PENDAHULUAN
Pengawasan seperti apakah yang dilakukan masing-masing oleh OJK dan DPS
dalam perihal perbankan syariah di Indonesia. Untuk membahasa hal tersebut penulis
membuat makalah yang berjudul Pengawasan Perbankan Syariah Di Indonesia
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pengawasan model satu institusi masih belum memiliki contoh sukses yang
signifikan, efektivitas Otoritas Jasa Keuangan masih dipertanyakan di seluruh dunia.
Inggris sebagai negara pionir Otoritas Jasa Keuangan juga mengalami kegagalan dan
justru kembali ke sistem lama. Hal ini dipicu kegagalan The Financial Service and
Markets Act (FSA) mencegah krisis-krisis bank pada tahun 2008 yang dimulai dari
bangkrut nya Northern Rock Bank dan berefek domino menutup bank
lainnya.2Sejumlah pakar ekonomi mengidentifikasi beberapa kesalahan Financial
Services Authority (FSA) di Inggris. Satu, efektivitas komunikasi FSA dengan Bank of
England dan departemen keuangan. Dua, melalaikan tugasnya melakukan pengawasan
bank sistemik. Tiga, FSA dianggap terlalu fokus pada tugas pengawasan kegiatan bisnis
2 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta:Raih Asa Sukses, 2014),
hal.329.
2
dan melupakan pengawasan individual bank.3Kesalahan yang dilakukan oleh FSA harus
dijadikan pelajaran bagi OJK Indonesia agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
3
kontrol yang berlapis-lapis (multilyer audit sistem).5Kontrol berlapis bank syariah ini
dibagi menjadi empat (4) yaitu:
5 Muhammad Syafii Antonio, Muhammad SAW.: The Super Leader Super Manager,Tazkia
Publishing, hal. 209.
6 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani Press, 2007,
Cet. XI hal. 210.
7Ibid, hal.211.
4
B. Pengawasan Perbankan Syariah OJK dan DPS
Struktur pengawasan perbankan syariah juga terdiri dari dua sistem. Pertama,
sistem pengawasan internal, melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS). Selain itu juga
terdapat unsur lainnya, seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris, Dewan Audit, Direktur Kepatuhan dan SKAI-Internal Syariah Review.
Sistem pengawasan internal ini lebih mengatur ke dalam dan dilakukan agar mekanisme
dan sistem kontrol untuk kepentingan manajemen.
Kedua, sistem pengawasan eksternal, yang terdiri dari unsur Bank Indonesia,
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan stakeholder.
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, sistem
pengawasan eksternal yang sebelumnya ditangani oleh Bank Indonesia secara otomatis
digantikan oleh OJK. Sistem pengawasan eksternal ini pada dasarnya diorientasikan
untuk memenuhi kepentingan nasabah dan publik secara umum.9
Pada umumnya Bank syariah memiliki struktur organisasi yang sama dengan
bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Namun, terdapat unsur
yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional, yakni keharusan
8 Maslihati Nur Hidayati, Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan: Studi tentang
Pengawasan Bank Berlandaskan Prinsip-prinsip Islam, dalam Lex Jurnalica, Vol. 6, No. 1, Desember,
2008, Hal. 68.
9 Adrian Sutendi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014, hal 246-
247.
5
adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS).10 DPS adalah suatu badan yang didirikan dan
ditempatkan pada bank syariah, bertugas mengawasi operasional bank syariah dan
produk-produknya agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam struktur bank
syariah, DPS ditempatkan sejajar dengan Dewan Komisaris, namun tetap menjadi badan
independen yang berdiri sendir lepas dari ikut campur badan lain.
Dengan demikian peranan DSN dan DPS begitu penting dalam pengawasan perbankan
syariah. DPS memastikan kegiatan operasional, produk dan jasa bank syariah senantiasa
sesuai dengan prinsip syariah. Sementara itu, DSN merupakan lembaga yang terdiri dari
orang-orang yang memiliki keahlian dan kompetensi syariah yang memadai guna
menerbitkan fatwa produk dan jasa bank syariah yang bersifat nasional, sehingga dapat
dijadikan pedoman yang seragam bagi DPS di Indonesia.
Dasar hukum DPS pada perbankan syariah diatur dalam Pasal 109 UU Perseroan
Terbatas dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain memiliki dewan komisaris wajib memiliki dewan pengawas syariah. Dan
dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah, diantaranya memuat ketentuan:
10 Anggota DPS terdiri atas para pakar di bidang muamalah yang juga memiliki pengetahuan di bidang
ekonomi perbankan. Lihat Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press, 2007, Cet. XI, Hal. 30.
6
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS;
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat
Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia;
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar
sesuai dengan Prinsip Syariah;
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Jumlah anggota DPS di Bank Syariah sekurang-kurangnya dua orang dan
sebanyak-banyaknya lima orang. Sedangkan di BPRS berjumlah sekurang-kurangnya
satu orang dan sebanyak-banyaknya 3 orang. Anggota DPS hanya bisa merangkap
jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada dua (2) bank laindan dua (2)
lembaga keuangan syariah bukan bank. Kedudukan anggota DPS digolongkan sebagai
pihak terafiliasi.12
Pasal 21 PBI No. 6/24/PBI/2004, mengatur mengenai syarat untuk menjadi anggota
DPS, yaitu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
A. Integritas: Memiliki akhlah dan moral yang baik; memiliki komiymen untuk
mematuhi peraturan perndang-undangan yang berlaku; memiliki komitmen yang
tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat; dan tidak termasuk
dalam daftar tidak lulus sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
B. Kompetensi: yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah
muamalah dan pegetahuan di pidang perbankan dan/atau keuangan secara
umum.
C. Reputasi keuangan: Tidak pernah kredit macet; tidak pernah dinyatakan pailit.
13 Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2010, hal. 53.
7
- Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah tersebut
sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN);
- Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun (annual report) tentang bank
syariah yang berada dalam pengawasannya telah berjalan sesuai dengan ketentuan
syariah;
14 Indonesia (1), UU Tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU NO 21 Tahun 2011, LN 111 Tahun
2011, TLN 5353, ps. 1 angka 1.
8
Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan memeprkuat posisi
OJK sebagai satu satunya lembaga yang melakukan pengaturan dan pengawasan dalam
bidang jasa keuangan , dengan jelas menerapkan model pengaturan dan pengawasan
secara terintegrasi (integration approach), yang berarti akan meninggalkan model
pengawasan secara institusional yang dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia dan
institusi keuangan lainnya di Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan ini, seluruh fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap sektor
keuangan yang kini masih tersebar di Bank Indonesia dan Bapepam-LK akan menyatu
ke dalam Otoritas Jasa Keuangan.15
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melakukan sistem
pengawasan dengan mengguakan 2 pendekatan:16
9
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based
Supervision/CBS) yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-
ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu
dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan
dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pengawasan bank berdasarkan
risiko;
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/RBS) yaitu
pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi
berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi
risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan
yang sesuai dan tepat waktu
JENIS-JENIS RESIKO BANK
Resiko Kredit Resiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty
memenuhi kewajibannya.
Resiko Pasar Resiko yang timbul karena adanya pergerakan variable pasar
(adverse movement) dari portofolio yang dimili oleh bank yang
dapat merugikan bank. Variable pasar antara lain suku bunga dan
nilai tikar.
Resiko Likuiditas Resiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
Resiko Operasional Resiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan
atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang
memperngaruhi operasional bank.
Resiko Hukum Resiko ysng disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis.
Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan
hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya
syarat sah kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
10
Resiko Reputasi Resiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengankegiatan usaha bank atau presepsi negatif
terhadap bank.
Resiko Strategi Resiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan
strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis
yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap
perubahan eksternal.
Resiko Kepatuhan Resiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku.
Tabel 1: Resiko Perbankan17
Pengawasan yang dilakukan OJK berbeda dari pengawasan yang dilakukan oleh DPS,
jika DPS mengawasi secara internal perbankan agar kegiatan dan management bank yang
diawasi senantiasa mengikuti prinsip syariah. Pengawasan OJK mengedepankan
pengawasan terhadap kepatuhan terhadap peraturan per undang-undangan dan
manajemen resiko dari bank yang diawasi. Pengawasan yang dilakukan OJK tidak
berbeda antara bank konvensional maupun bank syariah, karena melakukan pengawasan
terhadap kesehatan dan likuiditas bank.
Melalui hubungan kemitraan yang intensif antara DPS dan OJK, diharapkan
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan perbankan syariah. Hal
tersebut berguna untuk menjaga sistem perbankan syariah yang selalu berlandaskan
11
pada prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian serta selalu serta selalu transparan dan
akuntabel.
Laporan DPS akan kegiatan suatu bank adalah merupakan acuan dari OJK
dalam melakukan off-site supervision, laporan DPS tersebut merupakan dasar untuk
menentukan apakah bank yang diawasi DPS sudah mematuhi (compliance) dengan
peraturan perbankan syariah. Jika DPS memberikan laporan terjadinya pelanggaran
terhadap kepatuhan prinsip syariah, DPS akan memberikan laporan tersebut ke OJK
sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan tindakan (imposing action).
Lebih tepat disoroti dan menjadi perhatian adalah tentang upaya untuk
mengoptimalkan peran DPS agar pengawasan terhadap industri perbankan syariah lebih
maksimal. Kesiapan OJK untuk menanungi DPS juga harus digaris bawahi, berhubung
tanggung jawab OJK yang sudah sangat banyak jika menjadi pengawas Bank Syariah
secara internal maupun eksternal, dikhawatirkan tidak akan focus dalam melakukan
tugas nya di dibidang lain.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengawasan perbankan syariah yang dilakukan secara internal oleh DPS dan
eksternal melalui OJK merupakan bagian dari sistem pengawasan berlapis perbankan
syariah yang menurut Dr Syafii Antonio dibutuhkan untuk memastikan perbankan di
Indonesia terutama perbankan syariah menaati tidak hanya peraturan perundang-
undangan yang berlaku tentang perbankan syariah di Indonesia, namun juga mentaati
prisip syariah dalam melakukan kegiatan perbankan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Antonio, Muhammad Syafii , Muhammad SAW.: The Super Leader Super
Manager, Tazkia Publishing.
Antonio, Muhammad Syafii , Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema
Insani Press, 2007.
Ifham Sholihin, Ahmad, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Sutendi, Adrian, Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses,
2014.
Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Wirdyaningsih, et al., Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia, Jakarta:Kencana,
2005.
Jurnal
Abidin, Zainal , PENGAWASAN PERBANKAN SYARIAH (Studi Pemikiran
Muhammad Syafii Antonio) Dalam Jurnal Maliyah, Vol.1, No.1, Juni 2011.
Hasan, Hasbi , Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap
Lembaga Perbankan Syariah, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3, Oktober 2012.
Hidayati, Maslihati Nur, Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum
Perbankan: Studi tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Prinsip-prinsip Islam, dalam
Lex Jurnalica, Vol. 6, No. 1, Desember, 2008.
Sitompul, Zulkarnain Menyambut Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan, Pilars
No. 2/Th.VII/12-18, Januari, 2004.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, UU NO 21 Tahun 2011,
LN 111 Tahun 2011, TLN 5353.
14
Internet
https://ekbis.sindonews.com/read/860030/33/ini-penyebab-ojk-di-inggris-dan-amerika-
gagal-1399104204 Artikel dituis oleh:Disfiyant Glinmourinse diakses Rabu 19 April
2017.
15