Anda di halaman 1dari 19

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Manajemen risiko merupakan suatu bidang keahlian yang memiliki output berupa
rancangan prosedur dan tata cara pelaksanaan prosedur tersebut untuk menangani
suatu risiko. Manajemen risisko juga dapat berfungsi sebagai cara untuk
menindaklanjuti suatu risiko yang akan terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan
semakin kompleksnya aktivitas yang terjadi dalam suatu proses bisnis. Secara umum
risiko sering terjadi pada bidang usaha atau bisnis sehingga pelaksanaan proses bisnis
tidak dapat dilepaskan dari manajemen risiko

Bank merupakan salah satu bidang usaha yang dapat mengalami kegagalan akibat
risiko tertentu. Bank tidak dapat menghasilkan keuntungan yang diharapkan apabila
tidak terjadi pengembalian kredit dan penyimpanan oleh nasabah. Secara umum bank
merupakan pihak yang menghubungakan antara nasabah yang memiliki dana dan
nasabah yang memerlukan dana, dan keuntungan bank didapat dari pengembalian
dana yang dilakukan oleh nasabah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bank dalam
proses bisnisnya selalu identik dengan risiko. Oleh karena itu Bank harus memiliki
manajemen risiko yang baik karena jika tidak risiko yang tidak dikelola dengan baik
dapat menyebabkan kegagalan seperti yang telah terjadi terhadap beberapa Bank di
Indonesia.

Bank Mandiri Syariah merupakan salah satu anak perusahaan dibawah PT. Bank
Mandiri Persero yang merupakan bank terbesar di Indonesia. Sebagai salah satu Bank
yang berasaskan syariah Islam Bank Mandiri Syariah selalu berhadapan risiko yang
berhubungan dengan penyalahgunaan dokumen atas oknum berupa pemalsuan kredit
fiktif sehingga bisnis yang dijalankan tidak sesuai dengan tujuan dari bank tersebut.
Oleh karena itu Bank Mandiri Syariah perlu melakukan manajemen risiko untuk
menghindari kedzaliman proses bisnis yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Dari fakta yang telah dijelaskan pada latar belakang maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:

1. Risiko seperti apa yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah
2. Bagaimana cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah
3. Kerugian apa saja yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah
4. Bagaimana cara mengelola risiko pada Bank Mandiri Syariah

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi Risiko yang muncul pada Bank Mandiri Syariah.
2. Mengidentifikasi cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah.
3. Mendeifinisikan kerugian yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah.
4. Bagaimana cara mengelola risiko pada Bank Mandiri Syariah.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada tahap studi kasus dan penyelesaian
masalah.
2. Rekomendasi yang diberikan hanya berupa rekomendasi tanpa tahapan untuk
implementasi

BAB 3 MANAJEMEN RISIKO

3.1 Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah Mandiri


Bank Syariah Mandiri menerapkan manajemen risiko secara terintegrasi
dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut bertujuan untuk
mencapai pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan
tingkat risk-adjusted return. Bank mengelola risiko melalui proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang
berdampak terhadap bisnis, operasional, dan organisasi. Untuk mendukung
implementasi manajemen risiko, Bank Syariah Mandiri telah menyusun
kebijakan, proses, kompetensi, akuntabilitas, pelaporan dan teknologi
pendukung. Dalam mengimplementasikan tata kelola risiko, Bank Syariah
Mandiri menerapkan pendekatan Enterprise Risk Management (ERM).
Penerapan ERM akan memberikan nilai tambah (value added) bagi Bank dan
stakeholder bekaitan dengan penilaian kinerja berbasis risiko (Risk Base
Performance). Bank Syariah Mandiri mengimplementasi ERM melalui dua
pendekatan yaitu pengelolaan risiko melalui permodalan dan pengelolaan
risiko melalui aktifitas operasional.

3.1.1 Pengelolaan Risiko Melalui Permodalan


Pengelolaan risiko melalui permodalan bertujuan untuk memastikan Bank
Mandiri Syariah memiliki kecukupan modal untuk menutupi risiko kredit,
risiko pasar dan risiko operasional, baik dalam kondisi normal maupun
kondisi stress. Bank Syariah Mandiri melakukan perhitungan kecukupan
modal untuk risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional yaitu:
1. Risiko kredit menggunakan pendekatan Standardized Approach.
2. Risiko pasar menggunakan Model Standar, sedangkan secara internal
Bank Mandiri Syariah telah menggunakan Value at Risk sebagai Model
Internal.
3. Risiko operasional mengacu pada pendekatan Indikator Dasar Basel II
(Basic Indicator Approach).
3.1.2 Pengelolaan Risiko Melalui Aktivitas Operasional
Pengelolaan risiko pada aktivitas operasional bertujuan untuk mengelola
risiko dalam aktivitas bisnis sehari-hari agar berjalan semakin baik dan tidak
melebihi toleransi risiko yang telah ditetapkan. Dalam pengelolaan risiko
kredit di bidang pembiayaan dilakukan melalui penguatan end to end process
dan infrastruktur pembiayaan. Pengelolaan risiko pasar dilakukan melalui
sistem limit antara lain limit transaksi tresuri, limit Giro Wajib Minimum,
limit Posisi Devisa Neto (PDN), limit secondary reserve,dan limit
pembiayaan gadai emas per individu. Sedangkan untuk pengelolaan risiko
operasional dilakukan menggunakan ORMIS (Operational Risk Management
System), RCSA (Risk and Control Self Assesment), dan LED (Lost Event
Database)
1. Pengelolaan Risiko Kredit
Risiko kredit di Bank Syariah Mandiri berasal dari aktivitas pemberian
pembiayaan, penempatan pada surat berharga dan kepada bank lain, sales
kepada nasabah, dan aktivitas trading. Risiko kredit juga berasal dari
transaksi komitmen dan kontijensi kepada nasabah dan klien. Proses
pelaksanaan risiko kredit di Bank Syariah Mandiri dilakukan oleh
Business Unit, Financing Operation Unit, dan Risk Assesment Financing
Unit. Bank Syariah Mandiri mengelola risiko kredit dengan:
a. Kebijakan, Prosedur, dan Tools Risiko Kredit
Bank Syariah Mandiri memiliki suatu kebijakan yaitu Kebijakan
Pembiayaan Bank Syariah Mandiri (KPBSM), Standar Prosedur
Operasional (SPO) Pembiayaan per segmen bisnis. Ketentuan tersebut
merupakan pedoman pengelolaan risiko kredit meliputi penetapan
target market, analisa, persetujuan, dokumentasi,pencairan
pembiayaan, pemantauan/pengawasan, dan proses penanganan
pembiayaan bermasalah.
b. Proses Persetujuan Pembiayaan
Persetujuan pembiayaan dilakukan dengan prinsip four eye yaitu
pemutusan pembiayaan melibatkan minimal 2 (dua) fungsi pemegang
wewenang memutus pembiayaan yang berasal dari Business Unit dan
Risk Management. Sebelum melakukan persetujuan pembiayaan,
bank melakukan identifikasi dan pengukuran risiko menggunakan
Rating dan Scoring system untuk segmen tertentu. Rating dan Scoring
system terdiri dari Financing Risk Rating (FRR), Consumer Scoring,
Micro Banking Scoring dan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro
Syariah) Scoring. Bank Syariah Mandiri mengembangkan Small
Business Scoring dan BSM Rating System untuk meningkatkan proses
analisa pembiayaan yang cepat dan prudent.
c. Monitoring Pembiayaan
Bank Syariah Mandiri memantau dan menjaga kualitas portofolio
pembiayaan dengan melakukan:
1. Pemantauan atas perkembangan kualitas portofolio pembiayaan
berdasarkan segmen bisnis, sektor industri, dan skema
pembiayaan.
2. Stress test terhadap portofolio pembiayaan yang meliputi:
a. Stress test terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri.
Untuk mengetahui dampak pada kualitas pembiayaan, Bank
Syariah Mandiri menggunakan skenario stress test berupa
penurunan ekspor, impor, serta GDP. Hasil stress test tersebut
menunjukkan skenario tidak berdampak signifikan terhadap
potensi penurunan kualitas pembiayaan bank.
b. Stress test terhadap situasi/kondisi ekonomi makro dan industri
yaitu dengan melakukan simulasi menggunakan skenario stress
test berupa kenaikan inflasi dan kenaikan biaya produksi. Hasil
stress test tersebut menunjukkan skenario berdampak relatif
kecil terhadap kualitas portofolio pembiayaan Bank.
c. Stress test terhadap risiko penurunan harga emas (pengelolaan
pembiayaan rahn emas)
2. Pengelolaan Risiko Pasar Risiko pasar di Bank Syariah Mandiri adalah
risiko pada posisi neraca dan rekening administratif akibat perubahan
harga pasar antara lain risiko perubahan nilai dari aset yang dapat
diperdagangkan atau disewakan. Bank Syariah Mandiri menghadapi risiko
pasar atas portofolio surat berharga trading dan valuta asing. Pengelolaan
risiko pasar mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko Pasar, Kebijakan
Investasi Surat Berharga, Standar Prosedur Operasional Investasi Surat
Berharga dan ketentuan terkait lainnya.
3. Pengelolaan Risiko Likuiditas
Likuiditas bank dipengaruhi oleh struktur dana, likuiditas aset, dan
komitmen pembiayaan kepada debitur Pengelolaan risiko likuiditas pada
Bank mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman
Pengelolaan Dana dan ketentuan terkait lainnya.
4. Pengelolaan Risiko Operasional
Proses internal, sistem, manusia, dan kejadian eksternal adalah faktor-
faktor yang mengakibatkan terjadinya kejadian (event) risiko operasional.
Kejadian tersebut berpontensi memberikan dampak berupa kerugian baik
secara finansial maupun non finansial.

3.2 Profil Risiko Bank Syariah Mandiri


Penilaian profil risiko bertujuan untuk memberikan informasi kepada seluruh
stakeholder mengenai kondisi risiko usaha yang dihadapi Bank Syariah
Mandiri. Profil risiko meliputi penilaian terhadap risiko inheren dan
efektifitas kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren
merupakan penilaian atas risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank
Mandiri Syariah, melalui analisa kuantitatif atas parameter tertentu.
Bank Mandiri Syariah melakukan penilaian kualitas penerapan manajemen
risiko yang mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko.
Penilaian tersebut dilakukan secara self assesment melalui analisa kualitatif
terhadap empat aspek penilaian yang meliputi pengawasan aktif dewan
komisaris dan direksi, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit,
kecukupan proses identifikasi pengukuran, pemantauan dan pengendalian
risiko serta sistem informasi manajemen risiko, serta sistem pengendalian
intern yang menyeluruh. Hasil penilaian masing-masing jenis risiko pada
akhir tahun 2013 adalah:

BAB IV Contoh Kasus

Pemalsuan Kredit Fiktif Bank Syariah Mandiri

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan pihaknya
tengah mengkaji pidana pemalsuan dalam kasus penggelapan dana bermodus kredit
fiktif di Bank Syariah Mandiri (BSM), Bogor, Jawa Barat.

"Pasal pemalsuan KUHP juga berlaku seperti halnya UU Perbankan selain UU


Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tapi pasal pemalsuan
masih dikaji," kata Ronny di Jakarta, Kamis (24/10).

Pasal pemalsuan dokumen rencananya akan diikutsertakan dalam pidana yang


menjerat keempat tersangka penggelapan dana bermodus kredit fiktif senilai Rp102
miliar.

Hal itu karena sindikat yang terdiri dari tiga orang pimpinan kantor cabang Bank
Syariah Mandiri di Bogor, Jawa Barat, itu diduga memalsukan identitas para nasabah
yang mengajukan permintaan kredit pembiayaan.
"Hasil sementara penyidikan, identitas 197 nasabah itu dipalsukan berikut kartu tanda
penduduk (KTP) serta data persyaratan pengajuan kredit ke bank tersebut
dipalsukan," ujarnya.

Kendati demikian, Ronny mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta menjatuhkan
jerat pidana tanpa terlebih dahulu memberi bukti.

Menurutnya, perihal dokumen pengajuan kredit nasabah itu aspal (asli tapi palsu)
atau benar-benar palsu akan dibuktikan dengan pemeriksaan dari ahli terkait. "Akan
butuh keterangan ahli dan konprehensif penyidikannya, jadi biar nanti didalami
penyidik," katanya.

Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penggelapan


dana senilai Rp102 miliar di Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor,
Jawa Barat. Ada empat tersangka yang kini ditahan di rumah tahanan Bareskrim
Polri, yakni Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agustinus Masrie (MA), Kepala
Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan (CH), Accounting Officer BSM
Bogor John Lopulisa (JL) serta Iyan Permana (IP) sebagai debitur.

Penangkapan keempatnya dilakukan Rabu (23/10) atas laporan yang disampaikan


pada12 September 2013 dari Bank Syariah Mandiri Pusat. Sementara itu, barang
bukti berupa sembilan unit mobil mewah dan satu unit motor gede telah disita
kepolisian sejak Rabu (23/10) siang.

Kesepuluh kendaraan yang disita terdiri atas Honda Freed warna putih bernomor
polisi F 630 CW, Toyota Fortuner warna putih F 1030 DO, Honda CRV warna hitam
F 1299 L, Honda Jazz putih F 39 A, Mercedes Benz putih B 741 NDH, Mercedes
Benz SLK kuning B 1 ADG, Toyota Alphard putih B 1650 RL, Hummer hitam B 741
FKD dan Toyota Altis F 1649 DK, serta satu unit motor gede Honda Goldwings F6B
hitam tanpa plat nomor.
Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menahan dua tersangka lagi dalam kasus
pembobolan dana Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat. Total tersangka
dalam kasus itu, kini sudah menjadi enam orang.

"Mereka adalah Hen Hen Gunawan dan Dokter Rizky Ardiansyah MPH. Keduanya
ditangkap Minggu (3/11) di dua tempat yang berbeda. Gunawan di Hasyim Asyari 59
Ciledug, Tanggerang dan Rizky di Perumahan Bukit Indra Prasta blok d-2 no 8
Kemang, Parung," kata Direktur Eksus Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri
Senin (4/11).

Gunawan diduga ikut mengajukan pembiayaan fiktif ke BSM dengan modal KTP
milik 26 karyawannya tanpa sepengetahuan si pemilik identitas. Sehingga total ada
Rp 12,4 miliar yang dia kantongi. Demikian pula Rizky yang meminjam KTP milik
tetangganya untuk ikut-ikutan membobol bank. Rizky mampu mengantongi Rp 12,2
miliar.

"Kedua tersangka baru ini tidak saling mengenal tapi mereka ini diorder accounting
Officer BSM Bogor, John Lopulisa untuk mencari KTP untuk membobol banknya
sendiri," imbuhnya.

Atas aksinya itu Jhon, yang juga telah ditahan dalam kasus ini, kecipratan sekitar Rp
4 miliar dalam bentuk uang dan barang. Lalu Kepala Cabang Utama BSM Bogor M.
Agustinus Masrie kecipratan Rp 1,7 miliar, dan Kepala Cabang Pembantu BSM
Bogor Chaerulli Hermawan dapat Rp 3 miliar.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Rabu (6/11),
menangkap notaris yang bertindak sebagai pembuat akta dalam kasus pengajuan
kredit fiktif di Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat.

"Ia ditangkap Rabu (6/11) dan Kamis (7/11) resmi ditahan. Sebelumnya, polisi sudah
melakukan pemanggilan, tapi dalam panggilan pertama ia tidak datang dengan alasan
sakit," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pol Arief Sulistyanto di
Jakarta, Kamis.

Notaris atas nama Sri Dewi (51), asal Bogor, merupakan orang yang ditunjuk
langsung oleh pihak bank untuk membuat akta pengikat perjanjian pembiayaan
dengan akad murabahah.

Dijelaskan Arief, SD dinyatakan ikut bersalah karena merupakan notaris yang


mengikat proses pengajuankredit fiktif itu.
Tersangka SD juga diketahui membuat akta pembiayaan hanya dihadiri oleh
tersangka Iyan Permana (IP) tanpa debitur lainnya.
Selain itu, SD menggunakan sertifikat tanah salinan (fotocopy) sebagai agunan.
"Ia juga menerima dana hasil kredit fiktif melalui transfer rekening sejumlah Rp2,6
miliar, ada juga tunai tapi jumlahnya mereka (tersangka IP dan SD) lupa. Ia juga
menerima pemberian satu unit sedan Mercedes Benz C200," katanya.

Sindikat kejshatan perbankan ini disebutkan hampir sempurna. Selain melibatkan


orang dalam, juga melibatkan pihak eksternal sehingga bisa secara mudah kredit bisa
dicairkan.

Dari sisi debitur ada tiga tersangka, Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky
Ardiansyah masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah,
sehingga total kredit yang diajukan ada 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan
kredit, 113 kredit fiktif diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20
kredit fiktif, dan Rizky mengajukan 20 kredit fiktif. Sehingga total kredit fiktif
sebanyak 153 nasabah. Setelah para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian
masuklah ke tangan Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.
Pengajuan 197 kredit tersebut dimaksudkan supaya kredit bisa disetujui hanya
setingkat Kepala Cabang saja. John sebagai Account Officer yang memang sudah
mengetahui data-data fiktif tersebut tidak melakukan pengecekan lapangan sehingga
kredit yang diajukan bisa dengan mudah di kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM
Bogor Chaerulli Hermawan, begitu pula dengan persetujuan dari Kepala Cabang
Utama BSM Bogor Agustinus Masrie yang memang sudah bersekongkol. Kemudian
197 kredit tersebut dibawa kepadaSri Dewi selaku notaris yang membuat akta akad
kredit. Tanpa dihadiri pihak debitur dan sertifikat tanah hanya berupa fotocopy
dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan pihak bank dibuat.

Ketiga tersangka dipersangkakan Pasal 63 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sejak 2012

Sementara itu, Pihak BSM mencium telah terjadi pelanggaran dugaan tindak pidana
perbankan yang dilakukan pegawai BSM cabang Bogor sejak tahun 2012. Senior
Vice President Corporate Secretary BSM Taufik Machrus mengatakan, atas temuan
tersebut BSM menurunkan tim audit internalnya.

“Hasil (temuan tim audit internal, red) memperkuat dugaan terjadinya tindak pidana
perbankan,” kata Taufik.

Setelah itu, lanjut Taufik, BSM melaporkan hasil temuan tim audit internal ke
Bareskrim Mabes Polri. Dari pelaporan ini, Mabes Polri kemudian mengusut hingga
menetapkan tiga pegawai BSM cabang Bogor sebagai tersangka kasus kredit fiktif.
“Dengan pelaporan ini, BSM menyerahkan penanganannya kepada proses hukum,”
tambahnya.

Taufik menjelaskan, terhadap tiga pegawai BSM yang menjadi tersangka tindak
pidana itu, telah dilakukan tindakan tegas. Tindakan tersebut berupa Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Untuk mantan Kepala BSM cabang utama Bogor berinisial
MA PHK dijatuhkan pada tanggal 1 November 2012.

PHK kepada mantan Kepala BSM cabang pembantu Bogor berinisial HH dijatuhkan
pada tanggal 1 Desember 2012. Sedangkan kepada Account Officer BSM cabang
pembantu Bogor berinisial JL jatuh pada tanggal 4 Oktober 2013.

Konsultan Hukum BSM Bambang Sulistio menambahkan, kredit yang disalurkan


oleh ketiga tersangka jumlahnya mencapai Rp102 miliar. Dari jumlah itu, telah terjadi
pengembalian dana ke BSM sekitar Rp50 miliar. Sedangkan sisanya, ia berharap
proses hukum dapat membantu untuk mengembalikannya.

BSM sendiri belum mengetahui nilai kerugian yang terjadi dalam kasus ini. Ia
menyerahkan sepenuhnya berapa angka kerugian dalam kasus ini kepada pihak
kepolisian. “Yang belum kembali Rp50-an miliar, masih dalam proses penyelesaian.
Kita berharap dengan kasus ini bisa tertutupi makanya dilaporkan ke pihak yang
berwajib,” kata Sulistio.

Meskipun terjadi kasus kredit fiktif, lanjut Sulistio, angka Non Performing Loan
(NPL) atau kredit bermasalah BSM tak terganggu. Ia mengatakan, kasus ini
mencerminkan bahwa sistem peringatan dini BSM telah berjalan baik. Saya kira
(NPL) tidak terganggu,” katanya.

Ia mengakui dari mulai dugaan terjadinya tindak pidana pada 2012 hingga dilaporkan
ke Bareskrim Mabes Polri pada September 2013 terdapat waktu yang panjang.
Menurut Sulistio, waktu tersebut dipergunakan BSM untuk mengumpulkan data
dugaan pelanggaran. Hingga akhirnya BSM memperoleh data telah terjadi mark up.

“Dari hasil yang kita dapatkan baru diyakini terjadi pelanggaran. Setelah itu baru
lapor, karena butuh alat bukti permulaan untuk melapor,” ujar Sulistio.
Terkait ditetapkannya salah satu debitur BSM sebagai tersangka, Sulistio
menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian. Menurut dia, penetapan
seseorang sebagai tersangka merupakan kewenangan penuh aparat penegak hukum.
“Itu kewenangan penyidik untuk lakukan tindakan hukum. (Debitur, red) Orang yang
menyediakan lahan perumahan untuk dibeli oleh pemohon pembiayaan,” katanya.

Atas perbuatannya, SD dipersangkakan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang


Tindak Pidana Perbankan Syariah, Pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsukan dokumen
oleh notaris, serta Pasal 3 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan enam tersangka dalam kasus kredit fiktif itu,
diantaranya Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agus (MA), Kepala Cabang
Pembantu BSM Bogor Haerul Hermawan (HH), Account Officer BSM Bogor John
Lopulisa (JL), serta tiga debitur Iyan Permana (IP), Hen Hen Gunawan (HG) dan
Rizky Adiansyah (RA).

Dalam kasus itu, IP bersama HG dan RA yang bertindak sebagai debitur mengajukan
akad murabahah untuk pembiayaan perumahan. Mereka mengajukan kredit atas nama
197 nasabah dengan data palsu dan berhasil mencairkan Rp102 miliar untuk
kepentingan pribadi. Sekitar Rp43 miliar telah dibayarkan ke pihak bank sehingga
perseroan masih merugi Rp59 miliar.

Keenam tersangka lainnya dipersangkakan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21


Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Analisis :

 Pelaku :
 Kepala Cabang Utama BSM Bogor : M. Agustinus Masrie,
 Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor : Chaerulli Hermawan,
 Accounting Officer BSM Bogor : John Lopulisa,
 Debitur : Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Adiansyah, serta
 Notaris : Sri Dewi
 Jenis Pelanggaran :
 Pemalsuan dokumen identitas 197 nasabah dalam kasus penggelapan dana
bermodus kredit fiktif senilai Rp.102 miliar di Kantor Cabang Pembantu
Bank Syariah Mandiri Bogor.
 Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kasus kredit fiktif BSM :
 Gaya hidup para pelaku yang konsumtif dan diatas rata-rata
 Keserakahan
 Moral karyawan yang rendah
 Adanya motivasi untuk melakukan fraud, seperti adanya tekanan, peluang
dan sikap yang membenarkan tindakan fraud.
 Kelemahan sistem pengendalian internal perusahaan
 Dampak :
 Rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder antara lain regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan
pegawai terhadap bank, akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha bank.
 Solusi :
 Bank syariah harus mengetatkan pengawasan. Apalagi BSM adalah bank
berbasis syariah, internal audit harus benar-benar dipastikan berjalan. Bank
juga harus melakukan perbaikan terus menerus.
 Pihak BSM seharusnya menindak lanjuti permasalahan didalam
perusahaannya agar tidak ada lagi yang merasa dirugikan apalagi jumlah
kerugian yg masih ada. Dan masalah seharusnya jangan ditutupi, masalah
tersebut harus segera diselesaikan.
 Kesimpulannya :
Menurut kami kasus kredit fiktif pada bank syariah mandiri cabang bogor ini
terdapat pelanggaran kode etik profesi. Seperti prinsip tanggung jawab,
kepentingan publik, integritas, dan obyektifitas. Di karenakan adanya
pelanggaran internal perusahaan yang terjadi, adanya kerjasama antara pihak
bank dengan pihak eksternal untuk melakukan kecurangan dengan modus
pengajuan kredit oleh 197 nasabah yang di ajukan oleh iyan permana selaku
debitur, yang ternyata dari 113 nasabah tersebut menggunakan data-data palsu
untuk memperoleh keuntungan pribadi. Yang mana pada awalnya dilakukan
pengajuan kredit untuk pengerjaan proyek pembangunan perumahan
sebagaimana yang diajukan oleh debitur namun pada kenyataannya tidak
demikian. Dalam kasus ini tersangka dapat menampung uang hasil kejahatannya
senilai Rp.102 miliar.
Dari kasus yang terjadi merupakan bukti bahwa fungsi pengawasan internal
bank dan regulator masih lemah karena masih bisa dibobol. Baik itu karena
standard operating procedure (SOP) tidak benar-benar berjalan, atau karena ada
bagian-bagian tertentu yang tidak dijalani. Bisa juga karena tidak adanya evaluasi
dan monitoring yang rutin dan kuat dari pihak BSM pusat ketika SOP berjalan.
Tetapi apabila melihat modus pembobolan yang terjadi di KCP BSM Bogor,
seharusnya tidak perlu terjadi abila manajemen peka dan mulai bisa mendeteksi
sedini mungkin, sehingga kerugian tidak membesar.
Dampak yang terjadi dari kasus ini selain menyebabkan kerugian dan
rusaknya reputasi bank syariah mandiri, berakibat pula pada hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada bank yang berbasis syariah tersebut.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kasus diatas :
- Dapat dilakukan dengan melaksanakan sistem tata kerja dan penempatan
profesi secara professional dan integritas moral yang tinggi,
- Menerapkan sanksi pidana yang maksimal dan secara tegas agar para
tersangka merasa takut akan hukuman yang akan didapat jika melakukan
kolusi,
- Perlunya pengawasan yang rutin dan kuat dari pihak bsm pusat. Agar para
profesi akuntan dan petinggi bsm tersebut tidak memiliki kesempatan untuk
melakukan kecurangan,
- Perlu diberlakukan penerapan etika dalam profesi akuntan.

Bab 5 Identifikasi dan Pengukuran Risiko

5.1 Identifikasi Risiko

Eksposur Terhadap
Risk Source Risk Factors
Risiko

Terjadinya kredit fiktif


Degredasi moral para secara masif
Penggelapan kredit karyawan BSM

Hilang reputasi
Kesulitan dalam Kerugian Finansial BSM
likuiditas
Sumber risiko:
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sumber risiko
pada studi kasus ini adalah:
1. lingkungan sosial: Sumber risiko berasal dari kegiatan karyawan BSM sehari-hari
2. Lingkungan Legal: Risiko berasal dari karyawan BSM yang tidak memetahui aturan yang
berlaku
3. Konsumen: Turunnya kepercayaan oleh nasabah terhadap BSM sehingga menurunkan
pendapatan BSM
4. Regulator: Perusahaan gagal dalam mematuhi aturan dan perundangan yang berlaku
6.1.1 Klasifikasi Kerugian
Pada kasus Bank Syariah Mandiri, terdapat beberapa potensi kerugian yang
akan diderita Bank Syariah Mandiri. Yang pertama adalah kerugian finansial
dalam jumlah yang sangat besar (Rp102 miliar di Kantor Cabang Pembantu
Bank Syariah Mandiri Bogor, Jawa Barat.) serta resiko hilangnya reputasi
yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan ke depannya. Tidak
dapat dipungkiri, akibat adanya kasus pemalsuan dokumen identitas nasabah
bermodus kredit fiktif akan mampu menimbulkan ketidakpercayaan
masyarakat (social distrust) dari para nasabah terhadap sistem manajemen dan
sekuritas finansial bank tersebut. Resiko finansial dapat berujung pada resiko
likuiditas, yakni resiko yang mengakibatkan suatu perbankan mengalami
kegagalan untuk membayar hutang jangka pendeknya. Masalah ini apabila
terus dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut juga akan membawa perbankan
pada resiko kegagalan bank dalam membayar hutang jangka panjangnya
(solvabilitas). Salah satu cara alternatif sistem pengklasifikasian kerugian di
perusahan Mandiri adalah:
1. Kerugian Finansial
 Kerugian langsung berupa merosotnya reputasi sehingga pendapatan
perusahaan menurun
 Kerugian pendapatan seperti penghentian operasional perusahaan
yang disebabkan oleh suatu kerugian dimana tidak dapat
ditempatinya ruang kerja tertentu
 Kerugian mengganti kewajiban hak orang lain artinya membayar
uang kepada korban penipuan.
 Kerugian membayar denda-denda yang disebabkan oleh adanya
tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung.
 Kerugian biaya dalam membangun citra positif kembali kepada
masyarakat.
2. Kerugian Reputasi
 Kerugian adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha
bank atau persepsi negatif terhadap bank
 Kerugian berkurangnya tingkat kepercayaan para pemegang saham
perusahaan
 Kerugian sulitnya untuk bersaing dengan kompetitor
 Kerugian kredibilitas perusahaan menurun di masyarakat

Kerugian lainnya adalah kerugian yang ditimbulkan oleh resiko kepatuhan


pegawai (compliance). Pegawai yang tidak patuh dapat merusak keseluruhan
sistem kerja. Hal ini disebabkan karena ketidakpatuhan yang dibuatnya dapat
mengganggu koordinasi dan pelimpahan tanggung jawab oleh atasannya.
Kerahasiaan perusahaan pun dapat terancam dengan munculnya pegawai
seperti ini. Mereka akan cenderung mengupayakan berbagai hal untuk
memuaskan kepentingan sendiri meskipun harus melanggar peraturan.

5.1.2 Faktor Penyebab Risiko


Pada Kasus Bank Syariah Mandiri, faktor penyebab terjadinya resiko adalah
berasal dari moral para atasan Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah
Mandiri Bogor, Jawa Barat. Para atasan tersebut melakukan pemalsuan
identitas nasabah bermodus kredit fiktif menimbulkan kerugian besar
terhadap keuangan Bank Syariah Mandiri. Masalah kepatuhan juga
merupakan resiko yang harus ditanggung Bank Syariah Mandiri pada kasus
kredit fiktif tersebut.

Resiko reputasi dan kepatuhan lebih membahayakan keberlangsungan


perusahaan daripada resiko finansial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap
bank akan membuat kehilangan dana karena masyarakat akan menarik
kembali seluruh dana yang telah tertanam di bank tersebut karena takut akan
mengalami kerugian besar.

6.1.2 Pengukuran Risiko


Tipe Risiko Penjelasan
Risiko Operasional Penyalahgunaan wewenang oleh para pimpinan kantor
cabang Bank Syariah Mandiri di Bogor, Jawa Barat dan
pengaruh pihak eksternal sehingga bisa secara mudah kredit
bisa dicairkan
Risiko Hukum Akibat kasus BSM tersangka dipersangkakan dalam Pasal
63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Tindak
Pidana Perbankan Syariah, dan Pasal 264 ayat 1 KUHP atas
pemalsukan dokumen.
Risiko Reputasi Kasus ini menyebabkan
rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat
kepercayaan stakeholder antara lain regulator, nasabah,
masyarakat, manajemen bank dan pegawai terhadap bank,
akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha bank.
Risiko Strategik Ketidaktepatan keputusan strategi keamanan internal Bank
Mandiri Syariah dalam pengawasan internal sehingga
terjadi pemalsuan dokumen
Risiko Kepatuhan -

Anda mungkin juga menyukai