Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASPEK PEMODALAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Manajemen Kesehatan Bank Syariah
Dosen Pengampu: Nasrul Fahmi Zaki Faudi, Lc., M. Si.

Disusun oleh:
Nama : Dita Ainurrizka
NIM : 2105036137
Kelas : PBAS D5
Kelompok : 1 (satu)

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Asaalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul: “Aspek
Pemodalan.” Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahahat-sahahat dan pengikut-pengikutnya sampai hari
penghabisan.
Maka dari itu disusunlah makalah ini, semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat
berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen Kesehatan
Bank Syariah dan semoga segala yang tertuang dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan.
Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang
membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karenaitu sangat berbahagia jikalau dosen pengampu memberikan koreksi dan arahan
untuk kebaikan kedepannya kelak. Saya berharap juga saran dan kritik dari pembaca
yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini. Akhir kata, saya mengucapkan
terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Semarang, 13 September 2023

Dita Ainurrizka

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................2
D. Manfaat................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Fungsi Modal.........................................................................................................3
B. Modal dan Regulasi...............................................................................................4
C. Penilaian Kesehatan Bank (Pemodalan atau Capital)...........................................6
D. Perencanaan Kebutuhan Modal.............................................................................6
E. Monitoring Kecukupan Modal..............................................................................8
F. Peringatan Dini Posisi Modal................................................................................12

BAB III PENUTUP.............................................................................................................14


A. Kesimpulan............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank pada umumnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba.
Kekuatan aspek permodalan ini memungkinkan terbangunnya kondisi bank yang
dipercaya oleh masyarakat. Permodalan bagi industri perbankan sangat penting karena
berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya risiko. Besar kecilnya
modal sangat berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk melaksanakan kegiatan
operasinya. Selain itu modal juga berfungsi untuk menjaga kepercayaan terhadap
aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi atas
dana yang diterima dari nasabah.
Pengertian modal menurut Dahlan Siamat (2000;56): Modal adalah dana yang
ditempatkan pihak pemegang saham, pihak pertama pada bank yang memiliki peranan
sangat penting sebagai penyerap jika timbul kerugian (risk loss). Modal juga merupakan
investasi yang dilakukan oleh pemegang saham yang harus selalu berada dalam bank dan
tidak ada kewajiban pengembalian atas penggunaannya. Dengan demikian modal bank
merupakan dana yang diinvestasikan oleh pemilik pada waktu pendirian bank yang
dimaskudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank.
Modal bank yang cukup mencover tingkat risiko asset maka kinerja bank akan
membaik. Hal ini disebabkan adanya peningkatan tingkat kepercayaan dari deposan
untuk menitipkan dananya meski tingkat suku bunga dana pihak ketiga lebih rendah.
Dari sisi asset, tingkat kecukupan modal yang tinggi akan memberikan kesempatan
diversifikasi asset bagi bank dan dapat melakukan ekspansi sehingga dapat
meningkatkan kemampuan profitabilitas bank atau kinerja keuangan bank.
Permodalan bank diwakili oleh Capital Adequacy Ratio (CAR). Menurut
Supriyatna CAR menunjukkan tingkat ketaatan bank dengan peraturan yang melayani
dan melindungi kepentingan publik. Besarnya nilai CAR menunjukkan tingkat kepekaan
bank dengan kepentingan umum. Semakin tinggi nilai CAR, maka bank semakin peka
dengan kepentingan publik. Akan tetapi, apabila nilai CAR rendah, maka menunjukkan
bahwa kepekaan bank dengan publik rendah. Penilaian dengan faktor permodalan
(capital) meliputi penilaian dengan tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan
permodalan.
Adapun indikator yang digunakan dalam aspek permodalan, yaitu Capital
Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang merupakan faktor
penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian
yang diakibatkan dalam operasional bank. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan
asset bank masih dapat ditutup oleh equity bank yang tersedia, semakin tinggi CAR
semakin baik kondisi sebuah bank. Berdasarkan ketentuan BI, bank yang dinyatakan
termasuk bank yang sehat harus memiliki CAR minimal 8%. Hal ini didasarkan pada
ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International Settlement).1
Fiordelisi, et al (2011) meneliti Hubungan Antara antara permodalan dan risiko
dengan menggunakan kausalitas Granger dalam kerangka data panel. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa bank dengan pendapatan mengakibatkan meningkatnya

1
Lis Sintha Oppusunggu, Membangun Sistem Peringatan Dini Untuk Memprediksi Kepailitan Bank,
Bandung: Widina Bhakti Persada, 2022, hlm. 67

1
risiko bank, agar permodalan bank dapat meningkat. Mereka juga akan memiliki modal
yang cukup, karena tingkat modal yang tinggi memiliki dampak positif dengan penting
bagi lembaga pengawasan untuk mencapai keuntungan jangka panjang agar stabilitas
keuangan tetap terjaga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa fungsi modal dalam Bank Syariah?
2. Bagaimana modal dan regulasi Bank Syariah?
3. Apa yang dimaksud dengan perencanaan kebutuhan modal Bank Syariah?
4. Apa yang dibutuhkan dalam monitoring kecukupan modal Bank Syariah?
5. Bagaimana memperhatikan posisi modal Bank Syariah dengan peringatan dini?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang fungsi modal dalam Bank Syariah.
2. Mengetahui dan memahami tentang modal dan regulasi Bank Syariah.
3. Mengetahui dan memahami tentang perencanaan kebutuhan modal Bank Syariah.
4. Mengetahui dan memahami tentang monitoring kecukupan modal Bank Syariah.
5. Mengetahui dan memahami tentang peringatan dini posisi modal Bank Syariah.
D. Manfaat
Secara langsung maupun tidak langsung ada banyak manfaat dalam menyelesaikan
makalah ini, diantaranya yaitu:
1. Bagi penulis
Memberikan dan menambah pengetahuan serta pemahaman aspek pemodalan.
2. Bagi pembaca/mahasiswa
Dapat membantu pembaca/mahasiswa dalam mempelajari dan mendalami tentang
analisis manajemen kesehatan bank syariah terkait dengan aspek pemodalan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Modal
Modal bank terutama dimaksudkan untuk menutup potensi kerugian yang tidak
terduga (unexpected loss), dan sebagai cadangan pada saat terjadi krisis perbankan.
Modal bank juga berfungsi agar para deposan yang menyimpan uang di bank merasa
tenang bahwa uang yang disimpan akan terjamin dapat dikembalikan pada waktunya.
Industri perbankan beroperasi dengan jumlah modal yang lebih sedikit dibandingkan
dengan industri lain. Saat ini permodalan bank berkisar sekitar 10-15% dari aktiva
operasional.
Pada industri non-keuangan, apabila modal perusahaan sedikit, akan sulit bagi
perusahaan tersebut untuk memperoleh pinjaman. Ini berbeda pada industri perbankan.
Tidak masalah bagi bank untuk menarik para deposan untuk menyimpan uang milik
mereka di bank, bahkan dengan bunga yang relatif rendah.
Hal ini antara lain disebabkan simpanan di bank sebagian besar terjamin oleh LPS
(Lembaga Penjamin Simpanan). Namun, dengan jumlah modal yang relatif sedikit,
toleransi membuat kesalahan memberikan kredit yang kemudian menjadi bermasalah
sangat kecil, bank sejauh mungkin harus mencegah terjadi permasalahan dengan
operasional bank khususnya kredit. Apabila terjadi kerugian tiba-tiba misalnya aki bat
kenaikan suku bunga yang tidak terduga, kerugian dari kredit ber masalah, dan kerugian
dari posisi trading dan investasi, maka tuntutan hukum atau perbuatan fraud dapat
menggerus permodalan bank yang dapat membuat bank menjadi tidak sehat. Oleh sebab
itu, kecukupan permodalan bank menjadi perhatian utama baik bagi bank maupun bagi
regulator.
Manajemen bank bertanggung jawab memastikan bahwa permodalan bank
senantiasa mencukupi mendukung operasional dan mampu merencanakan kebutuhan
permodalan bank untuk mendukung perkembangan usaha.2
Modal bank pada prinsipnya memiliki tiga macam fungsi utama yaitu:
1. Fungsi operasional
2. Fungsi perlindungan
3. Fungsi pengaturan
Dari tiga fungsi utama tersebut, maka fungsi modal dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Untuk melindungi deposan dengan menyanggah semua kerugian atau bila terjadi
insolvensi dan dilikuidasi, terutama bagi sumber dana yang tidak diasuransikan.
2. Untuk memenuhi kebutuhan gedung, inventaris guna menunjang kegiatan
operasional dan aktiva tidak produktif lainnya.
3. Memenuhi ketentuan permodalan minimum yaitu untuk menutupi kemungkinan
terjadi kerugian pada aktiva yang memiliki risiko yang tidat dapat diperkirakan,
sehingga operasi bank dapat tetap berjalan tanpa mengalami gangguan yang berarti.
4. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat mengenai kemampuan bank
memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo dan memberi keyakinan mengenai
kelanjutan operasi bank meskipun terjadi kerugian.
2
Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016, hlm. 157-58

3
Menurut Johnson and Johnson (1985:331-332), modal bank mempunyai tiga
fungsi, antara lain: Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional
dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini, modal memberikan perlindungan terhadap
kegagalan atau kerugaian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan.
Kedua, sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberiaan pembiayaan. Hal
ini merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk
membatasi jumlah pemberian pembiayaan kepada setiap individu nasabah bank. Melalui
pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi pembiayaan
mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan pembiayaan dari satu individu
debitur. Ketiga, sebagai dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi
tingkat kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan. Tingkat
keuntungan bagi para investor deperkirakan dengan membangdingkan keuntungann
bersih dengan ekuitas. Para partisipan pasar membandingkan return on investment
diantara bank-bank yang ada.
Sedangkan untuk Brenton C. Leavitt, yang merupakan staf Dewan Gubernor
Federal Reserve, menekankan pada empat fungsi dari modal bank yaitu:3
1. Untuk melindungi deposan yang tidak diasuransikan, pada saat bank dalam keadaan
insolvable dan likuidasi,
2. Untuk menyerap kerugian yang tidak diharapkan guna menjaga kepercayaan
masyarakat bahwa bank dapat terus beroperasi.
3. Untuk memperoleh sarana fisik dan kebutuhan dasar lainnya yang diperlukan untuk
menawarkan pelayanan bank.
4. Sebagai alat pelaksanaan peraturan pengendalian ekspansi aktiva yang tidak tepat.

B. Modal dan Regulasi


Bank Indonesia menetapkan peraturan kecukupan permodalan minimum bagi bank.
Tujuan dari aturan ini antara lain untuk melindungi para deposan. Modal menurut
definisi Bank Indonesia dibagi atas modal inti (core capital) atau modal Tier 1. Modal
Tier 1 antara lain terdiri atas modal disetor, surplus, dan laba ditahan.
Modal tambahan atau modal Tier 2 antara lain terdiri atas CKPN, modal hybrid,
dan utang subordinasi. Jumlah dari modal Tier 1 dan Tier 2, setelah dikurangi sesuai
ketentuan yang berlaku menjadi total modal yang dimiliki bank.4
 Permodalan bagi bank sebagaimana perusahaan pada umumnya selain berfungsi
sebagai sumber utama pembiayaanterhadap kegiatan operasionalnya juga berperan
sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.Selain itu,modal juga
berfungsi untuk menjaga kepercayan Masyarakat terhadap kemampuan bank dalam
menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
Untuk memastikan bahwa industri perbankan memiliki permodalan yang cukup
dalam mendukung kegiatan usahanya,otoritas pengawas bertanggung jawab untuk
menetapkan jumlah minimum permodalan yang harus dimilii bank dengan
mengeluarkan ketentuan mengenai permodalan minimum (regulatory capital).

3
Andrianto, S.E., M.Ak dan Dr. M. Anang Firmansyah, S.E., M.M, Buku Manajemen Bank Syariah
(Implementasi Teori dan Praktek), Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media, 2019, hlm. 158-59
4
Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016, hlm. 158

4
Merujuk pada peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tentang kewajiban
penyediaan modal minimum Bank umum, bahwa penetapan proporsi dan peranan
masing-masing kelompok modal secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Modal Inti
Bank wajib menyediakan modal inti paling kurang 5% dari ATMR baik secara
individual maupun secara konsolidasi dengan perusahaan anak. Modal inti
terdiri dari:
a. Modal yang disetor, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Diterbitkan dan telah dibayar penuh
 Bersifat permanen
 Tidak terproteksi maupun dijamin oleh bank atau perusahaan anak
 Tersedia untuk menyerap kerugian yang terjadi
b. Cadangan tambahan modal:
 Agio saham
 Disagio Saham
 Modal Sumbanga
 Laba/rugi
 Dana setoran moda
2. Modal pelengkap
Kelompok ini terdiri dari campuran instrument utang. Modal pelengkap terdiri
dari:
 Instrumen modal dalam bentuk saham atau instrument modal lainnya
 Bagian dari modal inovatif yang tidak dapat diperhitungkan dalam modal
inti
 Revaluasi aktiva tetap
3. Modal pelengkap tambahan
Kelompok ini terdiri dari pinjaman subordinasi jangka pendek.
 Modal inti seperti tercantum dalam Peraturan OJK No. 21/POJK.03/2014 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah terdiri atas modal inti
utama (common equity tier 1) yang mencakup modal disetor, cadangan tambahan
modal (disclosed reserve) dan modal inti tambahan (additional tier 1). Secara teknis,
modal inti merupakan modal bank yang terdiri dari modal disetor, modal
sumbangan, cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh
setelah pajak.
Bank wajib memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun secara bertahap berdasarkan
POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Paling lambat 31
Desember bank harus memiliki modal inti minimum Rp 2 triliun dan Rp 3 triliun
pada 31 Desember tahun berikutnya.
Peningkatan modal bank penting untuk melakukan pengembangan bisnis, bantalan
dalam menyerap kerugian tak terduga dan sebagai jaring pengaman saat kondisi
krisis. Kualitas dan kuantitas permodalan Bank menjadi titik krusial merujuk pada
rentetan krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di banyak negara beberapa
dekade terakhir. Kegagalan Bank antara lain, karena modal yang tidak memadai
untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi. Dalam hal ini, modal berperan sebagai
penyangga untuk menyerap kerugian yang muncul dari berbagai risiko antara lain
risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas dan risiko lainnya.

5
 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 66/PJOK.03/2016 Tentang Kewajiban
Penyadiaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disingkat KPMM adalah
rasio modal terhadap Aset Tertimbang Menurut Risiko yang wajib disediakan oleh
BPRS. BPRS wajib menyediakan modal minimum yang dihitung dengan
menggunakan rasio KPMM paling rendah sebesar 12% (dua belas persen) dari
ATMR sejak 1 Januari 2020.
1. Modal terdiri atas:
a. modal inti (tier 1) yang meliputi:
 modal inti utama
 modal inti tambahan
b. modal pelengkap (tier 2)
2. Modal pelengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat
diperhitungkan paling tinggi sebesar 100% (seratus persen) dari modal inti.
BPRS wajib menyediakan modal inti paling rendah sebesar 8% (delapan persen)
dari ATMR sejak 1 Januari 2020.

C. Penilaian Kesehatan Bank (Pemodalan atau Capital)


Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-
negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang
pertama adalah karena modal yang jumlahnya relative kecil, yang kedua adalah kualitas
modalnya yang buruk. Dengan demikian,pengawas bank harus yakin bahwa bank harus
mempunyai modal yang cukup,baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para
pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas
modal yang sudah ditanamkan.5
Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan
bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 Triliyun. Namun bank-bank yang
saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang
dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari
jumlah
nominalnya,tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai
capital adequacy ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah
modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan
ketentuan yang berlaku,CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.

D. Perencanaan Kebutuhan Modal


Manajemen bank harus memastikan bank mempunyai cukup modal. Artinya, bank
tidak sekadar memenuhi ketentuan regulasi. Manajemen bank harus merencanakan dari
mana dapat memperoleh tambahan modal apabila sewaktu-waktu membutuhkan. Untuk
mengetahui kebutuhan modal, bank melihat kebutuhan saat ini dan proyeksi kebutuhan
modal di masa mendatang. Untuk maksud tersebut, manajemen bank harus memahami
kondisi keuangan bank saat ini, dan bagaimana strategi pertumbuhan mendatang
memberikan dampak pada kebutuhan modal tambahan.

5
Ibid, hlm. 367-71

6
Sebagai gambaran, apabila bank memiliki sejumlah kredit bermasalah dengan
tingkat NPL yang terus bertambah, maka kemungkinan tambahan modal dibutuhkan
untuk mendanai tambahan CKPN di masa mendatang. Contoh lain apabila bank
merencanakan melakukan pertumbuhan non-organik melalui akuisisi bank lain atau
meningkatkan pertumbuhan kredit, maka diperlukan tambahan modal untuk mendukung
rencana tersebut. Demikian juga, apabila bank merencanakan berfokus pada sejumlah
kecil sektor industri dalam perkreditan, maka bank memerlukan tambahan modal untuk
menutup risiko konsentrasi.
Selain mengidentifikasi potensi kebutuhan tambahan modal, manajemen bank juga
harus mengembangkan strategi untuk memperoleh tambahan modal yang dibutuhkan
tersebut. Rencana penambahan modal dapat dilakukan dengan berbagai cara agar modal
bank tetap dalam posisi kuat.
Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah memperoleh modal dari luar bank.
Strategi lain mungkin menggunakan laba ditahan hasil operasional perusahaan, dengan
tidak membagikan dividen, atau menggunakan kombinasi sumber modal dari dalam dan
dari luar bank. Selain itu juga bisa dengan mengurangi kebutuhan modal dengan menjual
aset yang tidak diperlukan atau mengganti aset yang mempunyai risiko tinggi dengan
aset risiko lebih rendah.6
a. Sumber Modal Eksternal
Kemampuan bank memperoleh modal dari eksternal bergantung pada
beberapa faktor. Faktor utama yang diperlukan adalah kondisi keuangan. Bank
dengan kondisi keuangan yang sehat atau bank yang merupakan anak perusahaan
grup usaha besar pada umumnya lebih mudah memperoleh modal baik berupa equity
atau dengan menerbitkan surat utang. Sebaliknya, bank dengan kondisi keuangan
yang buruk akan lebih sulit mengupayakan modal dari eksternal.
Faktor lain adalah ukuran perusahaan. Bank besar akan lebih mudah
memperoleh akses ke pasar modal sehingga opsi memilih kebutuhan tambahan
modal akan lebih banyak. Pilihan untuk bank kecil relatif terbatas dan lebih
bergantung pada kerelaan pemilik bank untuk menambah modal.
b. Sumber Internal
Sumber modal lain yang dapat digunakan adalah dari laba ditahan. Pilihan ini
harus mengurangi dividen atau tidak membagikan dividen untuk sementara sampai
kondisi permodalan bank pada tingkat yang mencukupi. Hal ini tidak mudah
dilakukan terutama kalau pemegang saham sangat mengandalkan dividen sebagai
sumber penghasilan utama, atau induk perusahaan memerlukan dividen sebagai
sumber pembayaran utang. Masalah lain yang dapat terjadi adalah bank harus
menunda rencana akuisisi atau menunda rencana perluasan jaringan cabang dan
fasilitas lain yang sebenarnya diperlukan.
c. Penjualan Aktiva, Menurunkan Risiko Kredit
Alternatif lain untuk upaya menambah modal adalah dengan mengurangi
kebutuhan modal dengan cara menjual aset sehingga aktiva produktif yang
memerlukan modal berkurang atau mengatur kembali bauran aset agar kebutuhan
modal untuk portofolio berkurang, misalnya menambah porsi surat utang negara
menggantikan kredit komersial.

6
Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016, hlm. 158-60

7
Strategi menjual aktiva atau mengalihkan aktiva produktif pada pihak lain
berpotensi mengalihkan nasabah bank pada pembeli. Selain itu, karena pembeli
hanya tertarik membeli aset berkualitas baik, pada akhirnya bank hanya memiliki
aset dengan kualitas rendah dan tidak likuid. Kelemahan dari strategi mengalihkan
aset pada SUN adalah menurunkan pendapatan karena aset berisiko akan
menghasilkan imbal hasil lebih tinggi.
Pada dasarnya, perencanaan kebutuhan modal menjadi salah satu tugas utama
bagi manajemen bank. Manajemen bank harus senantiasa memonitor kebutuhan
permodalan, baik saat ini maupun untuk masa depan. Dan, sebaiknya manajemen
bank juga mendiskusikan strategi yang paling baik untuk memperoleh tambahan
modal yang diperlukan.7

Tata Cara Penghitungan Kebutuhan Modal Minimum


Penghitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan disini adalah mencakup baik
aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif.
Sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau
komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva
tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang
terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah,
penjamin atau sifat barang jaminan.8
ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal items neraca
tersebut dengan bobot risiko. Misalnya: berapa jumlah minimum yang harus dimilik
bank apabila bank central menetapkan minimal CAR = 8 % bank memiliki ATMR
sebesar Rp 2000 Milyar.
Modal bank (minimal) = ATMR x CAR
= 2000 x 0.08
= 160 Milyar
Hasil perhitungan rasio diatas, kemudian dibandingkan dengan kewajiban
penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8 %). Berdasarkan hasil perbadingan
tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan
CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio
modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal
bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecupan modal). Sebaliknya,
bila hasilnya kurang dari 100%, modal bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.

E. Monitoring Kecukupan Modal


Kecukupan modal adalah suatu regulasi perbankan yang menetapkan suatu
kerangka kerja mengenai bagaimana bank dan lembaga penyimpanan harus menangani
permodalan mereka. Kategorisasi aktiva dan modal sudah sangat distandardisasi
sehingga diberi bobot risiko. Dalam lingkup internasional, Komite Basel dalam Bank
Penyelesaian Internasional mendorong persyaratan modal di tiap-tiap negara. Pada tahun
1988, Komite Basel memutuskan untuk memperkenalkan suatu sistem pengukuran
modal yang secara umum dikenal sebagai Basel Capital Accords. Kerangka kerja ini
telah digantikan oleh suatu sistem kecukupan modal yang jauh lebih kompleks yang
7
Ibid, hlm. 160
8
Ibid, hlm. 166-67

8
dikenal sebagai Basel II. Walaupun Basel II telah mengubah perhitungan bobot risiko
secara signifikan, ia tidak menyentuh segi perputaran modal. Rasio modal adalah
persentase modal bank terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Bobot
didefinisikan dengan rasio sensitivitas risiko yang perhitungannya ditentukan oleh aturan
yang sesuai.
Bank dapat menggunakan rasio keuangan untuk melakukan evaluasi kecukupan
modal dan kinerja keuangan lainnya. Keuntungan dari analisis rasio adalah informasi
yang tidak diberikan sekadar jumlah nominal. Sebagai contoh, dalam rapat Direksi
dijelaskan bahwa jumlah modal bank periode ini naik 100% dibandingkan dengan
jumlah modal periode sebelumnya. Informasi ini tidak dapat serta-merta diartikan bahwa
posisi bank menjadi lebih kuat. Apabila pada periode yang sama, aktiva produktif bank
naik 200%, maka posisi modal malah melemah dibandingkan periode sebelumnya.
Untuk masalah ini diperlukan analisis rasio keuangan.
Untuk melakukan interpretasi pada rasio keuangan diperlukan empat hal. Pertama,
angka absolut yang menjadi benchmark. Misalnya CAR (capital adequacy ratio)
minimal 10%. Kedua, kualitas pembilang dan penyebut dalam rasio tersebut. Semakin
banyak porsi modal dalam bentuk equity, maka kualitas modal semakin baik. Ketiga,
analisis tren dari rasio dari waktu ke waktu. Walaupun rasio lebih tinggi dari benchmark,
tapi kalau terus menurun dari waktu ke waktu, maka hal ini memberikan indikasi adanya
masalah yang harus diatasi. Terakhir, bandingkan dengan anggaran dan perusahaan yang
sebanding. Walaupun rasio masih dalam kategori baik, tapi kalau pesaing mempunyai
rasio y lebih baik, maka terjadi permasalahan dalam operasional bank kita.9
Kecukupan Modal (X1) dihitung dengan indikator capital adequacy ratio (CAR).
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank
untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit
yang diberikan. Bank Indonesia mensyaratkan minimal CAR sebuah bank yaitu berada

diantara 10% -14%. Kecukupan modal berpengaruh positif terhadap likuiditas. Artinya
setiap peningkatan kecukupan modal maka akan mempengaruhi peningkatan tingkat
likuiditas, begitupula sebaliknya.10
Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan suatu ratio tertentu yang
disebut ratio kecukupan modal atau capital edequasy ratio (CAR). Tingkat kecukupan
modal ini dapat diukur dengan cara, antara lain:
1. Membandingkan Modal dengan Dana-Dana Pihak Ketiga
Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan
antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan
simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan
dengan simpanan pihak ketiga (giro, deposito dan tabungan) sebagai berikut:
Modal dan Cadangan = 10%
Giro + deposito + tabungan
Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup
dengan 10 % dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat.Ratio antara
modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkan aktiva
9
Ibid, hlm. 161
10
Budhi Pamungkas Gautama, “Pengaruh Kecukupan Modal dan Risiko Kredit Terhadap Likuiditas
Pada Bank Umum Syariah Yang Terdaftar di Bank Indonesia”, Jurnal Pendidikan Akuntansi & Keuangan, Vol.
6, No. 2, 2018, hlm. 79

9
yang mengandung risiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai
cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari
modal inti dan modal pelengkap.
2. Membandingkan Modal dengan Aktiva Berisiko
Ukuran kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (bank for
International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara maju
yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa Barat dan
Jepang. Kesepakatan tentang ketentuan permodalan itu dicapai pada tahun 1988,
dengan menetapkan CAR, yaitu ratio minimum yang mendasarkan kepada
perbandingan antara modal dengan aktiva berisiko.
CAR = Modal x100%
ATMR
Kesepakatan ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan para ahli perbankan
negara-negara maju, termasuk para pakar IMF dan World Bank, tentang adanya
ketimpangan struktur dan sistem perbankan internasional. Hal ini didukung oleh
beberapa indikasi sebagai berikut:11
 Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran
arus peredaran uang internasional.
 Persaingan yang dianggap unfair antara bank-bank Jepang dengan bank-bank
Amerika dan Eropa di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang
memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di
negara itu amat lunak, yaitu antara 2% sampai 3% saja.
 Terganggunya situasi pinjaman internasional yang berakibat terganggunya
perdagangan internasional.

Pada umumnya beberapa rasio berikut digunakan untuk melakukan monitoring


pada posisi modal bank, yaitu:12
a. CAR = Modul/ATMR
Jumlah modal dikaitkan dengan risiko kredit pada aset pada neraca bank, baik on
maupun off balance sheet, harus lebih besar dari 8%.
b. Tier 1 Ratio = Modal Tier 1/ATMR
Jumlah modal Tier 1 dikaitkan dengan risiko kredit pada aset pada neraca bank,
baik on maupun off balance sheet, harus lebih besar dari 4%.
c. Leverage Ratio = Tier 1 Capital/Aset
Merupakan jumlah modal untuk mendukung posisi kredit dan asset lainnya. Modal
Tier 1 terdiri atas modal yang paling murni dan stabil.
d. Pertumbuhan aktiva produktif, apakah melebihi kemampuan bank memelihara
kecukupan modal? Mengukur bagaimana pertumbuhan modal sejalan dengan
pertumbuhan modal.
e. DPR (Dividend Payout Ratio) = Cash Dividend/Net Income
Berapa besar bagian laba bersih yang dibagikan sebagai dividen Semakin banyak
porsi dividen yang dibagikan, semakin lemah daya pengumpulan modal oleh bank.

11
Andrianto, S.E., M.Ak dan Dr. M. Anang Firmansyah, S.E., M.M, Buku Manajemen Bank Syariah
(Implementasi Teori dan Praktek), Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media, 2019, hlm. 164-66
12
Ibid, hlm. 162

10
Menurut Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia 14/18/PBI/2012 Ayat (1)-(3)
berbunyi:13
1) Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko.
2) Penyediaan modal minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan
menggunakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Yang
dimaksud dengan "rasio KPMM" adalah perbandingan antara modal Bank dengan
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
3) Penyediaan modal minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
paling rendah sebagai berikut:
a) 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
Bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu).
b) 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari
ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua).
c) 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari
ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3 (tiga)
d) 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR
untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat) atau peringkat 5 (lima).
Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil risiko adalah
sebagai berikut:
Ilustrasi 1:
Bank A memiliki total modal sebesar Rp130.000.000.000,00 (seratus tiga puluh miliar
rupiah) dan total ATMR sebesar Rp1.300.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus mil ar
rupiah), sehingga rasio KPMM Bank A adalah sebesar 10% (sepuluh persen). Bank A
memiliki profil risiko dengan peringkat 2. Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan
Bank Indonesia, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai profil risiko
sebesar 9% (sembilan persen) dari ATMR.
Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko
sebesar Rp1 17.000.000.000,00 (seratus tujuh belas miliar rupiah).
Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% (sepuluh persen) maka dalam hal ini Bank
A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko, yaitu
sebesar 9% (sembilan persen).

Ilustrasi 2:
Bank B memiliki total modal sebesar Rp900.000.000.000,00 (sembilan ratus miliar
rupiah) dan total ATMR sebesar Rp9.000.000.000.000,00 (sembilan triliun rupiah),
sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10% (sepuluh persen). Bank B memiliki profil
risiko dengan peringkat 3. Berdasarkan hasil ICAAP, Bank memerlukan modal
minimum sebesar 10% (sepuluh persen) dari ATMR. Namun berdasarkan hasil
penilaian Bank Indonesia, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11% (sebelas
persen), antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih
besar.
Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko
sebesar Rp990.000.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh miliar rupiah). Dengan
rasio KPMM Bank B sebesar 10%, maka Bank B tidak memenuhi persyaratan
minimum rasio KPMM sesuai profil risiko yaitu sebesar 11% (sebelas persen). Bank B
memerlukan tambahan modal paling kurang sebesar Rp90.000.000.000,00 (sembilan

13
Peraturan Bank Indonesia, Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia, 2013

11
puluh miliar rupiah), yaitu Rp990.000.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh
miliar rupiah) dikurangi Rp900.000.000.000,00 (sembilan ratus miliar rupiah).

 Pengelolaan Permodalan
a. Manajemen permodalan Bank
Pemahaman Dewan Komisaris dan Direksi, kebijakan dan prosedur pengelolaan
modal, perencanaan modal, penilaian kecukupan modal, serta kaji ulang
independen.
b. Kemampuan akses permodalan yang dilihat dari sumber internal dan sumber
eksternal.
Akses modal dari sumber internal antara lain berasal dari kinerja rentabilitas yang
mendukung permodalan.
Akses modal dari sumber eksternal antara lain berasal dari pasar modal (primary
market) dan perusahaan induk.

 Adapun faktor - faktor dalam menilai kecukupan modal bank sebagai berikut:
 Kualitas manajemen
 Likuiditas
 Kualitas aktiva
 Hasil usaha dan laba ditahan
 Kualitas dan integritas manajemen bank
 Pembebanan biaya
 Fluktuasi struktur simpanan masyarakat
 Kualitas prosedur operasi
 Kemampuan bank memenuhi kebutuhan keuangan dalamkaitannya dengan
kompetisi yang dihadapi.

F. Peringatan Dini Posisi Modal


Pengelolaan permodalan mempertimbangkan manajemen dan akses permodalan
yang dianalisis secara terstruktur dan komperhensif dan ditetapkan melalui peringkat 1-5
dengan peringkat kecil menggambarkan semakin baik permodalan suatu bank.
Pentingnya perbankan menjaga suatu modal disebabkan oleh modal berfungsi menutup
kerugian potensi yang tidak terduga untuk cadangan dalam menghadapi krisis. Modal
juga dapat berfungsi supaya deposan dapat merasa tenang dalam menitipkan uangnya.
Untuk bank, ketika deposan menarik uangnya telah dijamin dengan kriteria tertentu
oleh LPS sehingga toleransi kesalahan menjadi lebih sedikit. Manajemen harus
bertanggung jawab memastikan permodalan cukup untuk operasional dan cadangan
perkembangan usaha. Contohnya, ketika bank terdapat kredit bermasalah dengan NPL
yang semakin bertambah maka modal untuk kedepan harus semakin besar. Contoh lain,
ketika bank ingin akuisisi bank maka tambahan modal diperlukan untuk mendukung
rencana dengan menambah modal untuk cadangan menutup kerugiak konsentrasi.
Salah satu strategi bank dalam meningkatkan sumber modal internal adalah dengan
menggunakan laba ditahan untuk menguatkan modal, menahan deviden dan
mengkombinasikan sumber modal misalkan mengurangi kebutuhan modal dengan
menjual aset yang kurang diperlulukan. Sumber modal eksternal meliputi anak
perusahaan dengan menerbitkan surat utang dan lebih mudah mendapatkan ekuitas.

12
Alternatif lain ialah deengan mengatur kembali aset yang diperlukan dengan hanya
membeli aset likuid.
Selanjutnya, bank perlu memonitor kecukupan modal untuk mengevaluasi
kecukupa modal dan kinerja keuangan lainnya. Keuntungannya adalah dapat dijadikan
sebagai bahan masukan dalam setiap pertemuan pimpinan. Dalam menginterpretasikan
rasiko keuangan harus memperhatikan Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal 10%,
kualtas rasio tersebut. Semakin banyak modal maka semakin baik kualitas modal. Lebih
lanjut, rasio dan tren perlu diperhatikan dan menbandingkan anggaran dan perusahaan.
CAR didapatkan dari hasil pembagian modal dengan ATMR.14
Dalam memperhatikan posisi modal, terdapat peringatan dini meliputi: 15
 Rasio di bawah kategori "well capitalized"
 Pertumbuhan modal lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan aktiva
 Rasio lebih lemah dibandingkan dengan pesaing
 Jumlah modal atau rasio permodalan cenderung menurun
 Rasio pembagian dividen lebih besar dibandingkan pesaing
 Aktivitas banyak terpusat pada bisnis non-tradisional
 Terdapat aktivitas off balance sheet yang menonjol.

14
Zulkifli Zaini, Supervisi Manajemen Risiko Bank, Jakarta: Gramedia, 2016
15
Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2016, hlm. 164

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modal bank pada prinsipnya memiliki tiga macam fungsi utama yaitu: 1) Fungsi
operasional, 2) Fungsi perlindungan, dan 3) Fungsi pengaturan. Modal bank berfungsi
Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya.
Kedua, sebagai dasar untuk menetapkan batas maksimum pemberiaan pembiayaan.
Ketiga, sebagai dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat
kemampuan bank secara relatif untuk menghasilkan keuntungan.
Modal menurut definisi Bank Indonesia dibagi atas modal inti (core capital) atau
modal Tier 1. Modal Tier 1 antara lain terdiri atas modal disetor, surplus, dan laba
ditahan. Regulasi modal merujuk pada 1) Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/15/PBI/2008 tentang kewajiban penyediaan modal minimum Bank umum. 2) Modal
inti seperti tercantum dalam Peraturan OJK No. 21/POJK.03/2014 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Syariah. 3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 66/PJOK.03/2016 Tentang Kewajiban Penyadiaan Modal Minimum dan
Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Manajemen bank harus merencanakan dari mana dapat memperoleh tambahan
modal apabila sewaktu-waktu membutuhkan. Manajemen bank juga harus
mengembangkan strategi untuk memperoleh tambahan modal yang dibutuhkan melipiti,
sumber modal eksternal, sumber modal internal, dan penjualan aktiva. Bank dalam
melakukan interpretasi pada rasio keuangan diperlukan empat hal. Pertama, angka
absolut yang menjadi benchmark. Kedua, kualitas pembilang dan penyebut dalam rasio
tersebut. Ketiga, analisis tren dari rasio dari waktu ke waktu. Terakhir, bandingkan
dengan anggaran dan perusahaan yang sebanding.
Adapun bank dalam memperhatikan posisi modal, terdapat peringatan dini yaitu,
Rasio di bawah kategori "well capitalized"; Pertumbuhan modal lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan aktiva; Rasio lebih lemah dibandingkan dengan
pesaing; Jumlah modal atau rasio permodalan cenderung menurun; Rasio pembagian
dividen lebih besar dibandingkan pesaing; Aktivitas banyak terpusat pada bisnis non-
tradisional; dan Terdapat aktivitas off balance sheet yang menonjol

14
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, S.E., M.Ak dan Dr. Firmansyah, M. Anang, S.E., M.M. (2019). Buku Manajemen
Bank Syariah (Implementasi Teori dan Praktek). Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media.
Gautama, Budhi Pamungkas. (2018). “Pengaruh Kecukupan Modal dan Risiko Kredit
Terhadap Likuiditas Pada Bank Umum Syariah Yang Terdaftar di Bank Indonesia”.
Jurnal Pendidikan Akuntansi & Keuangan 6(2):77-86
Ikatan Bankir Indonesia (IBI). (2016). Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Oppusunggu, Lis Sintha. (2022). Membangun Sistem Peringatan Dini Untuk Memprediksi
Kepailitan Bank. Bandung: Widina Bhakti Persada.
Peraturan Bank Indonesia. (2013). Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan
Modal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Pusat Riset dan Edukasi
Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia.
Zaini, Zulkifli. (2016). Supervisi Manajemen Risiko Bank. Jakarta: Gramedia

15

Anda mungkin juga menyukai