Disusun Oleh :
Kelompok 2
Alhamdulillah, Segala puji hanya milik Allah SWT dan sholawat serta
salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW. Karena berkat limpahan rahmat-
Nya serta akal pikiran dan kekuatan yang di anugrahkan-Nya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Audit dan
Pengawasan Syariah tepat pada waktunya. Dalam penulisan makalah ini kami
menyadari masih banyak kekurangan, baik dalam materi dan penulisan makalah.
Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi
penyempurnaan tugas makalah ini.
Kami juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Khususnya dosen yang telah
memberikan bimbingan dan tugas ini kepada kami dan kepada teman-teman
semua. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu proses pembelajaran
kita.
Penulis
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabungan Syariah ..................................................... 3
B. Jenis Dasar Hukum Tabungan Syariah ......................................... 4
C. Jenis Akad beserta Rukun dan Syarat Pada Tabungan Syariah .... 7
D. Aplikasi Tabungan Syariah .......................................................... 10
E. Objek Audit dan Pengawasan Syariah pada Prosuk Tabungan .... 12
F. Prosedur Objek Audit dan Pengawasan Syariah pada
Produk Tabungan ........................................................................ 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya bank-bank Syariah didasari dari kesadaran adanya bahaya
riba bagi orang-orang muslim dari system yang dianut oleh bank
konvensional. Oleh karena itu bank Syariah menawarkan jasa perbankan
penghimpun dana dengan system bagi hasil dalam pembagian keuntungan
ataupun kerugian agar terhindar dari bahaya riba.1 Suatu perusahaan
dikatakan telah menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip
syariah apabila telah memenuhi standar terkait yang telah ditetapkan oleh
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) atas usulan
lembaga pemerintah terkait. Untuk memastikan ke syar’i an dalam aplikasi,
maka dalam organisasi perusahaan mewajibkan adanya Dewan Pengawas
Syariah (DPS).2
Pada tahun 2000, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSNMUI) telah mengeluarkan fatwa terkait Tabungan nomor
02/DSNMUI/IV/2000 tentang Tabungan. Yang di dalam fatwa inilah adanya
pemaparan mengenai tabungan yang dibenarkan salah satunya tabungan yang
berdasarkan prinsip muḍarabah. Akad mudharabah mutlaqah pada salah satu
produk tabungan yang dikeluarkan oleh Bank Syariah merupakan salah satu
produk tabungan yang diminati, disamping tabungan yang berakad wadi’ah.
Sesuai syari’at Islam, prinsip bagi hasil hendaknya selalu amānah dan adil
dalam hal mendapati keuntungan dan siap menanggung kerugian, sebagai
upaya tercapainya keadilan tersebut maka bagi hasil harus diketahui para
pihak yang berakad.
1
Timami Dan Soejoto. Pengaruh Dan Manfaat Bagi Hasil Terhadap Jumlah
Simpanan Deposito Mudharabah Bank Syariah Mandiri di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Ekonomi.Vol 1 No.3.2013,h.64.Terisi: http://digilib.uinsgd.ac.id/31297/4/4_bab1.pdf.diakses
pada tgl 08/03 /2021 pukul 18.25 wita.
2
Lihat (Pasal 109) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT).
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tabungan Syariah ?
2. Bagaimana dasar hukum tabungan Syariah ?
3. Bagaimana jenis akad, rukun, dan syarat yang terdapat pada tabungan
Syariah ?
4. Bagaimana aplikasi serta contoh tabungan Syariah ?
5. Bagaimana objek-objek audit dan pengawasan Syariah pada produk
tabungan ?
6. Bagaimana prosedur objek audit dan pengawasan Syariah pada produk
tabungan ?
7. Bagaimana contoh kasus objek audit dan pengawasan Syariah pada
produk tabungan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian tabungan Syariah.
2. Untuk mengetahui dasar hukum tabungan Syariah.
3. Untuk mengetahui jenis akad, rukun, dan syarat yang terdapat pada
tabungan Syariah.
4. Untuk mengetahui aplikasi serta contoh tabungan Syariah.
5. Untuk mengetahui objek-objek audit dan pengawasan Syariah pada
produk tabungan.
6. Untuk mengetahui prosedur objek audit dan pengawasan Syariah pada
produk tabungan.
7. Untuk mengetahui contoh kasus objek audit dan pengawasan Syariah
pada produk tabungan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
http://eprints.perbanas.ac.id/1072/3/BAB%20II.pdf. Hal 22. diakses pada tgl
08/03/2021 pukul 18.08 wita.
4
Ida Febria Ningrum, Impelementasi Akad Wadi‟ah Pada Tabungan Kurban Di
Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah Mitra Usaha Ideal Kecamatan Gresik, (skripsi
fakultas ekonomi dan bisnis islam UIN Sunan Ampel, 2018).
3
mendorong umat muslim untuk sering melakukan investasi sehingga akan
mengurangi kesenjangan sosial yang ada.5
5
Ismail, AKUNTASI BANK, Teori dan Aplikasi dalam Rupiah, (Jakarta:
Prenadamedia Group:2010) h.20
6
http://eprints.perbanas.ac.id/1072/3/BAB%20II.pdf.diakses pada tgl 08/03/2021
pukul 18.08 wita. Hal 25-26
7
http://eprints.walisongo.ac.id/7279/3/BAB%20II.pdf. Diakses pada tgl 08/03/2021
pukul 20.06 wita. Hal 20-25
4
c. Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
tentang bentuk-bentuk mu’amalah syar’ah untuk dijadikan pedoman
dalam pelaksanaan tabungan pada bank syariah.
➢ Mengingat
a. Firman Allah Q.S. Al-Baqarah : 283
Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang ). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya ( hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.
Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
b. Hadits Riwayat Ibnu Majah bahwasanya : Dari Shalih bin Shuhaib
r.a.bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang didalamnya
terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah n0. 2280,
kitab at-Tijarah)
c. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang
pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’
(Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838)
d. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.
e. Kaidah Fiqh. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
5
➢ Memutuskan, ketentuan umum tabungan berdasarkan Mudharabah :
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau
pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola
dana.
b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
6
c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadiah:
a. Bersifat simpanan
b. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesepakatan.
c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
(‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Ditetapkan di: Jakarta
Tanggal: 26 Dzulhijjah 1420 H/1 April 2000 M8
8
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta:Sinar Grafika, 2008, hlm.244-
245. Tersedia : http://eprints.walisongo.ac.id/7279/3/BAB%20II.pdf. Diakses pada tgl
08/03/2021 pukul 20.06 wita. Hal 25
7
nasabah penabung telah ditentukan dalam nisbah tertentu di awal
perjanjian. Secara yuridis dengan memilih tabungan mudharabah nasabah
mempunyai peluang mendapatkan keuntungan, namun ia juga akan
menanggung resikoa kehilangan modal jika bank selaku mudharib
mengalami kerugian. Mudharabah di bagi menjadi dua, yaitu :
a) Mudharabah Mutlaqah adalah perjanjian mudharabah antara shahibul
maal dan mudharib, dimana pihak mudharib diberikan kebebasan.
b) Mudharabah Muqayadah adalah perjanjian mudharabah yang mana
dana yang diberikan kepada mudharib hanya dikelola untuk kegiatan
usaha tertentu yang telah ditentukan baik jenias manapun ruang
lingkupnya.9
2. Rukun dan Syarat pada Tabungan Syariah (Wadiah dan
Mudharabah)
Syarat-syarat Wadiah :
a. Orang yang berakad
Menurut Madzah Hanafi, orang yang berakad harus berakal.
Anak kecil yang tidak berakal (mumayyiz) yang telah diizinkan oleh
walinya, boleh melakukan akad wadi’ah. Mereka tidak mensyaratkan
baligh dalam soal wadi’ah. Orang gila tidak dibenarkan melakukan
akad wadi’ah.
Menurut Jumhur ulama, orang yang melakukan akad wadi’ah
disyaratkan baligh, berakal dan cerdas (dapat bertindak secara
hukum), karena akad wadi’ah, merupakan akad yang banyak
mengandung risiko penipuan. Oleh karena itu, anak kecil kendatipun
sudah berakal, tidak dapat melakukan akad wadi’ah baik sebagai
orang yang mmenitipkan maupun sebagai orang yang menerima
titipan. Disamping itu Jumhur ulama juga mensyaratkan, bahwa
orang yang berakad itu harus cerdas, walaupun ia sudah baligh dan
9
http://eprints.perbanas.ac.id/1072/3/BAB%20II.pdf.diakses pada tgl 08/03/2021
pukul 18.08 wita. Hal 26
8
berakal. Sebab, orang baligh dan berakal belum tentu dapat bertindak
secara hukum, terutama sekali apabila terjadi persengketaan.
b. Barang titipan, barang titipan itu harus jelas dan dapat dipegang dan
dikuasai. Maksudnya, barang titipan itu dapat diketahui jenisnya atau
identitasnya dan dikuasai untuk dipelihara.
Rukun Wadi’ah :
Menurut ulama Mazhab Hanafi, rukun wadi’ah hanya satu saja, yaitu ijab
dan kabul. Jumhur ulama mengatakan, bahwa wadi’ah ada tiga :
1) Orang yang berakad
2) Barang titipan
3) Sighat ijab dan Kabul10
Rukun dan syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib). Kedua belah pihak yang melakukan akad
disyaratkan mampu tasharruf atau cakap hukum, maka dibatalkan
akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-orang yang
berada dibawah pengampuan.
2. Modal atau harta pokok (mal), syarat-syaratnya yakni :
a) Berbentuk uang
b) Jelas jumlah dan jenisnya
3. Tunai. Hutang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa
adanya setoran modal, berarti shahibul mal tidak memberikan
kontribusi apapun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i
dan Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad. Selain itu
hal ini bisa membuka pintu perbuatan riba, yaitu memberi Tangguh
kepada si berhutang yang belum mampu membayar
4. Modal diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung,
apabila tidak diserahkan sepenuhnya (berangsur-angsur)
dikhawatirkan akan terjadi kerusakan pada modal, yaitu penundaan
10
http://repository.uinbanten.ac.id/3435/5/BAB%20III%20%20%20%20TINJAUAN
%20TEORITIS.pdf.diakses pada tgl 08/03/2021 pukul 16.25 wita. Hal 43-45
9
yang dapat mengganggu waktu mulai bekerja dan akibat yang lebih
jauh mengurangi kerjanya secara maksimal.11
11
http://etheses.uin-malang.ac.id/1338/6/08220016_Bab_2.pdf. Diakses pada tgl
09/03/2021 pukul 16.33 wita. Hal 47-49
12
Trisadini P. Usanti, Abd. Shomad, HUKUM PERBANKAN, (Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri,2016). Tersedia:
http://repository.uinbanten.ac.id/3435/5/BAB%20III%20%20%20%20TINJAUAN%20TEO
RITIS.pdf.diakses pada tgl 08/03/2021 pukul 16.25 wita. Hal 48-49
10
dititipkan dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang tersebut.
Bank berdasarkan prinsip Wadi’ah yad adh dhamanah
mengaplikasikan dalam produk Giro. Implikasi Giro dan Qardh dalam
perbankan syariah ialah sama. Yang mana nasabah bertindak sebagai
peminjam dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Aplikasi produk
wadi’ah tersebut yakni harta atau barang yang dititipkan boleh
dimanfaatkan oleh si penerima titipan dan tidak ada keharusan bagi
penerima titipan memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.
Selain sesuai Giro (Current Account), juga sesuai dengan Tabungan
Berjanka (Saving Account). Pemberian bonus setiap produk tidak boleh
disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad. Jumlah
pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan menejemen bank
syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekenannya adalah
titipan.13
Kesimpulan dalam akad wadi’ah dalam perbankan syariah yakni
berdasarkan akad Wadi’ah yad adh al-amanah berupa produk save deposite
box, sedangkan akad Wadi’ah yad dhamanah diaplikasikan dalam produk
penghimpunan dana (funding) yang mana berupa giro dan tabungan wadi’ah.
Aplikasi Mudharabah dalam perbankan syariah, seperti yang
dijelaskan dalam pengertian, bahwa mudharabah dapat dilakukan dengan
memisahkan atau mencampurkan dana mudharabah. Berikut ini adalah
penjelasannya lebih lanjut mengenai hal itu.14
a. Pemisahan total dana mudharabah dan harta-harta lainnya, termasuk harta
mudharib.
Teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan Teknik ini
adalah bahwa pendapatan dan biaya dapat dipisahkan dari masing-masing
13
Ibid. Hal 50
14
Dr. Hirsanuddin, SH.,MH.,Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia Pembiayaan
Bisnis dengan Prinsip Kemitraan, (Genta Press, 2007). Hal 120. Tersedia : http://etheses.uin-
malang.ac.id/1338/6/08220016_Bab_2.pdf. Diakses pada tgl 09/03/2021 pukul 16.33 wita.
Hal 50
11
dana dapat dihitung dengan akurat. Kelemahan Teknik ini terutama
menyangkut masalah moral hazard dan preferansi investasi si mudharib.
b. Dana mudharabah dicampur dan disatukan dengan sumber-sumber dana
lainnya.
System ini menghilangkan munculnya masalah etika dan moral hazard
seperti yang telah disebutkan tadi, namun dalam system ini pendapatan
dan biaya mudharabah tercampur dengan pendapatan dan biaya lainnya.
Hal ini menimbulkan alokasi keuntungan dan kerugian antara pemegang
saham dan pemegang rekening.
12
Sedangkan pada produk giro mudharabah adalah bentuk pengumpulan
dana dengan cara akad mudharabah. Akad mudharabah adalah akad yang
digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam modal dan pengelola dana
untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya. Sedangkan mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah
dimana nasabah (shahibul maal) memberikan kepada Bank (mudharib)
dengan pengelolaan investasinya.
Dalam kapasitannya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akd mudharabah
dengan pihak lain. Dana yang disetor sebagai giro mudharabah harus
dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan offsetting dari piutang
nasabah, dan nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan
oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka
penutupan rekening.
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dibuat dalam akad pembukaan rekening. Bagi hasil mudharabah dapat
dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing)
atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba dihitung dari total
pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional sedangkan metode
bagi pendapatan dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima
oleh bank. Pemberian bagi hasil untuk nasabah didasarkan pada saldo
terendah dalam satu bulan laporan.
Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Biaya operasional
giro yang menjadi beban bank adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan
dengan operasi pengelolaan dana kecuali biaya administrasi. Biaya
administarasi anatar lain meliputi;
a) Biaya penggantian kartu ATM
b) Biaya penggantian buku
13
c) Biaya cetak laporran
d) Biaya cetak rekening
e) Biaya cek/BG
f) Biaya penarikan melalui ATM bersama atau ATM lainya, dan
g) Biaya materai
Dalam produk giro mudharabah ini bank dilarang mengurai nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan dari nasabah.
14
Sedangkan pengujian substansif atas transaksi pembukaan giro
wadiah dan giro mudharabah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain:
1. Meneliti pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah
baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan wadiah atau
mudharabah telah dilakukan.
2. Meneliti pengisisn formulir aplikasi penitipan telah dilakukan secara
lengkap sebagai salah satu persyaratan ijab qabul.
3. Meneliti setoran giro wadiah atau mudharabah telah menyebutkan jumlah
nominal dan mata uang yang disetor secara jelas.
4. Meneliti pemberian bonus wadiah tidak mengarah kepada kebiasaan
sehingga dapat dijadikan perhitungan yang seolah-olah diperjanjiakan.
5. Meneliti dalam penawaran produk giro, bank tidak menjanjikan
pemberian yang ditettapkan diawal dalam bentuk prosentase imbalan.
6. Meneliti akad giro wadiah atau mudharabah telah sesuai dengan fatwa
DSN-MUI yang berlaku tentang giro.15
15
Ahmad Ridwan, Objek Material Pengawasan Produk Giro Wadiah Dan
Mudharabah, https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/objek-material-pengawasan-
produk-giro-wadiah-dan-mudharabah/, diakses pada 16 maret 2021 pukul 16.00
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Tabungan diatur dalam Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000
tanggal 12 Mei 2000 yang intinya menyatakan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan dalam
menyimpan kekayaan, memerlukan jasa perbankan
Sedangkan menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa, tabungan adalah simpanan
berdasarakan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu
yang disepakat
Adapun objek pengawasan syariah merupakan produk-produk yang
dikembangkan dan dijalankan oleh Bank Syariah. Produk tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi produk pengumpulan dana, produk penyaluran dana
dan produk pelayanan jasa keuangan. Masing-masing produk yang dijalankan
harus sesuai dengan ketentuan Prinsip Syariah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Lihat (Pasal 109) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(PT).
Timami Dan Soejoto. Pengaruh Dan Manfaat Bagi Hasil Terhadap Jumlah
Simpanan Deposito Mudharabah Bank Syariah Mandiri di Indonesia.
Jurnal Pendidikan Ekonomi.Vol 1 No.3.2013, h. 64. Terisi :
http://digilib.uinsgd.ac.id/31297/4/4_bab1.pdf.diakses pada tgl 08/03
/2021 pukul 18.25 wita.
17
http://etheses.uin-malang.ac.id/1338/6/08220016_Bab_2.pdf. Diakses pada tgl
09/03/2021 pukul 16.33 wita.
http://repository.uinbanten.ac.id/3435/5/BAB%20III%20%20%20%20TINJAUA
N%20TEORITIS.pdf.diakses pada tgl 08/03/2021 pukul 16.25 wita.
https://naifu.wordpress.com/2011/12/28/objek-material-pengawasan-produk-giro-
wadiah-dan-mudharabah/ Diakses pada tanngal 16/03/2021 pukuk 12.35
18