Disusun Oleh :
NAMA
: Aan Aryawan
NPM
: 13108878
KELAS
:F
melimpahkan
rahmat
dan
karunia-Nya,
sehingga
penulis
dapat
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................
C. Tujuan.............................................................................................
1
3
4
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
5
8
13
14
Sehat..............................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan
persaingan bank yang semakin ketat persaingan ini mangakibatkan pengaruh
terhadap pasar perbankan semakin dinamis sehingga menuntut bank-bank
untuk berupaya lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini melihat kondisi dunia
perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia
perbankan, juga tidak terlapas dari pengaruh perkembangan di luar dunia
bank, antara lain sektor riil dalam perekonomian, politik, sosial, hukum,
pertahanan, dan keamanan.
Melihat dari waktu tiga dekade terakhir pertumbuhan serta perkembangan
lembaga perbankan konvensional maupun yang berbasis syariah mengalami
kemajuan yang pesat baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Dalam
hal ini melihat konsep perbankan keuangan yang berlandaskan hukum Islam
yang pada mulanya mengalami perkembangan di tahun 1970-an hanya
diumpamakan sebagai halnya sebuah diskusi teoritis (pendapat yang
didasarkan pada sebuah penelitian dan penemuan, dan didalamnya hanya
didukung oleh data dan argumentasi) saat ini sudah menjadi realitas faktual
(berdasarkan kenyataan) yang dapat membuat berbagai kalangan untuk
mengkeringatkan dahi apabila melihat konsep tersebut.
Mengesampingkan hal tersebut, bahwa dapat dipahami bank merupakan
suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak-pihak yang didalalmnya memiliki dana (surplus
unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi untuk memperlancar aliran lalu
lintas dalam pembayaran. Disamping itu, bank juga sebagai suatu tempat
industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan prinsip kepercayaan
masyarakat sehingga semestinya dalam bank tersebut tingkat kesehatan harus
dipelihara. Kestabilan lembaga
perbankan sangat
dibutuhkan
dalam
perekonomian suatu negara. Kestabilan ini tidak saja dilihat dari jumlah uang
1
yang beredar, namun jgua dilihat dari jumlah bank yang ada sebagai perangkat
penyelenggaraan keuangan.
Eksistensi perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu negara, untuk itu
perlu diadakan pengawasan pembinaan usaha agar usaha bank dapat berjalan
sesuai dengan yang telah diharapkan. Tujuan pembiayaan dan pengawasan
bank menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1998 yaitu Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang didalamnya berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kesehati-hatian.1
Dalam menjalankan fungsinya bank-bank harus menjaga rasio kecukupan
modalnya atau CAR (Capital Adenquacy Ratio) berdasarkan pasal 29 ayat 2
undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998. Dalam hal ini
modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan
bank
karena
ini
berhubungan
dengan
solvabitas
(kemampuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)
Beberapa pengertian dari capital adequacy ratio (car) yang dikemukakan
oleh para ahli sebagai berikut :
Capital Adequacy Ratio menurut Lukman Dendawijaya adalah Rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari
dana modal sendiri bank disamping memperoleh danadana dari sumber
sumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lainlain.3
3
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2005), hlm. 38.
4
berpendapat bahwa berkaitan dengan CAR ini pemerintah ternyata juga telah
menetapkan jumah CAR pada tingkat-tingkat tertentu. Penetapan mengenai
tingkat CAR tersebut merupakan upaya pemantauan yang dilakukan
pemerintah kepada bank-bank yang ada di Indonesia. Dengan mengetahui
tingkat permodalan yang dimiliki oleh bank akan menjamin bahwa bank siap
menanggung adanya kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi pada
setipa bank yang ada.
Menurut Erna Hidayah Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan
modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan
dihadapi oleh bank.8 Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu
membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank
untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian
bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
Menurut Lilis Setiawati dan Ainun Naim berpendapat tentang CAR
(Capital Adequacy Rasio) adalah Rasio modal terhadap aktiva total. Dengan
mengabaikan kemungkinan bank memiliki hutang jangka panjang, seperti
yang diasumsikan dalam buku-buku teks lainnya, tingginya rasio modal
(sendiri) terhadap dana simpanan pihak ketiga tersebut dengan sendirinya
selalu berarti angka rasio modal terhadap aktiva juga tinggi untuk
menanggung setiap resiko dari sebuah kendala-kendala dalam penerapan CAR
dan setiap aktiva/kredit produktif yang didalamnya dapat mengandung
besarnya risiko.9
George H. Hempel, Alan B.Coleman, Donald G.Simonson mengartikan
Capital Adequacy Ratio (CAR) juga dapat dijelaskan yaitu Penetapan standar
modal minimum untuk meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
settlements.html, diakses tanggal 05 November 2014.
8
Erna Hidayah, Pengaruh Kualitas Rasio Kecukupan Modal terhadap
Hubungan Antara Penerapan Capital Adequacy RatioDengan Kinerja perbankan
di Bursa Efek Jakarta, (Jakarta: JAAI, Vol.12, 2008), hlm. 53-57.
9
Lilis Setiawati-Naim Ainun. Bank Health Evaluation by Bank Indonesia
and Earnings Management in Capital Adequacy Rasio of Banking Industry,
(Yogyakarta: Gadjah Mada International Journal of Business, 2001), hlm. 18-22.
6
dikontrol oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian dimasa
lalu.18 Menurut Yusuf menerangkan Aktiva adalah sumbersumber eknomi
yang dimiliki perusahaan yang biasadinyatakan dalam satuan uang.19
Menurut Sugiri dan Sumiyana menjelaskan aktiva ialah manfaat ekonomik
dimasa mendatang yang cukup pasti, yangdiperoleh atau dikuasai oleh entitas
tertentu sebagai hasil dari transaksiatau peristiwa masa lampau.20
Menurut FASB mendefinisikan aktiva sebagai berikut Aktiva adalah
manfaat ekonomi yg mungkin terjadi dimasa mendatang yg diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa
masa lalu.21 Setelah beberapa banyak pendapat mengenai aktiva oleh beberpa
orang ahli dalam bidangnya maka saya dapat menarik sebuah garis
kesimpulan mengenai pengertian aktiva, menurut saya aktiva atau aset adalah
sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian
hari. Aset dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal debit. Aset ataupun
aktiva memang sangat penting dalam permodalan. Untuk mengantisipasi
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh suatu perusahaan maupun suatu
lembaga perbankan. Dalam hal mengenai total aset atau total aktiva didapat
dari menjumlahkan ataupun menggabungkan keseluruhan aset-aset atau aktiva
yang dimiliki dalam satu perhitungan yang sistematis, dan didapakanlah yaitu
total aset atau aktiva dari jumlah keseluruhan sehingga produk tersebut dapat
digunakan untuk mengantisipasi apabila lembaga produk perbankan tidak
mampu mencapai rasio yang telah ditetapkan oleh lembaga perbankan dunia
yaitu sekitar 8%.
Kemudian mengenai masalah mengenai modal maka dapat saya jelaskan
sebagai berikut. Modal baik bank nasional maupun internasional harus
memenuhi rasio kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio). Sebagaimana
yaitu
modal
inti
anak
perusahaan
setelah
23
http://ikumpul.blogspot.com/2012/10/sumber-sumber-dana-banksyariah.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014.
11
13
25
perhitungan CAR asal muasalnya dari mana saja yaitu antara lain :
1. Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan
antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat
keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan
ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga ( giro, deposito, dan
tabungan ) sebagai berikut :
Modal dan Cadangan
= 10 %
Giro + Deposito + Tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan
cukup dengan 10% dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan
memperhitungkaan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal
harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga
secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2. Membandingkan Modal Dengan Aktiva Berisiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for
International Settlement) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara
maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa
Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai
pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang
mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva berisiko.26
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli
perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank,
25
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alfabeta,
2002), hlm. 185-190.
26
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alfabeta,
2002), hlm. 186-123.
14
situasi
pinjaman
internasional
yang
berakibat
penjelasan makalah CAR ini diperoleh dari Laporan Keuangan Publikasi Bank
Umum tahun 2006 hingga 2014 yang diterbitkan oleh masing-masing Bank
yang bersangkutan.
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan untuk masing-masing rasio keuangan antara Bank Umum Syariah
dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia. Bank Umum Syariah lebih
baik kinerjanya dari segi rasio LDR dan ROA, sedangkan Bank Umum
Konvensional lebih baik kinerjanya dari segi rasio CAR, NPL, dan BOPO.
Namun dari analisi diatas dapat beragumen bahwa antara bank kriteria
bank syariah dan bank konnvensional dalam proses penerapan CAR berbeda.
Bank syariah dan bang konvensional dari aalissi diatas memmiliki banya
perbedaan yaitu seperti rasio LDR, ROA, CAR, NPL, dan BOPO. Namun
dalam masalah ini penrapan diperbankan ini yang menjadi madalah utama
adalah CAR. Dan mengesampingkan nilai rasio lainya tersebut.
Seperti data SPSS mengenai nilai rasio CAR antara bank konvensional dan
syariah yaitu rasio CAR antara bank umum syariah dan konvensional, bank
umum syariah rasio CAR, mean sebesar 11.9430% dan standar deviasi
1.56714% sedangkan untuk bank umum yang konvensional rasio CAR yang
didapatkan yaitu, mean 16.9150% dan standar deviasi yaitu sebesar
3.40134%.28
Dari sumber diatas maka dapat ditarik sebuah analisis mengenai penerapan
CAR ini yaitu pada data di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah
mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR sebesar 11,943%, lebih kecil
dibandingkan dengan mean rasio CAR Bank Umum Konvensional sebesar
16,915%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2014 Bank Umum
Konvensional memiliki CAR lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum
Syariah, karena semakin tinggi nilai CAR maka akan semakin bagus kualitas
permodalan bank tersebut. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank
Indonesia bahwa standar CAR yang terbaik adalah 8%, maka Bank Umum
28
http://ekonomi.kabo. Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1
Untuk-perbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
16
Syariah masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada diatas
ketentuan Bank Indonesia. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar
1,56714 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya
yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 11,9430. Standar
deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 3,40134 juga menunjukkan
simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar
16,9150. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel
CAR cukup baik.
Maka dari analisi diatas dapat saya tarik garis besar kesimpulan yaitu Nilai
CAR Bank Umum Syariah berada di bawah Bank Umum Konvensional, akan
tetapi rasio CAR Bank Umum Syariah masih berada di atas kriteria kondisi
baik yang ditetapkan Bank Indonesia, yaitu melebihi 8%. Dari penjelasan
mengenai apakah sama penerapan CAR di bank umum syariah dengan bank
umum konvensional yaitu berbeda.
F. Dampak Bank Apabila Tidak Mampu Mencapai Rasio Nilai CAR
Sebesar 8%
Dengan memperhatikan tantangan dunia global, bank-bank di Indonesia
dituntut untuk dapat bersaing tidak hanya dengan bank-bank nasional, tetapi
bank-bank Indonesia harus siap berhadapan dan bersaing baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan bank yang berskala internasional. Untuk
menghadapi itu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Arsitektur Perbankan
Indonesia (API). Dalam Pilar satu API disyaratkan bahwa seluruh bank umum
harus memenuhi Modal Inti minimum Rp. 100 miliar pada akhir tahun 2013.29
Dalam upaya hukum bank untuk mencapai pemenuhan Modal Inti
minimum sebagai implementasi API, strategi BI dalam menciptakan dunia
perbankan Indonesia berdasarkan Modal Inti minimum yang telah ditetapkan
dalam API, serta konsekuensi yuridis yang akan didapatkan bank yang gagal
mencapai Modal Inti minimum sesuai visi API. Diketahui bahwa upaya-upaya
29
http://ekonomi.kabo. Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1
Untuk-perbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
17
hukum bank dalam hal mencapai pemenuhan Modal Inti minimum dilakukan
secara organik dan penambahan modal dari para pemegang saham pengendali
dan ini menunjukkan bahwa konsekuensi yuridis yang diinginkan bank adalah
kemandirian. Di lain pihak BI mengeluarkan signal percepatan konsolidasi
dan berbagai macam insentif dalam rangka konsolidasi perbankan dan ini
menunjukkan konsekuensi yuridis yang diinginkan BI adalah merger atau
konsolidasi.
Konsekuensi yang sesuai dengan visi API adalah bagaimana agar dapat
menciptakan suatu bank yang sehat dan kuat. Bank yang sehat dan kuat adalah
bank yang memenuhi seluruh unsur kiteria tingkat kesehatan bank dan mampu
untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal serta mampu
untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Semuanya itu didasari dengan landasan pemikiran bahwa agar lembaga
perbankan di Indonesia dapat berfungsi secara efisien, sehat, wajar, kuat, serta
mampu melindungi secara baik dana yang telah dititipkan masyarakat kepada
bank, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang
yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan Indonesia yang dicitacitakan.
Dengan memperhatikan tantangan dunia global, bank-bank di Indonesia
dituntut untuk dapat bersaing tidak hanya dengan bank-bank nasional, bahkan
bank-bank di Indonesia harus siap berhadapan dan bersaing baik secara
langsung maupun secara tidak langsung dengan bank yang berskala
internasional.
Salah satu solusi demi terciptanya kondisi perbankan Indonesia yang
sehat, kuat dan stabil dalam menghadapi tantangan global saat ini adalah
dengan modal yang kuat. Karena lembaga perbankan selain mempunyai posisi
yang sangat strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara,
perkembangan jaman pun telah mengarahkan industri perbankan pada
penerapan konsep universal banking yang menggabungkan kegiatan antara
bank komersial dengan bank investasi.
18
Internasional,
dan
Bank
Tugu.
Maka sejak implementasi API oleh BI, seluruh bank-bank umum yang berada
di Indonesia yang memiliki Modal Inti dibawah Rp. 100 Miliar harus
berupaya untuk mencapai Modal Inti paling kurang Rp. 100 Miliar yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yaitu bahwa bank harus memiliki
Modal Inti paling kurang Rp. 80 Miliar pada akhir tahun 2007, dan dilanjutkan
dengan pemenuhan Modal Inti paling kurang Rp. 100 Miliar pada akhir tahun
2013.
Permasalahan yang akan timbul dari proses implementasi API, khususnya
bagi bank yang mempunyai Modal Inti dibawah Rp 100 Miliar, yaitu
bagaimana jika upaya-upaya yang telah dijalankan oleh bank untuk
pemenuhan Modal Inti minimum tersebut ternyata mengalami kegagalan pada
waktu yang telah ditetapkan dalam API, dan bagaimanakah konsekuensi yang
terdapat dalam PBI nomor 7/15/PBI/2005 yang akan didapatkan oleh bank
dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank dan visi API, serta bagaimanakah
strategi dan wujud realisasi BI sebagai pengawas dalam hal mencoba untuk
menciptakan suatu keadaan dunia perbankan di Indonesia dengan Modal Inti
minimum Rp 100 Miliar tepat pada waktunya, yaitu pada akhir tahun 2013.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa apabila lembaga
perbankan tidak memiliki rasio kecukupan modal dalam penerapan CAR maka
akan mendapatkan konsekuensi yuridis dan di judge sebagai hal yang bank
19
gagal mencapai modal inti minimum sebagai yang telah disampaikan melalui
data-data implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan
Capital Aquancy Ratio (Car) di perbankan di Indonesia (konvensional
maupun syariah) setelah dijelaskan segala tentang yang berhubungan dengan
Capital Aquancy Ratio (Car) didalam makalah ini maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan sebagai berikut:
1. CAR(Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut
untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian
bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
2. Aspek dan instrument terpenting dalam penerapan CAR adalah total aktiva
dan modal.
3. Dalam menghitung CAR dapat diukur dengan cara :
a. Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Baridwan, Zaki. 2004. Asa Dan Tujuan Aktiva Dalam kinerja Dunia Usaha,
(Semarang: Delta 7).
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor : Ghalia Indonesia.
Dyckman et al. 1999. Teknik Manajemen Keuangan, (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo,).
Faishol, Ahmad. 2007. Sumber-Sumber Dana Bank Syariah. Jakarta : Gramedia.
George H. Hempel, Alan B.Coleman and Donald G.Simonson (1986), Bank
Management,http://www.department.bucknell.edu/management/alpha/hambur
g%20Papers/Frankfurter/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
Hidayah, Erna, 2008. Pengaruh Kualitas Rasio Kecukupan Modal terhadap
Hubungan Antara Penerapan Capital Adequacy RatioDengan Kinerja
perbankan di Bursa Efek Jakarta, (Jakarta: JAAI, Vol.12,).
http://ekonomi.kabo.Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1Untukperbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://ikumpul.blogspot.com/2012/10/sumber-sumber-dana-bank-syariah.html,
diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-banksyariah_29.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://pengertiandarirasiokecukupan modal.ikumpul.blogspot.com/2013/12/AksesBank- for- international-settlements.html, diakses tanggal 05 November 2014.
http://www.FASB.aktiva.manajem.produk.bank/alpha/semarang
%20Papers/Semarang/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
Kuncoro, Mudrajad dan Suharjdhono. 2002. Rasio Kecukupan Modal,
(Yogyakarta: Alfabeta).