Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH

A. Pendahuluan

Bank syariah merupakan lembaga keuangan bank yang dikelola dengan dasar-dasar syariah, baik
itu berupa nilai prinsip dan konsep. Sebagai sebuah entitas bisnis, dalam kegiatan usahanya bank
khususnya bank syariah menghadapi risiko-risiko yang memiliki potensi mendatangkan
kerugian. Risiko ini tidaklah bisa selalu dihindari tetapi harus dikelola dengan baik tanpa harus
mengurangi hasil yang harus dicapai. Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan
manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba.

Sebagai salah satu pilar sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi dan pelayanan
jasa keuangan, sektor perbankan jelas sangat memerlukan adanya distribusi risiko yang efisien.
Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko inilah yang nantinya menentukan alokasi sumberdaya
dana di dalam perekonomian. Oleh karena itu pelaku sektor perbankan, dan bank syariah
khususnya di tuntut untuk mampu secara efektif mengelola risiko yang dihadapinya.

Penerapan sistem manajemen risiko pada perbankan syariah sangat diperlukan. Baik untuk
menekan kemungkinan terjadinya kerugian akibay risiko maupun memperkuat struktur
kelembagaan, misalnya kecukupan modal untuk meningkatkan kapasitas, posisi tawar dan
reputasinya dalam menggaet nasabah. Kewajiban penerapan manajemen risiko oleh Bank
Indonesia (BI) yang disusul oleh ketentuan kecukupan modal dan menambah beban
perhitungannya yang dinilai sejauh ini cukup kompleks, telah memberikan kontribusi penting
bagi kelangsungan usaha perbankan nasional.

Tuntutan pengelolaan risiko semakin besar dengan adanya penetapan standar-standar


Internasional oleh Bank For Internasional Settlements (BLS) dalam bentuk Basel I dan Basel II
Accord. Dan Perbankan Indonesia mau tidak mau harus mulai masuk kedalam era pengelolaan
risiko secara terpadu (integrated management) dan pengawasan berbasis risiko (risk based
supervision).

Manajemen risiko sangat penting bagi stabilitas perbankan,hal ini karena bisnis perbankan serat
berhubungan dengan risiko. Dalam kegiatannya,baik menghadapi berbagai risiko,seperti risiko
kredit (pembiayaan),risiko pasar dan risiko operasional. Manajemen risiko yang baik bagi bank
bisa memastikan bank akan selamat dari kehancuran jika keadaan terburuk terjadi.

Ada beberapa alasan mengapa manajemen risiko harus diterapkan di Perbankan Syariah, dan
mengapa begitu penting. Alasan tersebut menurut zulfikar diantaranya meliputi (1) Bank adalah
perusahaan jasa yang pendapatannya diperoleh dari interaksi dengan nasabah sehingga resiko
tidak muingkin tidak ada, (2) dengan mengetahui resiko maka kita dapat mengantisipasi dan
mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi nasabah bermasalah, (3) dapat lebih
menumbuhkan pemahaman pengawasan,yang merupakan fungsi sangat penting dalam aktivitas
operasional, dan (4) faktor sejarah krisis Perbankan Nasional.
Sebagai lembaga intermediasi keuangan berbasis kepercayan sudah seharusnya bank dan bank
syariah khususnya menerapkan system manajemen risiko. Hal tersebut sesuai dengan peraturan
Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum, yang
mengatur agar masing-masing bank menerapkan manajemen risiko sebagai upaya meningkatkan
efektivitas Prudential Banking.

Penerapan manajemen risiko pada perbankan mempunyai sasaran agar setiap potensi kerugian
yang akan datang dapat diidentifikasi oleh manajemen sebelum transaksi, atau pemberian
pembiayaan dilakukan. Dan konsep manajemen risiko yang terintegrasi, diharapkan mampu
memberikan suatu sort and quick report kepada board of director guna mengetahui risk
exposure yang dihadapi bank secara keseluruhan.

B. Manajemen Risiko Bank Syariah

1. Definisi Risiko Bank

Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat
menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak
diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola
semestinya. Risiko dalam bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak
negatif pada pendapatan maupun permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari
namun dapat dikelola dan dikendalikan.

Risiko dapat dibedakan atas dua kelompok besar yaitu risiko yang sistematis (systematic risk),
yaitu risiko yang diakibatkan oleh adanya kondisi atau situasi tertentu yang bersifat makro,
seperti perubahan situasi politik, perubahan kebijakan ekonomi pemerintah, perubahn situasi
pasar, situasi krisis atau resesi, dan sebagainya yang berdampak pada kondisi ekonomi secara
umum; dan Risiko yang tidak sistematis (unsystematic risk) yaitu risiko yang unik, yang melekat
pada suatu perusahaan atau bisnis tertentu saja. Macam-macam Risiko yang dihadapi oleh Bank
adalah sebagai berikut:

1. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas pasar dimana risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan
offsetting tertentu dengan harga karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi
gangguan dipasar. Risiko likuiditas pendanaan dimana risiko yang timbul karena bank tidak
mampu mencairkan assetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

2. Risiko Pasar

Risiko yang timbul akibat adanya perubahan variabel pasar, seperti: suku bunga, nilai tukar,
hargha equity dan harga komoditas sehingga nilai portofolio/asset yang dimiliki bank menurun.
3. Risiko Kredit

Dimana risiko yang timbul akibat kegagalan (default) dari pihak lain(nasabah/debitur) dalam
memenuhi kewajibannya.

4. Risiko Operasional

Risiko akibat kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan
menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan.

5. Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan timbul sebagai akibat tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan-
peraturan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku atau yang telah ditetapkan baik ketentuan
internal maupun eksternal.

6. Risiko Hukum

Risiko hukum adalah terkait dengan risiko bank yang menangtgung kerugian sebagai akibat
adanya tuntutan hukum, kelemahan dalam aspek legal atau yuridis. Kelemahan ini diakibatkan
antara lain oleh ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat-syarat syahnya kontrak dan pengikatan agunan yang
tidak sempurna.

7. Risiko Reputasi

Risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau
karena adanya persepsi negatif terhadap bank.

8. Risiko Strategik

Risiko yang timbul karena adanya penetapan dan pelaksanaan strategi usaha bank yang tidak
tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap
perubahan-perubahan eksternal.

2. Resiko-Resiko Yang Dihadapi Bank Syariah

Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian
besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki
keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar,
risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank
syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah
pun menjadi berbeda.

Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini muncul
karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal ini pola bagi
hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah menambah kemungkinan munculnya
risiko-risiko lain. Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk.
Dimana:

1. Withdrawal risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar
dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari nak konvesional
sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena withdrawal risk (risiko penarikan
dana) disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari
tingkat return yang diberikan oleh rival kompetitornya.

2. Fiduciary risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran
kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau salah kelola
(mismanagement) terhadap dana investor.

3. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan
kepada pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan
untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya
kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.

Risiko-risiko tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapu
risisko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait denga produk pembiayaan
yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :

a) Risiko Terkait Produk

1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Countracts (NCC)

Yang dimaksud dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty countracts (NCC)
adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga
keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang ada dari
pembiayaan natural certainty countracts, seperti murabahah, ijarah, ijarah mutahia bit tamlik,
salam dan istisna. Penilaian risiko ini mencakup 2 (dua) aspek, yaitu sebagai brikut :

1) Default risk (risiko kebangkrutan).

Yakni risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Industry risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal
sebagai berikut:

Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan

Riwayat eksposur pembiayaan yang bersangkutan dibank konvensional dan pembiayaan


yang bersangkutan dengan bank syariah, terutama perkembangan non performing
financing jenis usaha yang bersangkutan.
Kinerja keungan jenis usaha yang bersangkutan (industry financial standard).

1. Kondisi internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis


produksi dan keuangan.

2. Faktior negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti


kondisi group usaha, keadaan force manjeur, permasalahan hukum, pemogokan,
kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi) market risk (forex risk, interest
risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi
pembiayaan.

2) Recovery risk (Risiko Jaminan).

Yakni risiko yang terjadi pada second way out yang dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Kesempurnaan pengiktana jaminan.

2. Nilai jual kemblai jaminan (marketability jaminan).

3. Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak lain atas jaminan, lamanya
transaksi ulang jaminan.

4. Kredibilitas penjamin (jika ada).

2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC)

Yang dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah
sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memeprhitungkan risiko yang ada dari
pembiayaan berbasis NUC, seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup
3 (tiga) aspek, yaitu sebagai berikut:

a) Business Risk (Risiko Bisnis Yang Dibiayai)

Adalah risiko yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :

Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh:

Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan

Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan (industry financial standard)

Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti kondisi group
usaha, keadaan force majeure, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off balance
sheet (L/C impor, bank garansi), market risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat
pembayaran (tunggakan kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
Shirinking risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan). Adalah risiko yang terjadi
pada second way out yang dipengaruhi oleh:

a) Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh :

Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai

Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang dibiayai

Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai

b) Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit and loss sharing atau revenue sharing

Untuk jenis profit and loss sharing, shirnking risk muncul bila terjadi loss sharing yang
harus ditanggung oleh bank

Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak mampu
menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah
tidak mampu melanjutkan usahanya.

c) Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang dampaknya sangat besar terhadap bisnis
nasabah yang dibiayai bank.

Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu risiko yang terjadi pada third way
out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
a) Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank
b) Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis
yang dibiayai bank tidak lagi sesuai dengan kesepakatan
c) Pengelolaan intenal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis
produksi, dan keuangan, yang tidak dilakukan secara profesional sesuai dengan standar
pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah.

Untuk mengatasi character risk, bank menetapkan kovenan khusus pembiayaan musyarakah dan
mudharabah. Bila terjadi kerugian yang disebabkan oleh character risk, kerugian akan di
bebankan kepada nasabah. Untuk menjamin agar nasabah mampu menanggung kerugian akibat
risiko tersebut, maka bank menetapkan adanya jaminan (colleteral).

b) Risiko Terkait Koorporasi

Kompleksitas dan volume pembiayaan koorporasi menimbulkan risiko tambahan selain risiko
yang terkait dengan produk. Analisis risiko yang terkait dengan pembiayan korporasi meliputi:
1) Risiko yang timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah pencairan pembiayaan.

Terdapat setidaknya tiga risiko yang dapat timbul dari perubahan kondisi bisnis nasabah setelah
pencairan pembiayaan, yaitu sebagai berikut:

Over trading
Over trading terjadi ketika nasabah mengembangkan volume bisnis yang besar dengan
dukungan modal yang kecil (too much business volume with too little capital). Keadaan
ini akan menimbulkan krisis cash flow.
Adverse trading
Adverse trading terjadi ketika nasabah mengembangkan bisnisnya dengan megambil
kebijakan melakukan pengeluaran tetap (fixed costs) yang besar setiap tahunnya, serta
bermain dipasar yang tingkat volume penjualannya tidak setabil. Perusahaan yang
mempunyai karakterstik seperti ini merupakan perusahaan yang secara potensial berada
dalam posisi yang lemah serta beresiko tinggi.
Liquidity run
Liquidity run terjadi ketika nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan
sumber pendapatan dan peningkatan pengeluaran yang disebabkan oleh alasan yang tidak
terduga. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam
menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. Sekalipun tidak dapat memprediksi
arus likuiditas sebuah perusahaan, bank dapat menaksir apakah perusahaan tersebut
memiliki likuiditas yang cukup atau dapat memperoleh dana tambahan untuk
mempertahankan caish flow seperti sedia kala.

2) Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang berlebihan

Sebuah perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan
menandatangani kontark untuk pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak mampu untuk
meghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun suplier
pembayaran perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu pengeluaran yang
berlebihan dari sebuah perusahaan. Namun demikian, bank dapat mencoba untuk memonitornya
dengan melakukan analisis, misalnya, neraca perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan,
dimana komitmen pengeluaran kapital harus diungkap.

3) Risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank

Terdapat tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai berikut:

a) Analisis pembiayan yang keliru

Dalam konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga, tetapi
dikernakan memang sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan beresiko tinggi. Keputusan
pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid. Kesalahan dalam pengambilan
keputusan ini biasanya bersumber dari informasi yang tersedia kurang akurat. Untuk mengatasi
hal ini, bank memerlukan staf yang terlatih dan berpengalaman dalam menyusun suatu
pendekatan pembiayaan.

b) Creative accounting

Creative accounting merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebijakan


akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan tentang suatu laporan
posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini, keuntugan dapat dibuat agar terlihat lebih besar,
aset terlihat lebuh bernilai, dan kewajiban dapat disembunyikan dari neraca keuangan.

c) Karakter nasabah

Terkadang nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet.
Bank perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu
keputusan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.

3. Dampak Dari Risiko Yang Dihadapi Bank Syariah

Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian akibat risiko (risk loss)
pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku kepentingan (stakeholders) bank, yaitu
pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara
umum.

Pengaruh risk loss pada pemegang sahaman karyawan adalah langsung, sementara pengaruh
terhadap nasabah dan perekonomian tidak langsung. Berikut akan diuraikan dampak potensial
terhadap stakeholders dan ekonomi.

a. Dampak terhadap Pemegang Saham

Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:

1. Penurunan nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga
dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan
yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham;

2. Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari
turunnya keuntungan perusahaan;

3. Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adlah kebangkrutan
perusahaan yang melenyapkan nilai semua moal disetor.

b. Dampak terhadap Karyawan

Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang
menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:
1. Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;

2. Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji;

3. Pemutusan hubungan kerja.

c. Dampak terhadap Nasabah

Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi
dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh
risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss
terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap
nasabah bank, adalah:

1. Merosotnya tingkat pelayanan;

2. Berkurangnya jenios dan kualitas produk yang ditawarkan;

3. Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana;

4. Perubahan peraturan.

d. Dampak terhadap Perekonomian

Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang
melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan
dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap
nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan
risiko sistemik (systemic risk).

Risiko sistemik secsara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak perekonomian
secara keseluruhan dan secara langsung berampak kepada karyawn, nasabah, dan pemegang
saham.

Secara umum, masyarakat awam tidak mengenal apa yang disebut sebagai risimko sistemik.
Namun mereka tidak asing dengan istilah run on a bank (baik riil maupun hanya persepsi dari
nasabah). Artinya sebuah bank di rush oleh nasabah bank yang ingin menarik kembali dananya
secara bersamaandan besar-besaran.

Hal ini terjadi pada saaat bank tidak dapat memenuhi kewajibanya. Bank tidak dapat
menyediakan dana yang cukup pada saat nasabah malakukan penarikan dananya.

Bank sangat rentan terhadap risikmo sistemik yang melekat pada industri perbankan. Risiko
sistemik yang mempengaruhi bank-bank lain tidak dapat dihindari jika sebuah bank mengalami
risk loss. Berbagai regulasi diharapkan akan menjadi payung pelindung bagi industri perbankan.
Perlindungan tidak hanya diberikan kepada bank terkait, yaitu pemegang saham, karyawan, dan
nasabah, tetapi juga kepada perekonomian secara keseluruhan.

4. Manajemen Risiko Bank Syariah

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal
perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada umumnya dan perbakan
syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis risiko dengan tingkat
kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya.

Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena
itu perbankan, dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko
yang timbul dari kegiatan usahanya (Adiwarman, 2006: 255). Dalam pelaksanaannya, proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendali risiko memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

1. Pemetaan Risiko Bisnis

Bank mengembangkan pemetaan risiko usaha (business risk mapping) untuk mengidentifikasi
risiko utama yang mengancam perusahaan. Alat ini membantu bank untuk mengetahui dan
menentukan tempat dimana risiko berada. Manajemen harus mengkuantifikasi magnitude dari
risiko dan mengukur potensi dampaknya. Ada nbeberapa cara yang umum dilakukan, yaitu:

Membuat daftar berbagai risiko yang ada, dengan mengelompokkannya ke dalam sebuah
kuadran tergantung tinggi-rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan dapat berdampak
kepada rugi yang besar atau kecil.
Membuat peta yang menyajikan kajian perbandingan antara Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko Likuiditas, dan Risiko Operasional yang dihadapi Bank. Dengan membandingkan
risiko pada sebuah matriks antara dampak dan frekuensinya, manajemen akan dapat
melihat gambaran menyeluruh dari semua risiko berikut keterkaitannya satu sama lain.
Beberapa sumber informasi awal dapat diperoleh dari:
Environmental scan yaitu sumber informasi untuk mengevaluasi politik, ekonomi, sosial,
budaya, hokum, dan lain sebagainya.
Dokumen keuangan seperti proyeksi anggaran (RKAP), laporan keuangan, dan dokumen-
dokumen keuangan lain sebagai sumber informasi awal untuk melakukan analisis.
Dokumen legal seperti kontrak-kontrak, ketentuan hokum dan peraturan yang ada
hubungannya dengan kegiatan usaha sebagai sumber yang penting untuk dikaji.
Hasil inspeksi di lapangan (on-site inspection) seperti hasil pemeriksaan yang dilakukan
SKAI, merupakan sumber informasi yang sangat baik, dan bahkan sebagaim fitur berkala
dari proses Manajemen Risiko yang berkelanjutan.
Hasil Wawancara, seperti hasil penilaian kinerja pegawai atau wawancara langsung
dengan para pegawai.
Analisis statistic seperti perkembangan kualitas aktiva produktif (KAP), tren komposisi
simpanan dana pihak ketiga (DPK), tingkat dan tren kegagalan system, kerugian yang
terjadi, dan sumber Risiko Operasional lainnya. Data seperti ini biasanya tersedia secara
internal.
Benchmarking/best practices, alat Manajemen Risiko yang juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengukur tindak pengendalian risiko.
Jasa konsultasi yang memahami Risiko dan merupakan sumber informasi mengenai
klasifikasi Risiko.

2. Alat Modeling

Alat modeling ini akan memudahkan para manajer untuk mengelola ketidakpastian. Analisis
scenario dan model proyeksi merupakan model yang paling sering digunakan. Beberapa contoh
diantaranya adalah:

Pemakaian analisis scenario untuk melihat rentang kemungkinan dan mempertimbangkan


perubahan yang mungkin terabaikan. Skenario ini dapat diterapkan dalam menyiapkan
contingency plan (untuk likuiditas maupun EDP).
Menggunakan analisis statistic dan teknik Value at Risk (VaR) untuk mengestimasi
variasi kerugian yang mungkin terjadi di masa datang. Potensi rugi ini diproyeksikan
kedalam arus kas yang akan datang atau laba, termasuk dalam analisis sensivitas, stress
testing (sebagai pelengkap pengukuran risiko suku bunga untuk melihat dampak
terburuk), dan berbagai simulasi lain.
Model keuangan untuk mensimulasi berbagai Risiko keuangan dn dampak dari berbagai
scenario pada portofolio kredit dan modal.
Mengantisipasi bencana yang akan mengganggu kelangsungan usaha, misalnya karena
kelalaian atau bencana alam, sistem pengolahan data tidak berfungsi. Back-up data dan
latihan (drill) menghadapi keadan darurat secara berkala akan dapat mengantisipasi
apabila hal tersebut terjadi.
Menilai Risiko teknis selama pembangunan produk baru dengan cara mengidentifikasi
sedini mungkin potensi adanya kesalahan dalam proses pembangunmannya.

3. Teknik mengidentifikasi dan menilai risiko

Kelompok teknik ini akan membantu Manajemen dalam hal menetapkan focus/memberikan
perhatian dan mengakomodasi seluruh kegiatan pengelolaan Risiko.

Beberapa diantaranya yang lazim digunakan adalah:

Brainstorming groups. Pejabat atau pegawai dari berbagai Satuan Kerja berkumpul untuk
mendiskusikan atau menyatakan pendapat (brainstorm) atas sebuah atau beberapa isu.
Workshop. Bank sebaiknya mulai memfasilitasi workshop yang focus pada Risiko yang
akan menolong pegawai untuk menetapkan dan memprioritaskan tujuan,
mengidentifikasikan, dan menilkai Risiko.
Questionnaires. Satuan Kerja Operasional diperlengkapi dengan kuesioner yang berisi
tujuan dan risiko yang mungkin timbul.
Selfassessment. Para manajer melakukan self-assessmant, dengan bantuan dari SKAI,
Divisi Keuangan dan control, atau dari akuntan luar.
Filters. Risiko dikaji terhadap beberapa filter seperti dampak yang tidak besar, Risiko
yang terkaendali, rendahnya tingkat kemungkinan terjadi, dan lain-lain.
Assessment matrix. Matrik ini mencangkup seperangkat pertanyaan yang meliputi
elemem-elemen dari Manajemen Risiko dan pengendalian intern. Termasuk didalamnya,
best practices.
Risk identification templates. Satuan Kerja mendapatkan template yang akan
membimbing mereka untuk mengidentifikasi dan mengkaji Risiko mulai saat mereka
merencanakan dan menjalankan proses.
Bottom up risk assessments. Satuan Kerja mengidentifikasi dan menilai Risiko.
Hasilnya diakumulasi di tingkat pusat.
Value at Risk (VaR) model and worst case model. Model ini digunakan untuk menilai
Risiko dengan cara mengestimasi potensi rugi terhadap nilai sebuah posisi atau portofolio
dalam satu jangka waktu tertentu berdasarkan factor-faktor yang ada di pasar.
Prioritizing risks. Risiko akan ditempatkan atau diatasi berdasarkan jenjang (rank)
masing-masing.

4. Peran Internet/Intranet

Pemakaian Internet/Intranet semakin meningkat dalam mengelola Risiko. Alat ini digunakan
untuk mempromosikan kewaspadaan dan pengelolaan Risiko, untuk mendapatkan informasi
mengenai Risiko untuk area tertentu, berkomunikasi dengan pegawai, berbagai informasi
mengenai Manajemen Risiko dengan Bank lain, dan mengkomunikasikan tujuan Manajemen
Risiko Bank kepada publik.

Anda mungkin juga menyukai