Anda di halaman 1dari 19

RAMBU-RAMBU PRUDENTIAL

BANKING BAGI PERBANKAN


SYARIAH
Kuliah ke-14
Manajemen Perbankan Syariah
Dudung Abdurrahman
PRUDENTIAL PRINCIPLE &
PRUDENTIAL STANDARDS
Dalam menjalankan usahanya, semua bank
(Bank Umum & BPR, Konvensional dan Syariah)
WAJIB menerapkan prinsip kehati-hatian
(prudential principle)
Prinsip kehati-hatian ini dijabarkan dalam bentuk
rambu-rambu kesehatan bank atau Prudential
Standards (PS)
Penerapan PS bertujuan agar Bank sebagai
financial intermediary institution selalu dalam
keadaan SEHAT
Pengabaian dan pelanggaran PS diancam dengan
sanksi administratif, sanksi pidana penjara dan
denda, serta sanksi perdata bagi pengurus bank
yang bersangkjutan (pasal 46-53 UU 7/1992
sebagaimana diubah oleh UU No 10/1998)
DASAR HUKUM
PRUDENTIAL BANKING PRINCIPLE
UU No. 7/1992 pasal 29 ayat (2) menegaskan
bahwa “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan
bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal,
kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubungan dengan usaha Bank”.
Perubahan pasal 29 ayat (2) dalam UU No.
10/1998 menjadi “Bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha
Bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian”
PRUDENTIAL STANDARDS &
BANK SYARIAH (1)
Pengabaian PS oleh Bank Syariah akan
memberikan dampak kerugian yang lebih
besar daripada jika dilakukan oleh bank
konvensional, karena:
– Resiko lebih besar yang dihadapi Bank Syariah,
dalam hal pembiayaan Mudharabah, karena
tidak adanya agunan dari nasabah penerima
pembiayaan (?)
– Jika terjadi kerugian pada nasabah
pembiayaan mudharabah, maka bank harus
memikul resiko kehilangan dana yang
diberikan tersebut.
PRUDENTIAL STANDARS &
BANK SYARIAH (2)
UU No. 7/1992 pasal 29 ayat (4)
sebagaimana diubah pada UU No.
10/1998 menyatakan bahwa: “Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank
wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada
Bank”
RAMBU-RAMBU KESEHATAN BANK
(PRUDENTIAL STANDARDS)
BAGI BANK SYARIAH
ANALISIS PEMBIAYAAN
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT
LOAN TO DEPOSIT RATIO
KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK
POSISI DEVISA NETTO
GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA
KEWAJIBAN MENGUMUMKAN NERACA DAN PERHITUNGAN LAB/RUGI TAHUNAN
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN RAMBU-RAMBU KESEHATAN
– SANKSI PIDANA
– SANKSI ADMINISTRATIF
– SANKSI PERDATA
ANALISIS PEMBIAYAAN
UU No. 7/1992 pasal 29 ayat (3)
sebagaimana telah diubah oleh UU
No. 10/1998
UU No. 7/1992 pasal 8 ayat (1) dan
(2) sebagaimana telah diubah oleh
UU No. 10/1998
BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN
KREDIT (BMPK)
UU No. 7/1992 pasal 11 ayat (3)
sebagaimana telah diubah oleh UU No.
10/1998
UU No. 7/1992 pasal 11 ayat (4a)
sebagaimana telah diubah oleh UU No.
10/1998
SK Dir BI No. 31/177/1999 tentang BMPK
pasal 7
– BMPK pihak tidak terkait tidak melebihi 20%
dari modal Bank sejak I Januari 2003
– BMPK pihak terkait tidak melebihi 10% dari
modal Bank
PIHAK TERKAIT
Menurut SK Dir BI No. 31/177/1999 pasal 1
huruf m dan huruf n, PIHAK TERKAIT adalah
peminjam atau kelompok peminjam yang
memiliki keterkaitan dengan Bank karena
merupakan:
a. Pemegang saham yang memiliki 10% atau lebih dari
modal disetor bank
b. Pemegang saham institusi yang memiliki 10% atau
lebih dari modal disetor.
c. Anggota Dewan Komisaris
d. Anggota Dewan Direksi
e. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, c dan d
f. Pejabat bank lainnya
g. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat
kepentingan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, c, d, dan e
LOAN/FINANCING TO DEPOSIT
RATIO (LDR/FDR)
LDR digunakan oleh bank konvensional,
sedangkan FDR digunakan oleh bank
syariah
FDR adalah perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank
dengan dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun oleh bank
Menurut SE BI No. 26/5/BPPP/1993, Bank
wajib menjaga LDR tidak melebihi 110%
FDR/LDR dimaksudkan agar Bank tidak
terlalu ekspansif dalam menyalurkan dana
kepada masyarakat
KEWAJIBAN PENYEDIAAN
MODAL MINIMUM BANK
Rasio kecukupan modal bank atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) dimaksudkan untuk
mengukur permodalan suatu bank untuk
menunjang aktiva yang menghasilkan maupun
aktiva yang beresiko.
Ketentuan besarnya CAR saat ini (berlaku sejak
2002) adalah minimal 8% dari Aktiva Tertimbang
Menurut Resiko (ATMR)
CAR dihitung dengan rumus: Modal Sendiri:ATMR
ATMR mencakup aktiva yang tercantum dalam
neraca maupun aktiva yang bersifat administratif
sebagaimana tercermin pada kewajiban yang
masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang
disediakan oleh bank untuk pihak ketiga
POSISI DEVISA NETTO (PDN)
atau NET OPEN POSITION (NOP)
PDN adalah angka yang merupakan penjumlahan
dari nilai absolut untuk jumlah dari:
– Selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk
setiap valuta asing, ditambah dengan
– Selisih bersih tagihan dan kewajiban, baik yang
komitmen maupun kontingensi dalam rekening
administratif untuk setiap valuta asing, yang semuanya
dinyatakan dalam rupiah.
SK Dir BI No. 31/178/Kep/Dir/1999 menetapkan
besarnya PDN yang wajib dipelihara Bank pada
setiap akhir hari kerja setinggi-tingginya 20%
dari modal yang dihitung secara konsolidasi
GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)
Setiap bank umum wajib
menyerahkan GWM pada Bank
Indonesia, baik dalam rupiah
maupun valas (valuta asing)
SK Dir BI No. 30/89A/Kep/Dir/1997
menetapkan
– GWM rupiah sebesar 5% dari DPK
rupiah
– GWM valas sebesar 3% dari DPK valas
KEWAJIBAN MENGUMUMKAN NERACA
DAN PERHITUNGAN LABA/RUGI TAHUNAN
UU No 7/1992 pasal 35 sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 10/1998 menyatakan bahwa “bank
wajib mengumumkan neraca dan perhitungan
laba/rugi kepada masyarakat dalam waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”
SK Dir BI No. 31/176/Kep/Dir/1999 tentang
Laporan Keuangan tahunan dan laporan Keuangan
Publikasi Bank Umum mengatur:
– Pengumuman laporan keuangan publikasi dilakukan 4 kali
dalam setahun (akhir Maret, Juni, September, Desember).
Laporan triwulanan dipublikasikan untuk intern bank dan BI
– Pengumuman dilakukan paling lambat 2 bulan setelah
berakhirnya bulan laporan untuk LK interin posisi Maret,
Juni, dan September; dan 4 bulan setelah berakhirnya
tahun laporan posisi akhir Desember yang telah diaudit
oleh KAP
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN
RAMBU-RAMBU KESEHATAN (1)
SANKSI PIDANA; pasal 49 ayat 2 huruf b
UU No. 7/1992 sebagaimana telah diubah
dengan UU N. 10/1998
– Pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun
dan paling lama 8 tahun serta denda
sekurang-kurangnya 5 milyar rupiah dan
paling banyak 100 milyar
SANKSI PIDANA; pasal 49 ayat 1 dan
pasal 50 UU No. 7/1992 sebagaimana
telah diubah dengan UU N. 10/1998 jo SK
Dir BI No. 31/176/1998
– Pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun
dan paling lama 15 tahun serta denda minimal
10 milyar dan paling banyak 200 milyar
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN
RAMBU-RAMBU KESEHATAN (2)
SANKSI ADMINISTRATIF; pasal 52 ayat 1
dan 2 huruf b UU No. 7/1992
sebagaimana telah diubah dengan UU N.
10/1998
– Denda uang
– Teguran tertulis
– Penurunan tingkat kesehatan bank
– Larangan ikut dalam kegiatan kliring
– Pembekuan kegiatan usaha tertentu
– Pemberhentian pengurus bank
– Pengumuman anggota pengurus, pegawai
bank dan pemegang saham dalam Daftar
Orang Tercela (DOT) di bidang perbankan
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN
RAMBU-RAMBU KESEHATAN (3)
SANKSI PERDATA; pasal 98 ayat 1 dan 2
UU No. 1/1995 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan bahwa Anggota
Dewan Komisaris Bank (termasuk bank
syariah) yang berbentuk PT dibebani pula
dengan tanggung jawab perdata apabila
sampai mengalami kerugian atau
kepailitan
SANKSI PERDATA; pasal 1365 KUH
Perdata dapat diguankan untuk
menggugat Komisaris dan Direksi Bank
melalui pengadilan negeri oleh pihak-pihak
yang dirugikan.
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN
RAMBU-RAMBU KESEHATAN (4)
SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP
PELANGGARAN GWM; pasal 8 dan 10
SK Dir BI No. 30/271 tentang GWM
SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP
PELANGGARAN KEWAJIBAN
MENGUMUMKAN LAPORAN
KEUANGAN BANK; SK Dir BI No.
31/176/Kep/Dir/1999.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai