Anda di halaman 1dari 12

RISIKO IMBAL HASIL DALAM PERBANKAN SYARIAH

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Risiko

Disusun Oleh:
Ahmad Habib Mustofa (F02418136)
Abdul Ghofur (F02418132)

Dosen Pengampu:
Dr. Fatmah, ST, MM.

PRODI EKONOMI SYARIAH


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang .........................................................................................................… 1

Rumusan Masalah ................……............................................................................… 2

Tujuan Makalah ...............……..........................................................................…..… 2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………3

Profil Risiko Imbal Hasil Bank Syariah ……………………………………………...3

Manajemen Imbal Hasil Dalam Perbankan Syariah …………………………………5

Konsekuensi Risiko Imbal Hasil …………………………………………………….6

BAB III KESIMPULAN …………………………………………………………...9

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................10

I
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengelolaan atau manajemen risiko dalam setiap kegiatan bisnis perbankan


merupakan hal yang penting demi menjaga kelangsungan bisnis yang sehat. Risiko
merupakan ketidakpastian atas suatu kejadian dari setiap aktivitas yang dilakukan.
Sementara yang dimaksud risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian
potensial, baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat diprediksi yang dapat
berdampak negatif atau positif bagi pendapatan maupun permodalan bank.1

Secara umum permasalahan terkait manajemen risiko yang dihadapi oleh


perbankan syariah adalah sama. Setiap perbankan bukan hanya dibank konvensional
tapi juga di perbankan syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai macam risiko
baik itu eksternal maupun internal yang melekat pada perusahaan. Seperti juga
perbankan pada umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata
kelola yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang
disebut sebagai manajemen risiko.

Proses manajemen risiko merupakan sistem yang komprehensif yang meliputi


penciptaan lingkungan manajemen risiko yang kondisif, memelihara pengukuran
risiko yang efesien, proses mitigasi dan monitoring, serta menciptakan sistem kontrol
internal yang memadai.

Seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah yang sedemikian pesat, maka


manajemen risiko menjadi sesuatu yang penting untuk dikelola dengan baik. Risiko
dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainya, tanpa adanya
keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, hal tersebut
dapat dipahami bahwa bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan
bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko
tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada
akhirnya mengalami kebangkrutan.

1
Muhammad Iqbal Fasa, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, 12.

1
Berdasarkan PBI Nomer 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Resiko
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.2 Terdapat sepuluh jenis risiko
yang dihadapi bank Islam, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko
hukum, risiko reputasi, risiko strategis, risiko kepatuhan, risiko imbal hasil, dan risiko
investasi. Delapan risiko pertama merupakan risiko umum yang juga dihadapi oleh
bank konvensional. Sedangkan dua risiko terakhir merupakan risiko unik yang khusus
.
Risiko imbal hasil menjadi salah satu risiko yang sering terjadi dalam
pengelolaan dana bank syariah. Risiko imbal hasil terjadi akibat perubahan tingkat
imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah dan memengaruhi perilaku
nasabah. Risiko ini muncul sebagai akibat terjadinya perubahan tingkat imbal hasil
yang diterima bank dari penyaluran dana ke debitur. Bagi nasabah rasional, terjadinya
perubahan ekspektasi imbal hasil akan mempengaruhi perilakunya. Perubahan
ekspektasi ini dapat disebabkan oleh faktor internal, seperti menurunnya nilai aset
bank, turunnya pendapatan bagi hasil bank dari debitur, dan gagalnya bayarnya
debitur, dan faktor eksternal, seperti naiknya imbal hasil yang ditawarkan bank lain.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai profil risiko imbal hasil dan manajemenya
dalam bank syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana profil risiko imbal hasil di bank syariah ?

2. Bagaimana manajemen risiko imbal hasil di bank syariah ?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk menjelaskan profil risiko imbal hasil di bank syariah

2. Untuk menjelaskan proses manajemen risiko imbal hasil di bank syariah

2
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang penerapan manajemen risiko.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil Risiko Imbal Hasil Bank Syariah

Perbedaan antara rumusan teoritis dan realita dari perbankan syariah dapat
diidentifikasikan dengan jelas. Secara teoritis, para ekonom muslim menjelaskan
bahwa pada sisi liabilitas, bank syariah hanya memiliki dan investasi (investment
deposit). Sedangkan pada sisi aset, dana investasi ini selanjutnya akan disalurkan
melalui bagi hasil (profit sharing). Berdasarkan sistem ini, gejolak yang terjadi pada
sisi aset, secara otomatis ditompang oleh konsep berbagi risiko (risk sharing) sebagai
karakteristik dari dana investasi.

Dengan demikian, secara teoritis perbankan syariah menawarkan alternatif yang


lebih stabil dibandingkan sistem perbankan konvensional. Adapun karakteristik
sistemik dari sistem ini adalah sebanding dengan risiko yang melekat pada reksadana
(mutual fund). Fokus perhatian dari studi ini adalah pada aspek praktik perbankan
syariah. Bagaimanapun, praktik perbankan syariah tidaklah sama dengan apa yang
ada dalam teori.

Pada sisi aset, ivestasi dapat dilakukan melalui model pembiayaan berbasis bagi
hasil (mudharabah dan musyarakah) dan model pembiayaan berbasis pendapatan tetap
(fix income), seperti murabahah (jual beli dengan mark-up), jual beli dengan cicilan
(murabahah jangka menengah/panjang), istishna’/salam (penyerahan objek jual beli
ditangguhkan atau pembayaran dimuka) dan ijarah (sewa-menyewa).

Dana hanya disediakan untuk membiayai aktivitas bisnis yang sesuai dengan
prinsip syariah. Sementara disisi liabilitas, dana pihak ketiga dapat dihimpun dalam
bentuk rekening giro (current account) dan rekening investasi (investment account).
Jenis dana yang pertama dalam bank syariah adalah qard hasan (pinjaman tanpa
bunga) atau amanah (kontrak kepercayaan). Dana tersebut harus dikembalikan secara
penuh kepada deposan atas unjuk (giro).

Sedang deposan investasi akan menerima imbalan berdasarkan skemaprofit and


loss sharing (PLS) dan dana tersebut ikut berbagi dalam risiko oprasional bank.
Penerapan konsep bagi hasil kepada deposan merupakan karakteristik unik bank
syariah. Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan

3
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah, telah mengubah karakteristik risiko yang
dihadapi oleh bank syariah.

Risiko imbal hasil terjadi akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan
bank kepada nasabah dan memengaruhi perilaku nasabah. Risiko ini muncul sebagai
akibat terjadinya perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari penyaluran
dana ke debitur. Bagi nasabah rasional, terjadinya perubahan ekspektasi imbal hasil
akan mempengaruhi perilakunya. Perubahan ekspektasi ini dapat disebabkan oleh
faktor internal, seperti menurunnya nilai aset bank, turunnya pendapatan bagi hasil
bank dari debitur, dan gagalnya bayarnya debitur, dan faktor eksternal, seperti
naiknya imbal hasil yang ditawarkan bank lain3. Sebagai Contoh :

1. Bank memberikan imbal hasil dana yang lebih kecil dibandingkan dengan
bulan lalu akibat beberapa debiturnya mengalami penurunan kualitas pembiayaan.

2. Bank mengambil kebijakan untuk meningkatkan tingkat imbal hasil dana guna
mempertahankan nasabah deposan besar yang berpotensi kepada bank lain.

3. Bank Syariah mengharapkan hasil 7% dari asetnya yang nantinya akan


dibagikan kepada investor, pada saat yang sama BI rate naik menjadi 8%.

Dalam manajemen resiko imbal hasil, bank syariah harus memiliki sistem yang
tepat untuk identifikasi dan pengukuran faktor yang bisa meningkatkan resiko imbal
hasil tersebut. Bank syariah harus menggunakan teknik neraca untuk meminimalisir
eksposur menggunakan beberapa strategi berikut :

1. Menentukan rasio laba pada masa depan dibandingkan dengan ekspektasi


kondisi pasar.

2. Mengembangkan instrumen baru yang sesuai syariah

3. Menerbitkan sekuritisasi tranches yang sesuai dengan aset yang diizinkan


dalam ketentuan syariah

Risiko imbal hasil serupa dengan risiko tingkat suku bunga yang terdapat di bank
konvensional . Namun terdapat perbedaan antara risiko imbal hasil dengan risiko

3
Imam Wahyudi, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta : Salemba Empat, 2013), 26..

4
tingkat suku bunga yang ada di bank konvensional, sebagaimana yang terdapat dalam
tabel berikut.4

Item Risiko Imbal Hasil Risiko Tingkat Suku


Bunga

Sumber Pendapatan Bank syariah Bank Konvensional


campuran dari investasi beroperasi pada surat
berbasis mark up dan berharga berpenghasilan
investasi berbasis ekuitas tetap berbasis bunga pada
sehingga ketidakpastian aset sehingga
lebih besar. ketidakpastian akan
ketingkat kembalian yang
diterima atas investasi
yang dipegang sampai
jatuh tempo akan lebih
kecil.

Besaran Kembalian Tingkat Tingkat


pengembalian simpanan pengembalian dari
di bank syariah telah simpanan di bank
diantisipasi , tetapi tidak konvensional telah
disepakati sebelumnya . ditentukan sebelumnya.
Selain itu, kembalian
investasi yang
berdasarkan kemitraan
tidak akurat sampai akhir
periode investasi.

4
M.Nur Rianto Al – Arif. Management Risiko Bank Syariah. (Jakarta : UIN Press, 2015), 179.

5
B. Manajemen Imbal Hasil Dalam Perbankan Syariah

Bank Syariah harus memiliki sistem yang tepat untuk identifikasi dan pengukuran
faktor yang bisa meningkatkan risiko imbal hasil ini. Ketika dilakukan kalkulasi
tingkat pengembalian bank syariah harus memakai metode gapping untuk alokasi
posisi ke dalam time band untuk membagi jatuh tempo dalam tanggal repricing.
Tingkat aset yang tetap dan mengembang oleh bank syariah harus diklasifikasikan
sesuai dengan tanggal piutangnya karena kembalian piutang ini mempresentasikan
dana investasi mudharabah secara langsung dan memiliki keuntungan pemilikan dari
aset.

Arus kas yang aktual mengindikasikan gap pada time band yang ada,
mempengaruhi kembalian pada periode itu, bergantung dari kompleksitas dan sifat
dari operasi usaha. Bank syariah dapat menggunakan teknik dari simple gap sampai
simulasi yang mahir untuk pendekatan yang digunakan dapat diterima di estimasi
pada periode pendapatan masa depan , keberagamannya dan pendapatan akan
memberikan hasil pada beragam tingkatan kembalian yang diharapkan nasabah
mudharabah.

Proses pengukuran adalah penting untuk melihat potensi ancaman yang ada dan
material serta dapat memberikan dampak pada posisi neraca. Bank syariah akan
memastikan apakah mereka memahami karakteristik yang berbeda dari posisi
neracanya pada mata uang yang berbeda dimana mereka beroperasi. Bank syariah
harus menghitung jatuh tempo behavioral kontraktual dari transaksi dalam penilaian
eksposur risiko ini, yang dalam konteks lingkungan dimana mereka beroperasi dan
perubahan kondisi pasar, contohnya ialah pembiayaan lebih awal dari nasabah
mudharabah , dan transaksi ijarah.

Dibeberapa negara bank syariah memberikan rebat pada beberapa transaksi .


Bank syariah harus mampu menggunakan teknik neraca untuk meminimalisir
eksposur menggunakan beberapa strategi sebagai berikut :

1. Menentukan rasio laba pada masa depan dibandingkan dengan ekspetasi


kondisi pasar

2. Menggunakan instrument baru yang sesuai syariah

6
3. Menerbitkan sekuritisasi tranches yang sesuai dengan aset yang diizinkan
dalam ketentuan syariah.5

C. Konsekuensi Risiko Imbal Hasil

Konsekuensi dari risiko imbal hasil adalah risiko displaced commercial. Bank
Syariah mungkin berada dibawah tekanan untuk membayar kembalian di atas rata-rata
dari tingkat pendapatan yang dibiayai dari dana pemegang rekening investasi bagi
hasil yang kinerja asetnya berkinerja dibawah pesaing. Bank Syariah dapat
memutuskan untuk menggunakan bagian haknya untuk membagi seluruh share dan
mudharib untuk menguntungkan pemegang rekening investasi sebagai keputusan
komersil.

Dasar dari itu , perlu ditentukan dan didefinisikan secara jelas dan prosedurnya
disetujui oleh direksi. Profit Equalisation Reserve ( PER ) menurut The Accounting
and Auditing Organisation for Islamic Finansial Institution ( AAOIFI ) adalah
sebagian dari pendapatan kotor dari pendapatan murabahah yang dikeluarkan,
sebelum mengalokasikannya ke bagian mudharib dengan tujuan untuk memberikan
return/hasil yang lebih merata kepada pemilik rekening dengan pemegang saham.
Sementara itu , Investment Risk Reserve (IRR) adalah sebagian dari pendapatan
investor yang disesuaikan dengan cara mengurangi bagian dari pendapatan mudharib
yang bertujuan untuk menutupi kerugian pada masa yang akan datang pada investasi
yang dibiayai dengan skema pembiayaan berbentuk bagi hasil.

Untuk memitigasi risiko displayed commercial bank syariah perlu


mempertimbangkan dan memelihara serta menginformasikan pertimbangan level
saldo dari PER yang tepat. Beberapa bank syariah memelihara proporsi terkait dengan
nasabah investasi melalui cadangan dengan tujuan perataan laba kepada investor dan
biasanya untuk berjaga jaga apabila kembaliannya dibawah pesaing. Implikasinya
adalah bahwa saldo cadangan ini akan meningkat dalam beberapa tahun.

Akad berbasis syirkah berpotensi memberikan imbal hasil yang fluktuatif. Untuk
itu, guna menjaga agar bagi hasil yang diperoleh nasabah Investment Account Holder
(IAH) menjadi tidak fluktuatif sekaligus mencegah terjadinya displayed commercial

5
Ibid. 184-187

7
risk , terdapat rekomendasi agar bank islam mempraktikkan konsep Profit Equlization
Reserve (PER) dan Investment Risk Reserve (IRR).

Rekomendasi diadakannya kedua cadangan ini sepertinya didasarkan pada


asumsi bahwa nasabah IAH bank syariah sangat peduli terhadap imbal hasil yang
mereka dapatkan. Sehingga , bilamana imbal hasil yang diperoleh menurun, maka
mereka dapat memindahkannya ke bank konvensional.

Oleh karenanya, bank syariah akan berupaya menjaga agar imbal hasil yang
diperoleh nasabah IAH tidak terlalu fluktuatif, meskipun bank harus menyisihkan
sebagian dari ekuitasnya untuk menjaga hal tersebut. Dengan demikian PER dan IRR
ditujukan untuk melindungi gerusan pada ekuitas bank syariah yang mungkin timbul
akibat upaya bank syariah untuk tetap mendistribusikan imbal hasil pada nasabah IAH
dengan tingkat yang biasa diperolehnya. Praktik ini dilakukan oleh bank syariah pada
saat kondisi bisnis sedang lesu , dan imbal hasil yang diperoleh dari penyaluran dana
sedang menurun.

PER dicadangkan dari total keuntungan sebelum dialokasikan antara


pemegang saham , nasabah IAH , dan bagian bank atas hasil syirkah. Sementara IRR
dicadangkan dari jumlah keuntungan yang dibagikan kepada IAH , PER lebih
ditujukan untuk nasabah IAH sementara IRR ditujukan untuk menutupi potensi
kerugian yang bisa muncul akibat ruginya proyek yang dibiayai dari dana nasabah
IAH tersebut. Pencadangan ini juga berpengaruh pada nasabah IAH yang menaruh
dana dalam jangka pendek atau menaruh dana dalam periode dimana kinerja sedang
baik. Karena pencadangan ini mereka akan mendapatkan imbal hasil yang lebih
rendah dari pada seharusnya diterima jika ada pencadangan. Bank pun terkena
dampak karena labanya akan tergerus oleh pencadangan ini.

8
BAB III
KESIMPULAN

Manajemen resiko pada perbankans yariah mempunyai karakter yang berbeda


dengan bank konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas
melekat hanya pada bank-bank yang beroperasi secara syariah. Dengan kata lain,
perbedaan mendasar antara bank Islam danbank konvensional bukan terletak
bagaimana cara mengukur (how tomeasure), melainkan pada apa yang dinilai (what to
measure).

Risiko Imbal Hasil (rate of return risk) adalah risiko akibat perubahan tingkat
imbal hasil yang dibayarkan bank kepada nasabah karena terjadi perubahan tingkat
imbal hasil yang diterima bank dari penyalur dana , yang dapat mempengaruhi
perilaku nasabah dana pihak ketiga bank. Bank Syariah harus memiliki sistem yang
tepat untuk identifikasi dan pengukuran faktor yang bisa meningkatkan risiko imbal
hasil ini.

Ketika dilakukan kalkulasi tingkat pengembalian, bank syariah harus memakai


metode gapping untuk alokasi posisi ke dalam time band untuk membagi jatuh tempo
dana dalam tanggal repricing . Tingkat aset yang tetap dan mengambang oleh bank
syariah harus diklasifikasikan sesuai dengan tanggal piutangnya karena kembalian
piutang ini mempresentasikan dana investasi mudharabah secara langsung dan
memiliki keuntungan pemilikan dari aset.

9
DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, Imam, Manajemen Risiko Bank Islam. (Jakarta : Salemba Empat, 2013).

Iqbal Fasa, Muhammad, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia, (Li Falah : Jurnal
Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta, 2016).

Al – Arif. Muhammad.Nur Rianto Management Risiko Bank Syariah. (Jakarta : UIN Press,
2015).

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011.

10

Anda mungkin juga menyukai