Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENERAPAN CAR (CAPITAL ADEQUACY RATIO)

UNTUK PERBANKAN INDONESIA


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Dana
Bank Syariah
Dosen Pengampu : Enny Puji Lestari, ME.Sy.

Disusun Oleh :
NAMA

: Aan Aryawan

NPM

: 13108878

KELAS

:F

PROGRAM STUDI D3 PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO LAMPUNG
1436 H/2014 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang


telah

melimpahkan

rahmat

dan

karunia-Nya,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan makalah ini yang berjudul penerapan car (capital adequacy


ratio) untuk perbankan indonesia dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak
lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nanti
nantikan syafaatnya kelak di yaumul kiamah.
Penulis menyadari didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Enny Puji Lestari, ME.Sy. selaku dosen pengampu yang telah yang telah
memberikan arahan dalam membuat dan menyelesaikan makalah ini.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak kekuarangan dan
kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyajian materi. Untuk itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna
penyempurnaan dalam penyusunan dan penulisan tugas individu ini.

Metro, 01 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................

ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................
C. Tujuan.............................................................................................

1
3
4

BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)....................................


Pengertian Modal Bersih Dan Total Aset Dalam CAR...................
Ketentuan Penerapan Rasio CAR di Bank ....................................
Penerapan Proses Perhitungan CAR di Perbankan.........................
Penerapan CAR Untuk Perbankan di Indonesia............................
Dampak bank Tidak Mampu Mencapai Rasio 8% Sebagai Bank

5
8
13
14

Sehat..............................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

13

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perbankan yang semakin pesat saat ini menimbulkan
persaingan bank yang semakin ketat persaingan ini mangakibatkan pengaruh
terhadap pasar perbankan semakin dinamis sehingga menuntut bank-bank
untuk berupaya lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini melihat kondisi dunia
perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia
perbankan, juga tidak terlapas dari pengaruh perkembangan di luar dunia
bank, antara lain sektor riil dalam perekonomian, politik, sosial, hukum,
pertahanan, dan keamanan.
Melihat dari waktu tiga dekade terakhir pertumbuhan serta perkembangan
lembaga perbankan konvensional maupun yang berbasis syariah mengalami
kemajuan yang pesat baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Dalam
hal ini melihat konsep perbankan keuangan yang berlandaskan hukum Islam
yang pada mulanya mengalami perkembangan di tahun 1970-an hanya
diumpamakan sebagai halnya sebuah diskusi teoritis (pendapat yang
didasarkan pada sebuah penelitian dan penemuan, dan didalamnya hanya
didukung oleh data dan argumentasi) saat ini sudah menjadi realitas faktual
(berdasarkan kenyataan) yang dapat membuat berbagai kalangan untuk
mengkeringatkan dahi apabila melihat konsep tersebut.
Mengesampingkan hal tersebut, bahwa dapat dipahami bank merupakan
suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak-pihak yang didalalmnya memiliki dana (surplus
unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi untuk memperlancar aliran lalu
lintas dalam pembayaran. Disamping itu, bank juga sebagai suatu tempat
industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan prinsip kepercayaan
masyarakat sehingga semestinya dalam bank tersebut tingkat kesehatan harus
dipelihara. Kestabilan lembaga

perbankan sangat

dibutuhkan

dalam

perekonomian suatu negara. Kestabilan ini tidak saja dilihat dari jumlah uang
1

yang beredar, namun jgua dilihat dari jumlah bank yang ada sebagai perangkat
penyelenggaraan keuangan.
Eksistensi perbankan sangat dibutuhkan dalam suatu negara, untuk itu
perlu diadakan pengawasan pembinaan usaha agar usaha bank dapat berjalan
sesuai dengan yang telah diharapkan. Tujuan pembiayaan dan pengawasan
bank menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1998 yaitu Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang didalamnya berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip
kesehati-hatian.1
Dalam menjalankan fungsinya bank-bank harus menjaga rasio kecukupan
modalnya atau CAR (Capital Adenquacy Ratio) berdasarkan pasal 29 ayat 2
undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998. Dalam hal ini
modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan
bank

karena

ini

berhubungan

dengan

solvabitas

(kemampuan

perusahaan/lembaga untuk membayar hutang karena jumlah aktivanya


melebihi hutang-hutang tersebut) bank.
Sesuai peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2013 yang diperbaharui
dengan Peraturan Bank Indonesia No. 9/13/PBI/2007 tentang Kewajiban
Modal Minimum Bank Umum, maka CAR yang harus dicapai oleh pihak
bank umum itu telah ditetapkan sekitar 8%, dimana ketentuan mengenai
jumlah CAR ini harus ditaati oleh semua bank umum.2 Hal ini dilakukan guna
untuk meningkatkan disiplin dan segi profesionalisme bagi setiap bank untuk
mengelola seluruh aktiva yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan bagi
bank.
Modal digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan bank untuk
menanggung sebuah risiko-risiko yang mungkin akan terjadi. Bank yang
mempunyai tingkat risiko yang tinggi akan lebih memiliki kemampuan dalam
1
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1998 tentang Pembiayaan dan
Pengawsan bank Pasal 29 ayat 2.
2
Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 Jo No. 9/13/PBI/2007 tentang
Kewajiban Modal Minimum Bank Umum.
2

membayar utang ataupun lainnya. Begitupun sebaliknya bank yang


mempunyai risiko yang kecil dapat diidentifikasi sebagai bank yang kurang
dapat mampu untuk membayar sebuah utang yang dimiliki.
Sebaliknya pada tingkat modal yang tinggi akan dapat meningkatkan
cadangan kas yang dapat serta merta digunakan untuk memperluas kreditnya
sehingga tingkat likuiditas yang tinggi akan membuka peluang yang lebih
besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitasnya. Namun sebaliknya
bank yang tingkat likuiditasnya rendah akan mengurangi kemampuan bank
untuk meningkatkan profitabilitasnya, bakan dampak terbesar akan hal itu
adalah dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat, sehingga akan
dapat berpengaruh buruk terhadap kelangsungan usaha bank tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka :
1. Jelaskan pengertian dari Capital Adequacy Ratio (CAR)?
2. Jelaskan mengenai aspek penting yaitu modal bersih dan total aset
dalam penerapan instrumen atau alat dalam rasio kecukupan modal atau
CAR?
3. Jelaskan mengenai ketentuan penerapan CAR yang harus diwujudkan
oleh bank supaya dikatakan sehat?
4. Jelaskan bagaimana penerapan proses perhitungan CAR di perbankan?
5. Lantas bagaimana penerapan CAR untuk perbankan di Indonesia untuk
konvensional ataupun syariah, ataukah keduanya memiliki sebuah
kesamaan ataupun perbedaan?
6. Jelaskan juga apabila suatu bank (konvensional dan syariah) tidak
mampu mencapai rasio kecukupan yaitu sebesar 8%, yaitu rasio atau
nilai yang telah ditetapkan sebagai standar dari bank-bank, apabila
ditetapkan sebagai bank sehat?
C. Tujuan
1. Untuk mengerti dan memahami tentang pengertian dari CAR (Capital
Adequacy Ratio).
2. Untuk mengerti dan memahami tentang aspek terpenting dari instrumen
atau alat dari penyusun dari sebuah CAR (Capital Adequacy Ratio)
yaitu modal bersih dan total aset.

3. Untuk memahami dan mengetahui ketentuan penerapan CAR yang


harus diwujudkan oleh bank supaya dikatakan sehat.
4. Untuk mengerti bagaimana penerapan proses perhitungan CAR di
perbankan.
5. Untuk mengetahui apakah sama ataukah berbeda penerapan proses
CAR (Capital Adequacy Ratio) di bank baik bank konvensional
maupun syariah.
6. Mengerti dan memahami apabila suatu bank (konvensional dan syariah)
tidak mampu mencapai rasio kecukupan yaitu sebesar 8%, yaitu rasio
atau nilai yang telah ditetapkan sebagai standar dari bank-bank, apabila
ditetapkan sebagai bank sehat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)
Beberapa pengertian dari capital adequacy ratio (car) yang dikemukakan
oleh para ahli sebagai berikut :
Capital Adequacy Ratio menurut Lukman Dendawijaya adalah Rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut di biayai dari
dana modal sendiri bank disamping memperoleh danadana dari sumber
sumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman, dan lainlain.3
3
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2005), hlm. 38.
4

Menurut Selamet Riyadi Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio


kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank. CAR
memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. 4
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktiva sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indikator untuk melihat tingkat
efisiensi dana modal bank yang digunakan untuk investasi. Apabila presentase
CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BII) maka bank tersebut termasuk
ke dalam kategori bank tdak sehat, namun apabila presentase CAR terlalu
besar berarti terlalu besar dana bank yang menganggur. (Ahmad Faishol).5
Menurut Frederic S Mishkin mengatkan bahwa Banks have to make
decisions about the amount of capital they need to hold for three reasons.
First, bank capital helps prevents bank failure, a situation in which the bank
cannot sasty its obligations to pay its depositors and other creditors and so
goes out of bussiness. Second, the amount of capital affects return for the
owner of the bank. Third, a minimum amount of bank capital (bank capital
requirement) is requuired by regulator authorities.6
Menurut Bank for international settlements (B.I.S) Capital Adequacy Ratio
adalah hasil perbandingan dari seluruh asset yang menjadi hak milik bank dan
juga modal bersih yang dimiliki, semakin tinggi nilai CAR yang anda temukan
nanti, ini artinya bank semakin mampu untuk menanggung resiko dari adanya
berbagai kredit yang mungkin beresiko jika semakin tinggi nilai CAR yang
dimiliki, maka bank akan mampu membiayai berbagai kegiatan operasional
serta memberikan kontribusi secara maksimal pada hal-hal yang berkaitan
dengan profitabilitas.7 Bank for international settlements (B.I.S) juga
4
Selamet Riyadhi, Manajemen Perbankan Konsep, Teknik Dan Aplikasi,
(Yogyakarta: UPP STIM YKPN,2006), hlm. 161.
5
Ahmad Faishol, Sumber-Sumber Dana Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia,
2007), hlm. 153.
6
Frederic S Mishkin, Banks And CAR, New York: The Dryden Press, 1985),
hlm.331-332.
7
http://pengertiandarirasiokecukupan
modal.ikumpul.blogspot.com/2013/12/Akses-Bank- for- international5

berpendapat bahwa berkaitan dengan CAR ini pemerintah ternyata juga telah
menetapkan jumah CAR pada tingkat-tingkat tertentu. Penetapan mengenai
tingkat CAR tersebut merupakan upaya pemantauan yang dilakukan
pemerintah kepada bank-bank yang ada di Indonesia. Dengan mengetahui
tingkat permodalan yang dimiliki oleh bank akan menjamin bahwa bank siap
menanggung adanya kemungkinan buruk yang mungkin saja terjadi pada
setipa bank yang ada.
Menurut Erna Hidayah Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan
modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan
dihadapi oleh bank.8 Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu
membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank
untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian
bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
Menurut Lilis Setiawati dan Ainun Naim berpendapat tentang CAR
(Capital Adequacy Rasio) adalah Rasio modal terhadap aktiva total. Dengan
mengabaikan kemungkinan bank memiliki hutang jangka panjang, seperti
yang diasumsikan dalam buku-buku teks lainnya, tingginya rasio modal
(sendiri) terhadap dana simpanan pihak ketiga tersebut dengan sendirinya
selalu berarti angka rasio modal terhadap aktiva juga tinggi untuk
menanggung setiap resiko dari sebuah kendala-kendala dalam penerapan CAR
dan setiap aktiva/kredit produktif yang didalamnya dapat mengandung
besarnya risiko.9
George H. Hempel, Alan B.Coleman, Donald G.Simonson mengartikan
Capital Adequacy Ratio (CAR) juga dapat dijelaskan yaitu Penetapan standar
modal minimum untuk meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem
settlements.html, diakses tanggal 05 November 2014.
8
Erna Hidayah, Pengaruh Kualitas Rasio Kecukupan Modal terhadap
Hubungan Antara Penerapan Capital Adequacy RatioDengan Kinerja perbankan
di Bursa Efek Jakarta, (Jakarta: JAAI, Vol.12, 2008), hlm. 53-57.
9
Lilis Setiawati-Naim Ainun. Bank Health Evaluation by Bank Indonesia
and Earnings Management in Capital Adequacy Rasio of Banking Industry,
(Yogyakarta: Gadjah Mada International Journal of Business, 2001), hlm. 18-22.
6

keuangan, dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang


berbasis risiko, supervisory review process, dan market discipline.10 Tingkat
permodalan yang harus dimiliki oleh setiap bank untuk dapat mengcover
kerugian yang timbul akibat dari aktivitas yang dijalankan.
Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suharjdhono Capital Adequacy Ratio
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian
yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin
baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap
kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank
tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi profitabilitas.11
Dari beberapa penjelasan mengenai CAR(Capital Adequacy Ratio) oleh
para ahli maka , Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat saya simpulkan adalah
kemamampuan bank dalam mempertahanan modal yang mencukupi dan
kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi
dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap
besarnya terhadap besarnya modal bank.
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian bank yang di
sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
B. Pengertian Modal Bersih Dan Total Aset/Aktiva Dalam CAR
a. Mengenai Modal dan Total Aset/Aktiva
Capital Adequacy Ratio (CAR) atau biasa juga disebut Rasio Kecukupan
Modal, adalah perbandingan antara modal bersih yang dimiliki bank dengan
total asetnya.
Total Asset merupakan bentuk penanaman modal perusahaan. Bentuknya
dapat berupa harta kekayaan atau atas kekayaan atau jasa yang dimiliki oleh
10
George H. Hempel, Alan B.Coleman and Donald G.Simonson (1986),
Bank Management,
http://www.department.bucknell.edu/management/alpha/hamburg
%20Papers/Frankfurter/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
11
Mudrajad Kuncoro dan Suharjdhono, Rasio Kecukupan Modal,
(Yogyakarta: Alfabeta, 2002), hlm. 562.
7

perusahaan yang bersangkutan. Harta kekayaan tersebut harus dinyatakan


dengan jelas, diukur dalam satuan mata uang, dan diurutkan berdasarkan
lamanya waktu atau kecepatannya berubah kembali menjadi uang kas.
Menurut Dyckman et al berpendapat bahwa aset adalah manfaat ekonomi
yang dapat terealisasi di masa depan yang diperoleh atau diakuisisi oleh
entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu.12
Menurut Weygandt aset ialah sumber penghasilan atas usahanya sendiri,
dimana karakteristik umum yang dimilikinya yaitu memberikan jasa atau
manfaat dimasa yang akan datang.13 Menurut Djarwanto PS. pengertian aktiva
adalah sebagai berikut aktiva merupakan bentuk dari penanaman modal
perusahaan, bentuk-bentuknya dapat berupa harta kekayaan atau hak atas
kekayaan atau jasa yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan.14
Menurut Mamduh M.Hanafi pengertian aktiva adalah aktiva adalah
sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan darinya manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diraih oleh
perusahaan.15
Menurut Zaki Baridwan aktiva atau harta adalah benda baik yang memiliki
wujud maupun yang semu dan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
yang diharapkan diperoleh manfaat ekonomisnya.16 Menurut S Munawir
aktiva adalah sarana atau sumber daya ekonomik yang diniliki oleh suatu
kesatuan usaha atau perusahaan yang hargan perolehannya atau nilai wajarnya
harus diukur secara objektif.17
Menurut Thompson yang diterjemahkan oleh skoussen dkk. aktiva adalah
kemungkinan keuntungan ekonomi di masa depan yang diperoleh atau
12
Dyckman et al, Teknik Manajemen Keuangan, (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo, 1999), hlm. 174.
13
Weygandt, Analisa Laporan Keuangan, (Yogyakarta: IAAA, 2007), hlm.
11-12.
14
Djarwanto PS, Aktiva Dalam Perbankan, (Malang: UIN, 2004), hlm. 47.
15
Mamduh M.Hanafi, Aktivitas, Kinerja, Dan Produktifitas Aktiva Dalam
Dunia Bank, (Semarang: Tanjung H, 2007), hlm.34.
16
Zaki Baridwan, Asa Dan Tujuan Aktiva Dalam kinerja Dunia Usaha,
(Semarang: Delta 7, 2004), hlm. 23-25.
17
S Munawir, Modal dan Aktiva,(Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 30.
8

dikontrol oleh entitas tertentu sebagai hasil dari transaksi atau kejadian dimasa
lalu.18 Menurut Yusuf menerangkan Aktiva adalah sumbersumber eknomi
yang dimiliki perusahaan yang biasadinyatakan dalam satuan uang.19
Menurut Sugiri dan Sumiyana menjelaskan aktiva ialah manfaat ekonomik
dimasa mendatang yang cukup pasti, yangdiperoleh atau dikuasai oleh entitas
tertentu sebagai hasil dari transaksiatau peristiwa masa lampau.20
Menurut FASB mendefinisikan aktiva sebagai berikut Aktiva adalah
manfaat ekonomi yg mungkin terjadi dimasa mendatang yg diperoleh atau
dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa
masa lalu.21 Setelah beberapa banyak pendapat mengenai aktiva oleh beberpa
orang ahli dalam bidangnya maka saya dapat menarik sebuah garis
kesimpulan mengenai pengertian aktiva, menurut saya aktiva atau aset adalah
sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian
hari. Aset dimasukkan dalam neraca dengan saldo normal debit. Aset ataupun
aktiva memang sangat penting dalam permodalan. Untuk mengantisipasi
masalah-masalah yang akan dihadapi oleh suatu perusahaan maupun suatu
lembaga perbankan. Dalam hal mengenai total aset atau total aktiva didapat
dari menjumlahkan ataupun menggabungkan keseluruhan aset-aset atau aktiva
yang dimiliki dalam satu perhitungan yang sistematis, dan didapakanlah yaitu
total aset atau aktiva dari jumlah keseluruhan sehingga produk tersebut dapat
digunakan untuk mengantisipasi apabila lembaga produk perbankan tidak
mampu mencapai rasio yang telah ditetapkan oleh lembaga perbankan dunia
yaitu sekitar 8%.
Kemudian mengenai masalah mengenai modal maka dapat saya jelaskan
sebagai berikut. Modal baik bank nasional maupun internasional harus
memenuhi rasio kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio). Sebagaimana

18 Thompson, Bank Dan LKS, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 131.


19 Yusuf, Aktiva dan Produk-Produk Bank, (Semarang: IPPI, 1999), hlm. 209.
20 Sugiri dan Sumiyana, Kaitan Produk-Produk Perbankan dan Aktiva Produktif,
(Semarang:Yunar, 1996), hlm. 299.
21 http://www. FASB.aktiva.manajem.produk.bank/alpha/semarang
%20Papers/Semarang/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
9

disinggung sebelumnya, modal merupakan aspek penting bagi dunia


perbankan.22
Pengertian modal dalam hal ini adalah pokok induk yang digunakan untuk
menghasilkan sesuatu agar lebih bertambah ataupun sebagai barang atau
cadangan untuk suatu keperluan yang akan digunakan maupun sebagai
antisipasi. Sebagaiman disinggung sebelumnya mengenai modal, didalam
penerapan CAR modal bank dibagi ke dalam modal inti dan model pelengkap
dalam hal ini kedua modal tersebut merupakan salah satu penguat dalam
penerapan CAR karena modal digunakan dalam perbankan salah satunya yaitu
sebagai alat atau instrument untuk antisipasi apabila suatu lembaga perbankan
dalam penerapan CARnya tidak mampu mencapai rasio yang telah ditentukan
yaitu 8%.
Dalam hal ini modal yang akan dijelaskan ialah antara modal inti dan
modal pelengkap dikarenakan, kedua jenis modal tersebut merupakan bagian
terpenting dalam CAR. Modal inti merupakan modal yang terpenting dalam
CAR, dalam modal inti didalamnya terdapat dapat dibedakan dengan beberapa
hal antara lain yaitu :
a. Modal setor, yaitu modal yang disetor secara efektif oleh pemilik. Bagi
bank milik koperasi modal setor terdiri dari simpanan pokok dan
simpanan wajib para anggotanya.
b. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari
sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga
(apabila saham tersebut dijual).
c. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak oleh RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan.
d. Laba tahan lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak, yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Jumlah laba tahun lalu hanya
diperhitungkan sebesar 50% sebagai modal inti. Bila tahun lalu rugi
harus dikurangkan terhadap modal inti.
e. Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam
tahun berjalan.
1. Laba ini diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.
2. Bila tahun berjalan rugi, harus dikurangkan terhadap modal inti
22

Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993.


10

f. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba


yang ditahan dengan persetujuan RUPS.
g. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu atas persetujuan RUPS.
h. Agio saham, selisih lebih dari harga saham dengan nilali nominal
saham.
i. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan,

yaitu

modal

inti

anak

perusahaan

setelah

dikompensasikan dengan penyertaan bank pada anak perusahaan


tersebut.
Bila dalam pembukuan bank terdapat goodwill, maka jumlah modal inti
harus dikurangkan dengan nilai goodwill tersebut.

Bank syariah dapat

mengikuti sepenuhnya pengkategorian unsur-unsur tersebut diatas sebagai


modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. 23
Sedangkah salah satu dari modal inti adalah modal pelengkap. Modal
pelengkap menurut saya yaitu sebagai baking atau sebagai bagian untuk
berjaga-jaga ataupun antisipasi, selain itu juga menurut saya modal pelengkap
yaitu berfungsi untuk melengkapi dalama penerapan CAR didalam perbankan.
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari
laba setelah pajak seta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal.
Secara terinci modal pelengkap dapat berupa :
1. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan.
2. Cadangan revaluasi aktiva tetap.
3. Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri :
a. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan
dengan modal dan telah dibayar penuh
b. Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
c. Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank
d. Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan
rugi

23
http://ikumpul.blogspot.com/2012/10/sumber-sumber-dana-banksyariah.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014.
11

Modal pelengkap ini hanya dapat diperhitungkan sebagai modal


setinggi-tingginya 100% dari jumlah modal inti. Khusus menyangkut
modal pinjaman dan pinjaman subordinasi, bank syariah tidak tidak dapat
mengkategorikannya sebagai modal, karena sebagaimana diuraikan diatas,
pinjaman harus tunduk pada prinsip qard dan qard tidak boleh diberikan
syariah-syariat seperti ciri-ciri atau syarat-syarat yang diharuskan dalam
ketentuan tersebut.24
Jadi dapat saya, tarik secara garis besar mengenai penjelasan diatas
yaitu bahwa dalam penerapan CAR di debuah lembaga perbankan
tersebut. Penerapan CAR harus memiliki modal sebagai bagian terpenting
dari alat atau iinstrumen dari CAR tersebut, dalam hal ini modal dibagi
menjadi beberapa perbedaan namun untuk fungsi ataupun kegunaanya
sama yaitu untuk menopang lembaga perbankan apabila terjadi dalam
CAR bank tersebut tidak mampu mencapai tingkat yang ditentukan maka,
modal inilah yang digunakan sebagai baking dan total aset, supaya
lembaga atau perbangkan tersebut tidak mengalami yang namanya liquid
atau kebangkrutan. Maka bank akan serta merta diakatan sebagai bank
yang sehat.
C. Penerapan Ketentuan CAR yang Diwujudkan Agar Bank-Bank
Dikatakan Sebagai Bank Sehat
Bank for international settlements (B.I.S) menetapkan ketentuan dan
perhitungan Capital Adequacy Ratio yang harus diikuti oleh bank-bank
seluruh dunia, sebagai suatu level dalam permainan kompetisi yang fair dalam
pasar keuangan global. Formula yang ditentukan oleh BIS adalah ratio
minimum 8 persen permodalan terhadap aktiva yang mengandung resiko.
Ketentuan 8 % CAR sebagai kewajiban penyedian modal minimum bank,
dibagi dalam 2 bagian, yaitu:
a. 4 % modal inti (tier 1) yang terdiri dari shareholder equity, preferred stock
dan free reserves
24
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-banksyariah_29.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014.
12

b. 4 % modal sekunder atau pelengkap (tier 2) yang terdiri dari subordinate


dabt, loan loss provisions, hybrid securities dan revaluation reserves.
Dari penjelasan mengenai ketentuan rasio nilai bank yang harus dicapai
agar suatu bank dapat dilihat dan dianggap sebagai bank sehat, bersumber atas
Bank for international settlements (B.I.S) yang menetapkanya. Maka analisis
dalam penerapan CAR diperbankan yaitu raio nilai CAR 8% tersebut terbagi
menjadi 2 bagian yaitu 4% dari modal inti dan 4% lainnya dari modal
pelengkap. Kedua rasio nilai CAR ini harus diwujudkan jika keinginan
mendapatkan penilaian sebagai kategori bank sehat.
Seperti contoh bank gagal yang tidak dapat menerapkan rasio nilai CAR
sekitar 8% adalah Bank Century, bank ini dijudge sebagai bank yang gagal
pada tahun 2008 silam karena resiko liquid atau kebangkrutan sangat tinggi
dikarnakan penerapan CAR yang ditidak berjalan dengan sesuai aturan yang
berlaku, Bank Century tidak memiliki profit nilai antara modal inti dan modal
pelengkap. Dari analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
rasio nilai CAR yaitu 8% sangat penting dicapai apabila penerapan rasio nilai
CAR 8% tidak mampu dicapai oleh suatu lembaga perbankan maka yang
terjadi bank tersebut akan dinilai sebagai bank yang mengalami liquid atau
bank gagal tidak sehat. Contoh nyata ialah Bank Century.
D. Penerapan Proses Perhituangan CAR di Perbankan
Dalam proses penerapan perhitungan CAR di perbankan dapat diukur
dengan beberapa cara yang dapat digunakan. Prose perhitungan CAR ini
dangat penting diketahui dan dijalankan, karena untuk mengetahui bagaimana
lembaga atau perbankan terkait bisa mencapai nilai rasio 8% dan dicap
sebagai bank sehat. Seperti penjelasan sebelumnya bagaimana penerapan rasio
nilai itu harus dicapai supaya tidak terjadi seperti Bank Century yang
mengalami liquid atau kebangkrutan. Maka proses penerapan perhitungan
CAR inilah yang digunakan.

13

Proses penerapan perhituangan CAR perbankan dapat dilakukan dengan


cara sebagai berikut.

25

Proses ini dipelukan supaya lembaga mengetahui

perhitungan CAR asal muasalnya dari mana saja yaitu antara lain :
1. Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan
antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat
keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan
ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga ( giro, deposito, dan
tabungan ) sebagai berikut :
Modal dan Cadangan
= 10 %
Giro + Deposito + Tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan
cukup dengan 10% dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.
Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan
memperhitungkaan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal
harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga
secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.
2. Membandingkan Modal Dengan Aktiva Berisiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for
International Settlement) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara
maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa
Barat dan Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai
pada tahun 1988, dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang
mendasarkan kepada perbandingan antara modal dengan aktiva berisiko.26
Kesepakatan ini dilatar-belakangi oleh hasil pengamatan para ahli
perbankan negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank,

25
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alfabeta,
2002), hlm. 185-190.
26
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Alfabeta,
2002), hlm. 186-123.
14

tentang adanya ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional.


Hal ini didukung oleh beberapa indikasi sebagai berikut :
a. Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu
kelancaran arus peredaran uang internasional.
b. Persaingan yang dianggap unfair antara bank-bank Jepara dengan
bank-bank Ameika dan Eropa di Pasar Uang Internasional. Bank-bank
Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena
ketentuan CAR di negara itu amat lunak, yaitu antara 2 sampai 3
persen saja.
c. Terganggunya

situasi

pinjaman

internasional

yang

berakibat

terganggunya perdagangan internasional.


Berdasarkan indikasi-indikasi itu lalu BIS menetapkan ketentuan
perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bankbank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di
pasar keuangan global, yaitu ratio minimum 8% permodalan terhadap
aktiva berisiko. 27
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses perhitungan
penerapan CAR untu mencapai rasio nilai 8% dan mengetahui bahwa lembaga
atau perbankan tersebut sehat maka dapat melihat dari membandingkan modal
dengan dana-dana pihak ketiga, membandingkan modal dengan aktiva
berisiko. Dari kedua segi itulah maka akan dapat dilihat bahwa bank tersebut
sehat dalam segi financialnya atau mengalami resiko liquid kebankrutan yang
akan dialami.
E. Penerapan CAR Untuk Perbankan Di Indonesia Untuk Konvensional
Ataupun Syariah, Ataukah Keduanya Memiliki Sebuah Kesamaan
Ataupun Perbedaan
Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia
pada periode 2006-2014 dengan menggunakan rasio keuangan. Rasio
keuangan yang digunakan adalah CAR. Data yang digunakan dalam
27
Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank,Menghadapi Tahun
2000, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 131-132.
15

penjelasan makalah CAR ini diperoleh dari Laporan Keuangan Publikasi Bank
Umum tahun 2006 hingga 2014 yang diterbitkan oleh masing-masing Bank
yang bersangkutan.
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan untuk masing-masing rasio keuangan antara Bank Umum Syariah
dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia. Bank Umum Syariah lebih
baik kinerjanya dari segi rasio LDR dan ROA, sedangkan Bank Umum
Konvensional lebih baik kinerjanya dari segi rasio CAR, NPL, dan BOPO.
Namun dari analisi diatas dapat beragumen bahwa antara bank kriteria
bank syariah dan bank konnvensional dalam proses penerapan CAR berbeda.
Bank syariah dan bang konvensional dari aalissi diatas memmiliki banya
perbedaan yaitu seperti rasio LDR, ROA, CAR, NPL, dan BOPO. Namun
dalam masalah ini penrapan diperbankan ini yang menjadi madalah utama
adalah CAR. Dan mengesampingkan nilai rasio lainya tersebut.
Seperti data SPSS mengenai nilai rasio CAR antara bank konvensional dan
syariah yaitu rasio CAR antara bank umum syariah dan konvensional, bank
umum syariah rasio CAR, mean sebesar 11.9430% dan standar deviasi
1.56714% sedangkan untuk bank umum yang konvensional rasio CAR yang
didapatkan yaitu, mean 16.9150% dan standar deviasi yaitu sebesar
3.40134%.28
Dari sumber diatas maka dapat ditarik sebuah analisis mengenai penerapan
CAR ini yaitu pada data di atas dapat terlihat bahwa Bank Umum Syariah
mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR sebesar 11,943%, lebih kecil
dibandingkan dengan mean rasio CAR Bank Umum Konvensional sebesar
16,915%. Hal itu berarti bahwa selama periode 2006-2014 Bank Umum
Konvensional memiliki CAR lebih baik dibandingkan dengan Bank Umum
Syariah, karena semakin tinggi nilai CAR maka akan semakin bagus kualitas
permodalan bank tersebut. Akan tetapi, jika mengacu kepada ketentuan Bank
Indonesia bahwa standar CAR yang terbaik adalah 8%, maka Bank Umum
28
http://ekonomi.kabo. Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1
Untuk-perbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
16

Syariah masih berada pada kondisi yang ideal karena masih berada diatas
ketentuan Bank Indonesia. Standar deviasi Bank Umum Syariah sebesar
1,56714 menunjukkan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya
yang lebih kecil daripada nilai mean-nya yaitu sebesar 11,9430. Standar
deviasi Bank Umum Konvensional sebesar 3,40134 juga menunjukkan
simpangan data yang relative kecil daripada nilai mean-nya, yaitu sebesar
16,9150. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel
CAR cukup baik.
Maka dari analisi diatas dapat saya tarik garis besar kesimpulan yaitu Nilai
CAR Bank Umum Syariah berada di bawah Bank Umum Konvensional, akan
tetapi rasio CAR Bank Umum Syariah masih berada di atas kriteria kondisi
baik yang ditetapkan Bank Indonesia, yaitu melebihi 8%. Dari penjelasan
mengenai apakah sama penerapan CAR di bank umum syariah dengan bank
umum konvensional yaitu berbeda.
F. Dampak Bank Apabila Tidak Mampu Mencapai Rasio Nilai CAR
Sebesar 8%
Dengan memperhatikan tantangan dunia global, bank-bank di Indonesia
dituntut untuk dapat bersaing tidak hanya dengan bank-bank nasional, tetapi
bank-bank Indonesia harus siap berhadapan dan bersaing baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan bank yang berskala internasional. Untuk
menghadapi itu, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Arsitektur Perbankan
Indonesia (API). Dalam Pilar satu API disyaratkan bahwa seluruh bank umum
harus memenuhi Modal Inti minimum Rp. 100 miliar pada akhir tahun 2013.29
Dalam upaya hukum bank untuk mencapai pemenuhan Modal Inti
minimum sebagai implementasi API, strategi BI dalam menciptakan dunia
perbankan Indonesia berdasarkan Modal Inti minimum yang telah ditetapkan
dalam API, serta konsekuensi yuridis yang akan didapatkan bank yang gagal
mencapai Modal Inti minimum sesuai visi API. Diketahui bahwa upaya-upaya
29
http://ekonomi.kabo. Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1
Untuk-perbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
17

hukum bank dalam hal mencapai pemenuhan Modal Inti minimum dilakukan
secara organik dan penambahan modal dari para pemegang saham pengendali
dan ini menunjukkan bahwa konsekuensi yuridis yang diinginkan bank adalah
kemandirian. Di lain pihak BI mengeluarkan signal percepatan konsolidasi
dan berbagai macam insentif dalam rangka konsolidasi perbankan dan ini
menunjukkan konsekuensi yuridis yang diinginkan BI adalah merger atau
konsolidasi.
Konsekuensi yang sesuai dengan visi API adalah bagaimana agar dapat
menciptakan suatu bank yang sehat dan kuat. Bank yang sehat dan kuat adalah
bank yang memenuhi seluruh unsur kiteria tingkat kesehatan bank dan mampu
untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal serta mampu
untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Semuanya itu didasari dengan landasan pemikiran bahwa agar lembaga
perbankan di Indonesia dapat berfungsi secara efisien, sehat, wajar, kuat, serta
mampu melindungi secara baik dana yang telah dititipkan masyarakat kepada
bank, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang
yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan Indonesia yang dicitacitakan.
Dengan memperhatikan tantangan dunia global, bank-bank di Indonesia
dituntut untuk dapat bersaing tidak hanya dengan bank-bank nasional, bahkan
bank-bank di Indonesia harus siap berhadapan dan bersaing baik secara
langsung maupun secara tidak langsung dengan bank yang berskala
internasional.
Salah satu solusi demi terciptanya kondisi perbankan Indonesia yang
sehat, kuat dan stabil dalam menghadapi tantangan global saat ini adalah
dengan modal yang kuat. Karena lembaga perbankan selain mempunyai posisi
yang sangat strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara,
perkembangan jaman pun telah mengarahkan industri perbankan pada
penerapan konsep universal banking yang menggabungkan kegiatan antara
bank komersial dengan bank investasi.

18

Dengan demikian bank-bank yang memiliki tingkat permodalan yang


masih rendah, khususnya bank-bank dengan modal dibawah Rp. 100 Miliar,
perlu ditingkatkan tingkat modalnya menjadi minimum Rp 100 Miliar
sebagaimana dikonsepkan dalam API. Menurut sumber data Biro Riset
Infobank (birI) dalam tabel kelompok bank berdasarkan API, jumlah bank
dengan modal dibawah Rp. 100 Miliar pada posisi Juni 2006 terdapat 42 bank.
Bahkan beberapa bank hanya memiliki Modal di bawah Rp. 50 Miliar,
diantaranya adalah Bank Credit Lyonnais Indonesia, BPD Kalimantan Tengah,
Bank Nusa Tenggara Timur, BPD Sulawesi Tenggara, BPD Bengkulu, Bank
Dipo

Internasional,

dan

Bank

Tugu.

Maka sejak implementasi API oleh BI, seluruh bank-bank umum yang berada
di Indonesia yang memiliki Modal Inti dibawah Rp. 100 Miliar harus
berupaya untuk mencapai Modal Inti paling kurang Rp. 100 Miliar yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap yaitu bahwa bank harus memiliki
Modal Inti paling kurang Rp. 80 Miliar pada akhir tahun 2007, dan dilanjutkan
dengan pemenuhan Modal Inti paling kurang Rp. 100 Miliar pada akhir tahun
2013.
Permasalahan yang akan timbul dari proses implementasi API, khususnya
bagi bank yang mempunyai Modal Inti dibawah Rp 100 Miliar, yaitu
bagaimana jika upaya-upaya yang telah dijalankan oleh bank untuk
pemenuhan Modal Inti minimum tersebut ternyata mengalami kegagalan pada
waktu yang telah ditetapkan dalam API, dan bagaimanakah konsekuensi yang
terdapat dalam PBI nomor 7/15/PBI/2005 yang akan didapatkan oleh bank
dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank dan visi API, serta bagaimanakah
strategi dan wujud realisasi BI sebagai pengawas dalam hal mencoba untuk
menciptakan suatu keadaan dunia perbankan di Indonesia dengan Modal Inti
minimum Rp 100 Miliar tepat pada waktunya, yaitu pada akhir tahun 2013.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa apabila lembaga
perbankan tidak memiliki rasio kecukupan modal dalam penerapan CAR maka
akan mendapatkan konsekuensi yuridis dan di judge sebagai hal yang bank

19

gagal mencapai modal inti minimum sebagai yang telah disampaikan melalui
data-data implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan
Capital Aquancy Ratio (Car) di perbankan di Indonesia (konvensional
maupun syariah) setelah dijelaskan segala tentang yang berhubungan dengan
Capital Aquancy Ratio (Car) didalam makalah ini maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan sebagai berikut:
1. CAR(Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut
untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian kerugian
bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.
2. Aspek dan instrument terpenting dalam penerapan CAR adalah total aktiva
dan modal.
3. Dalam menghitung CAR dapat diukur dengan cara :
a. Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga

20

b. Membandingkan Modal Dengan Aktiva Berisiko


4. Bank for international settlements (B.I.S) menetapkan ketentuan dan
perhitungan Capital Adequacy Ratio yang harus diikuti oleh bank-bank
seluruh dunia, sebagai suatu level dalam permainan kompetisi yang fair
dalam pasar keuangan global. Formula yang ditentukan oleh BIS adalah
ratio minimum 8 persen permodalan terhadap aktiva yang
mengandung resiko.
5. Penerapan capital aquancy ratio (car) untuk perbankan, baik bank nasional
maupun internasional harus memenuhi rasio kecukupan modalnya (capital
adequacy ratio), yaitu 8%. Sebagaimana disinggung sebelumnya, car
merupakan aspek penting bagi dunia perbankan.
6. Penerapan capital aquancy ratio (car) untuk perbankan lembaga perbankan
tidak memiliki rasio kecukupan modal dalam penerapan CAR maka akan
mendapatkan konsekuensi yuridis dan di judge sebagai hal yang bank
gagal mencapai modal inti minimum sebagai yang telah disampaikan
melalui data-data implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Bank. Jakarta : Alfabeta.

21

Baridwan, Zaki. 2004. Asa Dan Tujuan Aktiva Dalam kinerja Dunia Usaha,
(Semarang: Delta 7).
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor : Ghalia Indonesia.
Dyckman et al. 1999. Teknik Manajemen Keuangan, (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo,).
Faishol, Ahmad. 2007. Sumber-Sumber Dana Bank Syariah. Jakarta : Gramedia.
George H. Hempel, Alan B.Coleman and Donald G.Simonson (1986), Bank
Management,http://www.department.bucknell.edu/management/alpha/hambur
g%20Papers/Frankfurter/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
Hidayah, Erna, 2008. Pengaruh Kualitas Rasio Kecukupan Modal terhadap
Hubungan Antara Penerapan Capital Adequacy RatioDengan Kinerja
perbankan di Bursa Efek Jakarta, (Jakarta: JAAI, Vol.12,).
http://ekonomi.kabo.Biz/2011/12/Capital-Adequacy-Ratio-CAR.html?m=1Untukperbankan-syariah diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://ikumpul.blogspot.com/2012/10/sumber-sumber-dana-bank-syariah.html,
diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://mp3soim.blogspot.com/2012/11/manajemen-permodalan-banksyariah_29.html, diakses tanggal 30 Oktober 2014.
http://pengertiandarirasiokecukupan modal.ikumpul.blogspot.com/2013/12/AksesBank- for- international-settlements.html, diakses tanggal 05 November 2014.
http://www.FASB.aktiva.manajem.produk.bank/alpha/semarang
%20Papers/Semarang/.pdf. diunduh tanggal 06 November 2014.
Kuncoro, Mudrajad dan Suharjdhono. 2002. Rasio Kecukupan Modal,
(Yogyakarta: Alfabeta).

Kuncoro, Mudrajat, dan Suharjhono. 2002. Rasio Kecukupan Modal. Yogyakarta :


Alfabeta.
M.Hanafi, Mamduh. 2007.Aktivitas, Kinerja, Dan Produktifitas Aktiva Dalam
Dunia Bank, (Semarang: Tanjung H).
Munawir, S. 2002. Modal dan Aktiva,(Jakarta: Gramedia).
Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 Jo No. 9/13/PBI/2007 tentang
Kewajiban Modal Minimum Bank.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1998 tentang Pembiayaan dan Pengawasan
Bank Pasal 29 ayat 2.
PS, Djarwanto. 2004. Aktiva Dalam Perbankan, (Malang: UIN).
Riyadi, Slamet. 2006. Manajemen Perbankan Konsep, Teknik dan Aplikasi.
Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
S. Miskhin, Frederic. 1985. Banks and Car. Newyork : The Dryden Press.
Setiawati, Lilis Ainun, Naim. 2001. Bank Health Evaluation by Bank
Indonesia and Earnings Management in Capital Adequacy Rasio of
Banking Industry, (Yogyakarta: Gadjah Mada International Journal of
Business,).
Sinungan, Muchdarsyah. 1994. Strategi Manajemen Bank, Menghadap Tahun
Tahun 2000. Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiri dan Sumiyan. 1996. Kaitan Produk-Produk Perbankan dan Aktiva
Produktif, (Semarang: Yunar).
Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993.
Thompson. 2008. Bank Dan LKS, (Jakarta: Gramedia,).
Weygandt. 2007. Analisa Laporan Keuangan, (Yogyakarta: IAAA).
Yusuf. 1999. Aktiva dan Produk-Produk Bank, (Semarang: IPPI,).

Anda mungkin juga menyukai