Anda di halaman 1dari 3

https://bit.

ly/
PelatihanE2ECredit
PRINSIP MANAJEMEN
RISIKO
Manajemen risiko perbankan dapat dibagi dalam dua aktivitas pokok,
pertama, pengelolaan risiko (managing risk) dan kedua, menyediakan modal
untuk menutup risiko residual setelah upaya pengelolaan risiko dilakukan.

1. Mengelola Risiko

Untuk mengelola risiko, diperlukan berbagai kebijakan, prosedur dan


infrastruktur yang cukup, agar risiko residual setelah upaya dilakukan dapat
dikendalikan pada level yang sesuai dengan toleransi risiko. Pengelolaan
risko harus dilakukan untuk mengelola risiko kredit, risko pasar, dan risiko
operasional.

Pengelolaan risiko kredit dapat di bagi kedalam:

 Garda depan (front end) bertugas menjalankan fungsi bisnis, yaitu menyalurkan kredit. Proses
menyalurkan kredit didukung oleh seperangkat kebijakan dan prosedur, pengaturan sistem
kewenangan membuat keputusan kredit prosedur pengambilan keputusan baik secara langsung oleh
unit bisnis, atau melalui mekanisme four-eye principle, proses underwriting, sistem penilaian agunan,
dan proses monitoring kredit yang sudah ada dalam portofolio.

 Garda tengah (middle end) bertugas melakukan manajemen portofolio kredit khususnya konsentrasi
kredit, melakukan update kebijakan kredit dan prosedur, update metode analisa kredit, menyediakan
sistim rating dan scoring, melakukan fungsi operasional kredit dan administrasi kredit.

 Garda belakang (back end) fokus pada penanganan kredit bermasalah, menentukan langkah
alternatif yang meminimalkan kerugian bank, dan melakukan penagihan (collection).

Pengelolaan risiko pasar antara lain pemisahan fungsi tugas antara front
office, middle office, dan back office, agar tidak terjadi benturan kepentingan.
Sebagai contoh, middle office menyiapkan metode penentuan nilai pasar,
back office melakukan penentuan sesuai dengan metode yang sudah
disiapkan, dan front office tidak terlibat langsung dengan penentuan nilai
pasar tersebut.

Pengelolaan risiko operasional dilakukan untuk menekan kerugian operational


dengan menggunakan alat standar seperti RCSA (Risk and Control Self
Assessment), LED (Loss Event Database) dan KRI (Key Risk Indicators)

2. Menyiapkan Modal untuk Mengcover Risiko

Walaupun bank sudah berupaya mengelola risiko kredit, resiko pasar dan
risiko operasional, bank tidak dapat menghindari sejumlah debitur menjadi
bermasalah atau adanya fraud diluar perkiraan. Untuk menutup risiko residual
setelah upaya mitigasi dilakukan, Bank harus menyiapkan modal untuk
menyerap kerugian akibat risiko residual bank dari aktivitas kredit, risiko pasar
maupun risiko operational.

Pertanyaan berikutnya adalah berapa modal yang dibutuhkan oleh Bank


untuk menjalankan bisnis? Besarnya kebutuhan minimal yang harus
disediakan bank serta metodologi yang digunakan oleh Bank Indonesia yang
disebut dengan Regulatory capital, dan sementara perhitungan internal bank
disebut dengan Economic Capital.

Untuk keperluan perhitungan kecukupan modal, regulator sudah


mengeluarkan peraturan perhitungan melalui Basel I tahun 1988,
ditambahkan pasal mengenai perhitungan modal untuk menghitung resiko
pasar tahun 1996. Pada tahun 2004, Basel menerbitkan Basel II dengan
menambahkan kebutuhan modal untuk menutup risiko operasional. Di
Indonesia, Modal untuk risiko pasar baru dikeluarkan tahun 2003, dan
perhitungan modal sesuai ketentuan Basel II akan dilaksanakan mulai tahun
2010.

Manajemen Risiko Kredit


Apa itu dan mengapa hal itu penting

Apakah Anda ingin memenuhi persyaratan peraturan


untuk risiko kredit? Atau apakah Anda ingin melampaui
persyaratan dan meningkatkan bisnis Anda dengan
model risiko kredit Anda? Jika risiko kredit Anda dikelola
dengan benar, Anda harus dapat melakukan keduanya.
Mari kita jabarkan.
Risiko kredit mengacu pada kemungkinan kerugian karena kegagalan peminjam
untuk melakukan pembayaran pada semua jenis utang. Manajemen risiko kredit,
sementara itu, adalah praktik untuk memitigasi kerugian tersebut dengan memahami
kecukupan modal bank dan cadangan kerugian pinjaman pada waktu tertentu –
suatu proses yang telah lama menjadi tantangan bagi lembaga keuangan.

Krisis keuangan global – dan krisis kredit yang mengikuti – menempatkan


manajemen risiko kredit ke dalam sorotan regulasi. Akibatnya, regulator mulai
menuntut lebih banyak transparansi. Mereka ingin tahu bahwa bank memiliki
pengetahuan mendalam tentang nasabah dan risiko kredit terkait. Dan peraturan
baru Basel III akan menciptakan beban regulasi yang lebih besar bagi bank.

Untuk mematuhi persyaratan peraturan yang lebih ketat dan menyerap biaya modal
yang lebih tinggi untuk risiko kredit, banyak bank yang merombak pendekatan
mereka terhadap risiko kredit. Tetapi bank-bank yang melihat ini sebagai latihan
kepatuhan yang ketat berpikiran sempit. Pengelolaan risiko kredit yang lebih baik
juga memberikan peluang untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan dan
mengamankan keunggulan kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai