Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“PERKEMBANGAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN BERDASAR


PADA RISIKO”

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN KELAS A

OLEH:

KELOMPOK VIII

ANGGOTA:

1. NURLINA (202010175)
2. NANDA ALIDINSYAH (202010173)
3. AL FHAIZA (202010174)
4. MUTIARA DWI CAHYA (202010297)
5. ARUM TRI PRASAPTYA (202010210)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR

BONGAYA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbankan mempunyai peran penting pada perekonomian negara tetapi juga
merupakan lembaga yang rentan terhadap risiko terutama yang berhubungan dengan
uang. Perbankan juga mempunyai fungsi mediasi untuk menghubungkan masyarakat
yang surplus dan deficit financial. Fungsi tersebut membuat perbankan harus selalu
menjaga hubungan baik antara kedua pihak tersebut dengan membuat keputusan yang
bersifat moderat yaitu mempertimbangkan keinginan kedua pihak tersebut karena tanpa
kedua pihak tersebut perbankan tidak bisa menjalankan aktivitas secara maksimal.
Sesuai dengan fungsinya tersebut maka bank harus mampu menyediakan kemudahan
seperti keamanan simpanan, kemudahan penarikan dana, transfer, kredit dan tabungan
dengan suku bunga yang menarik dan produk-produk pendukung lainnya. Fasilitas dan
layanan perbankan juga yang akan menjadi daya tarik bagi konsumen untuk memilih
dan mempercayakan pengelolaan dananya kepada bank.
Semakin berkembangnya bisnis lembaga keuangan membuat lembaga
pengawas perbankan kesulitan untuk mendeteksi secara langsung dan cepat
permasalahan yang dihadapi. Kondisi ini harus diikuti dengan meningkatkan
transparansi informasi tentang praktik manajemen risiko, bentuk risiko dan kinerja
manajemen risiko sehingga dengan laporan yang transparan dapat menciptakan adanya
disiplin pasar. Transparansi juga bermanfaat bagi investor karena ketika investor
memiliki akses informasi dan mengetahui kondisi perusahaan, investor lebih tertarik
untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut daripada perusahaan lain yang tidak
memberikan akses informasi. Transparansi informasi yang terus di update dan akurat
akan bermanfaaat bagi pengawas dan konsumen untuk melakukan penilaian yang lebih
baik tentang bagaimana perbankan untuk menjaga tingkat kesehatannya dan
mempertajam mekanisme peringatan dini (early warning system) sehingga dampak
negatif dari keterlambatan lembaga pengawas melakukan pengawasan dapat dibantu
dengan efektifnya pengawasan oleh pasar. Pengawasan yang efektif oleh masyarakat
dengan cara memperluas penerapan prinsip transparansi sangat penting untuk
dilakukan. Kelompok masyarakat yang potensial sebagai pengawas adalah deposan
besar, pemegang pinjaman subordinasi, pemegang saham minoritas (publik) dan
perusahaan pemeringkat. Melalui disiplin pasar nasabah dapat menilai, mengawasasi
dan ikut melakukan kontrol pada perbankan melalui keputusannya menempatkan bank
yang dinilai relatif aman dan menguntungkan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa itu manajemen risiko?
2. Jelasakan pengawasan perbankan berbasis risiko?
3. Jelaskan perkembangan perbankan berbasis risiko?
4. Jelaskan jenis-jenis risiko?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu manajemen risiko.
2. Untuk mengetahui pengawasan perbankan berbasis risiko.
3. Untuk mengetahui perkembangan perbankan berbasis risiko.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis risiko.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Risiko

Manajemen risiko sebagai rangkaian prosedur dan metodologi yang


digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Penerapan manajemen risiko
bertujuan untuk menghindari suatu kerugian yang disebabkan oleh terjadinya
risiko atau peristiwa. Masalah yang krusial untuk stabilisasi sector keuangan
terutama perbankan adalah meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola
risiko kredit, risiko pasar maupun risiko operasional yang dihubungkan dengan
kemampuan bank dalam menyerap kemungkinan terjadinya kerugian akibat
risiko tersebut dalam bentuk kecukupan modal minimum yang mengacu pada
prinsip.
Basel II Manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal, yaitu
meminimalkan risiko yang meliputi beberapa manfaat, antara lain:
1. Mampu memberikan informasi dan persektif kepada manajemen tentang semua
profil risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan pasar, lingkungan bisnis
dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen risiko;
2. Mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko
dan review-nya;
3. mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure;
4. Mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko yang
lebih tepat;
5. Mampu menghindari konsentrasi portofolio yang berlebihan;
6. Mampu membuat cadangan yang memadai untukmengantisipasi risiko yang
sudah diukur dan dihitung;
7. Mampu menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.
Ada tiga hal penting dalam manajemen risiko bank yang seharusnya
menjadi perhatian kalangan pengelola dan pemilik bank, yakni prosedur yang
lengkap, kontrol internal,dan faktor sumber daya manusianya. Risiko terbesar
ada di sektor kredit, baru kemudian risiko pasar dan operasional. Namun, tingkat
keamanan yang lain, yang menuntut perlunya dukungan sistem keamanan lebih
pada risiko transaksi, dan bukannya keputusan manajemen seperti terlihat pada
pemberian kredit yang tidak memenuhi syarat.
Risiko transaksi nasabah, lebih dilihat bagaimana kegiatan itu didukung
oleh sistem keamanan yang cukup agar tidak terjadi fraud, dan hal itu lebih
difasilitasi oleh sistem keamanan, baik hardware maupun software. Terhadap
manajemen risiko ini, BI terlihat cukup keras untuk ”memaksakan” agar bank-
bank segera menerapkannya. Penerapan manajemen risiko yang dimaksud
dengan memasukkan perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Untuk itu, per 1 Januari 2005 lalu, Bank Indonesia menerapkan
peraturan baru, dimana bank yang belum melaksanakannya sesuai batas waktu
yang ditentukan, akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 1 juta per hari
dan pembatasan kegiatan usaha bank bersangkutan, misalnya pelarangan
pembukaan cabang baru.
Manajemen risiko yang terintegrasi mengharuskan bank untuk mengelola
risikorisiko dalam satu struktur manajemen risiko yang terintegrasi dan
membangun sistem dan struktur manajemen yang memadai. Keberhasilan
internalisasi manajemen risiko dalam perusahaan atau organisasi tidak semata-
mata tergantung pada pemenuhan terhadap peraturan, tetapi juga tergantung
pada manusianya yang akan mengambil dan mengelola risiko. Karakter, sikap
dan perilaku yang berbeda akan mempengaruhi dalam merespons suatu risiko
yang timbul.
Direksi dan manajemen bank secara formal bertanggung jawab atas
penerapan kebijakan manajemen risiko yang efektif dan harus
mempertimbangkan sasaran dan kebijakan bank, kompleksitas modal bisnisnya,
dan kemampuan bank mengelola bisnisnya. Bank Indonesia mengharapkan
bank yang memiliki operasi bisnis yang sangat kompleks termasuk bergerak
dalam bidang trading mata uang dan obligasi kredit dalam valuta asing dan
sekuritas, harus memiliki struktur manajemen risiko yang lebih kompleks
dibandingkan bank yang secara relative hanya memiliki bisnis tabungan dan
pinjaman yang sederhana.
B. Pengawasan Perbankan Berbasis Risiko.
Bank Indonesia mulai menerapkan sistem baru yaitu pengawasan
perbankan berbasis risiko. Bank sentral ini telah menginstruksikan dan
mewajibkan seluruh bank untuk mengajukan action plan manajemen risiko. BI
memberikan batas waktu maksimal sembilan bulan kepada bank untuk
menyerahkan rencana aksi dan sekaligus melaksanakannya, baik secara
langsung maupun bertahap. Menurut Direktur Pengawasan Bank-Bank, Bank
Indonesia, seandainya bank menerapkan manajemen risiko secara bertahap
mulai sekarang, maka pada awal tahun 2005 pengawasan berbasis risiko itu
sudah bisa jalan di semua bank. Agar aturan baru ini bisa lebih efektif, BI telah
menyiapkan sanksi terhadap setiap keterlambatan bank mengimplementasikan
manajemen risiko. Sanksinya yaitu denda Rp.1 juta setiap harinya. Atau jika
ternyata tidak diterapkan, terbuka kemungkinan untuk meninjau kembali
kelayakan direksi dalam mengelola bank. Perdasarkan PBI nomor 5/2003
tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan manajemen risiko bagi bank umum
disebutkan ada delapan cakupan risiko yaitu kredit, pasar, likwiditas,
operasional, hukum, reputasi, strategik dan kepatuhan. Kedelapan cakupan ini
harus dipenuhi oleh bank yang digolongkan besar seperti Bank Mandiri. Namun
untuk bank kecil yang hanya memiliki modal terbatas, cakupan manajemen risiko
hanya meliputi risiko pasar, kredit, likuiditas dan operasional. Untuk
mengantisipasi risiko reputasi, Bank dengan aset besar, harus mempunyai
rencana darurat (contingency plan), disamping Sistem pengendalian intern dan
SKAI maupun Risk Management Unit (RMU) nya harus telah dipersiapkan
dengan baik, sesuai Basel Accord II. Setiap bank selain harus memegang prinsip
kehati-hatian untuk melakukan ekspansi kredit, juga harus memperhatikan faktor
kelancaran dan kolektibilitasnya. Semua bank harus menyesuaikan standar
operasinya.
Penerapan manajemen risiko dilakukan berdasarkan wewenang dan
tanggung jawab yang jelas pada masing-masing pihak sesuai jenjang jabatan
untuk mendukung penerapan Manajemen Risiko secara efektif. Oleh karena itu
peran aktif Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab atas efektivitas
penerapan Manajemen Risiko dan memahami dengan baik jenis dan tingkat
risiko yang melekat pada kegiatan bisnis yang dijalankan dan memberikan
arahan yang jelas, melakukan pengawasan dan mitigasi secara aktif serta
mengembangkan budaya Manajemen Risiko di Bank.
C. Perkembangan Perbankan Berbasis Risiko

Mengingat aktivitas yang dilakukan perbankan mengandung risiko maka


pengelolaan risiko sangat diperhatikan, penerapan manajemen risiko yang baik
harus diterapkan agar semua bisnis yang dijalankan terproteksi. Semakin
meningkatnya risiko yang dihadapi oleh bank, bank perlu mengendalikan risiko
dimaksud sehingga kualitas penerapan manajemen risiko di bank menjadi
semakin meningkat. Upaya peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko
tidak hanya ditujukan bagi kepentingan bank tetapi juga bagi kepentingan
nasabah. Salah satu aspek penting dalam melindungi kepentingan nasabah dan
dalam rangka pengendalian risiko adalah transparansi informasi terkait produk
atau aktivitas bank. Selain itu peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko
diharapkan akan mendukung efektivitas kerangka pengawasan bank berbasis
risiko yang dilakukan oleh Bank Indonesia (PBI No. 5/8/PBI/2003, 2003). Era
globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar keuangan menyebabkan produk
dan aktivitas yang ditawarkan perbankan menjadi semakin kompleks dan
bervariasi. Hal ini mengakibatkan eksposur risiko yang ditanggung bank dari
penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas menjadi semakin tinggi.

Peningkatan risiko yang ditanggung oleh bank, harus diimbangi dengan


pengendalian risiko yang memadai. Untuk mengendalikan risiko dimaksud bank
perlu meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko. Melalui peningkatan
kualitas penerapan manajemen risiko, bank diharapkan dapat mengukur dan 3
mengendalikan risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usahanya
dengan lebih baik (PBI No. 11/25/PBI/2009, 2009).

Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia pada tanggal


19 Mei 2003 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 yang
diubah dengan PBI No. 11/25/PBI/2009 pada tanggal 1 Juli 2009 mengenai
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Untuk mendukung penerapan
manajemen risiko di perbankan diperlukan sumber daya manusia yang
mempunyai kompetensi dan keahlian yang memadai di bidang manajemen risiko
serta menumbuhkan risk awareness dan risk culture di industri perbankan. Bank
Indonesia mngeluarkan PBI No. 11/19/PBI/2009 tentang Sertifikasi Manajemen
Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum. Dengan penerapan manajemen
risiko yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja perbankan dan
mengurangi potensi kerugian.

Pengelolaan manajemen risiko yang baik dapat mempengaruhi kinerja


perusahaan, apabila perusahaan mempunyai kinerja bagus, baik itu kinerja
keuangan maupun non keuangan, maka kemakmuran pemegang saham dapat
terwujud dengan tingkat profitabilitas yang tinggi. Di India sudah dilakukan
penelitian tentang pengaruh penerapan manajemen risiko terhadap return saham
perbankan oleh Sensarma dan Jayadev (2009). Penelitian dilakukan dengan
menerjemahkan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan yang
dipublikasikan sebagai tingkat keberhasilan penerapan manajemen risiko pada
industri perbankan di India. Selanjutnya hasil dari penerapan manajemen risiko 5
tersebut digunakan untuk meneliti pengaruhnya terhadap return saham
perbankan. Berdasarkan penelitian tersebut maka peneliti ingin melakukan
penelitian serupa dengan menggunakan data perbankan yang ada di Indonesia.

Ada pula situasi-situasi Perkembangan Perbankan yang telah terjadi di


Indonesia, antara lain:
a) Situasi perbankan Indonesia praderegulasi
Pada periode tahun 1974-1982 perekonomian Indonesia berkembang cukup
baik karena ditopang oleh ekspor migas yang cukup tinggi. Tingginya harga
minyak pada saat itu memengaruhi penerimaan dalam negeri sehingga dana
pembangunan cukup tersedia untuk menunjang kegiatan investasi. Pada saat itu
masyarakat yang belum menemukan sasaran investasi yang tepat menyimpan
dana nya di bank sehingga terjadi kelebihan likuiditas yang cukup besar. Di
samping itu juga Bank Indonesia (central bank) menyediakan kredit likuiditas
dengan syarat yang mudah dan lunak untuk membiayai pengembangan sektor
yang potensial.
b) Situasi perbankan Indonesia pascarederegulasi
Perkembangan perbankan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
pesat beberapa tahun terakhir ini. Hal itu disebabkan oleh adanya 3 serangkaian
langkah deregulasi di bidang perbankan.
Ada beberapa deregulasi di bidang perbankan dan moneter yang secara
kronologis dapat dikemukakan sesuai urutan waktu pengumuman kebijaksanaan
deregulasi.
1. Kebijaksanaan pemerintah tanggal 1 Juni 1983
Kebijaksanaan ini bertujuanuntuk menggairahkan pengerahan dana
masyarakat. Kebijaksanaan tersebut antara lain berisi penghapusan
sistem pagu kredit dan mengurangi kredit likuiditas, Bank Indonesia tidak
menetapkan tingkat suku bunga deposito maupun suku bunga pinjaman,
dan kebijaksanaan moneter dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan
penyediaan fasilitas diskonto.
2. Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Latar belakang kebijaksanaan ini dilandasi oleh kebijaksanaan 1 Juni
1983 yang ternyata mendapat penghimpunan dana untuk investasi
swasta. Selanjutnya pihak swasta berpartisipasi lebih besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan iklim yang
memungkinkan bank-bank beroperasi lebih efisien dan perluasan
jaringan kantor bank.
3. Kebijaksanaan Pemerintah 25 Maret 1989
Kebijaksanaan ini merupakan penyempurnaan Pakto 88 yang
berisikan tentang penyempurnaan pendirian BPR. Dalam kebijaksanaan
baru ini usaha BPR tidak boleh menerima simpanan dalam bentuk giro,
tidak diperkenankan pindah wilayah dan membuka kantor cabang dan
tidak perlu penyesuaian modal bagi BPR baru tetapi disesuaikan dengan
4 kebutuhan modal. BPR yang akan meningkatkan usahanya untuk
menjadi bank umum harus mempunyai modal sebesar Rp. 10 miliar.
4. Kebijaksanaan Pemerintah 29 Januari 1990
Latar belakang kebijaksanaan ini untuk mendukung pembangunan
yang makin efisien. Untuk itu perlu disempurnakan aturan tentang Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang jumlahnya masih relatif tinggi dan
menyempurnakan sistem perkreditan.Kebijaksanaan yang diambil
meliputi mengurangi secara bertahap pemberian KLBI, KLBI diberikan
secara terbatas untuk swasembada pangan (KUT), pengembangan
koperasi (kredit koperasi KUD dan anggota koperasi primer), dan
peningkatan investasi (pembiayaan pembangunan) PIR trans, KPR yang
diberikan dengan maksimum sebesar Rp. 50 juta dan jumlah kredit yang
disediakan minimum 20% disalurkan untuk usaha kecil dan kegiatan
koperatif yang produktif.
5. Paket Kebijakan Pemerintah Februari 1991
Inti kebijaksanaan ini meliputi beberapa aspek penting yang terdiri
dari: penyempurnaan persyaratan perizinan, kepemilikan dan
kepengurusan bank, yang meliputi beberapa aspek antara lain pemilik
dan pengelola bank harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan
fungsinya untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga kesehatan
sebuah bank harus diupayakan secara kontinuitas sejak berdiri,
pembukaan kantor cabang atau perwakilan dan penyertaan bank di luar
negeri, pendirian kantor bank, dan persyaratan pembukaan kantor BPR
dan merger.
Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian (prudential
regulation) yang meliputi permodalan bank, jaminan pemberian kredit,
kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham oleh bank, batas
maksimum pemberian kredit, kredit untuk pembelian saham dan
pemilikan saham oleh bank, batas maksimum pemberian kredit (BMPK)
atau legal lending limit, dan garansi bank.
6. Perkembangan jumlah bank dan kantor bank
Selama periode tahun 2004-2009 jumlah bank dan kantor bank
termasuk bank perkreditan rakyat mengalami peningkatan yang sangat
pesat. Selama 6 tahun jumlah bank mengalami pertumbuhan sebesar
92,48% atau menurun rata-rata -7,52% setiap tahun. Dalam tahun 2004
terdapat 133 bank, turun menjadi 123 pada tahun 2009. Selain itu selama
6 tahun terakhir jumlah kantor bank mengalami pertumbuhan 157,456%
atau meningkat rata-rata setiap tahun 57,45% yaitu dari 7.939 kantor
bank pada tahun 2004 menjadi 12.500 kantor bank pada tahun 2009.
7. Perkembangan dana dan kredit bank
Dalam periode 2004-2009 tingkat pertumbuhan dana bank yang
dihimpun dari masyarakat jika dilihat menurut kelompok bank, dan jenis
mata uang, maka tahun 2004 bank umum swasta nasional devisa
berhasil menghimpun dana lebih besar. Pada periode yang sama jumlah
kredit bank yang berhasil dikucurkan dari sector ekonomi paling besar
didonimasi oleh sektor industry, diikuti sektor jasa, dan yang terakhir
adalah sektor pertanian.
D. Jenis-jenis Risiko

Budaya risiko yang terpadu diterapkan di seluruh bank dimana


manajemen menggunakan pendekatan pengelolaan risiko menyeluruh
berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang positif, meliputi srategi risiko yang
terdefinisi dengan baik, struktur dewan yang tepat dan komite kerja yang aktif
dengan peran, tanggung jawab, wewenang dan jenjang pendelegasian yang
jelas. Risiko merupakan ketidakpastian akibat dari keputusan dan kondisi saat
ini. Karenam keputusan dalam perusahan dibuat oleh semua lapisan
manajemen, bahkan oleh semua karyawan sesuai dengan wewenang masing-
masing, risiko bisa muncul di seluruh lapisan manajemen. Keragaman tersebut
menyebabkan sulitnya mengidentifikasi seluruh risiko dalam suatu perusahaan,
apalagi mengklasifikasikannya. Manajemen risiko yang paling maju adalah pada
industri perbankan. Semua risiko perbankan merupakan bagian dari risiko
perusahaan pada umumnya. Risiko-risiko usaha yang dihadapi oleh lembaga
intermediasi keuangan adalah:
1) Risiko Kredit
Metode pengelolaan risiko kredit (credit risk mitigation) adalah teknik dan
kebijakan untuk mengelola sisiko kredit dalam rangka meminimalisir peluang
atau dampak dari kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.
2) Risiko Pasar
Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan
variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank, yang dapat merugikan bank.
3) Risiko operasional
Risiko operasional merupakan risiko yang timbul akibat ketidakcukupan atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
atau problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko
operasional dapat berdampak pada kerugian keuangan secara langsung
maupn tidak langsung berupa kerugian potensial atau hilangnya kesempatan
memperoleh keuntungan.
4) Risiko likuiditas
Risiko yang dimiliki karena bank gagal melakukan pembayaran terhadap
kewajibannya yang jatuh tempo. Risiko dapat bersumber dari aktivitas bank
dalam bidang perkreditan, penyediaan dana, dan instrument utang.
5) Other Risk
a) Risiko bisnis,
Risko bisnis adalah risiko yang terkait dengan posisi kompetitif dan
prospek perkembangan bank dalam enghadapi pasar yang dinamis dan
penuh perubahan.Risiko bisnis meliputi risiko yang terkait dengan
prospek dari produk dan layanan.
b) Risiko strategis
Risiko strategis adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis jangka
panjang yang diambil oleh direksi bank. Risiko ini juga terkait dengan
implementasi dari strategi tersebut. Risiko strategis mirip dengan risiko
bisnis,
perbedaannya terletak dengan pada durasi (jangka waktu) dan tingkat
kepentingan dari sutu keputusan (kebijakan) manajemen. Risiko strategis
umumnya terkait
dengan kebijakan investasi pda suatu bisnis, jenis bisnis yang akan
diakuisisi, dan pemilihan bisnis yang akan diangkas atau dijual.
c) Risiko reputasi
Risiko repurtasi adalah risiko terjadinya potensi kerusakan pada sebuah
perusahaan sebagai akibat dari opini public ang negative. Saat ini risiko
reputasi memiliki dampak kerugian yang semakin besar dan semakin cepat
terjadi. Meningkatnya risiko reputasi disebabkan oleh pasar finansial telah
bersifat global. Risiko reputasi yang bermula dari sebuah bank bisa
berkembang dan berdampak luas pada industri perbankan secara
keseluruhan.
d) Risiko kepatuhan
Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam
prakteknya, risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan
peraturan perundangundangan seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan
KPMM, KAP, PPAP, dan BMPK.
e) Risiko hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis yang
disebabkan oleh adanya tuntutan hokum, tidak adanya peraturan perundang-
undangan yang mendukung atau tidak dipenhinya syarat syahnya kontrak
dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan yang berbasis kepercayaan, sudah
seharusnya menerapkan sistem manajemen risiko, baik untuk menekan kemungkinan
terjadinya kerugian akibat risiko maupun struktur kelembagaan, misalnya kecukupan modal
untuk meningkatkan kapasitas, posisi tawar untuk menarik nasabah. Penerapan
manajemen risiko pada perbakan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
mendatang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi atau pemberian kredit
dilakukan. Keputusan melakukan suatu transaksi benar-benar sudah mempertimbangkan
potensi kerugian yang mungkin timbul serta rencana pengendalian dan mitigasi atas
risikonya. Bank memiliki karakteristik yang unik dalam peranannya sebagai Lembaga
intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian suatu masyarakat. Sifat
uniknya terutama terlihat pada struktur permodalan dengan tingkat leverage yang jauh lebih
tinggi daripada leverage yang terbentuk dalam perusahaan yang bergerak di bidang
industry.
Dengan posisinya yang strategis dan kegiatan operasionalnya yang terus meningkat,
bank menghadai berbagai jenis risiko yang menghadang, mulai dari risiko kredit, risiko
pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, dan lain-lain. Dalam menghadapi berbagai jenis
risiko tersebut, bank perlu diregulasi untuk melindungi para customer dan perekonomian
dari kegagalan yang dapat menimpa. Langkah regulasi ini ditempuh utamanya agar tingkat
permodalan dapat terus terjaga pada level yang disepakati. Regulasi terhadap perbankan
berbeda dengan regulasi yang diterapkan dalam bidang industri. Dalam perbankan
keikutsertaan dana-dana masyarakat yang justru jauh lebih besar dari modal bank dan
pengaruh dari kegagalan suatu bank terhadap perekonomian sangatlah tinggi. Kegagalan
suatu bank dalam menjalankan misinya akan terjadi jika bank tersebut tidak berada dalam
posisi solvent. Posisi tetap solvent-nya perbankan juga telah menjadi kepentingan mereka
yang bertanggng jawab dalam pengelolaan perekonomian secara menyeluruh. Karena itu
pula gerakan regulsi perbankan menjadi suatu gerakan yang didukung oleh otoritas
perbankan dan moneter di seluruh dunia. Langkah utamanya terletak pada upaya untuk
mempertahankan struktur permodalan pada posisi sehat agar bank dapat menjalankan
kegiatan operasionalnya secara sehat pula. Aspek inilah yang menjadi pusat perhatian dari
kesepakatan yang dicapai oleh perbankan internasional sebagaimana termuat dalam Basel
Aggreement.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Masyhud. 2006. Manajemen Risiko-Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi
Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta:
Salemba Empat.
Hardanto, Sulad Sri. 2007. Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Idrus, Ferry N dan Sugiarto. 2006. Manajemen Risiko Perbankan (Dalam Konteks
Kesepakatan Basel dan Peraturan BI). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tampubolon, Robert. 2004. Manajemen Risiko – Pendekatan Kualitatif Untuk Bank
Komersial. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Arifin, Zainul. 2006. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alvabet.
Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fahmi dkk, Irham. 2009. Studi Kelayakan Bisnis Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syariah dalam Praktik.
Jakarta: Gema Insani Press.
Karim, Adiwarman A. 2008. Bank Syariah Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai