Anda di halaman 1dari 20

Penguatan Manajemen Risiko Kredit Dengan Di Tengah Tantangan Pandemi melalui

Digitalisasi Informasi (Studi Analisis Pada PT Bank Central Asia Tbk)

Oleh :

Esa Nur Haryani I

Abstrak

Perbankan sebagai sektor yang sangat ketat akan selektivitas pengamanan maupun
tingkat pelayanan yang terintegrasi dengan teknologi digital membuat risiko mitigasi terhadap
jalannya perbankan juga lebih dominan daripada lembaga jasa keuangan lainnya, pengawasan
ketat yang dilakukan oleh lembaga OJK dalam pengendalian ekosistem dan operasional
perbankan agar bisa stabil untuk mencapai tingkat ekonomi nasional yang seimbang menjadi
suatu tanggung jawab perbankan yang harus diutamakan khususnya dalam pengendalian setiap
manajemen risiko, salah satu bentuk manajemen risiko yang amat penting bagi perbankan yaitu
manajemen risiko kredit yang mana pengelolaan kredit merupakan salah satu jasa keuangan
perbankan yang sangat beresiko terhadap tingkat pendapatan dan permodalan perbankan, oleh
karenanya penting bagi perbankan untuk mengutamakan bagaimana penguatan manajemen
risiko perbankan agar setiap lini operasional perbankan tidak terjadi kegagalan operasional, hal
ini diterapkan oleh salah satu perbankan swasta terbesar di asia PT Bank BCA Tbk yang
bergulat dengan segala aspek indikator pengelolaan manajemen risiko kredit agar manajemen
yang diterapkan bisa optimal meminimalisir fatalnya risiko kredit, berdasarkan pentingnya
manajemen risiko kredit tersebut maka disini penulis akan menganalisis bagaimana efektivitas
penguatan manajemen risiko kredit pada Bank BCA di tengah tantangan pandemic covid-19
untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas operasional pertumbuhan kredit sebagai salah
satu tonggak pengakuan pendapatan perbankan dengan memanfaatkan teknologi digital.

Keyword : Manajemen risiko kredit, Efektivitas, Digital, O1

1|Page
I. Pendahuluan
Kegiatan operasional perbankan senantiasa dihadapkan pada risiko - risiko yang
berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Cepatnya situasi
perkembangan eksternal dan internal perbankan juga menyebabkan semakin kompleksnya
risiko kegiatan usaha perbankan. Maka dari itu perlunya strategi beradaptasi dalam
lingkungan bisnis perbankan, perbankan yang penuh dengan aturan dan keterikatan oleh
banyak pihak dituntut untuk bisa menerapkan Manajemen Risiko sebagai bentuk penting
dalam menjaga lancarnya pelaksanaan perbankan, hal ini bukan hanya sekedar suatu
perencanan saja, tetapi memang untuk mendapatkan suatu imbal bali atas bentuk jasa atau
produk yang dikeluarkan oleh perbankan perlunya ada penerapan Manajemen Risiko
perbankan untuk menjaga likuiditas kemampuan bank yang kondusif. Dalam kaitan ini,
Strategi Manajemen Risiko yang akan dianut dan diterapkan pada perbankan Indonesia
diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bank for International
Settlements melalui Basel Committee on Banking Supervision.
Perbankan sebagai lembaga keuangan yang sangat complicated dalam melaksanakan
segala aktivitas perekonomian di indonesia bahkan sebagai naungan dalam memonitoring
perbankan didukung oleh adanya kerja OJK yang tidak hanya mengawasi seluk beluk
kegiatan perbankan tetapi juga memberikan suatu pembinaan terhadap efektivitas jalannya
perbankan, jalannya suatu perbankan pastilah tidak bisa terlepas dari manajemen risiko
yang senantiasa mendampingi perjalanan aktivitas operasional perbankan, berbarengan
dengan perkembangan teknologi dan ekonomi yang semakin berimplikasi membuat
perbankan harus lebih berhati – hati dalam menjalankan implementasi manajemen risiko.
Melalui penerapan Manajemen Risiko perbankan diharapkan dapat mengukur dan
mengendalikan Risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya dengan lebih
baik. Selanjutnya, penerapan Manajemen Risiko yang dilakukan perbankan akan
mendukung efektivitas kerangka pengawasan Bank berbasis Risiko yang dilakukan oleh
Otoritas Jasa Keuangan. Implementasi manajemen risiko pada perbankan direncanakan
sesuai dengan Standar Basel yaitu standar pengaturan perbankan yang dikeluarkan oleh
Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) sebagai salah satu komite dalam Bank
for International Settlements (BIS) yang berperan menetapkan standar pengaturan
perbankan dan sebagai forum kerjasama terkait dengan pengawasan perbankan yang terdiri
atas 45 Bank Sentral dan Otoritas pengawasan bank dari 29 Negara. Basel II secara global
yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dengan konsep baru yang di
latar belakang oleh latar belakangi oleh perubahan yang terjadi pada industri perbankan dan

2|Page
pasar keuangan termasuk krisis keuangan yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia selatan
tahun 1997-1998.
Indonesia yang sudah tergabung dalam (BCBS) menerapkan Basel II sebagai suatu
bentuk prinsip pengaturan pelaksanaan perbankan, sebenarnya pelaksanaan sistem Basel II
ini sudah lebih di upgrade pada Basel III akan tetapi karena ada beberapa faktor yang
menghambat pelaksanaan tersebut sehingga penerapan Basel ini difokuskan pada tahun
2020, akan tetapi dalam penerapan Basel II ini sudah sangat cukup untuk dijadikan sebagai
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum agar perbankan Indonesia dapat beroperasi
secara lebih berhati-hati dan penerapannya disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha,
ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan bank dalam hal keuangan, infrastruktur
pendukung maupun sumber daya manusia. Dengan ketentuan ini, bank diharapkan mampu
melaksanakan seluruh aktivitasnya secara terintegrasi dalam suatu sistem pengelolaan risiko
yang akurat dan komprehensif.
Praktik manajemen risiko di perbankan dapat menggunakan berbagai alternatif
penilaian profil risiko. Standar Basel II menggunakan beberapa alternatif pendekatan
macam-macam risiko dalam menghitung kebutuhan modal yang sesuai dengan profil risiko
bank (Goyal, 2010). Mengadopsi Standar Basel II, Berdasarkan pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 18 /Pojk.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum Indonesia menggunakan 8 jenis alternatif penilaian profil risiko yang wajib dikelola
dan dilaporkan oleh perbankan di Indonesia yaitu dengan penilaian risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risiko reputasi dan
risiko kepatuhan.       Berdasarkan pada beberapa resiko tersebut penulis akan lebih
menganalisis secara dalam terkait dengan manajemen risiko kredit, hal ini dikarenakan
manajemen risiko kredit memiliki tingkat mitigasi yang cukup tinggi bagi keberlangsungan
permodalan perbankan, apalagi di tengah situasi perkembangan teknologi informasi
semakin banyak mencetuskan bentuk jasa transaksi kredit online yang memberikan
kemudahan bagi para nasabah yang memperhitungkan perencanaan yang sesuai dengan
aspek dan prinsip – prinsip pelaksanaan kredit, maka dari itu penulis akan memberikan
bagaimanakah pentingnya penerapan strategi manajemen risiko kredit perbankan di tengah
era digitalisasi teknologi.
Penetapan kebijakan manajemen risiko kredit bukanlah satu hal yang mudah untuk
dilakukan, pasalnya banyak sekali komponen penting yang harus dianalisis untuk
menyimpulkan kebijakan manajemen kredit yang tepat bagi perbankan, hal ini karena
pesatnya era digitalisasi di Indonesia membuat perbankan juga harus berinovasi membuat
gebrakan perubahan kredit yang merujuk ada penggunaan digital, hal ini pastinya juga akan

3|Page
mempengaruhi bagaimana tingkat manajemen risiko yang tepat untuk mengikuti pola situasi
tersebut.
Proses manajemen risiko kredit yang diimplementasikan oleh perbankan bisa berbeda
satu sama lainnya, hal ini dikarenakan masing - masing bank seringkali menyusun proses
kredit yang mencerminkan karakteristik dan pemahaman dari bank itu sendiri, maka dari
itulah disini penulis akan lebih mendalami bagaimana objek penelitian ini difokuskan pada
PT Bank Central Asia yang merupakan bank swasta terbesar di Indonesia, dimana dalam
menghadapi tantangan dinamika perekonomian dan ketidakpastian yang terjadi Bank BCA
berkonsentrasi dalam menjalankan strategi perbankan digital untuk meraih peluang di
tengah peralihan nasabah yang semakin cepat ke solusi perbankan digital salah satunya dari
sisi penyaluran kredit dimana Bank BCA mengelola risiko kredit baik pada level individu,
transaksi dan level portofolio.
Manajemen Resiko bisa menjadi hal dasar guna meningkatkan peluang perekonomian
di indonesia khususnya bagi masyarakat 40 % kebawah yang bisa menggunakan manfaat
peminjaman kredit sebagai bahan modal usaha agar lebih dikelola dan menghasilkan laba,
dari hal tersebut upaya adanya pemberian kredit diharapkan mampu untuk meningkatkan
kualitas dan kemampuan masyarakat dalam menghasilkan lebih banyak kemungkinan
keuntungan dan mendukung tingkat pendapat daerah sehingga secara tidak langsung hal
tersebut pastinya juga akan berpengaruh pada pendapatan nasional yang mengarah pada
penguatan perekonomian. Aspek penting dari kredit yang merupakan sumber pendapatan
utama dan merupakan sumber risiko yang terbesar dalam melaksanakan tugas pelaksana
fungsi pada Bank BCA sehingga penting untuk melakukan identifikasi, mengukur,
memonitor dan mengendalikan risiko kredit, maka dari itu berdasarkan latar belakang
pendahuluan yang mengulas terkait permasalahan penerapan efektivitas manajemen risiko
perbankan di tengah era digital pada Bank Bca menjadi judul penelitian pembuatan karya
tulis ilmiah ini.
II. Tinjauan Literatur
I.I. Mnajamen Resiko Kredit
I.I.I. Pengertian Risiko
Risiko dalam konteks perbankan menurut Adiwarman A. Karim (2004) merupakan
suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak
dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan bank, yang ditegaskan pula dalam peraturan Bank Indonesia (PBI
No.5/8/PBI/2003) mendefinisikan risiko sebagai potensi terjadinya peristiwa (event) yang
dapat menimbulkan kerugian bank.

4|Page
Risiko merupakan ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang
menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai atau secara
gamblang kata lain risiko merupakan kemungkinan menderita kerugian karena
kehilangannya (Pandia 2012: 199). Suatu risiko bisa terjadi terkhususnya perbankan dalam
melakukan investasi, hedging atau memberikan kredit baik kepada nasabah ritel maupun
nasabah korporasi (Lam, 2003).
Dari pengertian tersebut bisa ditarik suatu penegasan kesimpulan terkait dengan definisi
Resiko yang mana suatu risiko merupakan bentuk kejadian atau kondisi dalam pelaksanaan
operasional perbankan yang mengakibatkan terjadinya potensi kerugian baik secara material
maupun nonmaterial yang disebabkan karena salah satu aktivitas perbankan dengan
pemberian kredit sehingga bisa mengakibatkan dampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan perbankan.
Dalam regulasi industri perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank
Indonesia No. 5/8/PBI/2003 yang mengidentifikasi 8 jenis risiko yang dihadapi oleh Bank
yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko
reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan.
1) Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi
kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.
2) Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk
Risiko perubahan harga option.
3) Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank.
4) Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
5) Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.
6) Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.
7) Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.

5|Page
8) Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis.
II.I.I. Pengertian Kredit
Pengertian kredit menurut Undang-Undang No 10 tahun 1998 menjelaskan Kredit
merupakan Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga (Kasmir, 2007:73). Sedangkan menurut Thomas dalam Ismail (2010:93)
didefinisikan kredit dalam pengertian umum merupakan kepercayaan atas kemampuan
pihak debitur (penerima kredit) untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan
datang.
Dari pengertian tersebut bisa diambil suatu pengertian kredit yaitu suatu bentuk
kegiatan dari perbankan umum yang mengharuskan peminjam untuk membayar sejumlah
banyaknya pinjaman dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang telah
dilaksanakan oleh pihak perbankan.
III.I.I. Manajemen Risiko Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukanlah merupakan perkataan yang asing
bagi masyarakat kita. Istilah kredit berasal dari Bahasa Yunani (credere) yang berarti
kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan (trust).
Dengan perkataan lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari
seseorang atau badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa
yang bersangkutan pada masa yang akan datang akan memenuhi segala sesuatu kewajiban
yang telah diperjanjikan terlebih dahulu (Firdaus dan Riyanti, 2009:1).
Menurut regulasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18 /POJK.03/2016 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum pengertian Manajemen Risiko merupakan
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.
Sedangkan menurut Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2007), risiko kredit merupakan
risiko kerugian karena potensi counterparty yang gagal memenuhi kewajibannya ketika
jatuh tempo, secara tidak langsung risiko kredit yaitu risiko peminjam yang tidak mampu
membayar kewajibannya.
Dari segi perbankan manajemen risiko kredit adalah risiko terbesar yang ada pada bank
karena biasanya margin yang dikenakan untuk menutup risiko kredit relatif kecil
dibandingkan dengan jumlah yang dipinjamkan sehingga kerugian kredit bisa secara cepat

6|Page
menghabiskan modal bank. Di samping itu peranan utama dari perbankan sebagai financial
intermediation yang menyalurkan dana dari pihak ketiga kepada nasabah yang memerlukan
dana untuk melakukan aktivitas produksi yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi.
Maka dari itulah penerapan manajemen risiko kredit miliki tujuan dari pelaksanaan yang
dirancang untuk memaksimalkan risk-adjusted return dan menjaga agar eksposur risiko
kredit berada dalam batas parameter yang bisa diterima.
II.I. Manajemen Resiko Kredit Diera Digital
Penerapan manajemen risiko selain sebagai tuntutan kebutuhan bank secara internal
juga untuk merespon implementasi Basel II Accord sebagai regulatory Perbankan
Internasional yang menjadi prasyarat yang harus dipenuhi bagi bank yang terlibat dalam
pasar Global. Semakin kompleksnya produk dan aktivitas bank maka risiko yang dihadapi
Bank akan semakin meningkat. Peningkatan risiko tersebut perlu diimbangi dengan kualitas
penerapan manajemen risiko yang memadai guna tercapainya peningkatan kualitas
penerapan manajemen risiko bank yang akan mendukung efektivitas kerangka pengawasan
dan pengendalian bank berbasis risiko.
Penerapan manajemen risiko kredit memiliki tekanan yang cukup tinggi terhadap proses
intermediasi perbankan ke depan hal ini dikarenakan potensi kenaikan kegiatan
restrukturisasi kredit serta menyempitnya risk-appetite, maka dari itu perlunya kesiapan dari
perbankan untuk menghadapi situasi tantangan kedepan yang akan semakin memacu tingkat
permintaan kredit, perbankan dirasa cukup mampu untuk menajaga kesimbangan
terkembangan teknologi digitaliasai karena dalam sistem operasionalnya perbankan selalu
menggunakan kemudahan teknologi yang bisa meringkas kinerja perbankan yang cukup
pada, sehingga jika dilihat dari sisi kredit dengan menggunakan fasilitas kemudahan
teknologi informasi ini perbankan sudah menyiapkan bagaimana manajemen risiko yang
berbasis teknologi informasi sehingga dari sisi teknologi akan sangat mendukung aplikasi
manajemen risiko kredit yang disusun oleh perbankan melalui semua kemudahan dari
teknologi digital yang telah diterapkan
Pada dasarnya aplikasi penerapan manajemen risiko di era digital ini lebih terfokus
kepada bagaimana penggabungan kedua komponen yang sangat kompleks bagi jalannya
perbankan, yang pertama teknologi yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari setiap
aktivitas perbankan, hal ini sudah menjadi pandangan yang umum karena hampir semua
perbankan pastinya juga sudah menerapkan penggunaan teknologi informasi yang mumpuni
di pasaran, akan tetapi hal ini yang cukup sangat sulit untuk dirancang terkait dengan
bagaimana penerapan teknologi pada perencanaan manajemen kredit, karena bisa dibilang
jika kredit merupakan sesuatu yang sangat beresiko bagi permodalan dan pendapatan

7|Page
perbankan, maka dari itu inisiasi dari penggunaan teknologi informasi yang diterapkan pada
sistem kredit menjadi jalur efektivitas dan efisiensi bagi perbankan untuk memudahkan
pengambilan keputusan serta pengawasan kredit, yang mana dari penggunaan teknologi
tersebut nantinya bisa menjadi suatu bentuk penerapan manajemen risiko kredit yang bisa
diaplikasi oleh perbankan untuk menguatkan tingkat likuiditas dan permodalan sektor jasa
keuangan. Sehingga bisa disimpulkan jika peranan teknologi digital dalam aplikasi
manajemen risiko kredit yang berperan dalam kemudahan perolehan informasi dan
pengawasan sistem kredit serta manajemen efisien dan efektivitas pengelolaan kredit
perbankan.
III. Data dan Metodologi
I.I. Sumber Data
Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah, dan kemudian akan menjadi sebuah
informasi yang menunjukkan fakta dalam penelitian. Sumber data adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh. Untuk melengkapi data penelitian ini maka peneliti mempersiapkan
beberapa metode antara lain dokumentasi dan observasi. Sumber data penelitian dibedakan
menjadi 2 yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder (Sugiyono, 2015). Penelitian
ini menggunakan sumber data primer dan sekunder yaitu Annual Report PT BCA Tbk
Tahun 2020, dan data sekunder yang diperoleh dari hasil study literature jurnal, buku, karya
ilmiah, paper, dan lain sebagainya yang sesuai dengan fokus penelitian serta analisis data.
II.I. Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 13), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan
secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode
penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah
sistematis, terencana dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain
penelitiannya.
Berdasarkan atas penjelaskan rangkuman jenis penelitian menurut para ahli tersebut
maka Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan pendekatan deskriptif, yang mana pendekatan deskriptif memiliki tujuan untuk
mendeskripsikan objek penelitian ataupun hasil penelitian. Adapun pengertian deskriptif
menurut Sugiyono (2012: 29) adalah metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau
memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah

8|Page
terkumpul sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku umum.
Penetapan populasi, sampel dan metode penentuan sampel yang digunakan penelitian
ini dikarenakan penelitian ini merupakan studi kasus maka tidak menggunakan populasi dan
sampel, penelitian ini dilakukan di PT Bank Central Asia Tbk. Variabel dalam penelitian ini
yaitu manajemen risiko kredit yang meliputi identifikasi penerapan manajemen risiko kredit
dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan, melihat catatan kerugian perusahaan,
serta melihat bagaimana planning penerapan manajemen risiko kredit berdasarkan pada
kerangka 5C yang berkaitan dengan karakteristik yaitu character, capacity, capital,
collateral, dan conditions serta pengelolaan risiko dengan alternatif yaitu penghindaran
risiko, menahan risiko, diversifikasi, transfer risiko dan pendanaan risiko.
IV. Hasil dan Analisis
I.I. Kondisi Pertumbuhan Kredit
Gambar 1.1

Sumber : Data Diolah, Bank Indonesia, 2020


Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pertumbuhan kredit perbankan semakin
melambat secara tahunan yang dimulai dari awal bulan Februari 2020 yang mana hal
tersebut merupakan awal merebaknya virul corono di Indonesia, hal ini terus merosok
hingga pada November 2020, pertumbuhan kredit mengalami kontraksi sebesar 1,39 persen
(YoY). Kontraksi tersebut meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar -0,47 persen,
adanya kontraksi tersebut menurut Bank Indonesia dikarenakan sisi permintaan dari dunia
usaha dan juga adanya persepsi risiko dari sisi penawaran perbankan.

9|Page
Gambar 1.2

Sumber : Bank Indonesia, 2020


Berdasarkan bentuk analisis bank indonesia guna mengetahui tingkat perkembangan
kredit perbankan maka hasil survei Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa
pertumbuhan triwulanan kredit baru pada triwulan II-2020 menurun dari periode
sebelumnya. Hal ini tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru
pada triwulan II-2020 mengalami kontraksi sebesar -33.9%, nilai ini lebih rendah
dibandingkan 23,7% pada triwulan sebelumnya dan 78,3% pada triwulan II-2019. Atas
dasar penguatan data survei tersebut bank Indonesia menetapkan kebijakan penyaluran
kredit pada triwulan III-2020 agar lebih longgar, terindikasi dari Indeks Lending Standard
(ILS) sebesar 3,9%, lebih rendah dibandingkan 35,5% pada triwulan sebelumnya.
Dikarenakan banyaknya indikator yang mengarah pada penurunan pertumbuhan kredit
yang terjadi pada seluruh jenis kredit, yang mana penurunan ini didominasi oleh jenis kredit
investasi. Maka dari itu pelonggaran standar penyaluran kredit akan dilakukan pada seluruh
jenis kredit, dimana aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar yaitu plafon
kredit, agunan, dan jangka waktu kredit. Hal ini dilaksanakan karena kredit investasi
merupakan salah satu produk kredit perbankan yang memberikan banyak manfaat ekonomi
dengan High Return sehingga jika dominasi kredit investasi melemah maka hal itu juga
akan menyebabkan pengurangan pendapatan dari imbal hasil atas kredit investasi yang
diberikan oleh perbankan.
Dari hasil analisis data tersebut bisa diketahui bagaimana indikasi pertumbuhan kredit
yang melambat untuk keseluruhan tahun 2020, melihat dari hasil survei para responden
memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2020 sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah

10 | P a g e
dibandingkan realisasi kredit pada 2019 sebesar 6,1% dan prakiraan pada survei periode
sebelumnya sebesar 5,5%. Berdasarkan angka pertumbuhan kredit tersebut bisa diketahui
jika situasi kredit perbankan di Indonesia sedang mengalami krisis pelemahan sepanjang
tahun 2020, oleh karena penting bagi tiap – tiap perbankan untuk melaksanakan manajemen
risiko kredit agar meminimalisir kerugian pada perbankan.
II.I. Penerapan Manjemen Resiko Kredit
Pengaruh situasi dan kondisi global yang menghambat jalannya perbankan untuk
menyalurkan setiap jenis kredit yang dimiliki membuat pelemahan keuangan maupun
kerugian pada perbankan, hal ini secara gambling bisa terlihat karena transaksi perbankan
yang memperoleh keuntungan atas penyaluran jasa kredit kepada para nasabah terputus
akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan pelemahan ekonomi secara nasional maupun
global, karena keterpurukan ekonomi tersebut membuat tingkat permintaan dan
kesanggupan nasabah untuk melaksanakan kredit tidak sesuai berdasarkan peraturan standar
operasional perbankan, dari hal tersebut pastinya sangat mengkhawatirkan bagi perbankan
yang mana harus terus membayar biaya operasional yang terbilang cukup tinggi, sedangkan
di lain sisi keuntungan besar yang diperoleh dari adanya penyaluran kredit mengalami
pelemahan sehingga penghasil yang bersumber dari kredit tidak bisa mencukupi kapasitas
pendapatn dari perbankan, oleh karena hal inilah yang penting untuk dikaji bagaimana
tingkat inovasi dan kreativitas perbankan menghadapi tantang dan peluang optimalisasi
manajemen risiko di tengah situasi pandemic covid-19, bisa dibilang karena kerugian akibat
lemahnya permintaan kredit, kredit, macet, ataupun permintaan kredit baru yang kontraksi
membuat perbankan harus memutar otak agar bagaimana caranya perbankan tidak
mengalami kerugian yang fatal.
Manajemen risiko kredit yang secara teori manajemen diartikan sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Ismail Solihin : 2009) dan
risiko kredit yaitu risiko yang diakibatkan adanya kegagalan counterparty memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank. Berdasarkan basis pengetahuan atas teori
manajemen risiko kredit tersebut perbankan bisa menarik poin penting bagaimana
pentingnya penerapan manajemen risiko kredit yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
leverage atau debt-equity ratio yang tinggi sehingga penyebab kerugian tidak hanya bisa
berdampak pada perbankan tetapi juga diluar pihak perbankan, oleh karena itulah
bagaimana teknis penerapan manajemen risiko kredit itu harus dilaksanakan secara perfect
baik tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan.

11 | P a g e
Risiko kredit pada dasarnya mengacu pada kemungkinan kerugian dikarenakan
kegagalan peminjam untuk melakukan pembayaran pada semua jenis utang, penyelesaian
atas risiko tersebut maka adanya suatu manajemen risiko kredit sebagai praktik untuk
memitigasi kerugian tersebut dengan memahami kecukupan modal bank dan cadangan
kerugian pinjaman sampai pada waktu tertentu.
Karena adanya krisis keuangan global akibat pengaruh pandemic covid-19 maka terjadi
follow system krisis kredit yang menempatkan manajemen risiko kredit ke dalam sorotan
regulasi, hal inilah yang menyebabkan para regulator seperti Bank Indonesia, OJK, dan
lembaga teknis lainnya mulai menuntut lebih banyak transparansi. Dimana tuntutan pada
setiap bank untuk memiliki pengetahuan mendalam tentang nasabah dan risiko kredit terkait
dengan pennerapan peraturan baru Basel III yang nantinya akan menciptakan beban regulasi
yang lebih besar bagi bank.
I.I.I. Hambatan Manajemen Risiko Kredit
Pengelolaan risiko kredit yang lebih baik juga bisa memberikan peluang untuk
meningkatkan kinerja secara keseluruhan dan meningkatkan keunggulan kompetitif. Suatu
manajemen resiko kredit tentunya tidak terlepas dari Hambatan Penerapan Manajemen
Risiko Kredit salah satunya sebagi berikut ini.
1) Alat risiko tidak memadai
Tanpa solusi risiko yang kuat maka bank tidak akan mampu mengidentifikasi
konsentrasi portofolio sehingga diperlukan suatu tools yang cukup akurat untuk
mengelola risiko secara efektif.
2) Manajemen data yang tidak efisien
Ketidakmampuan perbankan untuk mengakses data maupun informasi yang tepat saat
dibutuhkan sehingga mengakibatkan penundaan penyelesaian permasalahan.
3) Pelaporan yang rumit
Berbagai proses pelaporan berbasis manual dan spreadsheet terlalu membebani analis
dan teknologi informasi, sehingga perlunya peranan penting dalam percepatan
penggunan teknologi digital untuk mempermudah proses pelaporan.
4) Kerja ulang yang konstan
Analis tidak dapat mengubah parameter model dengan mudah, yang menghasilkan
terlalu banyak upaya duplikasi dan berdampak negatif terhadap rasio efisiensi bank.
5) Tidak ada kerangka kerja pemodelan risiko yang mencakup segala aspek indicator yang
mana tanpa hal tersebut bank tidak dapat menghasilkan langkah-langkah risiko yang
kompleks dan bermakna serta mendapatkan gambaran besar tentang risiko grup secara
keseluruhan.

12 | P a g e
II.I.I. Efektivitas Manajemen Risiko Kredit
Langkah utama dalam penerapan manajemen risiko kredit yang efektif yaitu dengan
mendapatkan pemahaman lengkap terkait risiko kredit perbankan secara keseluruhan
dengan melihat risiko pada tingkat individu, nasabah, dan portofolio. Penerapan risiko
kredit dilakukan melalui penetapan sistem penilaian (internal credit review) yang
independen untuk penerapan proses manajemen risiko kredit secara efektif yang meliputi:
1) Evaluasi proses administrasi perkreditan.
2) Penilaian terhadap akurasi penerapan internal risk rating atau penggunaan alat
pemantauan lainnya.
3) Efektivitas pelaksanaan unit kerja dan petugas Bank yang melakukan pemantauan
kualitas kredit individual.
4) Bank menerapkan sistem deteksi secara dini adanya kredit bermasalah atau diduga akan
menjadi bermasalah dan melakukan upaya penanganan secara dini dan sesegera
mungkin guna meminimalisasi dampak kredit bermasalah terhadap keseluruhan
portofolio.
III.I. Penguatan Manajemen Risiko Kredit
Di tengah lingkungan yang penuh tantangan akibat COVID-19, pelaksanaan kredit
Bank BCA melangkah dengan hati-hati dalam mengkaji debitur, baik debitur baru maupun
debitur existing, dengan mencermati nasabah yang memiliki kinerja yang solid di sektornya.
Cadangan atas kredit bermasalah dibentuk lebih konservatif dalam rangka menjaga kualitas
kredit secara keseluruhan. Berdasarkan penerapan strategis tersebut diversifikasi kredit di
berbagai sektor bisnis Bank BCA berhasil menjaga rasio NPL di kisaran 1,6% untuk kredit
korporasi, lebih tinggi dari tahun lalu sebesar 1,4%. Sementara itu, rasio Loan At Risk
(LAR) segmen korporasi tahun 2020 tercatat sebesar 15,9%, meningkat dibandingkan
dengan 2,9% di tahun 2019, penetapan pelaksannan tersebut sejalan dengan kebijakan
relaksasi OJK yang menggolongkan restrukturisasi kredit dari debitur yang terdampak
COVID-19 sebagai kredit lancar.
Sebagai bagian dari penerapan manajemen risiko kredit, Bank BCA senantiasa
meminimalkan potensi concentration risk dengan menyalurkan kredit korporasi ke berbagai
sektor ekonomi, memilih debitur yang berkualitas dari setiap sektor dengan menitikberatkan
pada 3 pelaku bisnis terbaik di masing-masing industri. Hal ini ditujukan agar kualitas dan
keunggulan yang dimiliki debitur masih dapat terjaga meskipun secara sektor industri
mengalami disrupsi. Bank BCA juga secara berkala mengkaji kondisi sektor-sektor bisnis
dalam rangka meraih peluang penyaluran kredit ke sektor yang potensial dan
meminimalkan kredit ke sektor yang memiliki risiko tinggi.

13 | P a g e
Bank BCA mengukur risiko kredit dengan menggunakan metode standar sesuai dengan
Surat Edaran OJK No.42/SEOJK.03/2016 tentang ‘Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang
Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar’ yang
mensyaratkan bahwa seluruh bank harus melakukan perhitungan ATMR untuk risiko kredit
dengan menggunakan Pendekatan Standar. Untuk keperluan internal, Bank BCA
menggunakan pengukuran berdasarkan internal rating yang digunakan sebagai alat bantu
dalam proses pengambilan keputusan kredit.

Gambar 1.3

Sumber : Annual Report Bank BCA 2020


Tekanan ekonomi di tahun 2020 telah memicu penurunan minat belanja konsumen
sehingga berakibat kredit konsumsi turun sebesar 11,1% atau setara Rp14,7 triliun dari
tahun sebelumnya menjadi Rp117,9 triliun. Tren penurunan ini disebabkan oleh tingginya
tingkat pelunasan kredit seiring tenor kredit konsumer yang relatif lebih pendek dan tingkat
pencapaian new booking yang lebih rendah dibandingkan 2019. Jika dilihat dari data
komposisi penggunaan berdasarkan tipe kredit, kredit bisnis mencakup 78,9% dari total
kredit dengan kredit modal kerja dan kredit investasi masing-masing tercatat sebesar
Rp276,4 triliun (-0,7% YoY) dan Rp177,1 triliun (+2,4% YoY). Berdasarkan segmen,
kredit korporasi tercatat sebesar Rp256,6 triliun, meningkat 7,6% atau setara dengan Rp18,2
triliun dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagian besar dari pertumbuhan ini berasal dari
kredit investasi, sementara itu kredit komersial & UKM menurun sebesar 7,6% atau setara
Rp16,3 triliun menjadi Rp197,9 triliun dibandingkan tahun 2019 yang sebesar Rp214,2
triliun. Penurunan ini mayoritas terutama disebabkan oleh kredit modal kerja.
Dari data tersebut bisa dilihat mana sektor kredit yang paling mendominasi, untuk itulah
disini peranan manajemen risiko kredit perlu dilaksanakan agar tidak terjadi dominasi
penggolongan kredit yang diinisiasi oleh Bank BCA dengan tetap menawarkan fasilitas
kredit untuk memenuhi kebutuhan nasabah melalui berbagai acara virtual diantaranya BCA
KPR Online Expo dan BCA Virtual Auto Show yang mana inovasi ini merupakan bentuk
strategi manajemen yang dijangkau untuk meningkatkan konsistensi persebaran kredit

14 | P a g e
melalui pemanfaatan platform digital, dikarenakan minimnya aktivitas diluar rumah akibat
pandemi maka pemanfaatan teknologi digital ini sangat efektif dalam menjalankan proses
kerja pada Bank BCA, sehingga penerapan manajemen risiko kredit yang telah
direncanakan bisa terealisasikan dengan optimal dengan dukungan digital platform.

Gambar 1.4

Sumber : Annual Report Bank BCA Tahun 2020


Bank BCA mengukur rasio Loan at Risk (LAR) untuk menggambarkan cakupan risiko
kredit yang lebih luas. LAR merupakan penjumlahan dari kredit dengan kolektibilitas
Kredit Bermasalah dalam perhatian khusus dan kredit yang direstrukturisasi dengan
kolektibilitas Lancar. Pada tahun 2020 nilai LAR BCA tercatat sebesar Rp108,5 triliun atau
mencakup 18,8% dari total kredit, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp22,6 triliun
atau mencapai 3,8% dari total kredit, terutama disebabkan oleh adanya restrukturisasi kredit
terhadap debitur yang terdampak COVID-19. Bank BCA menambah cadangan kredit
(CKPN) sebesar Rp9,7 triliun di tahun 2020, sehingga total cadangan kredit terhadap LAR
(LAR coverage) menjadi 24,8%. Segmen bisnis menyumbang 77,0% dari total LAR,
sementara sisanya 23,0% berasal dari segmen konsumer. Untuk itu dalam menghadapi
perubahan kondisi bisnis yang begitu cepat, Bank BCA senantiasa menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan secara berkala melakukan stress testing dengan
berbagai skenario. Hasil stress testing tersebut menunjukkan bahwa kualitas kredit BCA
masih terjaga pada level yang sehat dalam menghadapi potensi risiko-risiko yang dihadapi
berdasarkan skenario yang ditetapkan.
Penrapan manajemen resiko yang dikelola oleh Bnak BCA difokuskan sesuai POJK No.
17/POJK.03/2014 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi bagi Konglomerasi
Keuangan dan SE OJK No. 14/SEOJK.03/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan, berdasarkan pada ketetapkan regulasi serta

15 | P a g e
analisis data yang berkaitan dengan kredit maupun indikator lain yang mengacu pada
pengampilan keputusutan penerapan manjemen resiko yang tepat bagi Bnak BCA, maka
berikut ibi merupakan analisi penerapan manajemen resiko kredit yang diterapkan oleh
Bank BCA debngan menmanfaat kekuatan digitalisasi informasi ditengah keterbatasan
Pandemi Covid-19.
1) Bank BCA telah mengembangkan pengelolaan risiko kredit dengan melakukan analisis
stress testing terhadap portofolio kredit serta melakukan monitoring terhadap hasil
stress testing tersebut. Sebagai respon atas kondisi perubahan pasar dan gejolak
ekonomi, BCA melakukan analisis stress testing ini secara berkala. Stress testing
bermanfaat bagi BCA sebagai alat untuk memperkirakan besarnya dampak risiko pada
“stressful condition” sehingga BCA dapat membuat strategi yang sesuai untuk
memitigasi risiko tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan “contingency plan”.
2) Bank BCA telah mengembangkan sistem pemantauan kredit seperti Early Warning
System (EWS) dan senantiasa melakukan perubahan ketentuan perkreditan sesuai
dengan ketentuan terbaru dari regulator dan perkembangan bisnis perkreditan dengan
tetap memperhatikan prinsip kehatihatian dan risk appetite Bank BCA.
3) Pengelolaan risiko kredit masih difokuskan pada pengembangan credit scoring system
dengan menggunakan advanced analytic untuk mendukung pertumbuhan perkreditan
yang berkelanjutan.
4) Organisasi perkreditan Bank BCA terus disempurnakan dengan mengacu pada four
eyes principle dimana keputusan kredit diambil berdasarkan pertimbangan dari dua sisi,
yaitu sisi pengembangan bisnis dan sisi analisis risiko kredit.
5) Bank BCA menyusun kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak COVID-
19 dengan mengacu kepada POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus
Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Corona Virus Disease 2019, melalui mekanisme:
1. Penetapan kualitas kredit dan kriteria debitur yang dapat diberikan restrukturisasi.
2. Menyusun skema-skema restrukturisasi di masing- masing segmen kredit.
 Kredit produktif melalui pemberian grace period, perpanjangan tenor dan
pengurangan suku bunga.
 KPR diberikan dengan perpanjangan tenor, pemberianngrace period dan
pengurangan suku bunga.
 KKB memberikan penundaan pembayaran angsuran dan opsi perpanjangan
tenor.

16 | P a g e
6) Penyempurnaan prosedur dan sistem manajemen risiko perkreditan dilakukan melalui
pengembangan “Loan Origination System” atas alur kerja proses pemberian kredit (dari
awal sampai akhir) sehingga proses kredit yang efektif dan efisien dapat tercapai.
Pengembangan sistem pengukuran profil risiko debitur terus dikembangkan agar dapat
diterapkan secara menyeluruh, demikian juga dengan proses pembangunan database
perkreditan terus dilakukan dan disempurnakan.
7) Untuk menjaga kualitas kredit tetap terjaga dengan baik, maka pemantauan terhadap
kualitas kredit terus dilakukan secara rutin, baik per kategori kredit (Korporasi,
Komersial, Small and Medium Enterprise (SME), Konsumen dan Kartu Kredit), sektor
industri maupun portofolio kredit secara keseluruhan. Terhadap cabang-cabang yang
memiliki kredit SME/KPR/kartu kredit dengan rasio DPK30+ (tunggakan >30 hari) dan
NPL yang tinggi, dilakukan close monitoring dan control wewenang agar cabang dapat
fokus memperbaiki kualitas kreditnya.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang teah dilakukan oleh penulis dilihat dari data kuantitatif
yang diperoleh dari Annual Report Bank BCA tahun 2020, bisa disimpulkan jika penurunan
kredit perbankan khususnya pada Bank BCA yang mengalami kontraksi yang cukup
signifikan di tahun 2020, hampir di semua lini produk kredit dari Bank BCA, hal ini
merupakan dampak dari situasi Pandemi Covid-19 yang melemahkan ekonomi nasional
maupun regional sehingga perbankan sebagai jasa keuangan pastinya akan terimbas
langsung oleh dampak tersebut.
Untuk itulah penerapan manajemen risiko kredit menjadi suatu poin penting tonggak
penguatan perbankan dalam mempertahan stabilitasnya di sektor keuangan, apalagi di
tengah pesatnya digitalisasi yang telah diterapkan oleh perbankan bisa menjadi solusi
efektif dalam membantu penerapan manajemen risiko kredit, dari analisis data yang
diobservasi oleh penulis terkait penerapan manajemen risiko Bank BCA yang mana hal
tersebut bisa memperkuat manajemen risiko yang bisa diaplikasikan oleh sektor perbankan
diantaranya yaitu.
1) Sistem manajemen risiko perkreditan dilakukan melalui pengembangan “Loan
Origination System” yaitu kebijakan yang mengatur alur kerja proses pemberian kredit
(dari awal sampai akhir) sehingga proses kredit yang efektif dan efisien dapat tercapai.
2) Pengelolaan risiko kredit dengan melakukan analisis stress testing secara berkala
dengan berbagai skenario yang relevan terhadap portofolio kredit serta melakukan
monitoring terhadap hasil stress testing tersebut. Stress testing bermanfaat bagi Bank
sebagai alat untuk memperkirakan besarnya dampak potensi risiko pada “stressful

17 | P a g e
condition” sehingga Bank dapat membuat strategi yang sesuai untuk mitigasi potensi
risiko tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan “contingency plan”.
3) Diversifikasi dari portofolio kreditnya pada berbagai wilayah geografis, industri, dan
produk kredit sebagai upaya untuk meminimalkan risiko kredit, dengan penerapan
konsentrasi kredit yang diberikan berdasarkan jenis kredit, mata uang, dan sektor..
VI. Rekomendasi Kebijakan
Jika dilihat dari beberapa penerapan manajemen risiko kredit yang telah ditetapkan oleh
Bank BCA berikut ini merupakan beberapa rekomendasi penguatan manajemen risiko
kredit yang bisa diaplikasikan oleh perbankan agar penerapan manajemen risiko kredit
tersebut bisa sesuai dengan tujuan serta memberikan manfaat optimal pada sektor jasa
keuangan perbankan.
Kunci untuk mengurangi kerugian pinjaman kredit yaitu dengan menerapkan solusi
risiko kredit kuantitatif yang terintegrasi. Solusi ini harus membuat bank berdiri dan
berjalan cepat dengan langkah-langkah portofolio sederhana. Solusi ini juga harus
mengakomodasi jalur untuk langkah-langkah manajemen risiko kredit yang lebih canggih
ketika kebutuhan berevolusi. Cakupan dari rekomendasi kebijakan ini harus terpusat pada
permodalan yang sesuai dengan karakteristik perbankan yaitu.
1) Manajemen model yang lebih baik yang mencakup seluruh siklus kehidupan
pemodelan.
2) Penentuan skor secara waktu nyata dan membatasi pemantauan.
3) Kemampuan pengujian tekanan yang kuat.
4) Kemampuan visualisasi data dan perangkat intelijen bisnis yang memberikan informasi
penting ke tangan orang-orang yang membutuhkannya, ketika mereka
membutuhkannya.

18 | P a g e
Daftar Pustaka

Bank Indonesia. (2006). Implementasi Basel II di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Dewi, N. M. (2017). Efektivitas Manajemen Risiko Dalam Mengendalikan Risiko Kredit Di Pt


Bank Rakyat Indonesia. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 8, 2017: 4298-4331, 1-
34.

Firmansyah, S. (2010). Implementasi Framework Manajemen Risiko terhadap. Bandung:


STMIK Teknik Informatika.

Idris, I. T. (2016). The Moderating Role of Loan Monitoring on the Relationship between
Macroeconomic Variables and Non-Performing Loans in Association of Southeast
Asian Nations Countries. International Journal of Economics and Financial Issues,
402-408.

Idroes, S. (2006). Manajemen Risiko Perbankan: Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan
Peraturan Bank Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ikatan Bankir Indonesia. (2015). Manajemen Risiko 2 Mengidentifikasi Risiko Likuiditas,


Reputasi, Hukum, Kepatuhan, dan Strategik Bank. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Martha Dwi, M. M. (2016). Analisis Manajemen Risiko Perbankan dalam Meminimalisir Kredit
Bermasalah di Bidang Kredit Modal Kerja. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB),
32(1):121-127.

Maryam, M. A. (2015). Credit Risk, Capital Adequacy and Bank’s Performance. International
Journal of Financial Management, 27-32.

19 | P a g e
PT Bank Bank Central Asia Tbk. (2020). Laporan Tahunan. Jakarta.

Rheza Pratama, A. (2020). Financial Issues. Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung.

Tasriani, A. I. (Vol 12 No 1 Januari 2015). Penerapan Dan Pengelolaan Manajemen Resiko


(Risk) Dalam Industri Perbankan. Media Komunikasi Ilmu Sosial & Budaya.

Yushita, A. N. (Vol. VI No. 1 – Tahun 2008). Implementasi Risk Management Pada Industri
Perbankan Nasional. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Hal. 75 - 86.

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai