Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

SEJARAH AUDITING SERTA KONSEP DASAR


AUDITING SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing yang diampu
oleh:
Syafrul Antoni, SE, M.Si

Disusun oleh Kelompok 2


 Azharudin 502171842
 Meri Anggraini 502171890
 Rismayanti 502171926
 Irma Royana 502171878
 Novi Yuni Putri 502171902
 Zainuri 502171962

PRODI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SULTAN THAHA SYAIFUDDIN
JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Sejarah Auditing Serta Konsep Dasar Auditing Syariah”. Makalah ini diajukan
guna memenuhi nilai mata kuliah “Auditing”. Tidak lupa, kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh


karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan menjadikan
sumber pengetahuan bagi para pembaca.

penyusun,

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Definisi Auditing Sayiah .................................................................................. 2


2.2.Sejarah serta Perkembangan Auditing dan Akuntansi Islam ........................... 2
2.3.Konsep Dasar Auditing Syariah ....................................................................... 4
2.4.Teori, Konsep dan Standar Audit Syariah ........................................................ 6
2.5.Tahapan Proses Penyelesaian Audit ............................................................... 10
2.6.Dasar Hukum Audt Syariah ........................................................................... 15
2.7.Filosofi Audit Syariah .................................................................................... 19
2.8.Perkembangan Audit Syariah ......................................................................... 19
2.9.Sebab-sebab Dilakukannya Audit Syariah ..................................................... 23
2.10.Macam-macam Audit Syariah ...................................................................... 24
2.11.Etika Audit Syariah ...................................................................................... 26
2.12.Standar Audit Syariah .................................................................................. 27
2.13.Manfaat Audit Syariah ................................................................................. 30

BAB III PENUTUP


3.1.Kesimpulan..................................................................................................... 31
3.2.Saran ............................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Audit adalah faktor penting untuk menjamin akuntabilitas perusahaan, hal
ini untuk mengeksplorasi audit Syari‟ah yang selanjutnya memungkinkan praktisi
dan pengguna menggunakan pengetahuan yang diperoleh baik dalam audit
konvensional serta perspektif Islam.
Arti umum Audit Syari‟ah adalah untuk melihat dan mengawasi,
mengontrol dan melaporkan transaksi, sesuai aturan dan hukum Islam yang
bermanfaat, benar, tepat waktu dan laporan yang adil untuk pengambilan
keputusan. Bukan tugas yang mudah untuk melakukan audit syariah di dalam
kondisi kapitalistik dan sistem keuangan konvensional yang kompetitif.
Audit syari‟ah merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
bukti yang cukup dan relevan untuk membentuk opini apakah subyek yaitu
personil, proses, kinerja keuangan serta non-keuangan konsisten dengan aturan
Syariah dan prinsip-prinsip yang diterima secara luas oleh masyarakat Islam dan
melaporkan kepada pengguna.
Auditing syariah lebih luas cangkupannya dari auditing konvensional,
dimana auditing syariah selain mengacu pada standar audit nasional dan
internasional juga mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Dalam audit syariah bisa
menerapkan aturan audit nasional dan internasional selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah dn perkembangan auditing dan akuntansi Islam?
2. Bagaimana konsep dasar auditing syariah?
3. Bagaimana tahapan penyelesaian auditing?
4. Apa dasar hukum audit syariah?
5. Apa filosofi,macam, standar, etika dan manfaat audit syariah?
6. Apa penyebab harus dilakukannya audit syariah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Auditing Syariah


Dari segi etimologis “audit” diartikan pemeriksaan pembukuan
keuangan (KBI, 2008). Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja (1998),
mendefinisikan auditing sebagai proses sistematis untuk mempelajari dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian
hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Berdasarkan AAOIFI-GSIFI (2003), Audit Syari’ah adalah laporan
internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang
melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan
syariah, fatwa-fatwa, intruksi, dan sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan
lembaga supervisi syariah. Menurut Shafi, auditing dalam Islam adalah: (a)
proses menghitung, memeriksa dan memonitor (proses sistematis); (b) tindakan
seseorang (pekerjaan duniawi atau amal ibadah; lengkap dan sesuai syariah; (c)
untuk mendapat rewarddari Allah di akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa audit dalam Islam adalah salah satu
unsur pendekatan administratif maka administrasi menggunakan sudut
pandang keterwakilan. Oleh karena itu, auditor merupakan wakil dari para
pemegang saham yang menginginkan pekerjaan (investasi) mereka sesuai
dengan hukum-hukum syariat Islam.1

2.2. Sejarah Serta Perkembangan Auditing dan Akuntansi Islam


Awal audit terhadap perusahaan dapat dikaitkan dengan perundang-
undangan Inggris selama revolusi industri pada pertengahan tahun 1800-an. Pada
awalnya audit terhadap perusahaan harus dilakukan oleh satu atau lebih pemegang
saham yang bukan merupakan pejabat perusahaan atau mereka yang ditunjuk oleh

1
Ahmad Fauzi dan Ach Faqih Supandi, “Perkembangan Audit Syariah di Indonesia”, Jurnal Istiqro: Jurnal
Hukum Islam, Ekonomi dan Bisnis Vol.5 / No.1: 24-35, Januari 2019, hlm. 26.

2
pemegang saham lainnya sebagai perwakilan pemegang saham. Selanjutnya,
untuk memenuhi kebutuhan pasar serta perundang-undangan yang segera direvisi,
profesi akuntan mulai dibutuhkan. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai
formasi kantor-kantor audit. Beberapa di antaranya, yaitu kantor-kantor auditor
Inggris Kuno seperti Deloitte & Co, Peat Marwick, & Mitchell, dan Price
Waterhouse & Co. yang masih dapat ditelusuri sampai saat ini serta masih
membuka praktik di USA ataupun di luar USA.
Pengaruh Inggris juga turut bermigrasi ke Amerika Serikat pada akhir tahun
1800-an ketika para investor Inggris dan Skotlandia mengirimkan para Auditomya
untuk memeriksa kondisi perusahaanperusahaan Amerika, tempat mereka telah
berinvestasi dalam jumlah yang sangat besar. Secara khusus, mereka melakukan
investasi dalarn saham pabrik pembuatan bir dan perkeretaapian. Fokus awal audit
ini mula-mula adalah untuk menemukan penyimpangan dalam akun neraca serta
menangkal pertumbuhan kecurangan yang berkaitan dengan meningkatnya
fenomena manajer profesional serta pemilik saham yang pasif.
Dari studi sejarah peradaban Arab, tampak besarnya perhatian bangsa Arab
pada akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha setiap pedagang Arab untuk
mengetahui dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat sampai
pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada
keuangannya. Setelah berkembangnya negeri, bertambahnya kabilah, masuknya
imigran dari negeri tetangga, dan berkembangnya perdagangan serta timbulnya
usaha-usaha intervensi perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa Arab
terhadap pembukuan dagang untuk menjelaskan utang piutang. Orang-orang
Yahudi pun (pada waktu itu).2

2
Ibid, hlm. 27.

3
2.3. Konsep Dasar Auditing Syariah
Peran utama auditor adalah menyediakan informasi untuk keperluan
penyusunan kontrak yang dilakukan oleh pemilik atau manajer perusahaan
kompetensi auditor mencakup pengetahuan, pengalaman, pendidikan berkelanjutan,
independensi dan sikap mental, kehati-hatian profesional, perencanaan dan supervisi
audit, mengenal internal control klient, bukti audit yang cukup dan kompeten
1. Definisi auditing
Dari segi etimologis audit diartikan pemeriksaan pembukuan keuangan
menurut arens dan loebbecke Auditing adalah proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai entitas
ekonomi yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dalam
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
Mauts dan sharaf mendefinisikan Auditing sebagai rangka dan rangkaian
praktik dan prosedur metode dan teknik, cara yang membutuhkan penjelasan,
deskripsi, rekonsiliasi, dan argumen argumen teoritis dalam mengevaluasi
aktivitas ekonomi.
Dalam pelaksanaan audit beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu
sebagai berikut.
a. Proses yang sistematis. merupakan rangkaian proses dan prosedur yang
bersifat logis dan terstruktur
b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif.
c. Asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi. Asersi merupakan
pernyataan atau rangkaian pernyataan secara keseluruhan oleh pihak yang
bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
d. Menentukan tingkat kesesuaian. penghimpunan dan pengevaluasian bukti-
bukti dimaksud untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
e. Kriteria yang ditentukan. kriteria yang ditentukan merupakan standar
standar pengukuran untuk mempertimbangkan asersi atau representasi.

4
f. Menyampaikan hasil hasilnya hasil hasil audit dikomunikasikan melalui
laporan tertulis yang mengidentilikasi mengidentikasikan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi dan kriteria yang telah ditentukanPara pemakaian
berkepentingan Yaitu mengambil keputusan yang menggunakan atau
mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan .
g. melalui laporan audit dan laporan lainnya.
2. Esensi Auditing Syariah
Auditing dalam Islam adalah : (a) proses menghitung memeriksa dan
monitor (Proses sistematis), (b) sesuai tindakan seseorang (pekerjaan duniawi atau
amal ibadah lengkap dan sesuai Syariah (c) untuk mendapat reward dari Allah di
akhirat.
3. Tujuan dan fungsi Auditing Syariah
Auditing AAOEFI untuk audit pada lembaga keuangan mencakup lima
standar:
a. Tujuan dan prinsip
b. Laporan auditor
c. Ketentuan keterlibatan audit
d. lembaga pengawasan Syariah
e. tinjauan Syariah
Secara operasional, tujuan audit dalam Islam yaitu :
a. Menilai tingkat penyelesaian dari suatu tindakan
b. Memperbaiki koreksi kesalahan
c. Memberikan reward atau ganjaran baik atas keberhasilan pekerjaan
d. Memberikan punishment atau ganjaran buruk untuk kegagalan pekerjaan
4. Landasan Auditing Syariah
Landasan Syariah dari penjelasan al-basyariah dapat dirujuk pada
penafsiran surah al-hujurat ayat 6. Ayat tersebut menunjukkan pentingnya
pemeriksaan secara teliti atas sebuah informasi karena bisa menyebabkan
terjadinya musibah atau bencana. Dalam konteks audit Syariah, pelaksanaan
pemeriksaan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya juga menjadi
sangat penting karena keduanya dapat menjadi sumber krisis ekonomi jika tidak

5
dikelola secara maksimal. audit Syariah dapat dimaknai sebagai proses untuk
memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan
Islam tidak melanggar Syariah atau pengujian kepatuhan syariat secara
menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah.3

2.4. Teori, Konsep dan Standar Audit Syariah


Teori dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya menjadi dua yaitu teori
normatif dan teori deskriptif. Teori normatif merupakan teori yang seharusnya
dilaksanakan sedangkan teori deskriptif merupakan teori yang sesungguhnya
dilaksanakan.4
Tidak seperti pada akuntansi, pada auditing tidak banyak orang yang
berbicara tentang teori auditing sebagai lawan kata praktik auditing. Pada
umumnya, orang menganggap auditing hanya suatu rangkaian prosedur, metode
dan teknik. Auditing tidak lebih dari pada sekedar suatu cara untuk melakukan
sesuatu dengan sedikit penjelasan, uraian, rekonsiliasi, dan argumentasi.
Meskipun demikian telah di coba untuk meyakinkan perlunya suatu teori normatif
pada auditing. Professor R. K. Mautz dan H. A. Sharaf dengan bukunya “ The
Philosophy of Auditing“, merupakan tokoh pertama yang melakukan usaha
tersebut.

Menurut Mautz dan Sharaf teori auditing tersusun atas lima konsep
dasar,yaitu:
1) Bukti
Tujuan memperoleh dan mengevaluasi bukti adalah untuk memperoleh
pengertian sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan atas pemeriksaan
yang di tuangkan dalam pendapat auditor. Secara umum usaha untuk
memperoleh bukti dilakukan dengan cara , yaitu :
a. Authoritarianisme, Bukti diperoleh berdasar informasi dari pihak lain.
Misalnya keterangan lisan manajemen dan karyawan, dan pihak luar
lainnya, serta keterangan lisan tertulis berupa doklumen.

3
Rusdiana dan Aji Saptaji, Auditing Syariah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2018), hlm. 93.
4
Ibid. Hlm. 98.

6
b. Mistikisme, Bukti dihasilkan dari intuisi. Misalnya pemeriksaan buku
besar, dan penelaahan terhadap keterangan dari pihak luar.
c. Rasionalisasi, Merupakan pemikiran asumsi yang diterima. Misalnya
penghitungan kembalioleh auditor, dan pengamatan terhadap
pengendalian intern.
d. Emperikisme, Merupakan pengalaman yang sering terjadi. Misalnya
perhitungan dan pengujian secara fisik.
e. Pragmatisme, Merupakan hasil praktik. Misalnya kejadian setelah
tanggal selesainya pekerjaan lapangan.
2) Kehati-hatian dalam pemeriksaan (due care)
Artinya melakukan pekerjaan dengan sangat hati-hati dan selalu
mengindahkan norma-norma profesi dan norma moral yang berlaku. Konsep
kehati-hatian yang di harapkan auditor yang bertanggung jawab. Dalam
auditing tersebut sebagai prudent auditor. Tanggung jawab yang di maksud
adalah tanggung jawab profesional dalam melaksanakan tugasnya. Konsep ini
lebih di kenal dengan konsep konservatif.
3) Penyajian atau pengungkapan yang wajar
Konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak
memihak), tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan,hasil operasi, dan
aliran kas perusahaan. Konsep ini dijabarkan lagi dalam 3 sub konsep, yaitu :
1) Accounting Propriety : berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi
tertentu dalam kondisi tertentu.
2) Adequate Disclosure : berkaitan dengan jumlah dan luas pengungkapan
atau penyajian informasi
3) Audit Obligation : berkaitan dengan kewajiban auditor untuk independen
dalam memberikan pendapat.
4) Independensi
Merupakan suatu sikap mental yang di miliki auditor untuk tidak memihak
dalam melakukan audit. Masyarakat pengguna jasa audit memandang bahwa
auditor akan independen terhadap laporan keuangan yang di periksa dan
pembuat dan pemakai laporan keuangan. Jika posisi auditor terhadap kedua

7
hal tersebut tidak independen maka hasil kerja auditor menjadi tidak berarti
sama sekali.
5) Etika perilaku
Dalam auditing berkaitan dengan perilaku yang ideal seorang auditor
profesional yang independen dalam melaksanakan audit.
Standar Auditing, merupakan salah satu ukuran kualitas pelaksanaan
auditing. Setiap standar dalam standar auditing ini saling berkaitn saling
tergantung antara yang satu dengan yang lainnya. Standar tersebut dengan segala
bahasa di tuangkan ke dalam sebuah buku yaitu buku Standar profesional Akuntan
Publik (SPAP). Secara lengkap standar auditing adalah sebagai berikut:
1. Standar Umum
a. Audit harus di laksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Standar
pertama menuntut kompetensi teknis seorang auditor di tentukan oleh
tiga faktor yaitu:
a) Pendidikan formal dalam pendidikan akuntansi di suatu
perguruan tinggi termasuk ujian profesi auditor.
b) Pelatihan bersifat praktis dan pengalaman dalam bidang auditing.
c) Pendidikan profesional berkelanjutan selama menekuni karir
auditor profesional.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Ada 3 aspek
independesi, yaitu :
a) Independensi senyatanya
b) Independensi dalam penampilan.
c) Independensi dari sudut keahliannya atau kompetensinya.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya

8
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan. Dalam hal ini pemahaman mengenai struktur
pengendalian intern klien akan di gunakan untuk:
a) Mengidentifikasi salah satu yang potensial.
b) Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah satu
yang material.
c) Merancang pengujian substantif.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat

9
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.5
Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan
saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan
penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar
yang lain. “Materialitas” dan “Risiko Audit” melandasi penerapan semua standar
auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.

2.5. Tahapan Proses Penyelesaian Audit


Untuk tujuan pembahasan, tanggung jawab auditor dalam menyelesaikan
audit dibagi menjadi tiga kategori, yaitu menyelesaikan pekerjaan lapangan,
mengevaluasi temuan, berkomunikasi dengan klien.
1. Review Peristiwa Subsequent Event
Subsequent Events adalah peristiwa atau transaksi yang terjadi setelah tanggal
neraca, tetapi sebelum diterbitkannya laporan audit yang mempunyai akibat
yang material terhadap laporan keuangan dan memerlukan penyesuaian atau
pengungkapan dalam laporan tersebut.
a. Jenis Peristiwa
 Subsequent event jenis 1 memberikan bukti tambahan berkenaan
dengan kondisi yang ada pada tanggal neraca dan memengaruhi
estimasi yang inheren dalam proses penyusunan laporan keuangan
 Subsequent events jenis 2 memberikan bukti berkenaan dengan konsisi
yang tidak ada pada tanggal neraca, tetaapi muncul setelah tanggal itu.
Peristiwa jenis 1 memerlukan penyesuaian atas laporan keuangan
sedangkan peristiwa jenis 2 memerlukan pengungkapan dalam laporan
atau dalam kasus yang sangat material, menyertakan data proforma
pada laporan keuangan.

5
Danang Suntoyo, Auditing Pemeriksaan Akuntansi (Yogyakarta: CAPS, 2014), hlm. 21.

10
b. Prosedur Audit dalam Periode Setelah Tanggal Neraca
Auditor harus mengidentifikasi dan mengevaluasi subsequent events
sampai tanggal laporan auditor, yang biasanya merupkan akhir dari
pekerjaan lapangan. Tanggung jawab ini dilaksanakan dengan cara:
 Mewaspadai subsequent events dalam melaksanakan pengujian
substantif akhir tahun seperti pengujan pisah-batas dan mencari
kewajiban yang belum tercatat.
 Melaksanakan prosedur audit berikut yang ditetapkan dalam AU 560.12
atau mendekati akhir pekerjaan lapangan
 Membaca laporan keuangan interim terakhir yang tersedia serta
membandingkannya dengan laporan yang sedang dilaporkan dan
melakukan perbandingan lainnnya yang sesuai dalam situasi-situasi itu
 Menanyakan kepada manajemen yang bertanggung jawab atas hal-hal
keuangan dan akuntansi.
 Membaca notulen rapat dewan komisaris, pemegang saham dan komite
lainnya yang sesuai
 Menanyakan ahli hukum klien mengenai litigasi, klaim dan penilaian
 Mendapatkan surat representasi dan klien mengenai subsequent events
yang menurut pendapatnya akan memerlukan penyesuaian atau
pengungkapan
 Melakukan tanya-jawab tambahan atau melaksanakan prosedur
tambahan yang dipandang perlu dalam situas-situasi itu.
c. Pengaruh terhadap Laporan Auditor
Kelalaian untuk mencatat atau mengungkapkan secara tepat subsequent
events dalam laporan keuangan akan menimbulkan penyimpangan dan
laporan standar auditor.
2. Membaca risalah rapat
Risalah rapat pemegang salam,dewan komisaris, dan subkomitenya, seperti
komite keuangan dan komite audit,dapat memuat hal-hal yang mempunyai
signifikansi audit. Sebagai contoh, dewan komisaris dapat mengontrorisasi

11
oenerbitan obligasi baru, pembelian saham treasuri, pembayaran deviden
tunai, atau penghentian lini produk.
3. Mendapatkan bukti mengenai litigasi,klaim, dan penilaian.
FASB dalam SFAS5, Accounting for contingencies mendefinisikan
kontingensi sebagai kondisi, situasi, atau rangkaian situasi, atau serangakain
situasi yang ada yang melibatkan ketidakpastikan mengenai kemungkinan
keuntungan (kontingensi keuntungan) atau kerugian (kontingen kerugian)
yang akan diperoleh apabila satu atau lebih peristiwa masa depan terjadi atau
tidak terjadi. Hal ini tergantung pada evaluasi yang subjektif atas
kemungkinan pembayaran masa depan, GAAP mempersyaratkan bahwa
kontigensi kerugian harus (a) dicatat sebagai kewajiban kontingen, (b)
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan atau (c) abaikan.
a. Pertimbangan audit
SAS 12, inqurity of a client’s lawyer concerning litigation, claims, and
assessments (AU337.04) menyatakan bahwa auditor harus mendapatkan
bukti-bukti tentang:
 Eksitensi kondisi, situasi,atau serangkaian situasi yang
menunjukkan ketidakpastian mengenai kemungkinan terjadinya
kerugian pada suatu entitas dab litigasi, klaim, dan penilaian
(litigation, claims, and assessment-LCA).
 Periode penyebab yang mendasari tindakan hukum terjadi.
 Tingkat probabilitas hasil yang tidak menguntungkan.
 Jumlah atau rentang kerugian yang potensial
b. Surat pertanyaan audit
Auditor tidak memiliki keahlian hukum yang mencukupi untuk membuat
pertimbangan yang jelas mengenai semua LCA. Jadi, AU 337.08
menunjukkan bahwa surat pertanyaan audit kepada ahli hukum klein
merupakan sarana audit utama bagi auditor untuk mendapatakan
informasi pendukung tentang LCA yang diserahkan oleh manajemen.

12
c. Pengaruh jawaban terhadap laporan auditor
Auditor dapat mengeluarkan laporan standard dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Ini dapat terjadi apabila jawabannya menunjukkan
bahwa berdasarkan penyelidikan yang layak atas masalah yang dihadapi,
terdapat (1) probabilitas yang tinggi atas hasil yang menguntungkan atau
(2) masalah yang dihadapi tidak material.
4. Mendapatkan surat representasi klien
Auditor diwajibkan untuk mendapatkan representasi tertulistertentu dari
manajemen dalam memenuhi standard ketiga pekerjaan lapangan.ini dapat
dicapai melalui surat representasi klien, yang umumnya dikenal sebagai surat
rep. AU 333. Management Representations (SAS 85 dan SAS 89),
Menjelaskan bahwa representaai merupakan bagian dari barang bukti, tetapi
bukan pengganti penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk
mendapatkan dasar yang layak atas suatu pendapat.
Representasi manajemen:
a. Mengonfirmasikan representasi lisan yang diberikan kepada auditor
b. Mendokumentasikan kelayakan yang berkelanjutan dan representasi
tersebut.
c. Mengurangi kemungkinan kesalahpahaman mengenai representasi
maanjemen.
5. Melaksanakan prosedur analisis
Prosedur analisis juga diisyaratkan dalam penyelesaian audit sebagai review
keseluruhan (atau akhir) atas laporan keuangan. SAS 56, Analytical Produres
(AU 329,22), menyatakan bahwa tujuan review keseluruhan adalah
membantu auditor menilai kesimpulan yang dicapai dalam audit dan dalam
mengevaluasi penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.
6. Mengevaluasi temuan
Auditor mempunyai dua tujuan dalam mengevaluasi temuan: (a) menentukan
jenis pendapat yang harus dinyatakan dan (b) menentukan GAAS telah
terpenuhi dalam audit atau belum. Untuk mencapai tujuan ini, auditor
menyelesaikan langkah-langkah berikut:

13
a. Membuat penilaian akhir atas materialitas dan risiko audit
 Salah saji yang belum dikoreksi yang secara spesifik diintifikasi melalui
pengujian substantive atas rincian transaksi dan saldo.
 Proyeksi salah saji yang belum dikoreksi yang diestimasi melalui teknik
sampling audit.
 Estimasi salah saji yang dideteksi melalui prosedur analisis dan
dikuantifikasi oleh prosedur audit lainnya.
b. Mengevaluasi kelanjutan usaha.
The auditor’s consideration of an entity ability to continue as a going
concern menerpakan tanggup jawab apakah ada keraguan yang subtansial
tentang kemampuan klien untuk mempertahankan kelanjutan usahanya
selama suatu periode waktu yang layak, yaitu tidak melebihi satu tahun
diluar tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (biasanya satu tahun
dari tanggal neraca).
c. Melakukan Review Teknis Atas Laporan keuangan
Banyak kantor akuntan publik mempunyai daftar periksa laporan keuangan
terperinci yang diselesaikan oleh auditor yang melaksanakan review atas
laporan keuangan yang bersangkutan. Daftar periksa yang lengkap itu
kemudian di review oleh manajer dan partner yang bertanggung jawab atas
penugasan tersebut. Sebelum mengeluarkan laporan audit atas klien yang
merupakan perusahaan terbuka, review teknis juga harus dilakukan atas
laporan itu oleh partner yang bukan anggota tim audit.
d. Merumuskan Pendapatan Menulis Naskah Laporan Audit
Sebelum mengambil keputusan akhir tentang pendapat, biasanya diadakan
suatu konferensi dengan klien. Pada pertemuan ini, auditor melaporkan
semua temuannya secara lisan dan berusaha memberikan dasar pemikiran
untuk melakukan penyesuaian yang diusulkan dan/atau pengungkapan
tambahan.
e. Melakukan Review Akhir atas Kertas Kerja
Review tingkat pertama atas kertas kerja oleh supervisor. Review ini
dilakukan untuk mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan, bukti yang

14
diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat oleh penyusun kertas kerja. Review
tambahan atas kertas kerja dapat dilakukan pada akhir pekerjaan lapangan
oleh anggota tim audit.
7. Komunikasi dengan Klien
a. Mengomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pengendalian internal.
b. Mengomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan audit
c. Menyiapkan surat manajemen
8. Tanggungjawab setelah audit
a. Subsequent events antara tanggal dan penerbitan laporan
Interval waktu antara satu sampai tiga minggu biasanya berlalu antara akhir
pekerjaan lapangan daan penerbitan audit.
b. Ikhtisar tanggung jawab auditor dalam penyelesaian audit
Penyelesaian pekerjaan lapangan - evaluasi temuan - komunikasi dengan
klien.
c. Penemuan fakta yang ada pada tanggal laporan
Apabila penyelidikan lebih lanjut menguatkan eksistensi fakta itu dan
auditor merasa yakin bahwa informasi itu penting bagi mereka yang
mengandalkan atau cenderung mengandalkan pada laporan keuangan,
auditor harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah
ketergantungannya pada laporan audit itu pada masa depan.6

2.6. Dasar Hukum Audit Syariah


2.6.1. Al Quran
1) Surat Al-Infithar (82): Ayat 10-12
َ‫ن َما ت َ ْفعَلُ ْو َن‬
ََ ‫ن ۙ  يَ ْعلَ ُم ْو‬ ََ ‫علَ ْي ُك َْم لَ ٰحـ ِف ِظ ْي‬
ََ ‫ن ۙ  ِك َرَا ًما كَا تِبِ ْي‬ َ َ‫َوَاِ ن‬
Artinya : Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang
mengawasi (pekerjaanmu) yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-
pekerjaanmu itu) mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.

6
Ibid, hlm. 110.

15
Pada surat Al-Infithar ayat 10 sampai ayat 12 diatas dijelaskan bahwa para
malaikat penjaga yang mulia itu senantiasa mengawasi kalian, maka
janganlah kalian melakukan keburukan, karena mereka pasti mencatat semua
perbuatan kalian.

Auditor selalu dalam pengawasan Allah yang akan dicatat semua


perbuatannya oleh Malaikat, maka auditor akan melakukan tugasnya sebagai
penilai kewajaran laporan keuangan akan bersikap jujur dan adil. Akuntan
muslim harus berupaya untuk selalu menghindari pekerjaan yang tidak disukai
oleh Allah SWT karena takut mendapat hukuman di akhirat.

2) Dalam surat Al A‟ raaf (7) ayat 85:

”Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka,


Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari
Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman".

Sebab turunnya ayat dimana Nabi Syu‟aib memberi nasihat kepada keturunan
Madyan dalam hal bermu‟amalah dengan manusia, agar mereka
menyempurnakan takaran dan timbangan, serta tidak merugikan hak-hak orang
lain. Beliau menasihati mereka agar tidak menghianati manusia berkenaan

16
dengan harta mereka, dengan mengambilnya secara curang, yaitu dengan
mengurangi takaran dan timbangan serta penipuan.

Para auditor sudah selayaknya menuliskan dan menilai kewajaran dari


laporan keuangan kliennya sesuai dengan yang terjadi, tidak curang, dan tidak
ada yang disembunyikan. Auditor melihat dari bukti-bukti transaksi yang
dicocokkan dengan laporan keuangan apakah sudah sesuai standar audit syariah,
dan apakah sistem yang dilakukan dalam perusahan sudah sesuai dengan standar
audit syariah. Bila laporan keuangan dan sistem belum sesuai dengan standar
audit syariah maka dikeluarkan laporan auditor tidak wajar. Namun, bila laporan
dan sistem perusahaan sudah sesuai dengan standar audit syariah maka
dikeluarkan laporan kewajaran tanpa pengecualian. Semua laporan auditor harus
dipublikasikan sesuai dengan pelaksanaannya agar tidak merugikan pihak lain.

3) Surat Al An‟aam 6 ayat 152:

Artinya : ... Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil

Allah memerintahkan agar melaksanakan keadilan dalam mengambil dan


memberi, sebagaimana Dia memberi ancaman kepada siapa saja yang
mengabaikannya. Allah telah membinasakan suatu umat dari umat-umat
terdahulu karena mereka melakukan kecurangan dalam menakar dan
menimbang. Allah memerintahkan untuk berlaku adil, baik dalam perbuatan
maupun ucapan, baik terhadap kerabat maupun orang lain yang bukan kerabat.
Allah memerintahkan berlaku adil kepada setiap orang di segala waktu dan
keadaan.

Auditor harus adil dan jujur dalam melakukan penilaian laporan keuangan
yang sesuai standar syariah. Penilaian tersebut adil baik kepada kerabat ataupun
bukan kerabat. Jangan karena ada unsur saudara atau sudah lama masa
penugasannya maka dibuat laporannya wajar, padahal perusahaan tersebut ada
indikasi kecurangan. Tidak boleh pula menilai laporan audit wajar karena

17
menerima tambahan fee audit. Semua hal yang dilakukan auditor bila merugikan
pihak lain, maka akan diancam Allah SWT.

2.6.2. Hadist
1) Hadis riwayat Abu Dawud, dari Abu Hurairah, Rasul Saw bersabda:
“Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu
tidak khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada
pihak yang lain, maka keluarlah aku darinya.”
2) Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari Amr Bin Auf:
“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram ; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

3) Hadis Nabi Dikeluarkan ibnu majah dari ibadah ibnu shamit dalam
sunannya/Kitab Al-Ahkam: Nomor Hadis 1332 dan diriwayatkan oleh
Ahmad dari Ibnu Abas, dan Malik dari Yahya)
“Rasulullah s.a.w. menetapkan : Tidak boleh membahayakan/merugikan
orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang
ditimbulkan oleh oranglain) dengan bahaya (perbuatan yang
merugikannya).”

2.6.3. Undang-undang
Acounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution
(AAOIFI). Dimana AAOIFI telah menyusun:
a) Tujuan dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan.
b) Standar Akuntansi untuk lembaga keuangan, khususnya bank.
c) Tujuan dan standar auditing untuk lembaga keuangan.
d) Kode etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan.

Prinsip umum audit AAOIFI adalah:


a) Auditor lembaga keuangan Islam harus mematuhi “Kode etik professi
akuntan” yang dikeluarkan oleh AAOIFI dan The International Federation of
Accountans yang tidak bertentangan dengan aturan dan prinsip Islam.

18
b) Auditor harus melakukan auditnya menurut standar yang dikeluarkan oleh
Auditing Standard for Islamic Financial Institutions (ASIFIs).
c) Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan kemampuan
professional, hati-hati dan menyadari segala keadaaan yang mungkin ada
yang menyebabkan laporan keuangan salah saji.

2.7. Filosofi Audit Syariah


Audit dalam perspektif Islam mengandung filosofi-filosofi berikut ini:
a. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Allah hanya pemilik segala sesuatu,
percaya pada hari setelah pertanggungjawaban di hadapan Allah.
b. Hal ini didasarkan pada moral: Seperti; takut Allah, kejujuran, kepercayaan,
janji, kerjasama, dan pengampunan. Dalam konteks ini, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan
keji, kemungkaran, dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.27" (AL- Nahl-90).
c. Prinsip-prinsip Audit dalam Islam yang dilakukan dari sumber- sumber
hukum Islam seperti Quran dan Sunnah. Prinsip- prinsip ini yang sempurna,
permanen dan komprehensif.
d. Audit dalam Islam hanya berurusan dengan transaksi yang sah, dan
menghindari transaksi jahat dan melanggar hukum.
e. Audit dalam Islam tidak menjalin pada aspek perilaku manusia yang bekerja
di perusahaan dan memotivasi dan insentif dia ke jalan yang lurus sesuai
dengan hukum Islam.
f. Kerangka Audit dalam Islam lebih luas, itu berarti aspek spiritual dan
material, itu berlaku untuk seluruh kehidupan.

2.8.Perkembangan Audit Syariah


Kompleksitas dan dinamika perusahaan telah meningkatkan kebutuhan
audit syariah menjadi lebih komprehensif dan terintegrasi untuk memberikan
jaminan untuk stakeholder dan pengguna lain pada kepatuhan syariah dari seluruh

19
sistem dan operasi lembaga keuangan syari‟ah. Shahul menyerukan perbaikan
yang luas untuk akuntansi Islam jika ingin bertahan untuk waktu yang lama.
Kasim dkk. menyatakan bahwa kurangtepatnya praktek audit dari lembaga
keuangan syari‟ah adalah masalah utama yang dihadapi saat ini dalam kerangka
audit syari‟ah. Indonesia dan Malaysia, mengambil inisiatif dalam memproduksi
Pedoman Audit Syariah untuk perusahaan lembaga keuangan syari‟ah. Lembaga
keuangan syari‟ah khususnya, harus memastikan bahwa sistem keuangan Islam
secara keseluruhan adalah syariah compliant. Dalam rangka mencapai tujuan
syariah khususnya prinsip keadilan sosial, ruang lingkup audit dalam perspektif
Islam harus lebih luas dibandingkan dengan lingkup audit konvensional. Menurut
Haniffa ini penting untuk melindungi dan memperbaiki kondisi kehidupan
manusia dalam semua dimensi.
Meskipun status kepatuhan audit syariah menjadi bagian penting dari
lembaga keuangan syari‟ah "struktur pemantauan secara keseluruhan, dan studi
dalam aspek ini masih kurang. Ada banyak literatur yang dihasilkan berkaitan
dengan Islam dan ekonomi. Namun, tidak mampu membuat kemajuan yang
signifikan dalam menciptakan ekonomi Islam dalam arti sebenarnya.
Pada abad ke-21 lebih menguntungkan karena pertumbuhan drastis dari
sektor perbankan syariah dan pasar modal syariah yang mendapatkan penerimaan
yang lebih luas. Didorong oleh pemerintah dan terus mempercepat perubahan
dalam perbankan Syari‟ah dan pasar modal, auditor syariah diharapkan memiliki
tanggung jawab yang lebih luas.
Sebagaimana diungkapkan Rahman lingkup pertama audit syariah LKS
adalah mengawasi dan memastikan bahwa semua transaksi keuangan diakui,
diukur, dan dilaporkan secara akurat serta adanya hak dan kewajiban yang timbul
dari kontrak yang berbeda. Selain itu, juga akan memastikan bahwa ada
kepatuhan terhadap standar yang relevan, seperti aturan dan peraturan dari Bank
Negara atau dari AAOIFI dll.
Hameeds sebagaimana dikutip oleh Yacob dan Donglah menyarankan
pendekatan yang lebih luas dan holistik perlu diadopsi Dewan Pengawas Syari‟ah
(DPS) yang mempertimbangkan kebijakan, proses dan prosedur, kontrak dan

20
perjanjian, sistem keuangan dan pelaporan, manajemen sumber daya manusia,
kegiatan sosial dan kontribusi, pemasaran dan periklanan, laporan dan edaran,
perhitungan zakat dan pembayaran, dan sistem IT.
Manajer lembaga keuangan syari‟ah bertanggung jawab pada
penggunaan dana yang efisiensi dan efektivitas. Selanjutnya, sejalan dengan
ruang lingkup yang luas dari syariah, usaha untuk menyebarkan kebajikan
universal Islam harus dilakukan dalam hal produk, proses, sistem, personel,
pemasaran, investasi dan lain lain.
Auditor syariah diharapkan untuk mencerminkan tanggung jawab dan
akuntabilitas mereka tidak hanya untuk manajemen dan pemangku kepentingan,
tetapi yang lebih penting untuk Allah SWT. Ini akan mempromosikan fondasi
untuk membangun kepercayaan publik dan jaminan bahwa lembaga keuangan
syari‟ah adalah syariah-compliant dalam semua kegiatan mereka.
Bank Syariah mengacu pada kegiatan dan operasi dari Bank Islam
menjadi bebas dari unsur-unsur kegiatan berdosa, risiko, eksploitasi serta
memiliki tujuan ekonomi riil untuk membiayai sektor-sektor sosial yang
produktif dalam ekonomi dikutip dari Mohamed.
Audit syariah harus dilakukan untuk semua kegiatan di lembaga keuangan
Islam. Mahasiswa memiliki kesadaran yang rendah dan pemahaman istilah dan
konsep audit syari'at. Merekajuga tidak mengetahui apakah audit syari'at adalah
sama dengan audit yang konvensional. Selain itu, mereka merasa bahwa lembaga
keuangan Islam tidak berbuat cukup untuk mempromosikan audit syari'ah.
Mereka setuju bahwa media massa memiliki peran besar dalam mempromosikan
audit syari'ah. Akhirnya, mereka sepakat bahwa audit syari'ah memiliki potensi
yang sangat baik untuk dikembangkan di masa depan.
Audit syari'at diklaim sebagai fungsi sosial, sehingga ruang lingkup lebih
luas yang meliputi perilaku sosial dan kinerja organisasi termasuk hubungan
mereka dengan semua yang berkepentingan. Misalnya, dalam pembayaran zakat,
itu adalah kewajiban LKS untuk membayar zakat dan mendistribusikan.

21
Tidak adanya ruang lingkup audit syari'ah merupakan tantangan bagi
Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Lembaga keuangan Syariah tidak mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk memastikan standar dan badan pengawas. Pada
saat ini, ruang lingkup tergantung pada Dewan Syari'ah Nasional (DSN) dan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi review syari'at atau audit
syari'ah. Rahman menyatakan bahwa dilembaga jasa keuangan syari‟ah saat ini
belum sepenuhnya sistematis audit syari'ah dilakukan, yaitu tidak ada tinjauan
sistematis telah dilakukan secara komprehensif untuk memastikankepatuhan
syariah yang tepat. Oleh karena itu, audit syari'ah harus melibatkan tinjauan
sistematis dari aspek operasional dari Lembaga Keuangan Syariah. Ini termasuk
pengawasan kebijakan dan prosedur dari Lembaga Keuangan Syariah, seperti
produk, proses operasional dan kontrak. Serta meninjau struktur organisasi untuk
memastikan apakah layak untuk melakukan kegiatan sesuai syari'ah.
Rahman sebagaimana dikutip oleh Kasim dkk. membahas pengembangan
program audit syari‟ah yang sistematis dan menyeluruh, yaitu daftar seluruh
prosedur audit syari'ah, termasuk dokumentasi hukum untuk prosedur operasional
dan sebagainya. Audit syari'ah perlu ditulis dalam bahasa yang dapat dengan
mudah dipahami oleh stakeholder potensial. Masukan mereka diperlukan setelah
periode pengujian program audit syari'ah.
Sebagian besar lembaga keuangan Syari‟ah masih menggunakan kerangka
audit konvensional termasuk di Indonesia karena tidak adanya kerangka audit
syari'ah. Seharusnya kerangka audit syari'ah harus berbeda dari kerangka audit
konvensional. Dalam penelitian Nawal, mayoritas responden merasa bahwa ada
kebutuhan untuk syariah audit menjadi berbeda dari kerangka konvensional.
Selain itu, badan pengawas harus bertanggung jawab untuk merumuskan kerangka
kerja dan diikuti oleh semua lembaga keuangan syariah. Menyadari pentingnya
kerangka syariah audit memiliki kriteria dan metodologi sendiri berada di paralel
dengan Maq'asid Ash-Shariah.
Tidak adanya pedoman yang diakui dan standar audit syariah adalah
masalah utama yang dihadapi saat ini dalam kerangka audit syariah. AAOIFI dan

22
IFSB keduanya terlibat dalam menangani masalah ini. Namun, untuk Malaysia,
standar AAOIFI tidak wajib.
Praktik-praktik audit syariah di lembaga keuangan syari‟ah masih tidak
sepenuhnya sesuai dengan prinsip syari‟ah, baik di Indonesia, Malaysia atau
negara-negara lain di dunia perbankan dan keuangan Syari‟ah. Pihak yang terlibat
dengan audit syariah di lembaga keuangan syariah di Malaysia dan Indonesia
menganggap fungsi audit syariah berkembang dan memiliki kerangka audit
syariah yang tepat untuk masa depan.
Proses audit syariah diharapkan menjadi luas, rinci dan kompleks. Selain
pengesahan keuangan, bisa melibatkan pendapat tentang kejujuran, keteraturan,
ekonomi, efisiensi atau efektivitas, atau melaporkan penipuan, ketidaklengkapan
administrasi atau ketidakmampuan manajerial, atau kegagalan untuk mengamati
prosedur atau mencapai tujuan. Ruang lingkup audit syariah harus peduli dengan
manfaat kepada masyarakat. Oleh karena itu auditor syariah harus waspada pada
kesalahan peraturan lembaga keuangan syari‟ah yang dapat menyebabkan
kerugian kepada orang lain seperti untuk pemodal yang telah menginvestasikan
dana mereka, kepada masyarakat yang memiliki hak untuk zakat, dan juga untuk
lingkungan. Dalam Islam membebankan konsep dual-akuntabilitas, dimana
seseorang bertanggung jawab atas tindakannya di dunia ini dan tanggung jawab
kepada Allah di akhirat.Hal ini disebabkan bahwa audit dalam Islam telah
diturunkan dari nilai-nilai dasar masyarakat Islam dan prinsip syariah.

2.9. Sebab-sebab Dilakukannya Audit Syariah


Hal-hal yang menyebabkan mengapa perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya perlu diaudit :
1. Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi keuangan. Dalam
pencatatannya dapat terjadi kesalahan baik yang tidak sengaja atau yang tidak
disengaja. Bila disengaja, ini merupakan indikasi adanya kecurangan dari
perusahaan.

23
2. Perusahaan dalam membuat laporan keuangan sesuai dengan kepentingannya
agar terlihat asetnya banyak dan labanya besar sehingga dapat menarik investor
memberikan dananya agar dikelola perusahaan.
3. Adanya perusahaan yang membesarkan biaya sehingga laba terlihat kecil, hal ini
untuk mengurangi pajak dan zakat.
4. Adanya ketidakpercayaan publik terhadap perusahaan sehingga diperlukan
auditor sebagai pihak ketiga diluar lingkungan perusahaan yang independen
yang dapat menilai kewajaran perusahaan.

2.10. Macam-macam Audit Syariah


Adanya kebutuhan untuk memastikan kepatuhan yang tepat untuk prinsip-
prinsip audit yang syari'ah dalam operasi dan kegiatan, peran masing-masing
pelaku utama dalam audit dari lembaga keuangan Syari‟ah sangat penting. Pelaku
audit lembaga keuangan syari‟ah adalah:
2.10.1. Auditor Internal
Pemeriksaan yang dilakukan auditor internal lebih rinci dibandingkan
dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor eksternal. Internal auditor tidak
memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan karena auditor internal
merupakan orang dalam perusahaan yang tidak independen. Laporan internal
auditor mencangkup pemeriksaan mengenai kecurangan dan penyimpangan,
kelemahan pengendalian internal, dan rekomendasi perbaikan. Audit internal
dibagi menjadi:
1) Komite Audit dan Tata Lembaga Keuangan Islam. Komite ini bertanggung
jawab untuk fungsi-fungsi berikut, sistem pengendalian internal, dan
penggunaan rekening investasi terbatas, kepatuhan syari'ah, rekening
sementara dan tahunan dan praktek akuntansi dan audit.
2) Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab untuk mengeluarkan fatwa,
merumuskan kebijakan sesuai dengan syari'at, dan memberikan dukungan
syari'ah dengan produk dan jasa dari Lembaga Keuangan Islam. Peran dasar
mereka adalah sebagai persetujuan atau stamping otoritas.

24
Fungsi utama dewan Syariah adalah sebagai penasihat dan pemberi sran
kepada Direksi Bursa sebagai penyelenggara Pasar Komoditas Syariah
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah dalam
penyelenggaraan Pasar Komoditas Syariah.
3) Auditor internal bertanggung jawab untuk melakukan audit internal dan untuk
memastikan Lembaga Keuangan Islam mematuhi syari'at dan semua transaksi
dan kontrak yang dilaksanakan dalam kerangka syari'at. Beberapa Lembaga
Keuangan Islam juga memiliki petugas syari'at mereka sebagai unit bekerja
sama dengan auditor internal atau mereka adalah bagian dari auditor internal.
2.10.2. Auditor Eksternal
Auditor eksternal bertanggung jawab untuk memberikan pendapat mereka
apakah transaksi dan kontrak yang dalam syari'at kebijakan, peraturan dan
pedoman. Dimana auditor internal dan eksternal juga bertanggung jawab untuk
menguji kepatuhan syari'ah lembaga keuangan syariah.
Selain itu, masih ada perdebatan berlangsung pada siapa harus melakukan
audit syari'ah. Studi Kasim menemukan bahwa beberapa responden lebih suka
praktek syari'at audit yang akan dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi
syarat dalam syari'at saja. Lainnya ingin audit syari'ah menjadi tanggung jawab
auditor internal atau departemen syari'ah lembaga keuangan syari‟ah masing-
masing atau anggota komite syari'at.
Menurut Pricewaterhouse Coopersip oleh Yacob & Donglah sebagaimana
dikut, fungsi audit syari'at harus dilakukan oleh auditor internal yang memiliki
syari'at terkait pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Tujuan utama
mereka adalah untuk memastikan sistem pengendalian internal yang efektif suara
dan kepatuhan syari'ah. Internal Auditor juga dapat terlibat keahlian dari lembaga
keuangan petugas syari'at dalam melakukan audit yang selama objektivitas audit
tidak terganggu. Lembaga keuangan Islam juga dapat menunjuk pihak eksternal
untuk melakukan audit syari'ah.

25
2.11. Etika Audit Syariah
Seperti dikutip Sofyan dari Sudibyo mengemukakan teori kontrak sosial
tentang etika menyatakan bahwa manusia dapat dikatakan memenuhi kontraknya
dengan masyarakat jika dia memilih pilihan yang bermoral atau baik, positif, adil,
dan sebagainya.
Auditor selaku pekerja profesional harus mengandalkan etika jika
pekerjaannya dianggap bernilai dan dihargai masyarakat. Ukuran bahwa auditor
melakukan fungsi professi dengan beretika adalah sejauhmana ia mengikuti
kebenaran, kejujuran, bertingkah laku yang baik, menjaga integritas,
independensi, bekerja hati-hati dan selalu menyadari pentingnya nilai-nilai
professional dalam setiap proses pelaksanaan fungsinya.
Auditor dalam melaksanakan amanah harus berlandasan Kode Etik
Akuntan Muslim yang terdiri dari:
a. Ketakwaan
Takwa adalah sikap menjaga dan memelihara diri untuk tidak melaksanakan
larangan Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan
sebagai salah satu cara untuk melindungi seseorang dari perilaku negatif yang
tidak sesuai syari‟ah, khususnya penggunaan kekayaan atau transaksi yang
cenderung pada kezaliman.
b. Melaksanakan tugas audit dengan baik
Manusia dipercaya untuk membangun dan memakmurkan bumi-Nya.
Manusia harus memperhatikan perintah dan larangan Allah sebab manusia
akan dimintai pertanggungjawaban. Keberadaan syari‟ah memiliki tujuan
salah satunya adalah untuk menjaga kekayaan. Kekayaan dan dana digunakan
tidak boros dan salah seperti transaksi riba atau transaksi yang tidak adil.
Penilaian kewajaran auditor terhadap laporan keuangan dan sistemnya harus
sesuai dengan standar audit syariah. Semua hal yang dilarang dalam syari‟ah
maka seharusnya tidak seseorangpun membiarkannya berlangsung dalam
bentuk apapun.

26
c. Keikhlasanan
Akuntan harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya.
Menjadi ikhlas berarti akuntan tidak perlu tunduk pada pengaruh atau tekanan
luar tapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan
fungsi professinya.
d. Bekerja secara benar dan jujur
Akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-
pekerjaan professi dan jabatannya tetapi juga harus berjuang untuk mencari
dan menegakkan kebenaran dan kesempurnangan tugas professinya dengan
sebaik-baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak bisa direalisir terkecuali
melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktek, dan pemahaman serta
pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas professinya.
e. Manusia bertanggung jawab dihadapan Allah
Akuntan muslim harus berupaya untuk selalu menghindari pekerjaan yang
tidak disukai oleh Allah SWT karena dia takut akan mendapat hukumannya
nanti dihari akhirat.
f. Integritas Auditor
Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memadu seluruh
perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan dan kompetensi audit
serta kualifikasi tertentu untuk melaksanakan audit.

2.12. Standar Audit Syariah


Kesadaran dan perkembangan ekonomi syariah membutuhkan lembaga
sebagai standar keuangan syariah. Dengan berdirinya lembaga ini menjadi arahan
atau pedoman bagi lembaga keuangan syari‟ah di seluruh dunia. The Accounting
and Auditing Organizationfor Islamic Financial Institution (AAOIFI) yang
sebelumnya bernama Financial Accounting Organization for Islamic Banks and
Financial Institution didirikan pada tanggal 1 Safar 1410 H atau 26 Februari 1990
di Aljiria.

27
Pelaksanaan audit, Prinsip umum audit AAOIFI adalah sebagai berikut:
a. Auditor lembaga keuangan Islam harus mematuhi “Kode etik professi
akuntan” yang dikeluarkan AAOIFI dan the International Federation of
Accountants yang tidak bertentangan dengan aturan dan prinsip Islam.
b. Auditor harus melakukan auditnya menurut standar yang dikeluarkan oleh
Auditing Standar for Islamic Financial Institutions (ASIFIs).
c. Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan kemampuan
professional, hati-hati dan menyadari segala keadaan yang mungkin ada yang
menyebabkan laporan keuangan salah saji.
Pelaksanaan audit terdapat cakupan audit yang harus dilakukan oleh
auditor dalam melaksanakan audit atas Lembaga Keuangan Islam yang disebut
skop audit. Prosedur yang dibutuhkan untuk melakukan audit sesuai standar audit
untuk lembaga keuangan Islam berpedoman pada persyaratan yang ditentukan
oleh:
a. Aturan dan Prinsip Islam
b. Standar ASIFIs
c. Badan Professi resmi
d. Peraturan leglasi lainnya
e. Peraturan dan prinsip yang tidak bertentangan dengan aturan Islam yang
berkaitan dengan penugasan.
f. International Standar on auditing dianggap termasuk didalam
aturan ini sepanjang tidak bertentangan dengan ASIFIs.
Pembahasan tentang pentingnya kegiatan perdagangan sesuai dengan
standar terdapat dalam Surat Al An’aam 6 ayat 152 yang artinya:
“...Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil...”
Surat Al An’aam 6 ayat 152 menjelaskan bahwa pentingnya melakukan
auditing disesuaikan dengan standar audit agar audit berkualitas sehingga tidak
merugikan baik oleh pihak manajer maupun pihak investor. Dengan laporan
keuangan yang bersifat adil untuk semua pihak maka terpenuhilah
kesejahterahaan untuk semua pihak.

28
Standar auditing menurut AAOIFI atau dikenal dengan nama “Auditing
Standard for Islamic Institution” (ASIFIs) No. 1 dengan judul “Tujuan dan Prinsip
Audit” yang disusun oleh tim yang beranggotakan 14 orang dan standar ini
berlaku sejak tanggal 1 Muharram 1418 H atau 1 Januari 1998. Standar ini
disahkan pada pertemuan Dewan ke 11 yang dilaksanakan pada tanggal 2-3
Muharram 1417 atau 19-20 Mei 1996.

Tujuan organisasi AAOIFI adalah:


a. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan dengan
lembaga keuangan.
b. Menyamakan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan kepada lembaga
keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan jurnal
yang berkaitan dengan hasil riset.
c. Menyajikan, mengumumkan dan menafsirkan standar akuntansi dan auditing
untuk lembaga keuangan Islam.
d. Mereview dan merubah standar akuntansi dan auditing untuk lembaga
keuangan Islam.
Prinsip umum audit AAOIFI adalah:
a. Auditor lembaga keuangan Islam harus memetuhi “Kode etik profesi
akuntan” yang dikeluarkan oleh AAOIFI dan the International Federation of
accountants yang tidak bertentangan dengan aturan dan prinsip Islam.
b. Auditor harus melakukan auditnya menurut standar yang dikeluarkan oleh
Auditing Standard for Islamic Finansial Institutions (ASIFIs).
c. Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan kemampuan
professional, hati-hati dan menyadari segala keadaan yang mungkin ada yang
menyebabkan laporan keuangan salah saji.

AAOIFI dalam standar auditing tahun 2010 membutuhkan auditor


eksternal untuk memperoleh bukti yang cukup dan tepat yang mendukung
pendapat auditor eksternal untuk memberikan keyakinan memadai bahwa
lembaga keuangan syari‟ah telah memenuhi semua aturan syari'ah dan prinsip-
prinsip termasuk fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syariah.

29
Standar Keuangan Dewan Internasional tahun 2006 dalam pernyataan
mereka mengenai syari'at audit disebutkan, "Komite Audit lembaga yang
menawarkan jasa keuangan syari‟ah harus menggunakan upaya terbaik mereka
dalam memastikan bahwa auditor eksternal yang mampu menampung kepatuhan
syari'ah. Sebagian besar lembaga yang menawarkan jasa keuangan Islam memiliki
auditor internal yang melakukan analisis sendiri, sementara beberapa memiliki
Dewan Pengawas Syariah.

2.13. Manfaat Audit Syariah


a. Audit diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan
terhadap laporan keuangan apakah telah disusun sesuai peraturan yang berlaku
atau tidak.
b. Untuk menetapkan standar dan memberikan pedoman Lembaga Keuangan
syari‟ah mengenai tujuan dan prinsip umum pelaksanaan audit atas laporan
keuangan yangdisajikan oleh lembaga keuangan Islam yang beroperasi sesuai
dengan prinsip dan aturan syari‟ah.
c. Agar auditor mampu menyatakan suatu pendapat apakah laporan keuangan yang
disusun oleh lembaga keuangan syari‟ah, dari semua aspek yang bersifat
material, benar dan wajar sesuai dengan aturan dan prinsip syari‟ah, standar
akuntansi AAOIFI, serta standar dan praktek akuntansi nasional yang berlaku
pada negara itu.7

7
http://repository.radenintan.ac.id/239/3/BAB_II.pdf diakses pada 23 September 2019 pukul
10.00 WIB.

30
BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan di atas bahwa Teori di klasifikasikan
berdasar sifatnya menjadi dua yaitu teori normatif adalah teori yang seharusnya
dilaksanakan dan teori deskriptif adalah teori yang sesungguhnya dilaksanakan.
Menurut Mautz dan Sharaf teori auditing tersusun atas lima konsep dasar yaitu :
1. Bukti (evidence)
2. Kehati-hatian dalam pemeriksaan (Due Audit Care)
3. Penyajian atau pengungkapan yang wajar (Fair Presentation)
4. Independensi (Independence)
5. Etika Perilaku (Ethical Conduct)
Standar Auditing merupakan suatu kaidah agar mutu auditing dapat
dicapai sebagaimana mestinya yang harus diterapkan dalam setiap audit atas
laporan keuangan yang dilakukan auditor independen.
Standar auditing terdiri atas tiga bagian yaitu :
1. Standar Umum
2. Standar Pekerjaan Lapangan
3. Standar Pelaporan
Auditing syariah lebih luas cangkupannya dari auditing konvensional,
dimana auditing syariah selain mengacu pada standar audit nasional dan
internasional juga mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Dalam audit syariah bisa
menerapkan aturan audit nasional dan internasional selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
Auditor syariah harus membuktikan bahwa manajemen telah memenuhi
tidak hanya dengan standar yang relevan tetapi juga kerangka syariah dalam
semua transaksi untuk mencapai maqasid syari'ah. Menurut Menurut Haniffa
dalam Yacob dan Donglah ini penting untuk melindungi dan memperbaiki kondisi

31
kehidupan manusia dalam semua dimensi. Misalkan adanya pelarangan bunga
pada lembaga keuangan syariah di seluruh dunia.
Audit diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna laporan
keuangan terhadap laporan keuangan apakah telah disusun sesuai peraturan yang
berlaku atau tidak. Begitu pula dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Tapi
seiring dengan pertumbuhan entitas syariah, ruang lingkup audit konvensional
tidak bisa memenuhi pengguna laporan keuangan LKS. LKS diharuskan
mematuhi prinsip-prinsip syariah. Auditor syariah dapat memberikan jaminan
pernyataan atas laporan keuangan dan pemenuhan prinsip-prinsip syariah.
Audit syariah atas pembiayaan dan investasi syariah, auditor syariah
dituntut mengetahui hukum dan fiqh Islam serta hukum nasional dan
internasional. Interaksi antara hukum dan fiqh Islamdengan hukum-hukum
konvensional untuk melihat kesamaan antara kedua aturan dan etika hukum yang
berlaku. Namun tetap hukum dan fiqh Islam menjadi prioritas acuan utama dalam
menentukan aktivitas dan target investasi yang halalan thayyiban.

1.2. Saran
Kami dari kelompok 2 mengharapkan makalah ini dapat memberi
masukan dan pertimbangan untuk lebih selektif atau melalui proses yang cukup
ketat dalam memilih anggota komite audit dan komite audit yang terpilih pada
aturan khusus agar dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik
dan sesuai dengan aturat syariat islam, karena mayoritas bank syariah masih
menggunakan sistem konvensional, “syariah” hanya digunakan sebagai identitas
atau label saja.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fauzi dan Ach Faqih Supandi, “Perkembangan Audit Syariah di


Indonesia”, Jurnal Istiqro: Jurnal Hukum Islam, Ekonomi dan Bisnis
Vol.5 / No.1: 24-35, Januari 2019.

Rusdiana dan Aji Saptaji. 2018. Auditing Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Suntoyo, Danang. 2014. Auditing Pemeriksaan Akuntansi. Yogyakarta: CAPS.

http://repository.radenintan.ac.id/239/3/BAB_II.pdf

33
PERTANYAAN:
1. Wilasih:
“Mengapa dalam perusahaan laporan keuangan perlu diaudit? Dan apa saja
syarat-syarat yang perlu dimiliki oleh seorang auditor?”
2. Suardi:
“Jelaskan hubungan DPS dengan auditor eksternal!”
3. Prameswara Dwimas Ayu:
“Apa saja tugas DPS dalam auditing syariah?”

JAWABAN:
1. Rismayanti:
Laporan keuangan perlu diaudit karena untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi kuangan dan hasil usaha
serta arus kas sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum. Syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh seorang auditor adalah:
 Memilki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
 Memiliki idepedensi dalam sikap mental.
 Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2. Irma Royana:
Hubungan antara Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan auditor eksternal
sangat berkaitan. Ada sejumlah persamaan antara konsep dan peran auditor
eksternal dengan DPS, keduanya menerbitkan suatu laporan tentang hasil
pengecekan transaksi yang dikerjakan oleh manajemen bank dan laporan
tersebut diajukan guna diteliti untuk stakeholders. Auditor
mengkonfirmasikan apakah laporan keuangan fair tentang posisi keuangan
bank dan hasil usahanya, sedangkan DPS menjamin apakah aktivitas bank
seperti yang dicerminkan dalam laporan keuangan adalah sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu pekerjaan DPS disebut sebagai audit
religius atau syariah.

34
3. Novi Yuni Putri:
 Memastikan dan mengawasi kegiatan operasional bank terhadap fatwa
yang telah ditetapkan oleh MUI.
 Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional yang
memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan
operasional bank secara keseluruhan dan laporan publikasi bank.
 Mengkaji produk dan hal baru yang belum ada fatwa.

35

Anda mungkin juga menyukai