunaannya.
2.Mengetahui Ketentuan Syar’I, Rukun Transaksi, dan Pengawasan Syariah
Transaksi Musyarakah.
3.Memahami Alur Transaksi Musyarakah.
4.Mengetahui Cakupan Standar Akuntansi Musyarakah bagi Bank Syariah.
5.Mengetahui Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Musyarakah.
6.Mengetahui Penyajian Transaksi Musyarakah dalam Laporan Keuangan.
7.Mengetahui Pengungkapan Transaksi Musyarakah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Penggunaan.

Muyarakah berasal dari kata syirkah artinya pencampuran atau interaksi. Secara
terminology, syrikah adalah persekutuan usaha untuk mengambil hak atau untuk beroperasi.
IAI dalam PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memebrikan
kontribusi dana, dengan ketentuan baha keutungan dibagi berdasarkan kesepakatan,
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Seperti halnya transaksi mudharabah,
transaksi ini merupakan salah satu bentuk transaksi dengan skema investasi. Dengan
demikian transaksi ini memiliki banyak kesamaan dengan transaksi mudharabah. Beberapa
kesamaan transaksi musyaralarh dengan transaksi mudhrabah adalah pembiayaan hanya
diberikan untuk mendanai usaha yang bersifat produktif dan keuntungan yang diperoleh
berasal dari bagi hasil atas usaha yang didanai.

2.2 Ketentuan Syar’I Transaksi Musyarkah

Transaksi musyarakah secara syar’I terdiri atas dua jenis, yaitu mmusyarakah hak
milik (syirkah amlak) dan musyarakah akad (syirkahtul uqud). Musyarakah hak milik adalah
persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah
satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan. Sementara itu, masyarakat akad
adalah akad kerja sama antara dua orang atau lebih yang bersekutuan dalam modal atau
keuntungan. Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat,
musyarakah akad dapat diklasifikasikan atau musyarakah ‘inan, musyarakah abdan,
musyarkah wujuh, dan musyarakah mufadhah. Musyarakah ‘inan adalah kerjasama antara
dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang
mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. Kemenagang mitra dalam
musyarakah ‘inan bersifat terbatas pada persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah
dalam dunia perbankan umumnya didasarkan atas konsep musyarakah ‘inan.

Musyarakah abdan (syirkah usaha) adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih
dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh (praktik) mereka, seperti kerja sama sesame dokter di
klinik, sesame tukang jahit, atau sesama akuntan/konsultan. Imam Syafi’i melarang syirkah
ini karena syirkah ini dilakukan tanpa modal harta. Akan tetapi, mayoritas mahzab

3
membolehkan dan membantah Imam Syafi’i karena keuntungan tidak harus didapat dari
modal harta, tetapi dapat pula dari modal kerja.

Musyarakah wujuh adalah kerja sama dua pihak atau lebih, dengan cara membeli
barang dengan menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka
tanpa keduanya memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian
keuntungan mereka dan pedagang, lalu setelah dijual bagian keuntungan mereka dibagi
bersama. Mazhab Syafi’i dan Maliki menolak bentuk ini dengan alasan tidak adanya bentuk
modal yang dikembangkan. Sebaliknya, sebagian ulama memperbolehkan dan menganggap
kebutuhah terhadap modal uang lebih besar dari kebutuhan pengembangan modal uang yang
sudah ada.

Adapun Musyarakah Mufawadhah adalah Musyarakah dimana para anggotanya


memilki kesamaan dalam modal, aktivitas dan utang-piutang, dari mulai berdirinya
musyarakah hingga akhir (jika asas persamaan tidak terpenuhi, kategorinya masuk kepada
Musyarakah ‘inan). Dalam syirkah ini masing-masingmenyerahkan kepada mitranya untuk
secara bebas mengoperasikan modalnya, baik ketika ia ada atau tidak. Dengan demikian ia
bebas menjalankan berbagai aktivitas financial dan aktivitas kerja yang menjadi tuntutan
bentuk kerja sama, seperti jual beli, penjaminan, pegadaian, sewa menyewa, menerima tenaga
kerja, dan sejenisnya.

Mayoritas ulama membolehkan jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi, Imam Syafi’I
melarang syirkah ini karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan
oleh mitra lainnya. Kendati ia tidak mengetahuinya. Dengan demikian, jika hal ini
dilaksanakan maka akan dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang dilarang dalam
agama Islam. Alasan ini dibantah oleh mayoritas ulama karena penanggunagn terhadap
sesuatu yang tidak diketahui bukanlah tujuan dari syirkah mufawadhah, melainkan
konsekuensi dari kerja sama yang memberikan kebebasan para mitra dalam menjalankan
usaha.

Beberapa perubahan porsi dana para mitra, musyarakah dapat diklafsifikasikan


menjadi dua, yaitu musyarakah permanen dan musyarkah menurun. Berikut akan dibahas
kedua jenis musyarkah tersebut.

1. Musyarakah Permanen, yaitu musyarakah dengan keuntungan bagian dana setiap


mitra bersifat tetap hingga akhir masa akad.

4
2. Musyarakah Menurun atau biasa disebut dengan Musyarakah mutanaqisba, yaitu
musyarkah dengan ketentuan bagian dana salah satau mitra akan dialihkan
bertahap kepada mitra lainnya, sehingga bagian dananya mennurun dan pada akhir
masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.

Ketentuan Syar’i transakasi Musyarakah yang dilakukan oleh bank syariah mengacu
pada Fatwa DSN Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut, diantara berbagai hal
terkait ijab Kabul, ketentuan tentang pihak-pihak yang bertransaksi, objek akad musyarakah,
dan biaya operasional yang disengketakan. Secara detail, fatwa DSN tentang transaksi
musyarakah dibahas didalam rukun transaksi musyarakah berikut.

2.2.1 Rukun Transaksi Musyarakah

Rukun transaksi musyarakah meliputi: dua pihak translator, objek nusyarakah (modal
dan usaha), serta ijab Kabul yang menunjukkan persetujuan pihak yang bertransaksi.

2.2.2 Transkator

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi musyarakah harus cakap hukum, serta
berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Para mitra harus
memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ketentuan syar’i transaksi musyarakah.
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000, disebutkan bahwa setiap mitra hanya
menyediakan dana dan pekerjaan serta mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. Setiap mitra
memiliki hak untuk mengatur asset musyarkah dalam proses bisnis normal. Dalam hal
pengelolaan asset, setiap mitra memberi wewenang untuk melakukan aktivitas kelalaian dan
kesalahan yang disengaja. Kendati demikian, seorang mitra tidak diizinkan menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri.

2.2.3 Objek Musyawarah Modal

1. Modal
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000 tentang musyarakah disebutkan bahwa
modal yang diberikan dapat berupa kas dan/atau non-kas. Modal kas dapat dalam bentuk
uang, tunai emas, peras dan setara kas lainnya yang dapat dicairkan secara cepat menjadi
uang. Adapun modal berupa aset non-kas dapat berupa barang dagangan, property, aset tetap,
adapun lainnya yang digunakan dala proses usaha. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakatai oleh para mitra. Para pidak tidak boleh

5
meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan modal musyarakah pada
pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan para mitra. Pada prinsipnya, tidak ada jaminan
dalam transaksi musyarakah, tetapi untuk menghindari penyimpangan, DSN
memperbolehkan bank syariah menerima jaminan.
2. Kerja

Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 tentang Musyarakah, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarkah. Akan tetapi, kerja sama porsi kerja
bukanlah syarat. Seorang mitra boleh melakukan kerja lebih banyak dari yang laim, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melakukan kerja
sama dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-
masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak. Mitra yang ikut mengelola usaha
musyarakah disebut mitra aktif. Sekiranya ada mitra yang tidak ikut mengelola usaha
musyarakah disebut mitra pasif. Dalam praktik Perbankan, bank syariah biasanya
menempatkan diri sebagai mitra pasif.

3. Keuntungan dan Kerugian

Dalam hal keuntungan, DSN mewajibkan para mitra untuk menghitung secara jelas
keuntungannya untuk menghindari perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan
maupun ketika penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagi secara
professional atas dasasr seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah nominal yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra, jika seorang musyarakah melebihi jumlah tertentu,
seorang mitra boleh mengusulkan kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya. Adapun
aspek-aspek system pembagian keuntungan seperti dasasr bagi hasil, presentase bagi hasil,
dan periode bagi hasil harus tertuang jelas dalam akad.

Dalam hal kerugian, DSN mewajibkan kerugian dibagi di antara para mitra secara
proposional menurut bagian masing-masing. Apabila rugi disebabkan oleh kelalaian mitra
pengelola, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi
karena kelalaian mitra pengelola diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola
usaha, kecuali mitra mengganti kerugian tersebut dengan dana baru.

2.2.4 Ijab dan Kabul

Ijab dan Kabul dalam transaksi musyarakah harus dinyatakan oleh para pihak unutk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad penerimaan dan

6
penawaran yang disepakati harus secara eksplisit enunjukkan tujuan kontrak. Akad
selanjutnnya diruangkan secara tertulis melalui korespondensi atau dengan munggunakan
cara yang lazim dalam suatu masyrakat bisnis.

2.2.5 Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah

Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah yang


dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk :

1. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada
nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan musyarakah
telah dilakukan.
2. Menguji apakah prinsip bagi hasil yang dilakukan sesuai prinsip syariah.
3. Mamastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan musyarakah.
4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.
5. Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan para modal bersama masyarakat
dan,
6. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha
yang bertentangan dengan syariah.

Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DSN menurut bank syariah untuk
hati-hati dalam melakukan transaksi musyarakah dengan para nasabah. Selain itu, bank juga
dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagi dokumen yang diperlukan DPS
dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.

7
2.3 Alur Akuntansi Musyarakah

Berikut ini akan digambarkan alur prosedur dari akad musyarakah, yaitu:

1. Negosiasi dan
Bank Syariah Akad Nasabah
Musyarakah
(mitra pasif) (mitra aktif)

2. Pelaksanaan
Usaha
Produkstif
4a. Menerima 4b. Menerima
porsi laba porsi laba

3. Membagi hasil usaha

 Keuntungan dibagi sesuai nisbah


 Kerugian tanpa kelalaian nasabah
di tanggung sesuai modal.

Penjelasan dari gambar alur akad musyarakah adalah sebagai berikut:

Pertama, di mulai dari pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dengan
mengisi formulir permohonan pembiayaan. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi
kelayakan investasi musyarakah yang diajukan nasabah dnegan menggunakan analisis 5C
(Character, Capacity, Capital, Commitment, dan Collateral).
Kedua, bank dan nasabah mengonstribusikan modalnya masing-masing dan nasabah sebagai
mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan
terbaiknya.
Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi
yang telah disepakati.
Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode
perhitungan yang telah disepakati.
Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah
mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik nasabah
sepenuhnya.

8
2.4 Cakupan Standar Akuntansi Musyarakah bagi bank syariah

Akuntansi Musyarakah diatur di dalam PSAK 106 Tahun 2007, tentang Akuntansi
Musyarakah. Berdasarkan PSAK 106 tersebut, memuat pengakuan dan pengukuran tentang
transaksi musyarakah baik dari sisi mitra aktif maupun mitra pasif. Sebelum dibahas
mengenai pengukuan dan pengukuran akuntasi musyarakah, akan dijelaskan terlebih dahulu
mengenai pengenalan akun-akun yang terkait dengan transaksi musyarakah baik yang
disajikan pada laporan posisi keuangan (neraca) maupun laporan laba rugi.
Menurut PSAK 106, mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha masyarakat baik
mengelola sendiri maupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya. Adapun
mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha. Sedangkan, Mitra aktif adalah
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan
melakukan pencatatan akuntasi, atau jika dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola
usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi. Bank Syariah berada
pada posisi sebagai mitra yang pasif (tidak menjalankan kegiatan musyarakah).
Dalam menentukan nisbah, bank syariah mempunyai 2 (dua) cara atau alternative
yaitu:
1. Pembagian keuntungan professional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi diantara para mitra secara proposional
sesuai modal yang disetorkan, tanpa memandang apakah jumlah pekerjaan yang
dilaksanakan oleh para mitra sama ataupun tidak sama.
2. Pembagian keuntungan tidak proposional sesuai dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah, yang dipertimbangkan bukan hanya modal
yang disetorkan, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi, atau waktu kerja
yang lebih panjang.

2.5 Teknis Perhitungan dan Perjurnalan Transaksi Musyarakah

Pembahasan teknis perhitungan dan perjunalan transaksi pembiayaan musyarakah didasarkan


pada kasus 8.1 berikut.

Pada tanggal 2 Februari 20XA, Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan usaha


penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya menjual beras) dengan Bank Murni
Syariah (BMS) dengan skema musyarakah sbg berikut.

Nilai Proyek : Rp80.000.000

9
Kontribusi Bank : Rp60.000.000 (pembayaran tahap pertama sebesar
Rp35.000.000 dilakukan tanggal 12 Februari,
pembayaran tahap kedua sebesar Rp25.000.000,
dilakukan tanggal 2 Maret)

Kontribusi Bu Nasibah : Rp20.000.000

Nisbah Bagi Hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%

Periode : 6 Bulan

Biaya Administrasi : Rp600.000 (1% dari pembiayaan bank)

Objek Bagi Hasil : Laba bruto (selisih harga jual beras dikurangi harga
pembelian padi)

Skema Pelaporan dan

Pembayaran Porsi Bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa panen) pada tanggal 2
Mei dan 2 Agustus 20XA

Skema Pelunasan Pokok : Musyarakah permanen—dilunasi pada saat akad


berakhir tanggal 2 Agustus 20XA

2.5.1 Perhitungan Transaksi Musyarakah

Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi musyarakah adalah perhitungan pengembalian


bagian bank sekitarnya jenis musyarakah yang digunakan adalah musyarakah menurun. Pada
musyarakah menurun, mitra aktif (nasabah pembiayaan) secara periodic mengembalikan
bagian bank.

2.5.2 Penjurnalan Transaksi Musyarakah

Saat Akad Disepakati

Dalam praktik perbankan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank akan
membuka cadangan rekening pembiayaan musyarakah untuk nasabah. Pada tanggal itu juga,
bank membebankan biaya administrasi dengan mendebit rekening nasabah.

Jurnal untuk membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk Bu Nasibah dan


pembebanan biaya administrasi adalah sebagai berikut.

10
Saat Penyerahan Pembiayaan Musyarakah oleh Bank kepada Nasabah

Dalam PSAK 106 paragraf 27 disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada
saat pembayarakan kas atau penyerahan asset non-kas kepada mitra aktif. Asset berwujud kas
dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan (paragraph 28a), sedangkan asset yang berwujud non-
kas dinilai sebesar nilai wajar, dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat
asset non-kas, maka selisih tsb diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamorisasi selama
masa akad, atau sbg kerugian pada saat terjadinya (paragraph 28b). Pembiayaan musyarakah
non-kas yang diukur dengan nilai wajar asset yang diserahkan akan berkurang nilainya
sebesar beban penyusutan atas asset yang diserahkan, dikurangi amorisasi keuntungan
tangguhan (jika ada) (paragraph 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah
seperti biaya studi kelayakan, tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah,
kecuali ada persutujuan mitra (paragraph 30).

Penyerahan pembiayaan musyarakah tidak harus dilakukan pada saat akad.


Penyerahan investasi dilakukan ketika nasabah siap menggunkan investasi yang diperlukan.
Dengan demikian, investasi bisa diserahkan lebih dari satu termin.

Dalam kasus Bu Nasibah di atas, anggaplah bahwa pada tanggal 12 Februari bank
mentransfer sebesar Rp.35.000.000 ke rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap
pertama. Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua
sebesar Rp25.000.000. Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

Saat Penerimaan Bagi Hasil Bagian Bank

Selama akad berlangsug, pendapatan usaha pembiayaan musyarakah diakuki sebesar


bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sementara itu, kerugian penbiayaan musyarakah
diakui sesuai dengan porsi dana. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik
dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan
akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.

Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama dua kali masa panen
yang di laporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA.

11
Transaksi di atas dapat kita klasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan


pelaporan bagi hasil, (seperti pada bagi hasil untuk masa panen 1)
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 34, disebutkan bahwa pendapatan usaha
pembiayaan musyarakah di akui sebesar bagian mitra sesuai kesepakatan.
Misalkan untuk pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen pertama, Bu Nasibah
melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal tersebut,
Bu Nasibah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp3.500.000.
Jurnal untuk mencatat penerimaan bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut.

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal


pelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen II.

Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada bagian
aset. Akun ini merupakan sub-akun dari piutang. Adapun aku. pendapatan bagi hasil
musyarakah aktual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil ini
belum terwujud kas, maka pendapatan bagi hasil aktual tidak diikutsertakan dalam
perhitungan bagi hasil dengan nasabah penghimpunan. Untuk kemudahan
mengidentifikasikan dengan pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas.
Seperti halnya para transaksi mudhrabah, dalam praktik perbankan, beberapa
bank mengabaikan pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah aktual. Pada tahun
berjalan, kendati telah ada pemberitahuan laba bruto oleh nasabah pembiayaan, bank
belum mengakuinya sebagai pendapatan bagi hasil. Pengakuan pendapatan ditunda
hingga bank mengidentifikasi pendapatan yang bersifat aktual secara manual, untuk
selanjutnya mengakui sebagai pendapatan pada laporan laba rugi dan piutang
pendapatan bagi hasil musyarakah pada laporan neraca.

Saat Akad Berakhir


Pada musyarakah permanen, jumlah investasi bank syariah pada nasabah
adalah tetap hingga akhir masa akad. Investasi tersebut baru diterima kembali pada
saat akad diakhiri. Pada saat akad diakhiri, terdapat dua kemungkinan, yaitu nasabah
mampu mengembalikan pembiayaan musyarakah dan nasabah tidak mampu
mengembalikan pembiayaan musyarakah tersebut.
1. Alternatif 1: nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal
musyarakah bank

12
2. Alternatif 2: nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal
musyarakah bank
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa pada saat akad
musyarakah berakhir, pembiayaan musyarakah yang belum dikembalikan oleh
mitra aktif diakui sebagai piutang. Misalkan pada Bu Nasibah tidak mampu
melunasi modal musyarakah bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut
adalah sebagai berikut.

Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang pembiayaan musyarakah jatuh


tempo, maka jurnalnya adalah sebagai berikut.

Variasi Transaksi

1. Pembiayaan Musyarakah dengan menggunakan asset non-kas


Secara teori, transaksi pembiayaan musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan
asset non-kas. Akan tetapi, berdasarkan diskusi penulis dengan beberapa praktisi bank
syariah dapat disimpulkan bahwa transaksi jenis ini tidak lazim diterapkan dalam
dunia perbankan syariah. Semua pembiayaan musyarakah oleh bank pada umumnya
berwujud kas. Akan tetapi, jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan
musyarakah dengan menggunakan asset non-kas, dapat mengacu PSAK 106 paragraf
27, yang disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran kas
atau penyerahan asset non-kas kepada mitra aktif.
a. Nilai wajar asset non-kas lebih tinggi dari nilai buku
Asset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat asset non-kas, maka selisih tsb diakui sebagai
keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad, atau sebagai kerugian
pada saat terjadinya (paragraph 28b). Pembiayaan musyarakah non-kas yang
diukur dengan nilai wajar asset yang diserahkan akan berkurang nialinya sebesar
beban penyusutan atas asset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi
keuntungan tangguhan (jika ada) (paragraph 29). Adapun biaya yang terjadi akibat
akad musyarakah, seperti biaya studi kelayakan, tidak dapat diakui sebagai bagian
pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra (paragraph
30).
Dalam kasus Bu Nasibah, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12
Februari 20XA) dilakukan dalam asset non-kas. Bank syairah menyerahkan

13
peralatan penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi usaha Bu
Nasibah. Asset non-kas tsb memiliki nilai wajar Rp.35.000.000. Berdasarkan
pencatatan bank peralatan milik bank tsb memiliki asset bank dengan nilai buku
Rp.34.100.000 (harga perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi penyusuta
Rp400.000). Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

Berdasarkan PSAK 106 paragraf 29, keuntungan tangguhan diamortisasi selama


masa akad. Misalkan pada kasus di atas, dengan lama akad 6 bulan, dan bank
melakukan amortisasi setiap bulan, maka jurnal amortisasi keuntungan setiap
bulan adalah sebagai berikut.

b. Nilai wajar asset non-kas lebih rendah dari nilai buku


Untuk asset yang berwujud non-kas dengan nilai wajar rendah dari nilai buku,
maka selisih tsb diakui sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraph 28b).
Dalam kasus Bu Nasibah di atas, misalkan pembayaran tahap pertama (tanggal 12
Februari 20XA) dilakukan dalam bentuk asset non-kas. Bank syariah
menyerahkan peralatan penggilingan padi untuk menambah kapasitas produksi
usaha Bu Nasibah. Asset non-kas tsb memiliki nilai wajar Rp32.200.000.
Berdasarkan pencatatan bank, peralatan milik bank tsb memiliki asset bank
dengan nilai buku Rp34.100.000 (harga perolehan Rp34.500.000 dan akumulasi
penyusutan Rp400.000). Adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai berikut.

2. Pelunasan pembiayaan musyarakah secara bertahap


Selain menggunakan skema musyarakah permanen atau musyarakah dengan
ketentuan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad, para mitra dapat menggunakan
skema musyarakah menurun. Musyarakah menurun atau biasa disebut dengan
musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu

14
mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya
akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tsb akan menjadi pemilik penuh
usaha tsb (PSAK 106 paragraf 4).
Pada musyarakah menurun, pengembalian pokok investasi bank oleh nasabah
dilakukan sesuai dengan jadwal dan jumlah yang ditentukan bersama pada saat akad
musyarakah disepekati. Misalkan pada kasus Bu Nasibah di atas disepakati bahwa
pengembalian pokok dilakukan setiap tanggal 2 mulai bulan Mei hingga bulan
Agustus 20XA (4 bulan) dengan jadwal dan realisasi pengembalian sebagai berikut.

Pola pembyaran nasabah dapat dibedakan atas dua, yaitu pembayaran tepat pada
jadwal yang disepakati seperti pada pembayaran Mei dan Juni, dan pembayaran
melewati jadwal yang ditentukan seperti pada bulan Juli dan Agustus.
a. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan sesuai dengan jadwal yang disepakati
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Mei
dan Juni yang di bayar pada tanggal jatuh tempo 2 Mei dan 2 Juni adalah sebagai
berikut.

b. Pembayaran cicilan pokok pembiayaan melewati jadwal yang disepakati


Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33, disebutkan bahwa jika pembiayaan
musyarakah belum dikembalikan oleh mitra aktif saat jatuh tempo, pembiayaan
musyarakah tsb selanjutnya diakui sbg piutang.
Pada kasus Bu Nasibah di atas, jurnal untuk pengembalian pokok pada bulan Juli
dan Agustus yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo adalah sbg berikut.

15
3. Kerugian usaha musyarakah
Salah satu ciri dari pembiayaan musyarakah adalah ikut sertanya pemilik modal
menaggung resiko jika terjadi kerugian usaha. Kerugian usaha musyarakah dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kerugian karena kelalaian pengelola dan kerugian
bukan karena kelalaian pengelola.
a. Kerugian disebabkan bukan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian pembiayaan
musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan
mengurangi nilai asset musyarakah.
Misalkan pada bagi hasil masa panen II, dilaporkan pada tanggal 2 Agustus 20XA
bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta akibat bencana alam banjir
bandang yang mengenai gudang penyimpanan berasnya. Sesuai dengan ketentuan
musyarakah, kerugian yang diakui bank adalah sesuai porsi bank.
Perhitungan porsi tanggung jawab bank adalah sebagai berikut.
Porsi tanggung jawab bank = __Investasi Bank____ x Rp.1.000.000
Total Pembiayaan
musyarakah
= __Rp.60.000.000 x Rp.1.000.000
Rp.80.000.000
= Rp750.000

Kerugian musyarakah sebesar Rp750.000 tsb menunjukan bahwa bank


syariah menanggung 75% kerugian Rp1.000.000 pembiayaan musyarakah yang
terjadi. Implikasi dari adanya kerugian tsb adalah berkurangnya pengembalian
modal pembiayaan milik bank syariah. Berdasarkan PSAK 106 paragraf 26,
disebutkan bahwa bagian mitra pasif atas pembiayaan musyarakah dengan
pengembalian dana mitra pasif diakhir akad dinilai sebesar:
a. Jumlah kas yang di bayarkan untuk usaha musyarakah pada awal. Akan
dikurangi dengan kerugian (jika ada): atau
b. Nilai wajar asset musyarakah non-kas pada saat penyerahann untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).

Dengan demikian, jurnal saat Bu Nasibah mengembalikan modal musyarakah


pada waktu jatuh tempo adalah sebagai berikut.

Dalam praktik perbankan, pengakuan kerugian, pada pembiayaan musyarakah


sejauh ini diperlakukan mengikuti perlakuan kebijakan kolektibilitas bank
Indonesia.

16
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola
a. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang masih mampu
melanjutkan usaha.
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 24, disebutkan bahwa kerugian akibat
kelalaian atau kesalahan mitra aktif, maka kerugian tsb ditanggung oleh mitra
aktif atau pengelola musyarakah.
Misalkan pola bagi hasil masa panen kedua dilaporkan pada tanggal 2 Agustus
20XA bahwa Bu Nasibah mengalami kerugian Rp1 juta. Setelah diteliti,
kerugian disebabkan oleh kesalahan Bu Nasibah. Dalam hal ini tidak ada
jurnal karena kelalaian nasabah dan kerugian ini tidak berpengaruh terhadap
pembayaran modal pembiayaan musyrakah pada bank syariah.
b. Kerugian disebabkan karena kelalaian pengelola dan dipandang tidak mampu
melanjutkan usaha (bangkrut).
Dalam praktik perbankan, kegiatan yang terjadi pada nasabah yang lalai
sangat mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha
atau mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga bisa mengikuti
perlakuan kebijakan kolektibilitas bank Indonesia.
Berikut ini adalah ilustrasi pembiayaan musyarakah menurun dengan kasus
nasabah pengelola melakukan kelalaian dan dipandang tidak mampu
melanjutkan usaha (bangkrut).

Kasus 8.2 Transaksi Pembiayaan Musyarakah Menurun—Kasus Bermasalah

Jurnal untuk ilustrasi di atas adalah sbg berikut.

1. Jurnal saat pencairan


Misalkan pada tanggal 10 Januari 2009, bank melakukan pencairan ke rekening
nasabah, maka jurnal pencairan adalah sbg berikut.

2. Jurnal penyisihan
Saat akhir bulan 31 Januari 2009, bank melakukan penilaian atas kualitas asset.
Karena baru cair dan status lancer, maka bank wajib membentuk cadangan kerugian
sebesar 1%

17
Biaya penyisihan penghapus sebesar Rp10.000 masuk ke L/R, sedangkan penyisihan
penghapusan sebesar Rp10.000 masuk ke sisi asset neraca sebagai contra account
musyarakah.
Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi asset adalah:
Pembiayaan musyarakah Rp1.000.000
Penyisihan penghapusan Rp (10.000)
Pembiayaan musyarakah asset Rp990.000
Misalkan pada bulan Februari, Maret, dan April, nasabah secara rutin mengangsur
pokok dan bagi hasil kepada bank syariah dengan jumlah sbg berikut.

Misalkan, pada 10 Februari 2009, nasabah mengangsur pokok dan bagi hasil.
Realisasi profit adalah 20.000. Jurnal untuk angsuran pokok dan bagi hasil pada
tanggal tsb adalah sbg berikut.

Misalkan pada tanggal 10 Mei 2009, nasabah tidak mengangsur pokok dan bagi hasil.
Realisasi profit adalah 0. Diketahui 7 hari yang lalu, usaha nasabah berhenti total
karena kebakaran akibat kecerobohan nasabah.

18
Jurnal angsuran pokok : tidak ada
Jurnal bagi hasil : tidak ada

Atas kejadian ini, bank menentukan kolektibilitas 5 ada investasi yang disalurkan tsb.
Hal ini disebabkan karena sudah tidak dimungkinkan lagi usaha yang di biayai
memberikan hasil atau keuntungan. Diketahui juga bahwa agunan yang digunakan
dalam investasi turut terbakar.
Saldo pokok investasi saat ini yang belum terbayar adalah 700.000 (besarnya investasi
awal 1.000.000 dikurangi 3x angsuran pokok @100.000). Berdasarkan ketentuan BI,
maka investasi kolektibilitas harus membentuk cadangan kerugian 100% dari saldo
pokok investasi yang belum terbayar.
Penyisihan yang harus dibentuk: 100% x 700.000 = 700.000
Penyisihan yang telah dibentuk pada 31 Januari 2009 = (10.000)
Kekurangan penyisihan adalah = 690.000

3. Jurnal penyisihan penghapusan


Sesuai dengan ketentuan BI, kualitas investasi atau tingkat kolektibilitas ditentukan
pada akhir bulan. Maka pada tanggal 31 Mei 2009, bank mengakui adanya biaya
penyisihan penghapusan dengan jurnal sbg berikut.

Atas jurnal penyisihan ini, maka penyajian di neraca sisi asset adalah
Pembiayaan musyarakah = 700.000
Penyisihan penghapusan = (700.000)
Pembiayaan musyarakah net = 0

4. Jurnal penghapusbukuan
Sebagai perusahaan berbadan hukum, bank melakukan penghapusbukuan atas
investasi ini sesuai prosedur, misalkan melalui RUPS. Disepakati bahwa hapus buku
dilakukan 12 bulan kemudian, setelah diajukan ke RUPS tahun buku 2009. Hapus
buku dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010. Maka jurnal penghapusbukuan
pembiayaan musyarakah menurun adalah sebagai berikut.

5. Jurnal penerimaan kembali investasi yang telah dihapus buku


Misalkan pada tanggal 1 juni 2010, nasabah dengan itikad baik melakukan angsuran
pokok investasi. Hal ini dikarenakan kerugian pembiayaan musyarakah menurun
terjadi akibat kelalaian nasabah. Sesuai kemampuan arus kas nya, maka nasabah
mengangsur 300.000. Jurnal atas penerimaan angsuran atas investasi yang telah
dihapus buku

19
2.6 Penyajian Transaksi Musyarakah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h.5.8) terdapat beberapa aku terkait translasi pembiayaan
musyarakah. Akun tersebut adalah pembiayaan musyarakah, piutang bagi hasil, cadangan
kerugian penurunan nilai pembiayaan musyarakah,

1. Pembiayaan musyarakah disajikan sebesar saldo pembiayaan musyarakah nasabah kepada


bank. Tagihan kepada mitra aktif yang disebabkan akibat kelalaian atau penyimpangan mitra
aktif (nasabah) disajikan sebagai bagian dari pembiayaan musyarakah. Pembiayaan
musyarakah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau sudah berakhir dan belum diselesaikan
oleh nasabah tetap disajikan sebagai bagian dari pembiayaan musyarakah.

2. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong
performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka piutang bagi hasil
disajikan pada rekening administratif.

3. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pembiayaan Musyarakah disajikan sebagai pos lawan
(contra account) Pembiayaan Musyarakah.

2.7 Pengungkapan Transaksi Musyarakah

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.9-10), hal-hal yang harus diungkapkan terkait dengan
transaksi pembiayaan berdasarkan musyarakah adalah:

1. Rincian jumlah pembiayaan musyarakah berdasarkan modal mitra, jenis valuta, jenis
penggunaan, sektor ekonomi, status bank dalam pembiayaan musyarakah (mitra pasif), dan
mitra aktif (jika mitra aktif bukan berasal dari salah satu mitra musyarakah).

2. Klasifikasi pembiayaan musyarakah menurut jangka waktu akad pembiayaan, kualitas


pembiayaan, dan tingkat bagi hasil rata-rata.

3. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang diberikan kepada pihak-pihak


berelasi.

20
4. jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang telah direstrukturisasi dan informasi
lain tentang pembiayaan musyarakah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.

5. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan


musyarakah.

6. Besarnya pembiayaan musyarakah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai


untuk setiap sektor ekonomi.

7. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan musyarakah bermasalah.

8. Ikhtisar pembiayaan musyarakah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal,
penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan atas pembiayaan musyarakah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan musyarakah yang telah dihapustagih dan saldo akhir
pembiayaan musyarakah yang dihapus buku.

21
BAB III
STUDI KASUS

Danamon Luncurkan Pembiayaan Pemilikan Rumah Syariah iB Akad Musyarakah


Mutanaqisah (MMQ)

Balikpapan, 5 April 2019 – PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) melalui Unit
Usaha Syariah meluncurkan produk Pembiayaan Pemilikan Rumah Syariah (PPR Syariah)
Akad MMQ pada acara pembukaan Expo Perbankan Syariah “iB Vaganza Balikpapan” yang
digelar di Mall Ewalk Balikpapan. PPR Syariah dengan Akad MMQ ini dapat digunakan
untuk pembiayaan properti rumah, ruko atau rukan baru ataupun second, properti indent,
pembiayaan kavling siap bangun dan juga pembiayaan multiguna (KMG). PPRS MMQ ini
juga dapat digunakan untuk pembiayaan refinancing atau take over.

Akad Modal Bersama (Musyarakah Mutanaqisah / MMQ) adalah pembiayaan dengan skema
kerja sama modal untuk pembelian properti. Pendapatan atas kerja sama tersebut dibagi
hasilkan kepada nasabah dan digunakan untuk membeli porsi modal bank secara bertahap
sesuai jangka waktu. Pembayaran angsuran oleh nasabah digunakan untuk membeli porsi
modal bank secara bertahap sehingga porsi modal nasabah akan meningkat. Diakhir masa
pembiayaan, porsi modal nasabah menjadi 100% sehingga properti menjadi milik nasabah
sepenuhnya.

Menurut data Kementrian PUPR tahun 2015, jumlah kekurangan pasokan perumahan di
Indonesia atau backlog di Indonesia mencapai 7,6 juta unit. Perbankan diharapkan mampu
mengurangi defisit perumahan tesrsebut hingga mencapai 5,4 juta unit rumah di tahun 2019.
“Hal tersebut menjadi salah satu alasan Bank Danamon untuk membantu memudahkan
masyarakat Indonesia dalam mewujudkan impian masyarakat untuk dapat memiliki rumah
sendiri,” ujar Direktur Bank Danamon Herry Hykmanto.

Lebih lanjut Herry menambahkan, “Kami terus berupaya menyediakan solusi yang
dibutuhkan masyarakat Indonesia, khususnya yang memenuhi aspek dan prinsip Syariah.
Produk ini merupakan salah satu alternatif yang akan dipasarkan melalui seluruh saluran
distribusi Bank Danamon yang membuka layanan syariah.”

Peluncuran produk PPR Syariah dengan Akad MMQ Bank Danamon disaksikan pejabat
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK

22
Sarjito, Kepala OJK Provinsi Kalimantan Timur Dwi Ariyanto dan Direktur Bank Danamon
Herry Hykmanto. Hadir dalam peluncuran tersebut Syariah Financing Product Head Bank
Danamon Sutarto dan Regional Corporate Officer Bank Danamon Wilayah Kalimantan Eka
Dinata.

Danamon Dukung Expo Perbankan Syariah “iB Vaganza Balikpapan”


Bank Danamon berkomitmen untuk mendukung program dan kegiatan pemerintah dalam
sosialisasi dan edukasi perbankan syariah kepada masyarakat Indonesia. Hal ini diwujudkan
melalui partisipasi dan dukungan dalam kegiatan Expo Perbankan Syariah “iB Vaganza
Balikpapan”. Pada kegiatan ini Bank Danamon berperan aktif sebagai panitia penyelenggara
bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintahan Daerah Balikpapan.

Expo Perbankan Syariah “iB Vaganza Balikpapan” diisi dengan beberapa kegiatan edukasi
talk show seputar perbankan syariah, peluncuran beberapa produk perbankan syariah dan
hiburan yang menarik seperti dimeriahkan oleh aneka lomba Tarian Tradisional, Lomba
Mewarnai Anak dan Lomba Musik Tradisional serta dan Lomba Fashion Show Industri
Perbankan Syariah. Selain berbagai lomba, acara ini juga dimeriahkan dengan hiburan
akustik, games dan juga dimeriahkan dengan acara yang mengandung muatan edukasi dalam
bentuk talkshow mengenai perbankan Syariah yang akan ada setiap hari selama 3 hari.
Khusus untuk rekening yang dibuka pada saat event iB Vaganza Balikpapan, setiap hari ada
undian hadiah voucher belanja berupa 5 kupon per hari senilai Rp100.000, satu logam emas
dan doorprize satu unit sepeda setiap harinya. Selain itu tersedia hadiah utama 1 unit sepeda
motor yang akan diundi pada hari terakhir acara iB Vaganza Balikpapan.

“iB Vaganza Balikpapan ini kami harapkan menjadi ajang bagi perbankan syariah untuk
mensosialisasikan mengenai perbankan syariah serta produk dan layanan yang ditawarkan
kepada masyarakat Balikpapan. Kami sangat bangga mendapat kepercayaan untuk menjadi
panitia penyelenggara kegiatan ini. Harapan kami masyarakat Balikpapan bisa mengenal
lebih dekat mengenai perbankan syariah, serta langsung mencoba memanfaatkan produk-
produknya,” lanjut Herry.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra
musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
Musyarakah dapat berupa musyarakah permanen maupun menurun. Musyarakah
permanen modalnya tetap sampai akhir masa musyarakah, musyarakah menurun modalnya
secara beransur-ansur menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah. Keuntungan atau
pendapatan musyarakah dibagi berdasarkan kesepakatan awal, sedangkan kerugian
musyarakah dibagi secara proporsional berdasarkan modal yang disetor. Setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana,
antara lain, ditunjukkan oleh : tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad,
tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan yang telah ditentukan dalam akad,
atau hasil putusan dari pengadilan.

4.2 Saran
Potensi masalah yang timbul dalam pelaksanaan Musyarakah agar dapat mengatasi
kelemahan dalam melakukan akad musyarakah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Peningkatan kualitas usaha dalam menerima amanah dari mitra pasif.


2. Peningkatan kualitas transparansi dalam kesepakatan antara mitra aktif dan mitra pasif.
3. Penerapan standar akuntansi yang memadai.

24
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Yaya, Rizal. Dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah

Rizal Yaya, DKK. 2016, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer
Edisi 2, Jakarta

https://www.danamon.co.id/id/Tentang-
Danamon/BeritaDanamon/Berita/2019/04/08/09/40/Danamon-Luncurkan-PPR-Syariah-
Akad-Musyarakah-Mutanaqisah

25

Anda mungkin juga menyukai