Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN

PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL

HIDAYANEU FARCHATUNNISA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2
1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis


Kinerja BAZNAS Kota Bandung dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional”
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2017

Hidayaneu Farchatunnisa
NIM H54130042
2
3

ABSTRAK
HIDAYANEU FARCHATUNNISA. Analisis Kinerja BAZNAS Kota Bandung
dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional. Dibimbing oleh DIDIN
HAFIDHUDDIN dan KHALIFAH MUHAMAD ALI.

Kesenjangan dan kemiskinan merupakan permasalahan yang dihadapi


Indonesia dan terjadi karena tidak meratanya distribusi harta. Zakat merupakan
salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam, yang diterapkan di
Indonesia sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut. Pengelolaan
zakat di Indonesia belum optimal, terlihat dari potensi zakat Indonesia tahun 2015
yang baru terhimpun sekitar 4 trilyun rupiah dari total 208 trilyun rupiah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan zakat mencakup
kontribusi pemerintah, keterlibatan masyarakat, kelembagaan serta dampak zakat
terhadap kesejahteraan mustahik di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode survei melalui wawancara dengan menggunakan
kuisioner. Pengambilan sampel dampak zakat dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Indeks Zakat
Nasional (IZN) dengan metode penghitungan yang dinamakan Multi-Stage Weigh
Index. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja pengelolaan zakat di Kota
Bandung kurang baik dengan nilai indeks 0.355.

Kata kunci: Indeks Zakat Nasional (IZN), kemiskinan, kinerja pengelolaan zakat

ABSTRACT

HIDAYANEU FARCHATUNNISA. Performance Analysis of BAZNAS


Bandung with National Zakat Index Approach. Supervised by DIDIN
HAFIDHUDDIN and KHALIFAH MUHAMAD ALI.

Inequality and poverty are problems which are faced by Indonesia and
occur due to the unbalace of income distribution. Zakat is one of wealth
distribution instrument in Islam which is implemented to solve the problems in
Indonesia. The management of zakat in Indonesia has not been optimal. It shows
from zakat potention Indonesia that collected just 4 billion from 208 billion in
2015. The aims of this research is to evaluation zakat performance such as
government and society contribution, zakat organitation, and the effect of zakat to
mustahik welfare in Bandung. The research uses survey methode by interview
with questionnaire. The technique sampling for effect of zakat uses purposive
sampling. The istrumen used in this analysis is National Zakat Indeks (IZN) with
Multi-Stage Weigh Index. This research shows that the performance of zakat in
Bandung is less good with the score of index is 0.355.

Key words : National Zakat Index (IZN), performance of zakat, poverty


4
5

ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN


PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL

HIDAYANEU FARCHATUNNISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
6
8
9

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala


atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah zakat, dengan judul “Analisis Kinerja
BAZNAS Kota Bandung dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional”. Skripsi ini
merupakan hasil karya penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang
tua, yaitu Dada Hidayat dan NR Setyawati serta kakak penulis Indra Aryagung
atas segala doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Selain itu, penulis
juga ingin mengucapkan terima aksih kepada:
1. Prof Dr KH Didin Hafidhuddin, MS dan Khalifah Muhamad Ali, SHut MSi
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan
dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
2. Dr Ir Resfa Fitri, MPLSt dan Tita Nursyamsiah, SE MEc sebagai dosen
penguji yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen, staf, dan civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi yang
telah memberikan ilmu serta bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini
4. Nadhira Kharissya, Surya Chandra, Nadhia, Nisrina, dan Sarah yang telah
banyak memberikan bantuan, waktu, kritik, dan saran kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman-teman satu bimbingan, Ayu Pertiwi dan Atikah Khairunnisa yang
telah banyak memberikan saran dan motivasi selama ini kepada penulis.
6. Pak Irfan dan Bu Nur dari BAZNAS Kota Bandung atas bantuannya dalam
mengumpulkan data yang penulis gunakan untuk penelitian skripsi ini
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2017

Hidayaneu Farchatunnisa
10

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Zakat 4
Penerima Zakat 4
Hukum Zakat 5
Jenis – Jenis Zakat 5
Prinsip Zakat 5
Hikmah dan Manfaat Zakat 6
Penerima Zakat 7
Regulasi Zakat 7
Amil Zakat 8
Pengertian Amil 8
Tugas dan Fungsi Amil 9
Pendayagunaan Dana Zakat oleh OPZ 10
Indeks Zakat Nasional 12
Penelitian Terdahulu 12
Kerangka Pemikiran 14
METODE 15
Lokasi dan Waktu Penelitian 15
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengumpulan Data 16
Metode Pengolahan dan Analisis Data 16
Komponen Penyusun Indeks Zakat Nasional 16
Tahapan Perhitungan Indeks Zakat Nasional 17
Indeks CIBEST 19
Indeks Modifikasi IPM 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Profil dan Gambaran Umum BAZNAS Kota Bandung 21
Analisis Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 22
Skoring Skala Likert Variabel 22
Perhitungan Nilai Indeks Variabel 23
Perhitungan Nilai Indeks Indikator 24
Perhitungan Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 25
Analisis Kinerja dan Pelaksanaan Zakat di Kota Bandung
Berdasarkan Indeks Zakat Kota Bandung 25
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Makro 25
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Mikro 27
Analisis Kuadran CIBEST Mustahik 30
11

Analisis Indeks Pembangunan Manusia Mustahik 32


SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 57
12

DAFTAR TABEL
1 Bobot setiap variabel pada IZN 17
2 Skoring skala likert dimensi makro 22
3 Skoring skala likert dimensi mikro 22
4 Indeks setiap variabel pada dimensi makro 23
5 Indeks setiap variabel pada dimensi mikro 24
6 Indeks setiap indikator 24
7 Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 25
8 Karakteristik responden 29
9 Perhitungan meterial value 30
10 Hasil sstimasi indeks kemiskinan islam 32
11 Nilai komponen modifikasi IPM 32

DAFTAR GAMBAR
1 PDRB kota dan kabupaten di Jawa Barat 3
2 Kerangka Pemikiran 15
3 Kuadran CIBEST sebelum sdanya bantuan dana zakat 31
4 Kuadran CIBEST setelah sdanya bantuan dana zakat 31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian untuk mustahik 37
2 Kuisioner penelitian untuk lembaga 43
3 Skala likert dimensi makro 45
4 Skala likert dimensi mikro 46
5 Tabel perhitungan indeks harapan hidup 48
6 Tabel perhitungan indeks rata – rata lama sekolah 51
7 Tabel perhitungan indeks harapan lama sekolah 54
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepemilikan harta dalam Islam ialah milik Allah SWT. Manusia hanya
pemilik sementara dari harta yang ada di dunia. Dalam Islam, harta tidak boleh
berkumpul pada suatu kaum. Pendistribusian harta mutlak untuk dilakukan agar
tidak terjadi kesenjangan. Kesenjangan atau perbedaan terjadi karena setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan berbeda, berbeda dalam hal bakat, minat,
kemampuan dan lain–lain (Beik dan Arsyianti 2016). Perbedaan pendapatan dan
kekayaan merupakan ujian bagi umat manusia sehingga harus dikelola dengan
baik.
Berdasarkan data BPS 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 28.553 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami penurunan pada
tahun 2014 menjadi 27.727 juta jiwa, namun pada tahun 2015 jumlah penduduk
miskin Indonesia mengalami kenaikan menjadi 28.513 juta jiwa dan mengalami
penurunan kembali pada tahun 2016 menjadi sebanyak 28.005 juta jiwa. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia memang mengalami penurunan pada satu tahun
terakhir, namun jumlahnya masih terbilang tinggi. Begitu pula dengan nilai gini
rasio Indonesia, data Badan Pusat Statistik 2016 mencatat adanya penurunan
tingkat kesenjangan penduduk Indonesia, yang ditandai dengan gini rasio 0.40
pada tahun 2016 atau menurun 0.01 poin dibandingkan tahun 2015 sebesar 0.41.
Walaupun demikian, nilai gini rasio Indonesia masih terbilang tinggi. Hal ini
berarti bahwa permasalahan mengenai kesenjangan di Indonesia cukup serius.
Program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan serta mengurangi
kesenjangan telah banyak dilaksanakan. Misalnya, Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan Petani-nelayan kecil (P4K),
Inpres Desa Tertinggal (IDT), Beras Miskin (Raskin), Bantuan Langsung Tunai
(BLT), dan lain lain. Namun, dikarenakan ketidakjelasan kelompok sasaran,
program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini menjadi kurang
efektif dan rawan penyimpangan (Suyanto dalam Multifah 2011). Hal ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Semaoen mengenai IDT di Jawa
Timur. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa 86 persen dana IDT telah diterima
oleh bukan keluarga miskin (Santoso dalam Multifah 2011).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010
tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 641 326 jiwa dan 87.18
persen dari total penduduk adalah pemeluk agama Islam atau sebanyak
207 176 162 jiwa. Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia. Hal ini tentu sangat potensial untuk
mengimplementasikan instrumen Islam dalam mengurangi kesenjangan ekonomi.
Salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam adalah zakat. Kesenjangan
itu perlu didekatkan dan sebagai salah satu caranya adalah dengan zakat (Hasan
2008). Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib dilaksanakan oleh seluruh
umat muslim. Sifatnya yang wajib menjadikan zakat dinilai sebagai solusi dari
kesenjangan dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
Riset yang dilakukan oleh BAZNAS dan FEM IPB menghitung, bahwa
berdasarkan PDB tahun 2010 terdapat potensi zakat di Indonesia sebesar 217
2

triliun rupiah. Menggunakan metode esktrapolasi, potensi zakat tahun 2015


sebesar 280 triliun rupiah, namun realisasinya diperkirakan hanya 4 triliun
rupiah atau kurang dari 1.4 persen dari potensinya (Hartono 2016). Jika realisasi
dana zakat terus meningkat dan dikelola dengan baik, hal ini akan menjadi solusi
pendistribusian harta di Indonesia.
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat menjelaskan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia
terbagi menjadi dua, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang
merupakan lembaga amil zakat yang mengelola zakat secara nasional, dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan lembaga pengelola zakat yang
dibentuk masyarakat. Keberadaan lembaga amil zakat menjadi hal yang penting
dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat terutama untuk pendistribusian zakat
dari muzaki ke mustahik.
Besarnya perbedaan antara potensi zakat dengan realisasi zakat yang
terkumpul memperlihatkan belum optimalnya kegiatan pengumpulan dan
pengelolaan zakat oleh organisasi pengelola zakat (OPZ). Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah pengelolaan dana zakat yang telah ada saat ini harus dikelola
dengan baik. Pengumpulan dan pengelolaan zakat oleh OPZ dapat dilakukan
secara optimal dengan meningkatkan kinerja OPZ tersebut. Sebelumnya, belum
ada indikator yang diakui secara nasional dalam menilai keberhasilan organisasi
pengelolaan zakat. Indeks Zakat Nasional (IZN) merupakan alat ukur yang baru
diterbitkan oleh Pusat Kajian Strategis BAZNAS yang berperan sebagai standar
pengukuran untuk menilai dan mengevaluasi kinerja perzakatan mencakup peran
pemerintah dan masyarakat, kinerja lembaga zakat, dan juga pengaruh zakat
terhadap kesejahteraan mustahik baik di tingkat nasional, provinsi bahkan sampai
daerah. IZN menjadi penting karena Indonesia sebagai negara muslim terbesar
belum memiliki alat ukur standar pengelolaan zakat nasional yang dapat
mengukur kinerja dan perkembangan zakat nasional.

Perumusan Masalah

Dana zakat idealnya dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen


kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan zakat harus
diawasi oleh penguasa, dilakukan oleh petugas yang rapi dan teratur, serta
dipungut dari orang yang wajib mengeluarkan untuk diberikan kepada orang yang
berhak menerima (Syafiq 2014). Dana zakat yang dihimpun dan dikelola oleh
OPZ memberikan dampak yang lebih signifikan dibandingkan dengan penyaluran
zakat secara individu. Akan tetapi masih terdapat kendala yang menjadikan dana
zakat di Indonesia belum terealisasi sebagaimana potensinya, hal tersebut
disebabkan oleh pengelolaan yang belum optimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Adnan dalam Muhammad (2006)
menyebutkan bahwa, setidaknya terdapat dua penyebab rendahnya tingkat
kolektibilitas dana zakat di Indonesia. Pertama, masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat tentang zakat. Hal ini terjadi karena lemahnya proses
sosialisasi serta proses pendidikan agama yang kurang menekankan akan
pentingnya zakat dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, terletak pada aspek
kelembagaan zakat. Aspek kelembagaan pengelola zakat ini bersumber dari
variabel eksistensi dan profesionalisme organisasi pengelola zakat.
3

2014 2015

7,71
7,63

7,28
6,63
6,38
6,32

6,13
6,09
6,01

6,01

5,61
5,57
4,93
2,16

KAB BOGOR KAB KAB KOTA KOTA KOTA KOTA


INDRAMAYU KUNINGAN BOGOR BANDUNG DEPOK BEKASI

Gambar 1 PDRB kota dan kabupaten di Jawa Barat 2016 (Persen)


Sumber: BPS Jawa Barat 2016

Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2016 (Grafik 1), Kota
Bandung merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat jika
dilihat berdasarkan nilai PDRBnya. Walaupun pertumbuhan ekonomi Kota
Bandung telah maju, hal ini tidak selaras dengan optimalisasi penyerapan dana
zakatnya. Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh Humas Pemkot Bandung,
disebutkan bahwa potensi zakat yang dapat diperoleh dari pegawai pemerintah
kota dan BUMD mencapai 17.69 milyar rupiah, sementara yang terkumpul baru
mencapai 5 milyar rupiah (Pemkot Kota Bandung 2017). Perlu adanya
peningkatan performa lembaga zakat sehingga dana yang telah terserap dapat
dikelola dengan baik, serta di publikasikan kepada masyarakat yang nantinya akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat.
Indeks Zakat Nasional dinilai sebagai tolak ukur dalam menilai dan
mengevaluasi kinerja perzakatan. Pada IZN terdapat 2 dimensi, yaitu dimensi
makro yang terdiri dari indikator regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan
data base kelembagaan, serta dimensi mikro yang terdiri dari indikator
kelembagaan dan dampak zakat. Dengan dihitungnya nilai indeks zakat suatu
daerah, dapat diketahui kinerja perzakatan ada daerah tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan pada penelitian ini adalah :
1. Berapa nilai Indeks Zakat di Kota Bandung?
2. Bagaimana kinerja pengelolaan zakat di Kota Bandung berdasarkan dimensi
makro dan dimensi mikro?
Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, penelitian ini


bertujuan untuk:
1. Menghitung nilai Indeks Zakat di Kota Bandung
2. Menganalisis kinerja pengelolaan zakat di Kota Bandung berdasarkan dimensi
makro dan dimensi mikro
4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak


yang berkaitan baik secara langsung atau tidak langsung terhadap kinerja
BAZNAS Kota Bandung. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya
ialah:
1. memberikan informasi kepada pemerintah mengenai kinerja BAZNAS
dalam pengelolaan dana zakat Kota Bandung dan dapat digunakan sebagai
acuan dalam membentuk peraturan daerah tentang pengelolaan zakat,
2. menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk
optimalisasi penghimpunan dana zakat.
3. memberikan informasi secara aktual kepada masyarakat Kota Bandung
terkait kinerja BAZNAS Kota Bandung, dan
4. menjadi salah satu sumber infomasi bagi para peminat dan peneliti yang
berkaitan dengan zakat.

Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk menghitung Indeks Zakat Kota Bandung serta
menganalisis kinerja pengelolaan zakat di Kota Bandung. Lembaga amil zakat
yang diteliti adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Bandung.
Alasan dipilihnya Kota Bandung sebagai tempat penelitian karena Kota Bandung
adalah daerah yang paling maju perekonomiannya di Jawa Barat dan memiliki
potensi yang cukup besar dalam perzakatan namun belum optimal pengelolaannya
salah satunya terlihat dari potensi zakat yang belum terealisasikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Zakat

Pengertian Zakat
Zakat berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat adalah satu-satunya
rukun Islam yang secara spesifik berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat
(Asmani 2016). Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban
umat Islam dalam rangka pelaksanaan dua kalimat syahadat serta digunakan
sebagai sumber dana dalam pembangunan agama Islam. Zakat itu adalah bagian
dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan
persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin 2002). Zakat berarti suci, tumbuh,
bertambah, dan berkah. Dengan demikian, zakat itu membersihkan diri seseorang
dan hartanya, pahalanya bertambah, harta tumbuh berkembang, dan membawa
berkat (Hasan 2008).
5

Hukum Zakat
Zakat yang merupakan rukun Islam ketiga ini disebut 82 kali dalam Al-
Quran, di dalam kitab-kitab hadits, yang kemudian dikembangkan oleh ijtihad
manusia yang memenuhi syarat dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam (Ali
2006). Perkara zakat dibahas dalam Al-Quran selaras dengan perintah shalat. Hal
ini berarti, hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan sesama
manusia), harus berjalan berbarengan dan jangan sampai mengabaikan salah
satunya (Hasan 2008).
Di antara ayat-ayat yang berhubungan dengan perintah shalat dan zakat,
serta perintah berinfaq ialah (Hasan 2008):
Firman Allah, yang artinya:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah


bersama orang-orang yang rukuk.” (Q.S Al-Baqarah/2:43)
Firman Allah, yang artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu


kamu membersihkan dan menyucikan harta mereka, dan
berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (Q.S At-Taubah/9:103)

Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas memerintahkan, supaya umat


Islam berzakat dan berinfak. Perintah itu baru dapat ditunaikan dan dilaksanakan,
setelah memiliki harta benda (kekayaan).

Jenis-Jenis Zakat
Secara garis besar, zakat terbagi menjadi dua, yaitu (Varida 2015);
1. Zakat harta (zakat maal) terdiri dari emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian), barang perniagaan, zakat profesi,
perusahaan, surat-surat berharga, jual beli valuta asing, investasi proverti
dan zakat sektor rumah tangga modern.
2. Zakat fitrah (zakat nafs) atau disebut juga sebagai zakat jiwa. Yaitu zakat
yang wajib dikeluarkan oleh semua umat muslim di bulan ramadhan.

Prinsip Zakat
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat
merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
Menurut M.A Mannan dalam Ali (2006), zakat mempunyai enam prinsip yaitu :
1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat
merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya;
2. Prinsip pemerataan dan keadilan, merupakan tujuan sosial zakat yaitu
membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada
manusia.
3. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang
harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu
setelah lewat jangka waktu tertentu.
6

4. Prinsip nalar, sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu
harus dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan, zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat
jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk
membayar zakat demi kepentingan bersama.
6. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-
mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.

Hikmah dan Manfaat Zakat


Zakat sebagai instrumen pendistribusian harta mengandung hikmah serta
makna yang mendalam yang bersifat rohaniah dan filosofis (Ali 2006). Hikmah
Zakat dapat dirasakan oleh yang mengeluarkan zakat (muzaki) dan oleh penerima
zakat (mustahik). Berikut adalah hikmah zakat (Hafidhuddin 2002):
1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-
Nya, menumbuhkan ahlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrealistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta
yang dimiliki. Zakat bertujuan untuk membersihkan harta dari
kemungkinan masuk harta orang lain ke dalam harta yang dimiliki baik
sengaja ataupun tidak sengaja.
2. Zakat merupakan hak mustahik oleh karena itu, zakat berfungsi untuk
menolong, membantu dan membina mustahik terutama fakir dan miskin ke
arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mustahik
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, menghindarkan dari
kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri dan dengki. Kesenjangan
status sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat seringkali
menimbulkan kecemburuan sosial antara si kaya dan si miskin.
Kecemburuan ini dapat memicu hal yang tidak di inginkan, misalnya
perampokan, pembunuhan, penodongan, pemerkosaan, dan lain-lain.
3. Sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berjihad di jalan Allah SWT, yang karena kesibukannya
tersebut para mujahid tidak memiliki waktu untuk mencari nafkah bagi diri
dan keluarganya. Zakat juga sebagai bentuk konkret dari jaminan sosial
yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan
orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang yang menderita lainnya, akan
terperhatikan dan terjamin.
4. Salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang
harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan,
sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas
sumberdaya manusia muslim.
5. Memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah
membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak
orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan benar sesuai
dengan ketentuan Allah SWT.
6. Pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen
pemerataan pendapatan sehingga dapat menekan kemiskinan dan
mengurangi kesenjangan jika dikelola dengan baik.
7

Penerima Zakat
Zakat, infak, dan sedekah merupakan tumpukan harta yang di kumpulkan
oleh para muzaki (wajib zakat) dan dermawan, lalu akan di bagikan atau di
salurkan kembali ( Hasan 2008). Berbeda dengan infak dan sedekah, penyaluran
zakat telah di atur kepada siapa dana tersebut di distribusikan. Berikut adalah
delapan golongan yang berhak menerima dana zakat (Qardawi 2011);
1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak
dalam memenuhi keperluannya yaitu sandang, pangan dan papan baik
untuk dirinya dan juga untuk keluarganya
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam
memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tetapi
tidak sepenuhnya tercukupi
3. Amil, yaitu orang yang bekerja untuk kepentingan zakat yang berkaitan
dengan mengurus zakat, mencatat dan menadminitrasikan, menagih zakat,
melakukan sosialisasi, dan mendistribusikan zakat.
4. Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam dan masih dianggap lemah
imannya, sehingga perlu diberikan zakat agar bertambah kesungguhannya
dalam Islam. Pada saat sekarang, dana zakat untuk mualaf dapat diberikan
untuk lembaga dakwah atau pun untuk training keIslaman.
5. Memerdekakan budak, yaitu untuk memerdekakan budak belian dan
menghilangkan segala bentuk perbudakan. Hal ini juga dapat diterapkan
untuk membantu suatu Neraga ketika ingin terbebas dari penjajah (Hasan
2008).
6. Gharimin, yaitu orang yang berutang dan sama sekali tidak melunasi
utangnya. Utang yang dimaksud adalah utang untuk kebaikan dan
kemaslahatan diri dan keluarganya, atau pun utang untuk kemaslahatan
umat.
7. Fi sabilillah. Pada zaman Rasulullah SAW. Golongan yang termasuk fi
sabilillah adalah para sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji
tetap. Untuk saat ini, sebagian ulama membolehkan memberi zakat
tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan,
pelatihan da’i, penerbitkan buku, majalah, brosur, ataupun membangun
media masa.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang dalam perjalanan dan terputus bekalnya
dalam perjalanan. Untuk saat ini, pemberian dana untuk ibnu sabil bisa
juga diserahkan kepada musafir yang mengadakan perjaalanan yang
dianjurkan agama, seperti silaturahmi, study tour pada objek yang
bermanfaat, atau untuk beasiswa kepada orang yang terputus
pendidikannya karena ketiadaan dana.

Regulasi Zakat

Dijelaskan pada penelitian Aziz dan Sholikah 2015, bahwa sejarah tentang
regulasi zakat di Indonesia dimulai dari zaman kolonial penjajah, dengan adanya
Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi tentang kebijakan
Pemerintah Kolonial mengenai zakat, sebuah aturan yang terkesan berupaya
mengatur tentang sistem administrasi zakat, akuntabilitas laporanya. Kemudian
8

dikeluarkan Bijblad Nomor 6200 yang berisi tentang pelarangan bagi seorang
pegawai dan priyayi pribumi untuk membantu pelaksanaan zakat.
Selanjutnya adalah era pasca penjajahan, dalam hal ini perhatian
pemerintah terhadap lembaga zakat semakin meningkat pada tahun 1968, yaitu
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun
1968. Masing-masing tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Baitul Mal
(Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, namun
demikian keputusan ini diikuti oleh keputusan Menteri Agama baru yang berisi
tentang penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 5/1968. Masih
pada tahun yang sama, Presiden Suharto, pada malam peringatan Isra’ Mi’raj di
Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968, mengelurkan anjuran untuk menghimpun
zakat secara sistematis dan terorganisasi. Anjuran ini kemudian ditindakklanjuti
oleh para pemimpin di daerah.
Regulasi zakat perlu diatur oleh negara dalam rangka untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. Efektifitas dan efesiensi pengelolaan zakat di Indonesia yang
majemuk ini, membutuhkan kepastian hukum dan kejelasan regulasi yang
mengaturnya. Selain itu, regulasi zakat ini dimunculkan dalam upaya penertiban
pengelola zakat (amil) yang berasaskan pada prinsip-prinsip; syariah, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Jika hal
demikian itu tercipta, maka kesadaran masyarakat dalam berzakat akan tinggi dan
zakat dapat digunakan sebagai alternatif mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan (Aziz dan Sholikah 2015). Regulasi zakat yang
berlaku saat ini adalah UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Amil Zakat

Pengertian Amil
Amil zakat adalah petugas yang ditunjuk oleh pemerintah atau masyarakat
untuk mengumpulkan zakat, menyimpan, dan kemudian membagikannya kepada
yang berhak menerimanya (Hasan 2008). Keberadaan lembaga amil zakat menjadi
hal yang sangat penting dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat terutama
untuk pendistribusian zakat dari muzaki ke mustahik. Zakat tidak dapat berdiri
tegak tanpa amil zakat yang amanah, gigih, dan profesional. Maka, melahirkan
amil zakat yang amanah, gigih, dan profesional adalah wajib agar zakat dapat
tegak berdiri kokoh seperti rukun Islam yang lain (Asmani 2016).
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengelolaan zakat melalui
lembaga, yaitu (Hafidhuddin 2002):
1. Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat
2. Menjaga perasaan mustahik bila berhadapan langsung untuk menerima
haknya dari muzaki
3. Mencapai efisiensi, efektivitas, dan sasaran yang tepat dalam
pendistribusian zakat
4. Memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari
muzaki ke mustahik tanpa campur tangan lembaga, maka nasib dan hak
para mustahik terhadap muzaki tidak mendapatkan jaminan pasti.
9

Dalam upaya optimalisasi sistem zakat sebagai salah satu proses


redistribusi income, posisi amil dalam kelompok delapan asnaf memiliki peranan
yang luar biasa walaupun cukup unik. Artinya, bahwa sistem zakat akan banyak
sekali mempunyai ketergantungan terhadap profesionalisme dari amil. Secara
konsep dapat dipahami bahwa dengan semakin tinggi tingkat keprofesionalan
amil akan semakin tinggi tingkat kesejahteraan para mustahik, khususnya amil,
mengingat konsep fiqih secara jelas mencanagkan bahwa hak mereka adalah 12.5
persen atau 1 per 8 dari harta terkumpul (Hasan 2008).

Tugas dan Fungsi Amil


Dalam buku yang ditulis Asmani (2016), beberapa tugas amil zakat antara
lain mengumpulkan orang-orang yang berhak menerima zakat, mencatat
perolehan dan pendistribusian, menghitung harta zakat, dan tentara yang
memaksa orang-orang yang wajib zakat untuk mengeluarkn zakatnya dan
membagi zakat kepada yang berhak. Tugas yang berat ini meniscayakan
kompetensi amil, maka amil zakat harus memenuhi kriteria sebagai berikut
(Hasan 2008);
1. Seorang muslim, karena amil megurusi zakat yang berhubungan dengan
kaum muslimin, tetapi ada pengecualian, seperti penjaga gudang,
pengangkut barang yang tidak bersinggungan langsung dengan dana zakat.
2. Seorang mukalaf (dewasa) yang sehat akal pikirannya, kemudian harus
bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan tugasnya.
3. Seorang yang jujur, karena amil menerima amanat harta kaum muslimin,
jangan sampai disalahgunakan.
4. Seorang yang memahami seluk beluk zakat, mulai dari hukumnya sampai
pelaksanaannya.
5. Seorang yang dianggap mampu melaksanakan tugasnya.
6. Seorang laki-laki menurut pendapat ulama.

Amil zakat yang selanjutnya disebut sebagai Organisasi Pengelola Zakat


(OPZ) memiliki dua fungsi, yaitu (Ridwan dalam Rosyidah dan Manzilati 2012);
1. Sebagai perantara keuangan, amil berperan menghubungkan antara pihak
muzaki dengan mustahik. Amil dituntut menerapkan azas trust
(kepercayaan). Sebagai layaknya lembaga keuangan yang lain, azas
kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun. Setiap amil
dituntut mampu menunjukkan keunggulan masing–masing sampai terlihat
jelas positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat memilihnya.
Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan sulit berkembang.
2. Pemberdayaan fungsi ini, sesungguhnya upaya mewujudkan misi
pembentukan amil, yakni sebagaimana muzaki menjadi lebih berkah
rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi terjamin. Masyarakat
mustahik tidak selamanya tergantung dengan pemberian bahkan dalam
jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi Muzaki baru.

Pendayagunaan Dana Zakat oleh OPZ


Kesuksesan zakat sangat ditentukan oleh lembaga amil zakat atau OPZ.
Jika OPZ mendayagunakan dana zakat dengan kreatif, gigih dan amanah, maka
pendapatan zakat akan meningkat (Asmani 2016). Pendayagunaan dana zakat ini
memiliki beberapa tujuan yaitu (Suprayitno dalam Pratama 2015) :
10

1. Memperbaiki taraf hidup. Masyarakat yang hidup dibawah garis


kemiskinan menjadi fokus utama pendayagunaan dana zakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut. Pendayagunaan dengan
tujuan meningkatkan taraf hidup dapat dilakukan dengan memberikan
keterampilan dan juga modal untuk melakukan usaha produktif .
2. Pendidikan dan beasiswa. Pendidikan dianggap sebagai salah satu pondasi
awal yang berperan penting dalam pengentasan kemiskinan. Kondisi
sarana dan prasarana yang kurang mendukung terutama yayasan
pendidikan Islam yang bersifat swasta, dan kurangnya dana untuk
melakukan pengembangan dan pembinaan tenaga pendidik menjadi faktor
kunci lambatnya perkembangan dunia pendidikan. Dana zakat dapat
disalurkan dalam bentuk bantuan pengembangan infrastruktur dan
pengembangan fasilitas pendidikan dan juga dalam bentuk dana bantu
biaya sekolah bagi anak-anak.
3. Mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran. Pendayagunaan
dana zakat mengambil peranan penting untuk membuka lapangan
pekerjaan baru kepada para pengangguran dengan memberikan
pembinaan, permodalan, serta pendampingan untuk suatu usaha. Dengan
adanya program tersebut diharapkan mampu mereduksi angka
pengangguran yang terjadi.
4. Program pelayanan kesehatan. Dana zakat dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan umat Islam dalam bentuk pelayanan kesehatan. Program
yang dilakukan dapat berupa pendirian poliklinik atau pusat pelayanan
kesehatan di pedesaan dan juga membantu menanggung biaya perawatan
dan pengobatan kaum mustahik.
5. Panti Asuhan. Upaya menanggulangi anak-anak terlantar seperti anakanak
yatim piatu memiliki kebutuhan dana yang tidak sedikit. Sehingga dana
zakat dapat digunakan untuk memberikan bantuan kepada berbagai
yayasan yang sudah bergerak dalam menanggulangi anak-anak terlantar.
6. Sarana peribadatan. Zakat dapat digunakan untuk keperluan pembangunan
sarana peribadatan merupakan suatu titik tolak perkembangan pemikiran
atas penafsiran kata “fii sabilillah”.

Indeks Zakat Nasional

Berdasarkan publikasi PUSKAS BAZNAS (2015), Indeks Zakat Nasional


(IZN), yang disusun oleh Tim Peneliti Pusat Kajian Strategis (PUSKAS)
BAZNAS, merupakan sebuah indeks komposit baru yang dibangun dengan tujuan
untuk mengukur perkembangan kondisi perzakatan nasional. IZN diharapkan
dapat menjadi indikator yang dapat memberikan gambaran sejauh mana zakat
telah berperan terhadap kesejahteraan mustahik, dan juga dapat menunjukan pada
tahap apa institusi zakat telah dibangun, baik secara internal kelembagaan,
partisipasi masyarakat, maupun dari sisi dukungan yang diberikan pemerintah.
Dalam perkembangan pengelolaan zakat, baik di Indonesia maupun pada
tingkat internasional, sampai saat ini belum ada alat ukur standar yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja dan perkembangan zakat. Padahal, keberadaan
alat ukur ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan pencapaian
pembangunan zakat. Selain itu, dengan mengetahui perkembangan pencapaian
11

kinerja zakat, dapat juga diukur sejauh mana kontribusi zakat terhadap
pembangunan ekonomi nasional. IZN diharapkan menjadi sebuah ukuran standar
yang dapat dipakai oleh regulator, lembaga zakat, dan masyarakat dalam
mengevaluasi perkembangan zakat secara nasional.
Penyusunan IZN dilakukan dengan menggunakan penelitian berbasis
Mixed Methods yaitu sebuah metodologi penelitian yang mengintegrasikan
metode kuantitatif, dan penelitian kualitatif. Dalam kajian ini metode kulitatif
digunakan dalam menyusun komponen IZN, sedangkan metode kualitatif
digunakan dalam membentuk model estimasi penghitungannya. Komponen indeks
tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut;
a. spesific, yaitu komponen yang disajikan spesifik,
b. measurable, yaitu komponen yang disajikan dapat diukur,
c. applicable, yaitu dapat diaplikasikan,
d. reliable, yaitu komponen yang disajikan dapat dipercaya, dan
e. timely, yaitu perhitungan yang dilakukan bersifat berkala
Dari proses kajian yang telah dilakukan, didapatkan kom.ponen-komponen
pembentuk IZN yang dibagi menjadi dimensi makro dan dimensi mikro. Dimensi
makro merefleksikan bagaimana peran pemerintah dan masyarakat secara agregat
dalam berkontribusi membangun institusi zakat. Dimensi ini memiliki tiga
indikator yaitu regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan database lembaga
zakat kemudian diturunkan kembali menjadi tiga variabel yaitu; jumlah lembaga
zakat resmi, muzaki individu, dan muzaki badan usaha.
Dimensi yang selanjutnya, yaitu dimensi mikro, merupakan bagian yang
disusun dalam perspektif kelembagaan zakat dan penerima manfaat dari zakat
atau mustahik. Secara teknis penyusunan, dimensi mikro memiliki dua indikator
yaitu performa lembaga zakat dan dampak zakat terhadap mustahik. Indikator
performa lembaga zakat kemudian dibuat lebih terperinci ke dalam empat variabel
yang mengukur performa lembaga dari aspek penghimpunan, pengelolaan,
penyaluran, dan pelaporan. Sedangkan indikator dampak zakat dijelaskan ke
dalam lima aspek, yaitu ekonomi, spritual, pendidikan, kesehatan, dan
kemandirian. Setiap komponen memiliki bobot kontribusi yang telah ditentukan
melalui mekanisme FGD dan kriteria expert judgment.
Teknik estimasi penghitungan yang dilakukan dalam memperoleh nilai
IZN menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index. Metode ini
menggabungkan beberapa proses tahapan pembobotan yang telah diberikan pada
setiap komponen penyusun indeks, sehingga pembobotan yang diberikan pada
setiap komponen tersebut harus dilakukan bertahap dan bersifat prosedural. Proses
pembobotan dilakukan setelah didapatkan indeks yang dihitung pada setiap
variabel.
Nilai indeks yang dihasilkan akan berada pada rentang 0.00 – 1.00. Hal ini
berarti bahwa semakin rendah nilai indeks yang didapatkan maka semakin tidak
baik kinerja perzakatan nasional, dan semakin besar nilai indeks yang diperoleh
berarti semakin baik kondisi perzakatan. Nilai 0.00 berarti indeks zakat nasional
yang diperoleh adalah paling rendah yaitu “nol”. Sedangkan nilai 1.00 berarti nilai
indeks paling tinggi, yaitu “sempurna”.
Formulasi IZN ini diharapkan dapat menjadi standard measuremet
periodic (misalnya setiap tahun) sehingga evaluasi dilakukan secara
berkelanjutan. Selain pada tingkat nasional, penghitungan IZN dapat dilakukan
12

pada tingkat regional provinsi sehingga menjadi perbandingan antar daerah, dan
sarana evaluasi distribusi kinerja. Hal ini bertujuan agar semua pihak dalam
perzakatan dapat mengukur diri sekaligus meningkatkan diri terkait kinerja zakat,
serta peningkatan pemahaman publik terhadap kontribusi zakat bagi Indonesia.

Penelitian Terdahulu
Alat ukur Indeks Zakat Nasional merupakan indeks baru dalam mengukur
kualitas perzakatan terutama lembaga pengelola zakat. Oleh karena itu, belum
terdapat penelitian serupa yang menggunakan alat ukur IZN. Karya tulis ini
didekatkan dengan penelitian terdahulu yang memiliki topik serupa yaitu
mengenai kinerja dan atau efisiensi lembaga pengelola zakat. Penelitian terkait
Analisis kinerja dan efisiensi OPZ dilakukan oleh Abd. Halim Mohd Noor et al
(2012), yang berjudul Assessing Performance of Nonprofit Organization: A
Freamwork for Zakat Institutions, menggunakan metode studi literatur dan studi
pemikiran. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengatakan bahwa lembaga
pengelolaan zakat, seperti organisasi lain, harus mampu menunjukkan
kemampuan untuk beroperasi pada tingkat optimal dan efisien dalam memastikan
alasan keberadaannya perlu adanya pengukuran performance dalam rangka untuk
memandu dan mengukur tujuan penyampaiannya. Tulisan ini mengusulkan
kerangka kerja yang komprehensif dalam mengukur kinerja institusi zakat Pada
penelitian ini belum di tentukan standar pengukuran yang sifatnya kuantitatif
dalam mengukur kinerja lembaga
Penelitian yang dilakukan oleh Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim
Abdul Rahman (2013) dengan judul Determinants of Efficiency of Zakat
Institutions in Malaysia: A Nonparametric Approach menggunakan metode
Malmquist Indeks Produktivitas untuk memperkirakan produktivitas dan efisiensi
lembaga zakat di Malaysia serta model Tobit untuk menentukan faktor-faktor
yang memengaruhi efisiensi lembaga zakat di Malaysia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total faktor produksi lembaga zakat di Malaysia telah
meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama periode penelitian.
Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH) dari 3,5 persen
sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi perubahan
negatif (-0,1 persen). Hasil efisiensi teknis mengungkapkan bahwa rata-rata
tingkat efisiensi teknis keseluruhan adalah 80,6 persen, menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga zakat di Malaysia bisa meningkat output sebesar 19,4 persen.
Rahmatina A. Kasri (2012) meneliti dengan judul Effectiveness of Zakat
Targeting in Alleviating Poverty in Indonesia Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dan indeks kemiskinan. Survey dan mengumpulkan data primer
mengenai kondisi sosial demografi dan ekonomi rumah tangga miskin yang
menerima bantuan zakat di Jabodetabek Indonesia di tahun 2011. Temuan ini
memberikan bukti mengenai dampak positif dan efektivitas zakat dalam
mengurangi kemiskinan di Jakarta Indonesia. Disebutkan pada penelitian ini
bahwa organisasi zakat harus meningkatkan efektivitas zakat penargetan dan
melaksanakan program kemiskinan yang berfokus lebih efektif terutama dalam
program ekonomi produktif, bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan
ketidaksamaan pendapatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nazirudin Abdullah, Alias Mat Derus,
Musam-Aldin Nizar Al-Malkawi (2014) dengan judul The Effectiveness of Zakat
13

in Alleviating Poverty and inequalities A Measurement using a newly developed


technique Penelitian merumuskan indeks (BNDI) untuk mengukur kekurangan
dan efektivitas zakat sebagai salah satu item yang berbeda dari pengeluaran /
belanja pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di Pakistan. Hasil yang
diperoleh dari perhitungan BNDI telah mampu menjelaskan efektivitas zakat di
semua kemiskinan dan kesenjangan di Pakistan. BNDI, dapat diterapkan untuk
mengukur kinerja zakat di semua negara Muslim dalam pengentasan kemiskinan
Penelitian yang dilakukan oleh Nasher Akbar (2009) berjudul Analisis
Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Nasional dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis dengan menggunakan metode DEA atau Data
Envelopment Analysis menjelaskan bahwa efisiensi OPZ pada tahun 2005 masih
lebih baik dari tahun 2006 dan 2007 baik secara teknis (94,52 persen), skala (75
persen), dan overall (71,27 persen). Perhitungan terhadap 9 OPZ tahun 2007
dengan asumsi CRS, menunjukkan hanya 2 OPZ yang efisien, yakni BMM dan
Bamuis BNI. Penyebab utama inefisiensi adalah dana tersalurkan dan dana
terhimpun, yakni menyumbang 43,1 persen dan 36 persen. Sedangkan pengukuran
dengan orientasi input menyatakan bahwa sumber inefisiensi adalah biaya
operasional lain sebesar 34,9 persen dan biaya sosialisasi sebesar 31,1persen.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Norvadewi (2012) dengan judul
Optimalisasi Peran Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan, menggunakan
metode analisis deskriptif menyebutkan bahwa kurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga zakat selain karena pemahaman fiqh klasik bahwa
zakat lebih afdhal ketika disalurkan langsung (secara individu) kepada mustahik,
juga karena pengelolaan zakat yang tidak transparan dan akuntabel terutama yang
dikelola pemerintah sehingga menjadikan masyarakat lebih senang
mendistribusikan zakat secara individu.
Pelaporan dan publikasi menjadi hal yang penting dalam pengelolaan zakat.
Aspek pelaporan juga termuat dalam IZN dan dirasa berpengaruh terhadap
performa zakat. Hal ini dibuktikan alam penelitian yang dilakukan oleh Adnan
dalam Muhammad (2006) dengan judul Akuntabilitas Keuangan pada Organisasi
Pengelola Zakat (OPZ) di Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan metode
analisis deskriptif menyebutkan bahwa setidaknya ada dua penyebab rendahnya
tingkat kolektibilitas dana zakat di Indonesia. Pertama, masih rendahnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang zakat. Hal ini terjadi karena
lemahnya proses sosialisasi serta proses pendidikan agama yang kurang
menekankan akan pentingnya zakat dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua,
terletak pada aspek kelembagaan zakat. Aspek kelembagaan pengelola zakat ini
bersumber dari variabel eksistensi dan profesionalisme organisasi pengelola zakat.
Pada Indeks Zakat Nasional, terdapat variabel regulasi zakat. Regulasi zakat
diharapkan dapat meningkatkan performa perzakatan. Hal ini selaras dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nasrullah (2015) dengan judul Regulasi Zakat dan
Penerapan Zakat Produktif Sebagai Penunjang Pemberdayaan Masyarakat yang
menyebutkan bahwa regulasi dan penerapan zakat produktif pada Baitul Mal
Aceh Utara memiliki peran yang signifikan terhadap peningkatan kemakmuran
masyarakat baik bidang pendidikan, keagamaan, ekonomi dan sebagainya.
Datanya didapatkan dari wawancara dan dokumentasi, kemudian dianalisis
dengan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Baitul Mal
Kabupaten Aceh Utara diikat oleh sejumlah peraturan (Qanun). Penerapan zakat
14

produktif adalah dengan memberikan pinjaman modal usaha berdasarkan qard al-
hasan untuk memotivasi usaha dengan baik dan maksimal. Program ini memberi
dampak yang signifikan untuk penunjang kemakmuran masyarakat.

Kerangka Pemikiran

Pengelolaan zakat melalui Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dinilai lebih


memberikan dampak yang signifikan terkait hubungan antara performa zakat dan
kesejahteraan masyarakat terutama mustahik. Keberadaan OPZ dapat membantu
efisiensi dan efektivitas mulai dari penghimpunan dana zakat, pengelolaan dana
zakat, serta pendistribusian dana zakat. Tingginya potensi zakat Indonesia yang
mencapai 280 trilyun rupiah menjadi hal yang mungkin direalisasikan dengan
adanya profesionalitas OPZ. Dengan memberikan pelayanan yang maksimal akan
dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat terutama muzaki
untuk mengeluarkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat.
Organisasi Pengelola Zakat dituntut untuk selalu bertindak profesional dan
selalu mengevaluasi kinerja dalam pengelolaan zakat. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis performa zakat di Kota Bandung. Lembaga yang diteliti
adalah BAZNAS Kota Bandung menggunakan Indeks Zakat Nasional. Kinerja
pengelolaan zakat dilihat berdasarkan dimensi makro dan dimensi mikro. Setiap
dimensi dijelaskan oleh beberapa indikator. Dimensi makro dijelaskan oleh
indikator regulasi, dukungan APBD, dan database lembaga zakat resmi. Dimensi
mikro dijelaskan oleh indikator kelembagaan dan dampak zakat. Setelah
menganalisis kinerja pada tahap indikato dan dimensi, didapatkan nilai akhir
Indeks Zakat Kota Bandung, nilai tersebut berupa ukuran keberhasilan pengeolaan
zakat, yang digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan dana zakat. Adapun
kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
15

Kinerja Zakat
Kota Bandung

Analisis Performa Zakat


menggunakan IZN

Dimensi Makro Dimensi Mikro

Dukungan Database Dampak


Regulasi anggaran lembaga zakat Kelembagaan
pemerintah resmi, muzzaki,
Zakat
untuk zakat dan mustahik

Nilai Indeks Zakat Kota


Bandung

Evaluasi dan
Rekomendasi peningkatan
performa zakat

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tujuh kecamatan di Kota Bandung. Organisasi


Pengelola Zakat yang diteliti adalah BAZNAS Kota Bandung karena OPZ resmi
ditingkat Kota Bandung hanya BAZNAS Kota Bandung. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja yaitu berdasarkan wilayah penghimpunan dan
16

penyaluran dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung. Penelitian
ini dilakukan pada 13 Februari 2017 sampai 16 Maret 2017.
Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mustahik penerima
zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Data tersebut digunakan untuk mengetahui
dampak penyaluran zakat, yaitu ada atau tidaknya perubahan perilaku mustahik
sebelum dan sesudah menerima dana zakat. Selanjutnya, data sekunder
digunakan untuk menilai lembaga zakat berupa, database kelembagaan dan
administrasi lainnya. Sumber data lain yang digunakan dalam penelitian ini
didapatkan melalui BAZNAS Kota Bandung, buku, jurnal, skripsi, tesis, dan
internet.
Metode Pengumpulan Data

Data primer dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus (case
study), melalui wawancara terstruktur satu per satu mustahik dengan
menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling yaitu memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa
karakteristik yang cocok dalam menjawab tujuan penelitian (Juanda 2009).
Karakteristik yang diambil dalam penelitian ini adalah mustahik yang pernah atau
rutin menerima dana zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Jumlah penarikan
sampel menggunakan metode slovin dengan toleransi eror 10 persen, sehingga
dari populasi 8914 jiwa didapatkan 100 jiwa sebagai sample penelitian. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari database BAZNAS Kota Bandung
dan BPS Kota Banndung.
Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan


dua pendekatan, yaitu pendekatan analisis kuantitatif dan pendekatan analisis
kualitatif. Pendekatan analisis kuantitatif menggunakan teknik estimasi
penghitungan yang dinamakan Multi-Stage Weigh Index digunakan untuk
menampilkan data berupa hasil perhitungan Indeks Zakat Nasional. Pendekatan
analisis kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data-data fakta dari hasil
wawancara dan kuesioner yang didapat dari mustahik.

Komponen Penyusun Indeks Zakat Nasional


Komponen pembentuk IZN yang dibagi menjadi dimensi makro dan
dimensi mikro. Dimensi makro merefleksikan peran pemerintah dan masyarakat
secara agregat dalam berkontribusi membangun institusi zakat. Dimensi ini
memiliki tiga indikator yaitu regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan
database lembaga zakat.
Dimensi mikro merupakan bagian yang disusun dalam perspektif
kelembagaan zakat dan penerima manfaat dari zakat atau mustahik. Secara teknis
penyusunan, dimensi mikro memiliki dua indikator yaitu performa lembaga zakat
dan dampak zakat terhadap mustahik. Indikator performa lembaga zakat dan
17

dampak zakat masing-masing diturunkan kembali pada beberapa variabel. Setiap


komponen juga memiliki bobot kontribusi yang telah ditentukan melalui
mekanisme FGD dan kriteria expert judgment (Tabel 1).
Tabel 1 Bobot setiap variabel pada IZN
Bobot Bobot Bobot
Dimensi Indikator Variabel
kontribusi kontribusi kontribusi
Makro 0.40 Regulasi (X11) 0.30 Regulasi 1.00
(X1)
Dukungan 0.40 Dukungan APBN 1.00
APBD(X12)
Database 0.30 Jumlah lembaga 0.33
lembaga zakat zakat resmi (X131)
(X13) Rasio muzaki 0.33
individu (X132)
Rasio muzaki 0.33
badan (X133)
Mikro 0.60 Kelembagaan 0.40 Penghimpunan 0.30
(X2) (X21) (X211)
Pengelolaan (X212) 0.20
Penyaluran (X213) 0.30
Pelaporan (X214) 0.20
Dampak Zakat 0.60 Kesejahteraan 0.40
(X22) material dan
spiritual (Indeks
Kesejahteraan
CIBEST) (X221)
Pendidikan dan 0.40
kesehatan
(Modifikasi IPM)
(X222)
Kemandirian 0.20
(X223)
Sumber : PUSKAS BAZNAS (2016)

Tahapan Penghitungan Indeks Zakat Nasional

Estimasi perhitungan nilai Indeks Zakat Nasional dinamakan multi-stage


weigh index. Perhitungan IZN ini melalui lima tahap yang sifatnya berurutan.
Berikut adalah tahapan perhitungan IZN:
1. Memploting setiap variabel pada skor skala likert dengan rentang 1-5,
dimana 1 menggambarkan kondisi paling tidak baik dan 5 kondisi paling
baik. Tabel skala likert terdapat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
2. Menghitung indeks setiap variabel dengan formula sebagai berikut:
(𝑆ᵢ−𝑆min)
Iᵢ =
(Smax − Smin)
Dimana,
Iᵢ = Indeks pada variabel i
18

Sᵢ = nilai skor aktual pada pengukuran variabel i


Smax = Skor maksimal
Smin = Skor minimal

Nilai indeks yang dihasilkan akan berada pada rentang 0.00 – 1.00.
Ini berarti semakin rendah nilai indeks yang didapatkan maka semakin
tidak baik kinerja perzakatan nasional, dan semakin besar nilai indeks
yang diperoleh berarti semakin baik kondisi perzakatan. Nilai 0.00 berarti
indeks zakat nasional yang diperoleh adalah paling rendah yaitu “nol”.
Nilai 1.00 berarti nilai indeks paling tinggi, yaitu “sempurna”.

3. Mengalikan indeks yang diperoleh pada setiap variabel dengan bobot


masing-masing untuk memperoleh indeks pada indikator. Dua indikator
yaitu regulasi yaitu regulasi dan anggaran pemerintah tidak diturunkan ke
variabel yang lebih detail sehingga tidak memerlukan perhitungan khusus
pada tahap ini. Tiga indikator lain, yang diturunkan ke dalam beberapa
variabel, memiliki penghitungan khusus yaitu:
a. Indeks Database Lembaga Zakat
X13 = 0.33X131 + 0.33X132 + 0.33X133
dimana,
X13 : Indeks Indikator Database Lembaga Zakat
X131 : Indeks Variabel Jumlah Lembaga Zakat Resmi, Muzaki,
Musathik
X132 : Indeks Variabel Rasio Muzaki Individu Terhadap Jumlah
Rumah Tangga
X133 : Indeks Variabel Rasio Muzaki Badan Terhadap Jumlah
Badan Usaha
b. Indeks Indikator Kelembagaan
X21 = 0.30X211 + 0.20X212 + 0.30X213 + 0.20X214
dimana,
X21 : Indeks Indikator Kelembagaan
X211 : Indeks Variabel Penghimpunan
X212 : Indeks Variabel Pengelolaan
X213 : Indeks Variabel Penyalura
X214 : Indeks Variabel Pelaporan
c. Indeks Indikator Dampak Zakat
X22 = 0.40X221 + 0.40X222 + 0.20X223
dimana,
X22 : Indeks Indikator Dampak Zakat
X221 : Indeks Variabel Kesejahteraan CIBEST (material dan
spiritual)
X222 : Indeks Variabel Pendidikan dan Kesehatan (Modifikasi
IPM)
X223 : Indeks Variabel Kemandirian
4. Mengalikan indeks yang diperoleh pada setiap indikator dengan bobot
masing-masing, untuk memperoleh indeks pada dimensi makro dan
dimensi mikro.
19

X1 = 0.30X11 + 0.40X12 + 0.30X13


dimana,
X1 : Indeks Dimensi Makro
X11 : Indeks Indikator Regulasi
X12 : Indeks Indikator Dukungan APBD
X13 : Indeks Indikator Database Lembaga Zakat

X2 = 0.40X21 + 0.60X22
dimana,
X2 : Indeks Dimensi Mikro
X21 : Indeks Indikator Kelembagaan
X22 : Indeks Indikator Dampak Zakat

5. Mengalikan indeks yang diperoleh pada setiap dimensi dengan bobot


masing-masing untuk memperoleh nilai Indeks Zakat Nasional, yaitu:

IZN = 0.40X1 + 0.60X2


dimana,
IZN : Indeks Zakat Nasional
X1 : Dimensi makro
X2 : Dimensi mikro

Kriteria Nilai IZN :


0.00 – 0.20 : Kinerja Tidak Baik
0.21 – 0.40 : Kinerja Kurang Baik
0.41 – 0.60 : Kinerja Cukup Baik
0.61 – 0.80 : Kinerja Baik
0.81 - 1.00 : Kinerja Sangat Baik

IndeksCIBEST
Dampak zakat sebagai salah satu peubah dalam IZN di ukur dengan
menggunakan Indeks kemiskinan Islami yaitu model CIBEST yang
dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti. Pengembangan
indeks ini didasarkan pada 4 area kuadran CIBEST, yaitu area kesejahteraan,
kemiskinan spiritual, kemiskinan matertiil, dan kemiskinan absolut. Indeks
CIBEST digunakan untuk mengetahui jumlah rumah tangga yang berada
dimasing - masing kuadran (Beik dan Arsyianti 2016).
Dalam mengkategorikan status rumah tangga pada kuadran CIBEST perlu
adanya standar nilai yang menentukan suatu keluarga termasuk pada kelompok
kaya secara materiil dan spiritual atau pada kelompok miskin secara spiritual dan
meteriil. Rumah tangga dikatakan mampu secara materiil apabila pendapatan
keluarga tersebut berada diatas nilai MV (Material Value).
Cara untuk menghitung nilai MV dapat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama, melakukan survey kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh keluarga
dalam satu bulan. Kedua dengan menggunakan garis kemiskinan berdasarkan data
BPS yang dikalikan dengan besaran ukuran rumah tangga, atau mengalikan GK
dengan besaran jumlah rata rata anggota keluarga secara agregat. Ketiga dengan
menggunakan standar nisab zakat penghasilan. Pada penelitian ini metode yang
digunakan ialah dengan menggunakan Garis kemiskinan Kota Bandung yang
20

dikalikan dengan jumlah anggota keluarga yang diteliti. Garis Kemiskinan yang
digunakan pada penelitian ini merupakan data tahun 2015 yaitu sebesar Rp376
311. Nilai MV dapat dirumuskan sebagai berikut:

MV = Garis Kemiskinan Kota Bandung x Jumlah anggota keluarga

Spiritual Value untuk mengukur suatu keluarga kaya atau miskin secara
spiritual adalah nilai 3 pada skala likert. Indeks CIBEST yang diperlukan dalam
IZN hanya besaran indeks kesejahteraan, Formula indeks kesejahteraan adalah
sebagai berikut:
𝑤
𝑊=
𝑁
Dimana:

W = Indeks kesejahteraan; 0 ≤ W ≤ 1
w = Jumlah keluarga sejahtera atau berada di kuadran 1
N = Jumlah keluarga yang di observasi

Indeks Modifikasi IPM


Pengukuran dampak zakat lainnya adalah pengaruh zakat terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. IPM merupakan suatu indikator untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. IPM terdiri dari
tiga dimensi peniliaian, yitu dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi
pengeluaran. Dalam menghitung IZN, komponen IPM yang digunakan hanya
dimensi kesehatan, dan dimensi pendidikan. Setiap dimensi IPM distandarisasi
dengan nilai minimum dan maksimum berdasarkan United Nation Development
Progamme-UNDP. Modifikasi IPM dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛
Dimensi Kesehatan : Ikesehatan =
𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 −AHH𝑚𝑖𝑛
Dimana;
AHH = Angka Harapan Hidup
AHH min = 20 (Standar UNDP)
AHH maks = 85 (Standar UNDP)

𝐻𝐿𝑆−𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
Dimensi Pendidikan : IHLS =
𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 −HLS𝑚𝑖𝑛

Dimana:
HLS = Harapan Lama Sekolah
HLSmin = 0 (Standar UNDP)
HLSmaks = 18 (standar UNDP)

𝑅𝐿𝑆−𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
IRLS =
𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 −RLS𝑚𝑖𝑛

Dimana:
RLS = Rata- Rata Lama Sekolah
RLSmin = 0 (Standar UNDP)
21

RLSmaks = 15 (standar UNDP)

𝐼ℎ𝑙𝑠+𝐼𝑟𝑙𝑠
Ipendidikan =
2
Dengan demikian, Modifikasi IPM dapat dirumuskan sebagai berikut:

IPM = √𝐼𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑥 𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 x 100

Kriteria nilai modifikasi IPM


0.00 – 0.20 : Tidak Baik
0.21 – 0.40 : Kurang Baik
0.41 – 0.60 : Cukup Baik
0.61 – 0.80 : Baik
0.81 - 1.00 : Sangat Baik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil dan Gambaran Umum BAZNAS Kota Bandung

Badan Amil Zakat Kota Bandung merupakan lembaga resmi yang


bertugas mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan dana zakat di wilayah
Kota Bandung. Berlokasi di Jl. Wastukencana No. 23 Mesjid Al-Ukuwah Lt. 3
Kompek Walikota Bandung. Baznas Kota Bandung memiliki visi menjadi
lembaga pengelola zakat yang mandiri dan terpercaya. Misi BAZNAS Kota
Badnung adalah meningkatkan partisipasi masyarakat melalui kemudahan
berdonasi, mewujudkan kemandirian masyarakat berbasis potensi lokal, dan
membangun kekompakan organisasi pengelolaan zakat melalui sinergi. Visi dan
misi ini didukung oleh pemerintah daerah dalam bentuk pembuatan Instruksi
Walikota Bandung Nomor 001 Tahun 2017 tentang perintah aparatur BUMD
untuk membayar zakat profesi. BAZNAS Kota Bandung diketuai oleh Prof Dr H
M. Abdurrahman, MA yang mulai dilantik oleh walikota tertanggal 23 Mei 2016
serta menjabat sampai dengan tahun 2021. Ketua BAZNAS Kota Bandung
dibantu oleh 13 Pengurus.
BAZNAS Kota Bandung memiliki lima program utama dalam
pendistribusian dana zakat, yaitu program Bandung Cerdas, Bandung Sehat,
Bandung Peduli, Bandung Makmur, Bandung Takwa dan program – program
yang sifatnya kerjasama dengan pemerintah kota. Program tersebut
didistribusikan setiap bulan kecuali pada bulan ramadhan. Walaupun pelaksanaan
distribusi zakat dinilai cukup baik, namun penghimpunan dana zakat yang
dilakukan BAZNAS Kota Bandung masih belum maksimal. Muzaki yang
terdaftar dan secara aktif membayar zakat hanya muzaki SKPD atau belum
mencapai 1 persen dari total rumah tangga yang berada di Kota Bandung.
22

Analisis Nilai Indeks Zakat Kota Bandung

Skoring Skala Likert Setiap Variabel


Tahap pertama pada perhitugan Indeks Zakat Nasional adalah skoring
setiap variabel penyusun IZN berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
wawancara yang dilakukan pada skala likert. Adapun skoring skala likert setiap
variabel akan tersaji pada Tabel 2:

Tabel 2 Skoring skala likert dimensi makro (X1)


No Variabel Skor
1 Regulasi (X11) 0
2 Dukungan APBD (X12) 0
3 Database (X13)
Lembaga zakat resmi yang terdaftar, muzaki, mustahik (X131) 3
Rasio Muzaki individu (X132) 1
Rasio Muzaki Badan (X133) 1
Sumber: Data Primer 2017

Tabel 3 Skoring skala likert dimensi mikro (X2)


No Variabel Skor
1 Kelembagaan (X21)
Penghimpunan (X211) 2
Pengelolaan (X212) 4
Penyaluran (X213) 4
Pelaporan (X214) 2
2 Dampak Zakat (X22)
Indeks Kesejahteraan CIBEST (X221) 4
Modifikasi Indeks Pembangunan Manusia (X222) 3
Kemandirian (X223) 3
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 2, skor untuk indikator regulasi adalah 0 hal tersebut


karena di Kota Bandung belum terdapat peraturan daerah tentang pengelolaan
zakat. Indikator dukungan APBD berdasarkan Tabel 2 memiliki nilai 0. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya dukungan APBD Kota Bandung yang
diperuntukan guna pengelolaan zakat selama dua tahun terakhir (2015 dan 2016).
Indikator database lembaga zakat diuraikan dalam tiga variabel. Setiap variabel
memiliki skor yang nantinya diakumulasikan menjadi skor indikator database
kelembagaan.
Berdasarkan Tabel 2, skor variabel lembaga zakat resmi yang terdaftar,
muzaki dan mustahik di BAZNAS Kota Bandung adalah 3. Hal ini karena
BAZNAS Kota Bandung memiliki database muzaki dan memiliki mustahik
namun tidak memili database lembaga resmi lain yang memiliki SK ditingkat
Kota Bandung. Selanjutnya, skor untuk variabel rasio muzaki individu adalah 1.
Hal ini berarti jumlah muzaki yang terdaftar atau yang memiliki NPWZ terhadap
rumah tangga di Kota Bogor < 1 persen. Variabel terakhir pada indikator
database ialah rasio muzaki badan, skor untuk variabel tersebut ialah 1, yang
artinya jasio jumlah muzaki badan usaha yang terdaftar atau memiliki NPWZ
terhadap jumlah badan usaha < 1 persen.
23

Indikator kelembagaan dijelaskan oleh empat variabel. Variabel pertama


yaitu penghimpunan, berdasarkan Tabel 3 memiliki skor 2. Hal tersebut berarti
pertumbuhan penghimpunan dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kota
Bandung naik sebesar 5–9 persen. Variabel yang kedua ialah pengelolaan, skor
untuk variabel tersebut ialah 4 yang berarti BAZNAS Kota Bandung Memiliki
sekurang-kurangnya 3 dari SOP pengelolaan zakat, rencana strategis, sertifikasi
ISO/manajemen mutu, dan program kerja tahunan.
Variabel ketiga adalah pengelolaan memiliki skor 4 pada skala likert, yang
artinya nilai allocation to collection ratio atau jumlah dana zakat yang disalurkan
berkisar antara 20-49 persen, penyaluran program sosial dan ekonomi dilakukan
kurang dari tiga bulan sekali, serta penyaluran program dakwah mendapat alokasi
dana 2.5-7.5 persen. Variabel keempat ialah pelaporan, variabel tersebut memiliki
skor 2 yang berarti BAZNAS Kota Bandung memiliki laporan keuangan namun
tidak teraudit.
Indikator dampak zakat dijelaskan oleh tiga variabel yaitu indeks
kesejahteraan CIBEST, modifikasi IPM, dan kemandirian. Berdasarkan Tabel 3,
Variabel yang pertama yaitu Indeks kesejahteraan CIBEST memiliki skor 4 yang
artinya nilai indeks kesejahteraannya berada pada rentang nilai 0.61-0.80.
Variabel yang kedua, yaitu Modifikasi IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
memiliki skor 3 yang artinya nilai modifikasi IPM mustahik di Kota Bandung
berkisar antara 0.41-0.60 persen. Variabel terakhir yaitu variabel kemandirian
yang memiliki skor 3 pada skala likert, yang artinya rata-rata mustahik yang
diteliti hanya memiliki salah satu dari pekerjaan tetap atau bisnis/usaha dan tidak
memiliki tabungan.

Perhitungan Nilai Indeks Setiap Variabel


Nilai indeks dari setiap variabel berada pada rentang 0.00 – 1.00. Hal ini
berarti, semakin rendah nilai indeks yang di dapatkan semakin tidak baik kinerja
lembaga pada variabel tersebut dan semakin besar nilai indeks yang diperoleh
berarti semakin baik kinerja lembaga pada variabel tersebut. Adapun indeks setiap
variabel diuraikan pada Tabel 4:

Tabel 4 Indeks setiap variabel pada dimensi makro (X1)


No Variabel Skor
1 Regulasi (X11) 0.00
2 Dukungan APBD (X12) 0.00
3 Database (X13)
Lembaga zakat resmi yang terdaftar, muzaki, mustahik (X131) 0.50
Rasio Muzaki individu (X132) 0.00
Rasio Muzaki Badan (X133) 0.00
Sumber: Data Primer 2017 (diolah)

Berdasarkan olahan data yang tersedia pada Tabel 4, mayoritas variabel


pada dimensi makro memiliki nilai 0.00. Hal ini berarti bahwa kinerja BAZNAS
Kota Bandung terkait ketersediaan regulasi, dukungan APBD, rasio muzaki
individu, serta rasio muzaki badan usaha tidak baik. Nilai indeks variabel
database lembaga zakat resmi, muzaki, dan mustahik memiliki nilai 0.50 yang
artinya kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait database cukup baik.
24

Tabel 5. Indeks setiap variabel pada dimensi mikro (X2)


No Variabel Skor
1 Kelembagaan (X21)
Penghimpunan (X211) 0.25
Pengelolaan (X212) 0.75
Penyaluran (X213) 0.75
Pelaporan (X214) 0.25
2 Dampak Zakat (X22)
Indeks Kesejahteraan CIBEST (X221) 0.75
Modifikasi Indeks Pembangunan Manusia (X222) 0.50
Kemandirian (X223) 0.50
Sumber: Data Primer 2017 (diolah)

Berdasarkan hasil olahan data yang tersedia pada Tabel 5, variabel


penghimpunan dan pelaporan memiliki nilai 0.25. Hal ini berarti kinerja
BAZNAS Kota Bandung terkait penghimpunan dana zakat serta pelaporan
administrasi dinilai kurang baik. Variabel modifikasi IPM dan kemandirian
mustahik memiliki nilai 0.50 yang artinya kinerja BAZNAS Kota Bandung
terhadap dampak zakat variabel modifikasi IPM dan kemandirian mustahik dinilai
cukup baik. Variabel Pengelolaan, penyaluran, dan Indeks Ksejahteraan CIBEST
memiliki nilai 0.75 hal ini berarti kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait
pengelolaan dan penyaluran dana zakat serta variabel kesejahteraan CIBEST
dinilai baik.

Perhitungan Nilai Indeks Setiap Indikator


Pada tahap berikut ini, nilai indeks setiap variabel akan diakumulasikan
menjadi nilai indeks indikator. Indeks setiap variabel akan dikalikan dengan bobot
setiap variabel yang berbeda-beda. Nilai indeks variabel berkisar antara 0 sampai
dengan 1. Semakin mendekati nilai 0 semakin tidak baik suatu indikator.
Sebaliknya, jika mendekati nilai 1, indikator tersebut dinilai sudah baik. Hasil
perhitungan tersebut, akan tersaji pada Tabel 6:

Tabel 6. Nilai indeks indikator


No Indikator Skor
1. Dimensi Makro (X1)
Regulasi (X11) 0
Dukungan ADPD (X12) 0
Database lembaga zakat (X13) 0.165
2. Dimensi Mikro (X2)
Kelembagaan (X21) 0.50
Dampak Zakat (X22) 0.60
Sumber: Data Primer 2017 (diolah)

Berdasarkan Tabel 6, Pada dimensi makro, indikator regulasi dan


dukungan APBD bernilai 0. Hal ini berarti kinerja BAZNAS Kota Bandung
terkait indikator regulasi dan dukungan APBD tidak baik. Begitu juga dengan
indikator database yang memiliki nilai 0.165 yang artinya kinerja BAZNAS Kota
Bandung terkait database kelembagaan tidak baik. Berbeda dengan dimensi
makro, indikator pada dimensi mikro memiliki nilai 0.5 untuk indikator
kelembagaan, yang artinya kelembagaan BAZNAS Kota Bandung dinilai cukup
25

baik. Nilai 0.6 untuk indikator dampak zakat berarti pengelolaan zakat yang
dilakukan BAZNAS Kota Bandung memiliki dampak zakat yang baik.

Perhitungan Nilai Indeks setiap Dimensi dan Indeks Zakat Kota Bandung
Tahap yang selanjutnya pada perhitungan Indeks Zakat Nasional adalah
mengalikan indeks yang diperoleh pada setiap indikator dengan bobot masing-
masing. Hasil perhitungan menunjukan indeks pada dimensi makro dan dimensi
mikro, yang selanjutnya dimensi-dimensi tersebut dikalikan dengan bobot
masing-masing dimensi sehingga menghasilkan nilai indeks zakat secara
keseluruhan.

Tabel 7. Nilai Indeks Zakat Kota Bandung


No Dimensi Nilai
1 Makro 0.047
2 Mikro 0.560
Nilai Indeks Zakat Kota Bandung
IZN = (0.40x047) + (0.60x0.560) = 0.355
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 7, nilai Indeks Zakat untuk Kota Bandung adalah


0.355 yang diperoleh dari akumulasi perhitungan setiap variabel penyusun IZN.
Nilai Indeks 0.355 menjelaskan bahwa kinerja perzakatan Kota bandung yang
dijalankan oleh BAZNAS Kota Bandung secara umum masih kurang baik karena
berada pada rentang 0.21 – 0.40.

Analisis Kinerja Pengelolaan Zakat Di Kota Bandung Berdasarkan Dimensi


Makro dan Dimensi Mikro

Pengelolaan Zakat di Kota Bandung yang dilakukan oleh BAZNAS Kota


Bandung memiliki nilai IZN 0.355, nilai tersebut menggambarkan kinerja
pengelolaan zakat di Kota Bandung yang kurang baik. Hal tersebut dikarenakan
nilai indeks setiap variabel penyusun IZN kecil, dan bahkan beberapa variabel
memiliki nilai 0.00 atau tidak baik.

Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Makro


Indikator yang pertama pada dimensi makro ialah regulasi. Indikator ini
menjelaskan ada atau tidaknya regulasi, dalam hal ini Perda yang mengatur
mengenai pengelolaan zakat di Kota Bandung. Skor skala likert dan nilai indeks
regulasi yang didapatkan oleh BAZNAS Kota Bandung adalah 0, dan nilai
indeksnya pun 0. Artinya adalah kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait
pengadaan Perda dinilai tidak baik. Hal ini karena regulasi mengenai zakat yang
diterapkan oleh Kota Bandung baru sampai tahap Instruksi Walikota. Pada Tahun
2002 terdapat Perda No. 30 Tentang Pengelolaan Zakat, infak dan sedekah.
Namun, Perda tersebut tidak berlaku lagi.
Pada Tahun 2016 Walikota Bandung mengeluarkan Surat Edaran Walikota
Bandung No. 251/SE.064-Bag. Kestra Tentang pelaksanaan Gerakan Ayo Bayar
Zakat. Regulasi terbaru tentang pengelolaan zakat di Kota Bandung dikeluarkan
pada awal tahun 2017 berupa Instruksi Walikota Bandung Nomor 001 Tahun
2017 Tentang Perintah Aparatur BUMD untuk membayar zakat profesi yang
26

berlaku per tanggal 17 Januari 2017. Dengan demikian, regulasi mengenai


pengelolaan zakat yang berlaku di Kota Bandung hanya sebatas Surat Edaran
Walikota dan Instruksi Walikota.
Berdasarkan Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia
(2009) kota pertama yang memiliki perda tentang pengelolaan zakat adalah Kota
Cilegon yaitu pada tahun 2001. Dengan adanya perda zakat tersebut, Kota
Cilegon dapat meningkatkan penghimpunan dana zakat. Hal ini membuktikan
bahwa dengan adanya regulasi berupa perda tentang zakat di suatu daerah dapat
meningkatkan penghimpunan dana zakat.
Indikator kedua pada dimensi makro adalah dukungan APBD. Indikator
ini menjelaskan ada atau tidaknya alokasi APBD untuk operasional pelaksanaan
pengelolaan zakat. Nilai indeks indikator dukungan APBD untuk BAZNAS Kota
Bandung adalah 0, yang artinya adalah kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait
pengadaan dukungan APBD tidak baik. Hal ini karena pada tahun 2015 dan 2016
tidak ada alokasi APBD untuk pengelolaan zakat. Berdasarkan hasil wawancara
dengan sekretaris II BAZNAS Kota Bandung, disebutkan bahwa belum pernah
ada alokasi APBD untuk operasional pengelolaan zakat, terakhir pada tahun 2014,
BAZNAS Kota Bandung menerima dana perubahan sebesar kurang lebih Rp 300
000 000. Namun, dana tersebut tidak boleh digunakan sebagai dana operasional,
melainkan harus dipakai habis. Dana tersebut dibelanjakan pada pengadaan 2 unit
ambulance untuk kesejahteraan mustahik.
Indikator yang terakhir pada dimensi ini adalah database kelembagaan.
Indikator kelembagaan dijelaskan oleh tiga variabel yaitu lembaga resmi yang
terdaftar, muzaki, dan mustahik di BAZNAS Kota Bandung, rasio muzaki
individu terhadap total rumah tangga, dan rasio muzaki badan terhadap total
badan usaha. Indikator database BAZNAS Kota Bandung mendapat nilai 0.047
yang artinya kinerja BAZNAS Kota Bandung terhadap database kelembagaan
tidak baik. Hal tersebut diakibatkan oleh BAZNAS Kota Bandung hanya memiliki
database muzaki, mustahik, serta tidak ada LAZ resmi selain BAZNAS Kota
Bandung yang memiliki surat keterangan tingkat kota dalam pengelolaan dana
zakat. BAZNAS Kota Bandung dalam penghimpunan dana dibantu oleh UPZ
yang berada di setiap SKPD. Lembaga Amil Zakat (LAZ) lain yang berada di
Kota Bandung sebagian besar merupakan LAZ berskala nasional. Misalnya, LAZ
Rumah Zakat, Darut Tauhid, Dompet Dhuafa, dan lain lain.
Variabel selanjutnya pada indikator database adalah jumlah muzaki yang
terdaftar atau yang memiliki NPWZ terhadap rumah tangga di Kota Bogor <1
persen atau dari 657 769 rumah tangga yang ada di Kota Bandung muzaki
individu yang terdaftar hanya 4398 Jiwa. Muzaki yang membayar zakat di
BAZNAS Kota Bandung saat ini baru mencakup pegawai BUMD yang
menyalurkan zakatnya melalui UPZ SKPD, belum mencakup muzaki individu
non pegawai BUMD. Hal ini diakui terjadi karena kurangnya publikasi yang
dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung.
Faktor terakhir yang menyebabkan nilai indikator database 0.047 adalah
rasio muzaki badan usaha terdaftar (memiliki NPWZ) terhadap jumlah badan
usaha <1 persen. Berdasarkan data hasil wawancara, belum ada muzaki badan
usaha swasta yang menyalurkan zakatnya melalui BAZNAS Kota Bandung.
Selama ini BAZNAS Kota Bandung baru menerima dana zakat dari BUMD
27

melalui UPZ SKPD. Padahal menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011


tentang Pengelolaan Zakat, badan usaha merupakan wajib zakat.

Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Mikro


Dimensi mikro merupakan dimensi yang menjelaskan kelembagaan
BAZNAS Kota Bandung serta dampak pengelolaan zakat terhadap mustahik.
Dimensi ini dijelaskan oleh dua indikator yaitu kelembagaan dan dampak zakat.
Berdasarkan nilai perhitungan IZN Kota Bandung, dimensi mikro bernilai 0.56
hal ini berarti kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait kelembagaan dan dampak
zakat terhadap mustahik baik.
Indikator kelembagaan memiliki nilai indeks 0.50 yang disusun oleh
beberapa variabel. Pertama, variabel penghimpunan dengan nilai indeks 0.25,
yang berarti kinerja penghimpunan dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS
Kota Bandung kurang baik. Pertumbuhan penghimpunan dana zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung naik sebesar 5–9 persen. Pada tahun
2015 total dana zakat yang berhasil dihimpun adalah sebesar 4 563 172 594.96
rupiah dan pada tahun 2016 total dana zakat yang berhasil dihimpun naik sebesar
5.4 persen atau sebanyak 248 610 195 rupiah atau menjadi 4 811 782 789.97
rupiah. Potensi zakat profesi Kota Bandung jika seluruh PNS membayar zakat
profesi ialah 17.69 milyar rupiah namun realisasinya hanya mencapai 5 milyar
rupiah. Hal ini menunjukan, penghimpunan yang telah dilakukan oleh BAZNAS
Kota Bandung baru sampai pada angka 28 persen dan perlu untuk ditingkatkan.
Variabel kedua, yaitu variabel pengelolaan dengan nilai indeks 0.75. Nilai
tersebut berarti bahwa kinerja pengelolaan dana zakat yang dilakukan BAZNAS
Kota Bandung sudah baik. BAZNAS Kota Bandung memiliki SOP, program
kerja, dan rencana strategis. Berdasarkan data yang didapatkan, BAZNAS Kota
Bandung memiliki SOP Pengelolaan zakat, SOP yang dimaksud ialah SOP
internal dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan sehari-hari serta SOP administrasi.
Selanjutnya BAZNAS Kota Bandung memiliki rencana srategis, yaitu harus
membangun dan meningkatkan kepercayaan (trust) masyarakat, meningkatkan
kinerja organisasi, meningkatkan kompetensi pimpinan dan amil di setiap lini,
dukungan dalam bentuk kebijakan (political will) dari pemerintah kota, serta
koordinasi program pengentasan kemiskinan dengan pemangku kepentingan.
Komponen selanjutnya ialah program kerja BAZNAS Kota Bandung.
BAZNAS Kota Bandung memiliki lima program utama dalam pendistribusian
dana zakat, yang pertama yaitu program Bandung Cerdas ialah program yang
diperuntukan kepada mustahik yang memerlukan dana dalam memenuhi
kebutuhan pendidikan. Bentuknya berupa biaya sekolah, biaya membeli buku,
biaya penelitian, dan lain-lain. Program pendidikan ini diberikan kepada pelajar
dari mulai sekolah dasar sampai mahasiswa strata tiga.
Program kedua adalah Bandung Sehat, program yang diberikan kepada
mustahik yang memerlukan biaya dalam pengobatan, bentuknya berupa biaya
tebus obat, biaya rawat inap, dan lain-lain. Pelaksanaan program ini berdasarkan
adanya pengajuan dari mustahik untuk memperoleh bantuan berupa biaya
pengobatan yang sifatnya individual. BAZNAS Kota Bandung belum melakukan
kerjasama dengan klinik atau rumah sakit tertentu dalam pelaksanaan program ini.
Program ketiga adalah Bandung Peduli yaitu bantuan konsumtif yang
diberikan kepada mustahik utamanya fakir, miskin dan jompo. Program Bandung
28

Peduli biasanya bekerja sama dengan program pemerintah Kota Bandung.


Program keempat yaitu Bandung Makmur ialah bantuan dana zakat produktif
berupa modal usaha dalam bentuk materi. Pelaksanaan program Bandung
Makmur sifatya pengajuan setiap individu mutahik, yang bertujuan untuk
membuka usaha dan kekurangan modal. Kelima, program Bandung Takwa yaitu
program dakwah mencakup bantuan kepada guru ngaji, membantu pembuatan
masjid, dan lain-lain. Program tersebut didistribusikan setiap bulan kecuali bulan
ramadhan. BAZNAS Kota Bandung belum memiliki sertifikasi ISO atau
manajemen mutu dalam mengelola dana zakat.
Variabel ketiga adalah variabel penyaluran dengan nilai indeks 0.75.
Nilai tersebut berarti bahwa kinerja penyaluran dana zakat yang dilakukan
BAZNAS Kota Bandung sudah baik. Pada pelaksanaan penyaluran dana zakat
terdapat program ekonomi yang disalurkan setiap bulan. Selain program ekonomi
terdapat pula program sosial, serta program dakwah yang disalurkan setiap bulan.
Walaupun penyaluran dana zakat dilakukan setiap bulan, dana zakat yang
disalurkan pada tahun 2016 hanya 45 persen dari total penghimpunan tahun 2016,
atau sebanyak 2 173 350 000 rupiah dari total penghimpunan 2016 sebanyak 4
811 782 789.97 rupiah. ACR dengan nilai 45 persen artiya penyaluran dana zakat
yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung masih rendah. Dana zakat yang
berhasil di kumpulkan tidak sampai 50 persen di distribusikan kepada mustahik.
Hal tersebut menyebabkan pengelolaan zakat tidak maksimal dan berpengaruh
terhadap dampak zakat yang tidak signifikan.
Variabel terakhir yaitu variabel pelaporan dengan nilai indeks 0.25, yang
artinya kinerja BAZNAS Kota Bandung terkait pelaporan dana zakat kurang baik.
Hal tersebut dikarenakan, laporan keungan BAZNAS Kota Bandung tidak
dipublikasikan, tidak teraudit secara eksternal dan tidak memiliki laporan audit
syariah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan staff BAZNAS Kota
Bandung, publikasi laporan keuangan belum terlaksana dengan maksimal.
Berdasarkan analisis penulis, hal ini terjadi karena tidak adanya karyawan yang
fokus bertugas pada publikasi, baik publikasi melalui media cetak dan elektronik.
Lembaga Amil Zakat sebagai lembaga non-profit oriented seharusnya
memiliki akuntabilitas dan pelaporan yang baik sehingga dapat meningkatkan
kepuasan muzaki. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Adnan
dalam muhammad (2006) menyebutkan bahwa, aspek kelembagaan zakat pada
variabel profesionalitas amil yang masih rendah menyebabkan kolektabilitas dana
zakat tidak maksimal.
Hal ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Norvadewi
pada (2012) yaitu rendahnya kolektabilitas OPZ karena pengelolaan zakat yang
tidak transparan dan akuntabel terutama yang dikelola pemerintah sehingga
menjadikan masyarakat lebih senang mendistribusikan zakat secara individu.
Dengan demikian, OPZ dituntut untuk menjadi lembaga yang profesional dalam
berbagai hal terutama dapam akuntabilitas dan transparasi.
Indikator penyusun dimensi mikro yang selanjutnya adalah dampak zakat.
Variabel dampak zakat tersusun atas beberapa variabel yaitu indeks Kesejahteraan
CIBEST, modifikasi IPM, serta kemandirian mustahik. Berikut adalah penjelasan
dampak zakat terhadap ekonomi, spiritual, pendidikan, kesehatan serta
kemandirian mustahik.
29

Karakteristik Responden
Sampel penelitian diperoleh dengan wawancara 100 rumah mustahik
penerima manfaat penyaluran dana zakat BAZNAS Kota Bandung tahun 2016.
Wawancara responden dilakukan di tujuh kecamatan di Kota Bandung. Tujuh
kecamatan tersebut merupakan lokasi paling banyak terdapat mustahik yang
menerima zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Karakteristik responden dapat
dilihat dalam Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8 Karakteristik responden


Karakteristik Jumlah Persentase (persen)

Jenis Kelamin KK
Laki-laki 65 65
Perempuan 35 35
Usia
21-35 tahun 17 17
36-50 tahun 39 39
51-65 tahun 32 32
>65 tahun 12 12
Status Pernikahan
Menikah 59 59
Janda / duda 41 41
Pendidikan
Tidak Sekolah 1 1
SD 38 38
SMP 24 24
SMA 31 31
Diploma/Sarjana 6 6
Pekerjaan
Pegawai 15 15
Pedagang 34 34
Buruh 30 30
IRT 12 12
Tidak bekerja 9 9
Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan Tabel 8, jumlah kepala keluarga responden yang


diwawancarai berjenis kelamin laki-laki sebanyak 65 kepala rumah tangga, dan
kepala keluarga berjenis kelamin perempuan sebanyak 35 rumah tangga. Menurut
usia, kepala keluarga yang berusia pada rentang 21-35 tahun sebanyak 17 orang,
usia 36-50 berjumlah 39 orang, usia 51-65 berjumlah 32 orang, dan kepala
keluarga yang berusia lebih dari 65 tahun sebanyak 12 orang.
30

Sebanyak 41 persen kepala keluarga merupakan janda atau duda yang


artinya sebanyak 41 RT beban keluarga ditanggung oleh satu orang saja,
sedangkan keluarga yang statusnya menikah sebanyak 59 rumah tangga.
Berdasarkan tingkat pendidikan, kepala keluarga yang tidak pernah
bersekolah formal satu orang, kepala keluarga yang bersekolah sampai sekolah
dasar sebanyak 38 orang, 24 orang lulusan SMP, 31 orang lulusan SMA, serta 6
orang yang menuntaskan perkuliahan. Tingkat pendidikan responden paling
dominan yaitu bersekolah sampai sekolah dasar sebanyak 38 persen.
Mayoritas pekerjaan mustahik adalah bekerja sebagai pedagang yaitu
sebanyak 34 rumah tangga, mustahik yang bekerja sebagai buruh sebanyak 30
rumah tangga, 15 rumah tangga kepala keluarganya memiliki pekerjaan sebagai
pegawai atau karyawan, 12 rumah tangga hanya sebagai ibu rumah tangga dan
sedikitnya 9 rumah tangga memiliki kepala keluarga yang tidak bekerja.
Dari 100 responden yang diwawancarai, 52 rumah tangga diantaranya
menerima manfaat dari program sosial yang terbagi kedalam bantuan untuk
pendidikan, kesehatan dan biaya hidup. Sebanyak 48 rumah tangga lainnya
menerima manfaat berupa bantuan modal usaha yang termasuk pada program
ekonomi.

Analisis Dampak Zakat berdasarkan CIBEST Model


Perhitungan dampak zakat dengan menggunakan CIBEST Model harus
melalui klasifikasi garis kemiskinan meteriil (MV) dan garis kemiskinan spiritual
(SV). MV dan SV digunakan untuk menentukan kategori kaya atau miskin suatu
rumah tangga. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menentukan MV
ialah menggunakan garis kemiskinan tahunan Kota Bandung yang dikalikan
dengan jumlah anggota keluarga yang diteliti. Garis kemiskinan yang digunakan
pada penelitian ini adalah data tahun 2015, yaitu sebesar Rp 376 311. Nilai SV
ialah nilai minimal 3 pada skala likert CIBEST Model. Perhitungan materiil value
tersaji pada Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9 Perhitungan material value


Ukuran rumah tangga MV per keluarga (Rp) Jumlah Rumah Tangga
(Jiwa) Responden
1 376 311 5
2 752 622 20
3 1 128 933 31
4 1 505 244 27
5 1 881 555 12
6 2 257 866 3
8 3 010 488 1
10 3 763 110 1
Sumber: Data primer 2017 (diolah)

Berdasarkan Tabel 9, mayoritas rumah tangga mustahik memiliki jumlah


anggota keluarga 3 orang yaitu sebanyak 31 rumah tangga, dengan MV 1 128 933
rupiah. MV terkecil ialah 376 311 yaitu rumah tangga yang hanya berukuran satu
orang, dan MV terbesar adalah 3 763 110 yaitu rumah tangga yang memiliki 10
anggota keluarga.
31

Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Rumah Tangga Mustahik Sebelum


Adanya Bantuan Zakat

(+) Kuadran II Kuadran I


(Miskin Materiil) (Sejahtera)
Garis 23 Rumah tangga 59 Rumah tangga
Kemiskinan
Spiritual
Kuadran IV Kuadran III
(-) (Miskin Absolut) (Miskin Spiritual)
5 Rumah tangga 13 Rumah tangga

(-) Garis Kemiskinan Materiil (+)


Gambar 3 Kuadran CIBEST Sebelum adanya bantuan dana zakat
Sumber : Data Primer 2017 (diolah)

Berdasarkan Gambar 3, diketahui ada 59 rumah tangga yang dikategorikan


kedalam kuadran I atau kaya secara spiritual dan materiil, sebanyak 23 rumah
tangga pada kuadran II atau miskin secara materiil, 13 rumah tangga
dikategorikan kedalam kuadran II atau miskin secara spiritual, serta 5 rumah
tangga yang berada di kuadran IV atau miskin spiritual dan materiil (miskin
absolut).

Analisis Kuadran CIBEST pada Tingkat Rumah Tangga Mustahik Sesudah


Adanya Bantuan Zakat

(+) Kuadran II Kuadran I


(Miskin Materiil) (Sejahtera)
Garis 18 Rumah tangga 68 Rumah tangga
Kemiskinan
Spiritual
Kuadran IV Kuadran III
(-) (Miskin Absolut) (Miskin Spiritual)
3 Rumah tangga 11 Rumah tangga

(-) Garis Kemiskinan Materiil (+)


Gambar 3 Kuadran CIBEST sesudah adanya bantuan dana zakat
Sumber : Data Primer 2017 (diolah)

Setelah menerima zakat terdapat perubahan komposisisi tiap-tiap kuadran.


Rumah tangga yang tergolong kepada kuadran I menjadi 68 rumah tangga, 18
rumah tangga berada pada kuadran II atau miskin materiil, 11 rumah tangga
berapa pada kuadran III atau miskin spiritual dan masih ada 3 rumah tangga yang
berada pada kuadran IV atau miskin absolut. Perubahan yang terjadi tidak begitu
signifikan karena para mustahik yang telah menerima dana zakat tidak dibarengi
dengan bimbingan atau arahan dalam mengelola dana zakat. Sehingga,
32

berdasarkan penelitian, dana zakat yang didapatkan oleh mustahik tidak


digunakan dengan optimal.

Analisis Indeks Kemiskinan Rumah Tangga Mustahik (CIBEST Model)

Tabel 10 Hasil estimasi indeks kemiskinan Islam (sebelum dan sesudah menerima
dana zakat)
Indeks Kemiskinan Nilai Indeks Nilai Indeks Presentase
Sebelum Zakat Sesudah Zakat Perubahan (persen)
Indeks Kesejahteraan (W) 0.59 0.68 15.25
Indeks Kemiskinan Materiil (Pm) 0.23 0.18 -21.73
Indeks Kemiskinan Spiritual (Ps) 0.13 0.11 -15.38
Indeks Kemiskinan Absolut (Pa) 0.05 0.03 -40
Sumber: Data Primer 2017 (diolah)

Berdasarkan Tabel 10, Indeks kesejahteraan meningkat sebesar 15.25


persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pendayagunaan zakat Kota Bandung
dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik sebesar 15.25 persen. Nilai indeks
kemiskinan materiil berkurang 21.73 persen, yang artinya kemiskinan materiil
dapat ditekan sebanyak 21.73 persen. Pada indeks kemiskinan spiritual berkurang
sebanyak 15.38 persen yang artinya indeks kemiskinan spiritual dapat di tekan
sebanyak 2 persen. Selanjutnya indeks kemiskinan absolut perubahannya sebesar
40 persen yang artinya kemiskinan absolut dapat ditekan sebanyak 40 persen.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Pratama (2015) tentang Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi
Kemiskinan berdasarkan CIBEST Model. Hasil penelitian tersebut adalah dana
zakat mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga mustahik dan mengurangi
jumlah rumah tangga miskin. Oleh karena itu, zakat dapat digunakan sebagai
instrumen dalam menekan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Analisis Dampak Zakat berdasarkan Modifikasi Indeks Pembangunan


Manusia
Modifikasi Indeks Pembangunan Manusia hanya terdiri dari Indeks
Pendidikan dan Kesehatan. Indeks kesehatan memiliki dua komponen yaitu
Harapan Lama Sekolah dan Rata – rata Lama Sekolah, sedangkan Indeks
Kesehatan dijelaskan oleh Angka Harapan Hidup. Berdasarkan hasil estimasi
perhitungan modifikasi IPM tingkat individu pada mustahik BAZNAS Kota
Bandung, dari 100 responden diperoleh rata-rata nilai modifikasi IPM sebagai
berikut:

Tabel 11 Nilai Komponen Modifikasi IPM


Komponen IPM Nilai Indeks (persen)
Indeks Kesehatan 0.4992 49.92
Indeks Pendidikan 0.4888 48.88
Modifikasi IPM 0.494 49.40
Sumber: Data Primer 2017(diolah)

Berdasarkan data pada Tabel 11 nilai modifikasi IPM mustahik Kota


Bandung adalah 49.40 persen. Nilai tersebut tergolong pada klasifikasi cukup
33

baik. Hal ini berarti responden dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh kesehatan dan pendidikan dengan cukup baik. Dalam hal ini, dampak
zakat terhadap IPM tidak signifikan karena tidak ada perubahan nilai IPM
sebelum dan setelah mendapatkan dana zakat. Hal ini karena dana zakat yang
disalurkan kepada mustahik sifatnya kondisional dan tidak bersifat kontinu.
Penyaluran dana zakat tidak dibarengi pendampingan dan kontrol terhadap
dana zakat yang disalurkan. Tingkat pendiikan yang rendah menyebabkan para
mustahik terbatas dalam mengembangkan dana zakat yang diterimanya, sehingga
dampak dari dana zakat hanya terasa singkat. Sedangkan, nilai IPM yang cukup
baik terjadi karena rata–rata mustahik memiliki fasilitas Kartu Indonesia Sehat
(KIS) untuk mengakses biaya kesehatan gratis, dan Bantuan Siswa Miskin (BSM)
untuk rumah tangga miskin yang memiliki tanggungan biaya sekolah anak. Kedua
fasilitas dari pemerintah tersebut sifatnya kontinu.
Variabel dampak zakat selanjutnya adalah kemandirian. Nilai variabel
kemandirian mustahik yang diteliti adalah 0.50 yang artinya dampak zakat
terhadap kemandirian mustahik cukup baik. Hal ini terjadi karena mayoritas
responden memiliki pekerjaan atau usaha namun tidak memiliki tabungan. Dari
100 rumah tangga mustahik hanya satu rumah tangga yang memiliki tabungan
diatas 5 000 000 000 rupiah, 9 rumah tangga memiliki tabungan 2 000 000 000 –
5 000 000 000 rupiah baik dalam bentuk tabungan atau arisan, 12 rumah tangga
memiliki tabungan kurang dari 1 000 000 000. Sementara itu, 78 rumah tangga
tidak memiliki tabungan. Tidak ada mustahik yang memiliki simpanan di bank
syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai


berikut:
1. Kinerja Zakat di Kota Bandung memiliki nilai IZN 0.355, nilai tersebut
menggambarkan kinerja pengelolaan zakat di Kota Bandung kurang baik.
2. Kinerja zakat Kota Bandung dari sisi makro memiliki nilai 0.047 yang
artinya dukungan pemerintah terkait pengadaan Perda Zakat, dukungan
APBD, database lemabaga zakat, serta rasio muzaki individu dan rasio
muzaki badan terhadap pengelolaan zakat di Kota Bandung masih belum
optimal. Dari sisi mikro, kinerja zakat Kota Bandung cukup baik dengan
nilai 0.56. Secara keseluruhan, indikator kelembagaan memiliki nilai
indeks 0.5 yang artinya kinerja zakat di Kota bandung terkait penyaluran,
pengelolaan, penyaluran, dan pelaporan dinilai cukup baik. Indikator
dampak zakat memiliki nilai indeks 0.6 yang artinya kinerja zakat Kota
Bandung terkait dampak zakat terhadap material, spiritual, pendidikan,
kesehatan dan kemandirian mustahik sudah baik.
34

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan adalah:


1. Perzakatan di Kota Bandung belum memiliki regulasi berupa Perda
tentang pengelolaan zakat. Agar dapat meningkatkan penghimpunan dana
zakat sebaiknya dibuat Peraturan Daerah, sehingga dapat menyerap lebih
banyak muzaki baik individu dan muzaki badan usaha.
2. Pengelolaan zakat tentunya membutuhkan dana operasional. Sebaiknya
dana operasional berasal dari dukungan APBD sehingga dana zakat dari
muzaki dapat disalurkan lebih banyak kepada mustahik.
3. Rasio muzaki individu yang terdaftar dan memiliki NPWZ hanya sekitar
0.66 persen dari total rumah tangga di Kota Bandung. Muzaki yang
terdaftar hanya muzaki yang berasal dari SKPD serta belum adanya
muzaki badan usaha yang membayar zakat ke BAZNAS Kota Bandung
hal ini lah yang menjadikan kolektabilitas zakat masih rendah. Maka, perlu
adanya publikasi dan promosi kepada masyarakat untuk membayar zakat
ke lembaga zakat dalam hal ini BAZNAS Kota Bandung.
4. Administrasi atau pencatatan serta publikasi atau keterbukaan merupakan
suatu hal yang perlu dipenuhi oleh suatu lembaga termasuk lembaga zakat.
BAZNAS Kota Bandung belum optimal dalam pelaporan dan keterbukaan
terlihat dari belum adanya publikasi laporan keuangan tahunan. BAZNAS
Kota Bandung harusnya membuat pencatatan berupa laporan keuangan
yang diaudit serta mempublikasikan laporan hasil keuangan kepada
masyarakat.
5. BAZNAS Kota Bandung perlu melakukan pendataan mustahik penerima
manfaat zakat. Karena berdasarkan penelitian, banyak penerima zakat
yang seharusnya tidak berhak menerima dana zakat. Sehigga distribusi
zakat dapat tepat sasaran.
6. Secara umum penyaluran zakat memiliki dampak yang belum optimal, hal
ini karena tidak adanya pembinaan dari pihak BAZNAS Kota Bandung.
Seharusnya mustahik yang menerima zakat mendapatkan pembinaan baik
spiritual misalnya pengajian rutin dan pembinaan materiil misalnya
sosialisasi kiat-kiat dalam mengelola modal usaha.
7. Penyaluran dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung
dalam program ekonomi dinilai belum memberikan dampak yang
signifikan kepada pendapatan mustahik dikarenakan bantuan usaha hanya
berupa modal usaha. Seharusnya bantuan pada program ekonomi ini lebih
diutamakan pada pengadaan alat seperti gerobak, kompor, dan lain lain
sehingga bantuan tersebut manfaatnya kontinu dan tidak cepat habis.
8. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011, zakat digunakan sebagai pengurang
pajak. Hal ini seharusnya mulai diberlakukan sebagai tambahan
pemasukan negara pada kebijakan fiskal. Sehingga tercipta keselarasan
antara pemungutan pajak dengan zakat.
9. IZN merupakan indeks baru sehingga memungkinkan adanya masukan
untuk menyempurnakan indeks ini. Pada perhitungan IZN tingkat
kota/kabupaten sebaiknya indikator regulasi diturunkan pada beberapa
variabel misalnya keberadaan regulasi lain seperti instruksi walikota.
35

Sehingga daerah yang telah memiliki regulasi walaupun tidak sampai pada
Perda mendapatkan nilai tertentu pada dimensi makro.

Daftar Pustaka
Abdullah et al. 2014. The Effectiveness of Zakat in Alleviating Poverty and
inequalities A Measurement Using a Newly Developed Technique.
Humanomics. 31(3): 314-329.
Akbar Nasher. 2009. Analisis Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Nasional
dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis. Islamic Finance &
Business Review. 4(2):760-785
Ali Daud Muhammad. 2006. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta
(ID): UI-Press.
Asmani Ma’mum Jamal. 2016. Zakat Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat.
Yogyakarta (ID): Aswaja Pressindo.
Aziz M, Sholikah. 2015. Regulasi Zakat di Indonesia; Upaya Menuju Pengelolaan
Zakat Yang Profesional. Tafaqquh. 3(1): 36-66.
Beik IS, Arsyianti LD. 2016. Ekonomi Pembangunan Syariah. Bogor (ID): IPB
Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Gini Rasio Menurut Provinsi Tahun 1996,
1999, 2002, 2005, 2007-2016. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi
Tahun 2013-2016. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota di
Jawa Barat, 2010-2015. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971,
1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang
Dianut berdasarkan Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta
BAZNAS. 2012. Laporan Rekapitulasi Jumlah Muzaki Berdasarkan
Badan/Lembaga per Tanggal 15 Oktober 2012. BAZNAS Pusat, Jakarta.
Hafidhuddin D. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta (ID): Gema
Insani.
Hasan Ali M. 2008. Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial
di Indonesia. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group.
Hartono. 2016. Mengungkap Tabir Zakat di Indonesia [Internet]. Jakarta (ID):
[diunduh 15 Desember 2016]. Tersedia pada :
http://www.pajak.go.id/content/article/mengungkap-tabir-zakat-di-indonesia
Juanda B. 2009. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID) : IPB Press.
Kasri AR. 2016. Effectiveness of Zakat Targeting in Alleviating Poverty in
Indonesia. Al-Iqtishad:Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic
Economics. 8(2):169-186.
Mufraini Arief. 2008. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta (ID): Kencana
Prenada Media Group
36

Muhammad R. 2006. Akuntabilitas Keuangan pada Organisasi Pengelola Zakat


(OPZ) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Akuntansi dan Investasi.
7(1):34-56.
Multifah. 2011. ZIS Untuk Kesejahteraan. Malang (ID): Universitas Brawijaya
Press (UB Press).
Nasrullah. 2015. Regulasi Zakat dan Penerapan Zakat Produktif Sebagai
Penunjang Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Baitul Mal
Kabupaten Aceh Utara). INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan.
9(1):1-24.
Noor MHA, Rasool ASM, Rahman AR, Yusof MR, Ali MS. 2012. Assessing
Performance of Nonprofit Organization: A Freamwork for Zakat
Institutions. British Journal of Economics, Finance and Management
Sciences. 5(1): 12-23.
Norvadewi. 2012. Optimalisasi Peran Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan di
Indonesia. Jurnal Pemikiran Hukum Islam. 10(1): 66-76.
PEBS UI. 2009. Zakat dan Pembangunan : Era Baru Zakat Menuju Kesejahteraan
Ummat. Depok (ID) : Universitas Indonesia.
Pusat Kajian Strategis BAZNAS. 2016. Indeks Zakat Nasional. Jakarta (ID):
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional.
Pratama C. 2015. Pendayagunaan Zakat Produktif dalam Mengurangi Kemiskinan
Berdasarkan CIBEST Model (Studi Kasus: PT Masyarakat Mandiri Dompet
Dhuafa) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Qardawi Yusuf. 2011. Hukum Zakat. Jakarta (ID) : PT Mitra Kerjaya Indonesia.
Rendyrey. 2017. Instruksi Wali Kota: Optimalisasi Zakat Penghasilan di Pemkot
Bandung [Internet]. Bandung (ID): [diunduh 31 Januari 2017]. Tersedia
pada : https://ppid.bandung.go.id/2017/01/19/instruksi-wali-kota-
optimalisasi-zakat-penghasilan-di-pemkot-bandung/
Republik Indonesi. 2011. Undang – Undang Pengelolaan Zakat, Jakarta(ID):
Sekretariat Negara.
Rosyidah AT, Manzilati. 2012. Implementasi Undang- Undang Nomor 23 Tahun
2011 Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat
(Studi Pada Beberapa LAZ di Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB
Universitas Brawijaya. 1(1): 1-19.
Syafiq Ahmad. 2014. Prospek Zakat dalam Perekonomian Modern. Jurnal Zakat
dan Wakaf. 1(1):145-170.
Varida Dewi A. 2015. Analisis Pemikiran Didin Hafidhuddin Tentang Zakat
Sektor Rumah Tangga Modern [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Islam
Negeri Walisongo.
Wahab AN, Rahman ARA. 2013. Determinants of Efficiency of Zakat Institutions
in Malaysia: A Nonparametric Approach. Asian Journal of Business and
Accounting. 6(2):33-64.
37

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN
PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL
Peneliti : Hidayaneu Farchatunnisa

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dampak pendayagunaan


zakat di BAZNAS Kota Bandung dalam Analisis Kinerja BAZNAS Kota
Bandung dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional serta sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang Ilmu Ekonomi Syariah pada
Institut Pertanian Bogor. Semua informasi yang didapat akan dijaga
kerahasiannya.

BAGIAN A : INFORMASI PERSONAL


1. Profil Kepala Keluarga

Pendidikan Apakah Mengikuti


Tahun
Jenis Formal Pendidikan
Nama Status Lahir
Kelamin Terakhir * Informal*

1. Kepala 1.Tidak Pernah a. Ya(Sebutkan)


Keluarga Sekolah b. Tidak
(KK) 2.SD
2. Anggota
3.SMP
Keluarga
(AK) 4.SMA
L/P 5.Diploma
6.Universitas

Catatan
* Pendidikan Terakhir (lengkap dengan tingkatnya; misal SMP kelas 2, Kuliah
tingkat 1, dsb)
* kegiatan informal termasuk : kursus , les, kejar paket, pelatihan,
diskusi/ceramah mingguan (harus rutin)
38

BAGIAN B: PENDAPATAN KELUARGA

Pendapatan Pendapatan dari Total


Anggota Pendapatan
Pekerjaan Rutin aset yang Pendapatan
Status tidak rutin
(Rp/Bulan) disewakan
KK = 1. Karyaw 1. Kiriman 1. Tanah
Kepala an keluarga 2. Rumah
Keluarga 2. Petani 2. Bantuan 3. Kendaraan
3. Pedaga pemerintah 4. Peralatan
ng 3. Kiriman 5. Lain-lain
4. Buruh pihak lain (sebutkan)
AK = 5. Lain- 4. Lain-lain
lain (sebutkan)
Anggota
(sebutk
Keluarga an)
KK

AK1

AK2

AK3

AK4

AK5

Dst

Catatan
* Pekerjaan yang dicatat adalah yang dilakukan selama satu bulan terakhir
* Jika Pendapatan tidak tetap, maka diperkirakan dalam satuan waktu termudah,
misalnya perminggu ; per 3 bulan ; per hari. Kemudian dibulatkan menjadi
pendapatan selama 1 bulan

BAGIAN C: INFORMASI TABUNGAN DAN SIMPANAN


No Jenis Tabungan Ya Tidak Jumlah

1 Memiliki tabungan di Bank


Konvensional

2 Memiliki tabungan di Bank


Syariah

3 Memiliki tabungan di
koperasi konvensional

4 Memiliki tabungan di
39

koperasi syariah/BMT

5 Memiliki tabungan di
lembaga zakat

6 Mengikuti arisan uang rutin

7 Memiliki tabungan di
rumah dalam bentuk
celengan, brankas, dan
sejenisnya

BAGIAN D: INFORMASI KESEHATAN


No Indikator Ya Tidak

1. Memiliki atap rumah yang terbuat


dari genteng dan sejenisnya

2. Memiliki dinding rumah yang terbuat


dari tembok dan sejenisnya

3. Memiliki fasilitas listrik memadai

4. Memiliki lantai permanen

5. Memiliki fasilitas air bersih (air


PAM/air tanah)

6. Memiliki fasilitas sanitasi (toilet)


memadai

7. Memiliki penyakit berat menahun


(seperti TBC, stroke, diabetes,
jantung, dll)

8. Memiliki cacat fisik akibat


kecelakaan (diamputasi, dsb)

9. Memiliki akses kesehatan (BPJS, dan


sejenisnya)

10. Tidak memiliki anggota keluarga


yang merokok
40

BAGIAN E : BANTUAN ZAKAT DARI BAZNAS KOTA BANDUNG


1. Jumlah bantuan yang diterima KK + AK dari BAZIS Kota Jakarta Selatan
dikonversi ke nilai rupiah selama satu bulan terakhir
Penambahan Pendapatan Pasca Zakat
Nilai Bantuan Zakat
Sumber Pendapatan (Rp/bulan)*
per Keluarga (Rp)
Bantuan konsumtif
(detailkan):
a. Pangan
b. Kesehatan
c. Pendidikan
d. Biaya hidup
lainnya
Bantuan produktif Omset Usaha Keuntungan
(detailkan):
a. Bantuan modal
b. Bantuan alat
c. Bantuan lain
Lainnya (.........)

TOTAL
TAMBAHAN
ZAKAT

Keterangan: *jika dengan sebab bantuan, pendapatan bertambah1


Untuk kolom omset usaha dan keuntungan, dapat dipilih salah
satu saja
1
Contoh: bantuan produktif pengadaan mesin Rp 2 juta. Dengan sebab pengadaan
mesin, mustahik memiliki usaha dengan omset Rp 500 ribu/hari dan keuntungan
Rp 50 ribu/hari. Maka masukkan nilai Rp 500 ribu/hari atau Rp 15 juta/bulan ke
dalam kolom omset usaha, dan masukkan Rp 50 ribu/hari atau Rp 1,5 juta/bulan
ke kolom keuntungan. Yang dihitung sebagai tambahan pendapatan adalah kolom
keuntungan.

BAGIAN F : PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN DARI BAZNAS


KOTA BANDUNG
No Jenis Pembinaan/Pendampingan Ya Tidak

1 Pembinaan spiritual (pengajian/pertemuan


rutin) sekurang-kurangnya 1x dalam sebulan

2 Pembinaan dan peningkatan kapasitas usaha


sekurang-kurangnya 1x dalam 6 bulan
41

BAGIAN G: TOTAL PENGELUARAN RUMAH TANGGA ( Dalam 1


Bulan Terakhir )
Catatan : Perkirakan pengeluaran rata-rata per item dalam waktu yang paling
mudah ( misalkan per hari/ minggu/ bulan/ dsb) lalu diakumulasi selama 1 bulan
Pengeluaran KK saja Total TOTAL BULANAN
Jenis Pengeluaran (KK+AK)
( KK + AK)

Sewa rumah (jika


rumah kontrakan)

Listrik, air, dan gas

Konsumsi makanan
sehari-hari

Biaya Sekolah :

- SPP
- Uang saku
Transportasi
(Angkutan umum,
bensin)

Komunikasi (pulsa)

Kesehatan :

- Obat-obatan
- Konsultasi medis
Belanja pakaian

Kosmetika

Rokok

Sumbangan hajatan

Hiburan (pasar
malam, bioskop, dll)

Utang jatuh tempo

Pelunasan
cicilan/kredit barang
perbulan

Lainnya (sebutkan )
42

BAGIAN H: EVALUASI KEGIATAN IBADAH RUMAH TANGGA


MUSTAHIK SEBELUM DAN SESUDAH ZAKAT

Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sebelum menerima dana zakat.


Skala Likert
Variabel Keterangan
1 2 3 4 5

Shalat

Puasa

Zakat&infak

Lingkungan
keluarga

Kebijakan
Pemerintah

Evaluasi Ibadah Rumah Tangga Mustahik sesudah menerima dana zakat.

Skala Likert

Variabel 1 2 3 4 5 Keterangan

Shalat

Puasa

Zakat&infak

Lingkungan
keluarga

Kebijakan
Pemerintah
43

Lampiran 2 Kuisioner Pengukuran Indeks Zakat Nasional – Tingkat


Kabupaten/Kota

KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN
PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL
Peneliti : Hidayaneu Farchatunnisa

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kinerja lembaga BAZNAS


Kota Bandung dalam Analisis Kinerja BAZNAS Kota Bandung dengan
Pendekatan Indeks Zakat Nasional serta sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Ekonomi dalam bidang Ilmu Ekonomi Syariah pada Institut Pertanian
Bogor. Semua informasi yang didapat akan dijaga kerahasiannya.

BAZNAS Kota :
Nama Pengisi dan Jabatan :
No Komponen Ketersediaan/Variabel Deskripsi Variabel

Peraturan Daerah
1 (Perda) tentang Ada/Tidak ada * No Perda :
zakat

Tahun 2015
Rp.
Alokasi APBD Ada/Tidak ada *
2 untuk BAZIS
kab/kota Tahun 2016
Rp.
Ada/Tidak ada *

1.(nama lembaga):

2.(nama lembaga):
Lembaga zakat resmi yang
3.(nama lembaga):
terdaftar di BAZIS
(termasuk LAZ ditingkat
4.(nama lembaga):
kab/kota)
Database Tahun 5.(nama lembaga):
3
2016
6.(nama lembaga):

b. Jumlah mustahik yang


(jiwa)
terdaftar

c. Jumlah muzakki
perorangan yang terdaftar dan (jiwa)
memiliki NPWZ
44

d. Jumlah muzakki badan


(unit)
usaha yang terdaftar

e. Jumlah total rumah tangga


(RT)
di tingkat kabupaten/kota

f. Jumlah total badan usaha di


(unit)
tingkat kabupaten/kota

Tahun 2015 : Rp
Penghimpunan
4 Total Penghimpunan
Dana Zakat
Tahun 2016 : Rp

Program Kerja Ada/tidak *

Rencana Strategis Ada/tidak *


5 Pengelolaan Zakat
Standar Operasional
Ada/tidak * Jenis SOP:
Procedure (SOP)

Sertifikat ISO Ada/tidak * Jenis ISO:

Total Dana Zakat yang


Rp.
disalurkan

Dana Zakat untuk kegiatan


Ada/tidak * Jika ada: Rp.
Dakwah
Penyaluran Dana
6 Realisasi
Zakat 2016 Rencana penyaluran
Penyaluran Zakat Produktif penyaluran pada
pada bulan :
bulan :

Realisasi
Penyaluran Zakat Rencana penyaluran
penyaluran pada
Sosial/Konsumtif pada bulan :
bulan :

Teraudit/tidak
Ada/tidak *
teraudit *
7
Laporan Keuangan Jika teraudit,
Pelaporan Zakat
Dipublikasikan/tidak mendapat opini
2016
dipublikasikan WTP/tidak WTP
*

Laporan Audit Syariah Ada/tidak *

Biaya Operasional
8 Pengelolaan Zakat
2016 Rp.

Catatan:
*Coret salah satu
Mohon lampirkan laporan keuangan 2016
45

Lampiran 3 Skala likert dimensi makro


1. Dimensi Makro
Kriteria

No Variabel (1=sanngat lemah, 2=lemah, 3=cukup, 4=kuat, 5=sangat kuat)

1 2 3 4 5

Memiliki
Tidak Memiliki 2
Memiliki 1 Memiliki database
Memiliki dari
Jumlah dari database database jumlah
database dari database
Lembaga jumlah jumlah lembaga
jumah jumlah
Zakat lembaga lembaga zakat resmi,
lembaga lembaga
1 Resmi, zakat resmi, zakat resmi, jumlah
zakat resmi, zakat resmi,
Muzaki, jumlah jumlah muzaki dan
jumlah jumlah
dan muzaki dan muzaki dan mustahik
muzaki dan muzaki dan
Mustahik mustahik mustahik perlembaga
mustahik mustahik
perlembaga per lembaga serta peta
perlembaga per lembaga
sebarannya

Rasio Rasio
Rasio Jumlah
Rasio Rasio Jumlah Jumlah Jumlah
muzaki Rasio Jumlah
Jumlah muzaki muzaki muzaki
terdaftar muzaki
Muzaki terdaftar terdaftar terdaftar
(memiliki terdaftar
Individu (memiliki (memiliki (memiliki
NPWZ) (memiliki
2 terhadap NPWZ) NPWZ) NPWZ)
terhadap NPWZ)
Jumlah terhadap terhadap terhadap
rumah terhadap
Rumah rumah rumah rumah
tangga rumah tangga
Tangga tangga tangga tangga
daerah 1- daerah >10%
Daerah daerah <1% daerah 4- daerah 7-
3.9%
6.9% 10%

Rasio Rasio
Rasio Jumlah Rasio Jumlah Jumlah Jumlah
Rasio Rasio Jumlah
muzaki muzaki muzaki muzaki
Jumlah muzaki badan
badan badan badan badan
Badan terdaftar
terdaftar terdaftar terdaftar terdaftar
terhadap (memiliki
3 (memiliki (memiliki (memiliki (memiliki
Jumlah NPWZ)
NPWZ) NPWZ) NPWZ) NPWZ)
Badan terhadap
terhadap terhadap terhadap terhadap
Usaha jumlah badan
jumlah badan jumlah badan jumlah jumlah
Daerah usaha ≥4%
usaha <1% usaha 1-1.9% badan usaha badan usaha
2-2.9% 3-3.9%

Keterangan :
Pada tingkat kabupaten/kota, keberadaan perda pengelolaan zakat dan adanya
anggarakan daerah untuk pengelolaan zakat akan membuat nilai indeks regulasi
sama dengan 1(satu), dan ketiadaan perda pengelolaan zakat dan tidak adanya
anggaran daerah untuk pengelolaan zakat akan membuat nilai indeks regulasi
sama dengan 0(nol)
46

Lampiran 4. Skala likert dimensi mikro


2. Dimensi Mikro
Kriteria
N
Variabel (1=sangat lemah, 2=lemah, 3=cukup, 4=kuat, 5=sangat kuat)
o
1 2 3 4 5

Pertumbuhan Pertumbuhan
Penghimpuna Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan
1 (YoY) <10- (YoY) <15-
n (YoY) <5% (YoY) <5-9% (YoY)>20%
14% 19%

Memiliki Memiliki Memiliki


Tidak sekurang- sekurang- sekurang-
Memiliki SOP
memiliki SOP kurangnya 1 kurangnya 2 kurangnya 3
pengelolaan
pengelolaan dari SOP dari SOP dari SOP
zakat, rencana
zakat, rencana pengelolaan pengelolaan pengelolaan
strategis,
strategis, zakat, rencana zakat, rencana zakat, rencana
2 Pengelolaan sertifikasi
sertifikasi strategis, strategis, strategis,
ISO/manajeme
ISO/manajeme sertifikasi sertifikasi sertifikasi
n mutu, dan
n mutu, dan ISO/manajeme ISO/manajeme ISO/manajeme
program kerja
program kerja n mutu, dan n mutu, dan n mutu, dan
tahunan
tahunan program kerja program kerja program kerja
tahunan tahunan tahunan

ACR<20% ACR 20-49% ACR 50-69% ACR 70-89% ACR ≥90%

PS > 12 bulan PS 9-12 bulan PS 6-<9 bulan PS 3-<6 bulan PS < 3bulan

PE 12–15 PE 9-<12
PE>15 bulan PE 6-<9 bulan PE < 6bulan
3 Penyalur-an* bulan bulan

PD minimal PD minimal PD minimal


Tidak ada PD minimal
dialokasikan dialokasikan dialokasikan
anggaran dialokasikan ≥
0.1 - < 2.5% 2.5 - < 7.5% 7.5 - < 10%
untuk PD 10% anggaran
anggaran anggaran anggaran

Memiliki
laporan
Memiliki
keuangan
Memiliki laporan
Tidak Memiliki teraudit WTP,
laporan keuangan
memiliki laporan memiliki
4 Pelaporan keuangan teraudit WTP
laporan kuangan yang laporan audit
teraudit tidak dan Publikasi
keuangan tidak teraudit syariah &
WTP pelaporan
publikasi
berkala
pelaporan
berkala

Indeks
Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks
kesejah- Nilai Indeks
5
teraan
0 - 0.20 0.21 - 0.40 0.41- 0.60 0.61 - 0.80
CIBEST (W) >0.80

Modifikasi
IPM (Indeks Nilai Indeks 0- Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks
6
Pembanguna 0.20 0.20-0.40 0.41-0.60 0.61-0.80 >0.80
n Manusia)

Hanya Memiliki salah Memiliki


Tidak
Memiliki memiliki salah satu dari pekerjaan
memiliki
7 Keman-dirian pekerjaan satu dari pekerjaan tetap, usaha/
pekerjaan dan
tidak tetap pekerjaan ttp tetap, usaha / bisnis dan
usaha /bisnis
atau bisnis bisnis tabungan
47

Keteragan*:
ACR = Allocation to Collection ratio
PS = Program Sosial (Konsumtif), ialah program penyaluran zakat yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan mustahik yang bersifat mendesak dan jangka pendek.
Bersifat karikatif, termasuk layanan kesehatan dan pendidikan.
PE = Program Ekonomi (Produktif), ialah program penyaluran zakat yang bersifat
pemberdayaan dan bertujuan untuk membekali mustahik dengan kemampuan ntuk
memenuhi kebutuhan hidupnya pada jangka panjang.
PD = Program Dakwah, ialah program penyaluran zakat yang menitikberatkan
pada penguatan dakwah dan mental spiritual mustahik, termasuk program
advokasi dalam kerangka pembelaan terhadap kepentingan mustahik, serta upaya
penyadaran masyarakat secara keseluruhan yang disertai dukungan aktif dalam
pembangunan zakat nasional
48

Lampiran 5. Tabel perhitungan indeks harapan hidup


No Tahun Exa(i) Exa min Exa max I AHH
1 1956 46,6 20 85 0,409231
2 1981 58,6 20 85 0,593846
3 1953 44,2 20 85 0,372308
4 1969 51,4 20 85 0,483077
5 1958 46,6 20 85 0,409231
6 1982 58,6 20 85 0,593846
7 1976 56,2 20 85 0,556923
8 1977 56,2 20 85 0,556923
9 1966 51,4 20 85 0,483077
10 1993 63,5 20 85 0,669231
11 1938 37 20 85 0,261538
12 1995 63,5 20 85 0,669231
13 1979 56,2 20 85 0,556923
14 1965 51,4 20 85 0,483077
15 1991 63,5 20 85 0,669231
16 1995 63,5 20 85 0,669231
17 1988 61,2 20 85 0,633846
18 1990 63,5 20 85 0,669231
19 1964 49 20 85 0,446154
20 1955 46,6 20 85 0,409231
21 1996 63,5 20 85 0,669231
22 1958 46,6 20 85 0,409231
23 1977 56,2 20 85 0,556923
24 1978 56,2 20 85 0,556923
25 1970 53,8 20 85 0,52
25 1957 46,6 20 85 0,409231
27 1989 61,2 20 85 0,633846
28 1950 44,2 20 85 0,372308
29 1945 41,8 20 85 0,335385
30 1989 61,2 20 85 0,633846
31 1984 58,6 20 85 0,593846
32 1972 53,8 20 85 0,52
33 1968 51,3 20 85 0,481538
34 1981 68,5 20 85 0,746154
35 1980 58,6 20 85 0,593846
36 1983 58,6 20 85 0,593846
37 1980 58,6 20 85 0,593846
38 1981 58,6 20 85 0,593846
39 1966 51,4 20 85 0,483077
40 1972 53,8 20 85 0,52
49

Lampiran 5. Tabel perhitungan indeks harapan hidup


No Tahun Exa(i) Exa min Exa max I AHH
41 1977 56,2 20 85 0,556923
42 1957 46,6 20 85 0,409231
43 1980 58,6 20 85 0,593846
44 1968 51,4 20 85 0,483077
45 1962 49 20 85 0,446154
46 1971 53,8 20 85 0,52
47 1983 58,6 20 85 0,593846
48 1978 56,2 20 85 0,556923
49 1955 46,6 20 85 0,409231
50 1960 49 20 85 0,446154
51 1972 53,8 20 85 0,52
52 1960 49 20 85 0,446154
53 1964 49 20 85 0,446154
54 1969 51,4 20 85 0,483077
55 1963 49 20 85 0,446154
56 1949 41,8 20 85 0,335385
57 1974 53,8 20 85 0,52
58 1977 56,2 20 85 0,556923
59 1989 61,2 20 85 0,633846
60 1967 51,4 20 85 0,483077
61 1930 34,6 20 85 0,224615
62 1957 46,6 20 85 0,409231
63 1975 56,2 20 85 0,556923
64 1976 56,2 20 85 0,556923
65 1990 63,5 20 85 0,669231
66 1951 44,2 20 85 0,372308
67 1972 53,8 20 85 0,52
68 1973 53,8 20 85 0,52
69 1954 44,2 20 85 0,372308
70 1961 49 20 85 0,446154
71 1966 51,4 20 85 0,483077
72 1976 56,2 20 85 0,556923
73 1984 58,6 20 85 0,593846
74 1945 41,8 20 85 0,335385
75 1980 58,6 20 85 0,593846
76 1963 49 20 85 0,446154
77 1958 46,6 20 85 0,409231
78 1953 44,2 20 85 0,372308
79 1961 49 20 85 0,446154
80 1972 53,8 20 85 0,52
50

Lampiran 5. Tabel perhitungan indeks harapan hidup


No Tahun Exa(i) Exa min Exa max I AHH
81 1975 46,6 20 85 0,409231
82 1946 41,8 20 85 0,335385
83 1963 49 20 85 0,446154
84 1960 49 20 85 0,446154
85 1963 49 20 85 0,446154
86 1958 46,6 20 85 0,409231
87 1946 41,8 20 85 0,335385
88 1947 41,8 20 85 0,335385
89 1950 44,2 20 85 0,372308
90 1957 46,6 20 85 0,409231
91 1977 56,2 20 85 0,556923
92 1972 53,8 20 85 0,52
93 1959 46,6 20 85 0,409231
94 1958 46,6 20 85 0,409231
95 1964 49 20 85 0,446154
96 1990 63,5 20 85 0,669231
97 1990 63,5 20 85 0,669231
98 1969 51,4 20 85 0,483077
99 1981 58,6 20 85 0,593846
100 1974 53,8 20 85 0,52
Sumber : Data primer (diolah)
51

Lampiran 6 Tabel perhitungan indeks rata-rata lama sekolah


No Pendidikan RLS RLSmin RLSmaks IRLS
1 SMA 12 0 15 0,8
2 SMA 12 0 15 0,8
3 SD 6 0 15 0,4
4 SMP 9 0 15 0,6
5 SD 6 0 15 0,4
6 SMP 6 0 15 0,4
7 SD 4 0 15 0,2666667
8 SD 3 0 15 0,2
9 SMA 12 0 15 0,8
10 SMP 9 0 15 0,6
11 SD 4 0 15 0,2666667
12 SMA 12 0 15 0,8
13 SMP 9 0 15 0,6
14 SD 6 0 15 0,4
15 SMP 9 0 15 0,6
16 SMA 12 0 15 0,8
17 SMP 9 0 15 0,6
18 SD 6 0 15 0,4
19 SMP 9 0 15 0,6
20 SMP 9 0 15 0,6
21 SMP 9 0 15 0,6
22 SD 6 0 15 0,4
23 SMA 12 0 15 0,8
24 SMP 9 0 15 0,6
25 SMP 9 0 15 0,6
25 SD 6 0 15 0,4
27 SMP 9 0 15 0,6
28 SD 6 0 15 0,4
29 SD 6 0 15 0,4
30 SMP 9 0 15 0,6
31 SMA 12 0 15 0,8
32 SMP 9 0 15 0,6
33 SD 6 0 15 0,4
34 SD 6 0 15 0,4
35 SD 6 0 15 0,4
36 SMP 9 0 15 0,6
37 SMA 12 0 15 0,8
38 SD 6 0 15 0,4
39 SD 6 0 15 0,4
40 SMA 12 0 15 0,8
52

Lampiran 6 Tabel perhitungan indeks rata-rata lama sekolah


No Pendidikan RLS RLSmin RLSmaks IRLS
41 SD 6 0 15 0,4
42 SD 6 0 15 0,4
43 SD 6 0 15 0,4
44 SD 6 0 15 0,4
45 SMP 9 0 15 0,6
46 SD 6 0 15 0,4
47 SMA 12 0 15 0,8
48 SMP 6 0 15 0,4
49 SMA 12 0 15 0,8
50 SD 6 0 15 0,4
51 S1 16 0 15 1,0666667
52 SD 6 0 15 0,4
53 SMA 12 0 15 0,8
54 S1 16 0 15 1,0666667
55 SMA 12 0 15 0,8
56 SMA 12 0 15 0,8
57 SMP 9 0 15 0,6
58 SD 6 0 15 0,4
59 SMA 12 0 15 0,8
60 SMA 12 0 15 0,8
61 TS 0 0 15 0
62 SMP 9 0 15 0,6
63 SMA 12 0 15 0,8
64 SMA 12 0 15 0,8
65 SMA 12 0 15 0,8
66 SMA 12 0 15 0,8
67 SD 6 0 15 0,4
68 SD 6 0 15 0,4
69 SD 6 0 15 0,4
70 SD 6 0 15 0,4
71 SMA 12 0 15 0,8
72 SMP 9 0 15 0,6
73 SMA 12 0 15 0,8
74 SMP 9 0 15 0,6
75 SMA 12 0 15 0,8
76 SMA 12 0 15 0,8
77 SD 6 0 15 0,4
78 Diploma 15 0 15 1
79 SD 6 0 15 0,4
80 SMA 12 0 15 0,8
53

Lampiran 6 Tabel perhitungan indeks rata-rata lama sekolah


No Pendidikan RLS RLSmin RLSmaks IRLS
81 SMA 12 0 15 0,8
82 SD 6 0 15 0,4
83 SD 6 0 15 0,4
84 SMP 9 0 15 0,6
85 SD 6 0 15 0,4
86 SD 6 0 15 0,4
87 SD 6 0 15 0,4
88 SMA 12 0 15 0,8
89 SD 6 0 15 0,4
90 SD 6 0 15 0,4
91 SMP 9 0 15 0,6
92 SMP 9 0 15 0,6
93 SD 6 0 15 0,4
94 SMA 12 0 15 0,8
95 S1 16 0 15 1,0666667
96 S1 16 0 15 1,0666667
97 S1 16 0 15 1,0666667
98 SMA 12 0 15 0,8
99 SMA 12 0 15 0,8
100 SMA 12 0 15 0,8
Sumber : Data Primer 2017 (diolah)
54

Lampiran 7. Tabel perhitungan indeks harapan lama sekolah


No Pendidikan HLS HLSmin HLSmaks I HLS
1 SMA 5,7 0 18 0,3166667
2 SMA 8,7 0 18 0,4833333
3 SD 4,2 0 18 0,2333333
4 SMP 6,45 0 18 0,3583333
5 SD 4,95 0 18 0,275
6 SMP 8,7 0 18 0,4833333
7 SD 7,96 0 18 0,4422222
8 SD 7,95 0 18 0,4416667
9 SMA 6,45 0 18 0,3583333
10 SMP 10,2 0 18 0,5666667
11 SD 1,95 0 18 0,1083333
12 SMA 10,2 0 18 0,5666667
13 SMP 7,95 0 18 0,4416667
14 SD 6,45 0 18 0,3583333
15 SMP 10,2 0 18 0,5666667
16 SMA 10,2 0 18 0,5666667
17 SMP 10 0 18 0,5555556
18 SD 10,2 0 18 0,5666667
19 SMP 5,7 0 18 0,3166667
20 SMP 4,95 0 18 0,275
21 SMP 10,2 0 18 0,5666667
22 SD 4,95 0 18 0,275
23 SMA 7,95 0 18 0,4416667
24 SMP 7,95 0 18 0,4416667
25 SMP 7,2 0 18 0,4
25 SD 4,95 0 18 0,275
27 SMP 10 0 18 0,5555556
28 SD 4,2 0 18 0,2333333
29 SD 3,45 0 18 0,1916667
30 SMP 10 0 18 0,5555556
31 SMA 8,7 0 18 0,4833333
32 SMP 7,2 0 18 0,4
33 SD 6,45 0 18 0,3583333
34 SD 8,7 0 18 0,4833333
35 SD 8,7 0 18 0,4833333
36 SMP 8,7 0 18 0,4833333
37 SMA 8,7 0 18 0,4833333
38 SD 8,7 0 18 0,4833333
39 SD 6,45 0 18 0,3583333
40 SMA 7,3 0 18 0,4055556
55

Lampiran 7. Tabel perhitungan indeks harapan lama sekolah


No Pendidikan HLS HLSmin HLSmaks I HLS
41 SD 7,95 0 18 0,4416667
42 SD 4,95 0 18 0,275
43 SD 8,7 0 18 0,4833333
44 SD 6,45 0 18 0,3583333
45 SMP 5,7 0 18 0,3166667
46 SD 7,2 0 18 0,4
47 SMA 8,7 0 18 0,4833333
48 SMP 7,95 0 18 0,4416667
49 SMA 4,95 0 18 0,275
50 SD 5,7 0 18 0,3166667
51 S1 7,2 0 18 0,4
52 SD 5,7 0 18 0,3166667
53 SMA 5,7 0 18 0,3166667
54 S1 6,45 0 18 0,3583333
55 SMA 6,45 0 18 0,3583333
56 SMA 3,45 0 18 0,1916667
57 SMP 7,3 0 18 0,4055556
58 SD 7,95 0 18 0,4416667
59 SMA 10 0 18 0,5555556
60 SMA 6,45 0 18 0,3583333
61 TS 1,2 0 18 0,0666667
62 SMP 4,95 0 18 0,275
63 SMA 7,95 0 18 0,4416667
64 SMA 7,95 0 18 0,4416667
65 SMA 10,2 0 18 0,5666667
66 SMA 4,2 0 18 0,2333333
67 SD 7,2 0 18 0,4
68 SD 7,2 0 18 0,4
69 SD 4,2 0 18 0,2333333
70 SD 5,7 0 18 0,3166667
71 SMA 6,45 0 18 0,3583333
72 SMP 7,95 0 18 0,4416667
73 SMA 8,7 0 18 0,4833333
74 SMP 3,45 0 18 0,1916667
75 SMA 8,7 0 18 0,4833333
76 SMA 5,7 0 18 0,3166667
77 SD 4,95 0 18 0,275
78 Diploma 4,2 0 18 0,2333333
79 SD 5,7 0 18 0,3166667
80 SMA 7,2 0 18 0,4
56

Lampiran 7. Tabel perhitungan indeks harapan lama sekolah


No Pendidikan HLS HLSmin HLSmaks I HLS
81 SMA 7,95 0 18 0,4416667
82 SD 3,45 0 18 0,1916667
83 SD 5,7 0 18 0,3166667
84 SMP 5,7 0 18 0,3166667
85 SD 5,7 0 18 0,3166667
86 SD 5,95 0 18 0,3305556
87 SD 3,45 0 18 0,1916667
88 SMA 3,45 0 18 0,1916667
89 SD 4,2 0 18 0,2333333
90 SD 4,95 0 18 0,275
91 SMP 7,95 0 18 0,4416667
92 SMP 7,2 0 18 0,4
93 SD 4,95 0 18 0,275
94 SMA 4,98 0 18 0,2766667
95 S1 5,7 0 18 0,3166667
96 S1 10,2 0 18 0,5666667
97 S1 10,2 0 18 0,5666667
98 SMA 6,45 0 18 0,3583333
99 SMA 8,7 0 18 0,4833333
100 SMA 7,2 0 18 0.4

Sumber: Data primer 2017 (diolah)


57

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, 20 Agustus 1995 dari ayah Dada Hidayat


dan ibu NR Setyawati. Penulis adalah puteri kedua dari dua bersaudara.
Pendidikan dasar penulis ditempuh di SDN Kampung Sawah 01, kemudian
penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Rumpin dan
lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis diterima di SMA Negeri 1
Parung dan lulus pada tahun 2013. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Program Studi Ekonomi
Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun ajaran 2013/2014.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
yaitu Sharia Economic Student Club (SES-C) sebagai anggota divisi Sharia
Education pada periode 2015 dan sebagai kepala divisi Sumber Daya Insani pada
periode 2016, serta aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman
sebagai anggota divisi Profesi pada periode 2015. Selain itu, penulis juga aktif
dalam mengikuti berbagai kepanitian yaitu sebagai ketua divisi humas pada acara
Season 11, ketua divisi kostum dan tata rias pada acara Ki Sunda Midang pada
tahun 2016, divisi kreatif pada acara IE EXCHANGE. Penulis juga pernah
mengikuti Sharia Economic Excursion (SEE) dengan negara tujuan Singapura,
Malaysia, Thailand, dan Hongkong.
Penulis juga aktif mengikuti perlombaan di tingkat Mahasiswa, Juara 3
Lomba Tari Kreasi Tingkat Nusantada di UNJ tahun 2015, dan juara 1 Aerobik
OMI mewakili FEM pada tahun 2016.

Anda mungkin juga menyukai