Anda di halaman 1dari 9

SIKLUS PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Nama Kelompok

FIRMAN AFANDI 18423043


MUHAMMAD FADEL ASSIDIQ 18423090
ZIDAN ALFIQRI 18423096
MUHAMMAD NUR RAHMADANI 18423078

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2021
Latar Belakang

Lembaga keuangan syariah berkembang pesat, mulai dari bank syariah, asuransi
syariah, pasar modal syariah, reksa dana syariah, pegadaian syariah, diversifikasi keuangan
syariah, leasing syariah, lembaga dana pensiun syariah, lembaga penjaminan syariah,
koperasi syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), dan bahkan beberapa badan hukum
Syariah, seperti hotel, supermarket, MLM Syariah, waralaba Syariah, dll. Pelopor utamanya
adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang didukung oleh Majelis Ulama Indonesia pada
waktu itu. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kerjasama para pemangku kepentingan yang
ada. Esensi terpenting dari proliferasi lembaga keuangan Islam adalah untuk memastikan
bahwa lembaga-lembaga ini sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Syariah, bukan hanya
atribut mereka, tetapi benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Syariah.

Menurut Islam, pengawasan adalah mengoreksi tempat yang salah dan


membuktikan tempat yang benar. Pengawasan (control) paling tidak terbagi menjadi dua hal
dalam ajaran Islam (hukum Islam). Pertama, pengendalian diri dari tauhid dan kepercayaan
kepada Tuhan. Seseorang yang percaya bahwa Allah harus menjaga hambanya, maka ia
akan melanjutkan dengan hati-hati. Ketika sendirian, dia percaya pada dewa kedua, ketika
sendirian, dia percaya pada dewa ketiga. Kedua, jika sistem supervisi dapat terdiri dari
mekanisme supervisi pimpinan, mekanisme supervisi terkait dengan penyelesaian tugas
yang didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dengan rencana tugas, dan lain-
lain, maka supervisi akan lebih efektif.

Dalam menjalankan bisnis, lembaga keuangan Islam harus mematuhi prinsip-prinsip


hukum Syariah. Sebuah lembaga independen sangat dibutuhkan untuk menganalisis
penerapan lembaga keuangan syariah dengan prinsip-prinsip Syariah. Di Indonesia, Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah lembaga independen yang ditugaskan oleh Komite Syariah
Negara (DSN) untuk mengawasi operasi dan praktik lembaga keuangan Islam agar sesuai
dengan hukum Syariah.

Pengawasan lembaga keuangan syariah bukan hanya untuk meningkatkan


kepercayaan setiap orang yang berkepentingan dengan bank, status keuangan bank baik,
dikelola dengan baik dan profesional, serta tidak ada yang dapat mengancam kepentingan
masyarakat simpanan. , serta produk lembaga keuangan Jaminan bahwa produk tersebut
tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang dilarang oleh agama Islam (hukum Islam). Pasal
12, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur
bahwa prinsip syariah adalah prinsip syariah dalam kegiatan lembaga keuangan, dan
prinsip-prinsip ini didasarkan pada syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang
untuk menentukan syariah di bidang ini. Hukum Islam. Kemudian ditegaskan dalam uraian
Pasal 2 bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip hukum Syariah meliputi kegiatan
usaha yang tidak termasuk unsur-unsur berikut: riba, maisir, gharar, haram, dan
ketidakadilan.

Standar untuk mengukur tingkat kepatuhan bank syariah tidak hanya mengacu pada
peraturan umum yang dirumuskan oleh otoritas yang berwenang, tetapi juga untuk menjaga
dan memelihara kepatuhan dalam arti prinsip-prinsip syariah. lembaga keuangan Pasal 2
Undang-undang Nomor 21 Undang-Undang Lembaga Keuangan mengatur: Lembaga
keuangan syariah melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip hukum Syariah,
demokrasi ekonomi dan kehati-hatian. Klausul ini memberikan pemahaman bahwa bank
syariah harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum Syariah dalam melakukan kegiatan
keuangan, di mana tingkat kepatuhan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan BI, tetapi
juga pertimbangan DSN-MUI dan DPS. Setiap bank Islam.

1. Definisi
A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan. Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut tidaklah
sepenuhnya diberikan kepada OJK. Akan tetapi OJK tetap bekerjasama dengan
BI dan memiliki kewenangannya masing-masing dalam menjalankan fungsi
pengaturan dan pengawasan. Pengaturan dan Pengawasan kelembagaan,
kesehatan, aspek kehati hatian, dan pemeriksa bank merupakan lingkup
microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup
pengaturan dan pengawasan macroprudential merupakan tugas dan wewenang
BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan

B. DPS adalah lembaga pengawas syariah yang bertugas mengawasi operasional


lembaga keuangan syariah agar tetap konsisten dan berpegang teguh kepada
prinsip syariah. Pedoman Dasar Dewan Syariah Nasional (DSN) Bab II ayat (5)
mengemukakan, Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada di lembaga
keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan
Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Adapun untuk lebih
mengefektifkan peran DSN pada perbankan syariah maka dibentuk Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai perwakilan DSN di setiap perbankan syariah
di Indonesia
C. Bank sentral adalah bank yang ditugasi untuk mengawasi dan memanipulasi
jumlah uang yang beredar agar sesuai dengan yang diperlukan, baik untuk
keperluan transaksi, berjaga-jaga maupun spekulasi, sehingga roda
perekonomian dapat berjalan lancar. Oleh karena itu Bank Sentral pada
umumnya mempunyai dua peranan, yaitu sebagai salah satu unsur penguasa
moneter yang berwenang melaksanakan kebijakan moneter, dan sebagai
lembaga yang diberi wewenang untuk mengatur, mengawasi dan
mengendalikan sistem moneter yang ada dalam suatu masyarakat atau negara.
Di Indonesia bank yang diberi wewenang sebagai bank sentral adalah Bank
Indonesia (UU No.13 tahun 1968, pasal 1 ayat 1). Bersama dengan pemerintah
pusat, Bank Indonesia berfungsi sebagai penguasa moneter. Dalam hal ini
pemerintah pusat melakukan fungsi yang terutama berhubungan dengan Dana
Moneter Internasional (IMF) dan mencari pinjaman dari negara-negara lain,
misalnya melalui Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Bersama
dengan bank-bank umum, penguasa moneter merupakan unsur-unsur sistem
moneter yang ada di Indonesia.
2. Item-item siklus pengawasan dan audit LKS

1. Know Your Bank (KYB) Pemahaman komprehensif terhadap faktor-faktor internal


dan eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja dan profil risiko bank.
2. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian
kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank.
3. Perencanaan Pengawasan
Penentuan pengawasan tahunan
a. Pengawasan off site tahunan
b. Rencana kerja pemeriksaan (AWP)
4. Pemeriksaan Berdasarkan Risiko
a. Pemeriksaan yang diarahkan pada risiko yang signifikan sesuai hasil
penilaian risiko
b. Dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam setahun apabila terdapat
indikasi adanya risiko-risiko yang mengkhawatirkan
5. Pengkinian Tingkat Kesehatan Bank Melakukan penilaian kembali terhadap Tingkat
Kesehatan Bank dengan memperhatikan data dan informasi hasil pemeriksaan
maupun pengawasan.
6. Tindakan Pengawasan dan Monitoring
a. Menyampaikan surat pembinaan agar bank melakukan upaya perbaikan
pada satu atau lebih faktor penilaian
b. Meminta Pengurus dan PS Bank untuk menyampaikan Action Plan pada satu
atau lebih faktor penilaian
c. Mengadakan pertemuan dengan pengurus maupun pejabat bank apabila
diperlukan untuk membahas hasil penilaian bank dan BI, maupun untuk
menyampaikan upaya perbaikan yang harus dilakukan oleh bank
d. Merubah status pengawasan

Penilaian Profil Risiko Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap
risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang
dilakukan terhadap 10 risiko yaitu:
1. Kredit Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi
kewajibannya.
2. Pasar Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse
movement) dari portofolio yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain
suku bunga dan nilai tukar. 3.
3. Likuiditas Risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi
kewajiban yang telah jatuh tempo.
4. Operasional Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau
adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
5. Hukum Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, antara lain
disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak
6. Reputasi Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait
dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
7. Stratejik Risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan strategi
dan/ atau pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang reponsifnya
bank terhadap perubahan eksternal.
8. Kepatuhan Risiko yg disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan
peraturan perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku, termasuk
pemenuhan prinsip syariah.
9. Imbal hasil Risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan bank kepada
nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima bank dari
penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga
bank.
10. Investasi Risiko akibat bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai
dalam pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss sharing.

3. Struktur organisasi pengawasan dan auditing LKS

A. Dewan Komisaris.
Peraturan perundang-undangan memberikan tanggung jawab yang jelas dan tegas
terhadap tanggung jawab Dewan Komisaris. Mengingat kedudukan Dewan Komisaris
sebagai organ perseroan, tanggung jawab ini bertujuan untuk menjamin agar Dewan
Komisaris melakukan fungsi pengawasan dengan Itikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab. Kesalahan maupun kelalaian Dewan Komisaris yang menyebabkan
kerugian bagi perseroan harus dipertanggungjawabkan oleh Dewan Komisaris bahkan
sampai pertanggungjawaban pribadi.19 Untuk itu PBI-2009 mengatur tugas dan tanggung
jawab Dewan Komisaris Jumlah anggota dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan
paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi, terdiri dari Komisaris dan Komisaris
Independen.20 Jumlah Komisaris Independen Paling kurang 50% (lima puluh perseratus)
dari jumlah anggota dewan Komisaris. Semua Anggota dewan Komisaris harus memenuhi
persyaratan telah lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test). Selain itu, Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai
anggota dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada 1 (satu)
lembaga/perusahaan bukan lembaga keuangan dan tidak memiliki hubungan keluarga
dengan anggota dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi.

B. Dewan Direksi.
Dewan direksi memiliki fungsi utama dalam manajemen, yakni menetapkan tujuan strategik
dan prinsip-prinsip yang akan dijadikan sebagai acuan lembaga keuangan islam. Kewajiban
dan tanggung jawab otoritas pengambilan keputusan untuk masing-masing level
manajemen harus ditentukan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
anggota dewan direksi. Dewan direksi juga memiliki kewajiban untuk menjaga transparansi
dalam menjalankan operasional perusahaan yang mengacu pada standar operasional
Lembaga Keuangan Syariah yang ditentukan oleh Basel Committee on Banking Supervision
(BCBS), Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI),
Islamic Financial Service Board (IFSB), ataupun atas otoritas pengawas
Dalam struktur di atas, Dewan Pengawas Syariah menempati posisi penting dalam Bank
Umum Syariah, sejajar dengan Dewan Komisaris,dan dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan Pasal 47 ayat 4 Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, wajib menyampaikan Laporan Hasil Pengawasan DPS secara semesteran kepada
Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester dimaksud berakhir.
DPS pada bank dengan cakupan nasional tidak mengawas hingga level kantor cabang dan
kantor unit suatu bank, tapi hanya berada di kantor pusat bank. Sementara struktur
pengawasan yang efektif hendaknya DPS ada hingga level unit usaha terendah dari suatu
bank.
Dalam struktur di atas DPS yang berkedudukan di kantor pusat bank tidak saja langsung
memberikan laporan kepada Bank Indonesia, tetapi seharusnya juga kepada DSN-MUI.
Laporan kepada DSN-MUI dianggap penting, sebab DSN-MUI sebagai lembaga yang oleh
Pasal 32 ayat 2 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diberi kewenangan
memberi rekomendasi pembentukan DPS di suatu bank, seharusnya berhak pula untuk
mengetahui apakah individu yang telah direkomendasikan itu dapat menjalankan amanat
sebagaimana seharusnya, sehingga DSN-MUI dapat menarik rekomendasinya jika ternyata
tidak sesuai dengan harapan, dan merekomendasikan Rapat Umum Pemegang Saham
untuk memberhentikan yang bersangkutan dari jabatan DPS jika dinilai tidak dapat
menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Dalam struktur ini, DSN-MUI dapat berperan
langsung mengorganisir dan memantau pengawasan yang dilakukan oleh DPS.
Selanjutnya, DPS pada level cabang, unit atau level di bawahnya lagi jika ada, wajib
menyampaikan laporan secara berjenjang. DPS pada level unit suatu bank menyampaikan
laporan kepada DPS level cabang, dan DPS pada level cabang menyampaikan laporan
pada DPS kantor pusat bank bersangkutan. Barulah DPS pada kantor pusat bank
menyusun riasalah laporan untuk diserahkan kepada Bank Indonesia dan DSN-MUI, dengan
laporan model ini diharapkan pengawasan akan lebih efektif. DPS tidak lagi bisa mengawas
sesukanya sebab DSN-MUI turut serta mengorganisir dan memantau langsung proses
pengawasan, dan merekomendasikan untuk memberhentikan DPS jika tidak amanah.
Mekanisme pengawasan dengan struktur ini tidak saja diberlakukan untuk kegiatan usaha
perbankan namun juga semua jenis kegiatan usaha bisnis syariah non bank, seperti
asuransi, gadai, dan sebagainya.
KESIMPULAN
Lembaga keuangan syariah diawasi oleh Bank Sentral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Standar untuk mengukur tingkat kepatuhan bank syariah
tidak hanya mengacu pada peraturan umum yang dirumuskan oleh otoritas yang
berwenang, tetapi juga untuk menjaga dan memelihara kepatuhan dalam arti prinsip-prinsip
syariah. lembaga keuangan Pasal 2 Undang-undang Nomor 21 Undang-Undang Lembaga
Keuangan mengatur: Lembaga keuangan syariah melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip-prinsip hukum Syariah, demokrasi ekonomi dan kehati-hatian. Klausul ini
memberikan pemahaman bahwa bank syariah harus berdasarkan prinsip-prinsip hukum
Syariah dalam melakukan kegiatan keuangan, di mana tingkat kepatuhan tidak hanya
didasarkan pada pertimbangan BI, tetapi juga pertimbangan DSN-MUI dan DPS.

Daftar Pustaka
https://adoc.pub/pengawasan-bank-syariah.html

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/LiterasiPerguruanTinggi/book/book8/reader.html

https://media.neliti.com/media/publications/154905-ID-problematika-dewan-pengawas-
syariah-dan.pdf

Anda mungkin juga menyukai