Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBIAYAAN PENYERTAAN MODAL SYARIAH

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Bank Syariah

Dosen Pembimbing

Dr. Ahmadiono, S. Ag., M. E. I

Disusun Oleh:

Silvia Kurnia Putri 204105010070

Maira Septian Yudinnestira 204105010071

Nelly Rahmawati 204105010072

Isma ramadhaniah 204105010073

Lailatul Mukaromah 204105010099

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH ACHMAD SHIDDIQ


JEMBER

i
TAHUN AJARAN 2021/2022

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.pada kesempatan
kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ahmadiono, S. Ag., M.E.I
Selaku pembimbing dan pengarah kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis dalam penyusunan makalah ini telah berusaha secara maksimal dan
mencari informasi dari berbagai referensi.

Terlepas dari hal tersebut kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
dari makalah ini, baik dari susunan kalimat maupun dari pihak penulisan. Oleh karena itu
kami menerima dengan ikhlas segala kritik maupun saran dari pembaca sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacannya. Apabila


terdapat kesalahan kami sebagai penulis memohon maaf sebesar-besarnya dan apabila
terdapat kelebihan itu semata-mata datang dari Allah SWT, Sekian dan Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jember, 25 Mei 2022

ii
Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
KATA PENGATAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyertaan Modal...............................................................................3
2.2 Jenis-jenis Permodalan Syariah............................................................................4
2.3 Pembiayaan Penyertaan Modal dengan Akad Syirkah.......................................7-9
2.4 Praktek Atau Contoh Kasus pada Bank Syariah………………………………10-11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank Syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang beriorentasi
pada laba (Profit).Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik atau pendiri,
tetapi juga sangat penting untuk pengembangan usaha bank syariah. Laba bank
syariah terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana
dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Guna memperoleh
hasil yang optimal, bank syariah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya
secara efisien dan efektif, baik atas dana yang dikumpulkan dari masyarakat (dana
pihak ketiga), dana modal pemilik/pendiri bank maupun atas pemanfaatan atau
penanaman dana tersebut. Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu
fungsinya menghimpun dana masyarakat, harus memiliki suatu sumber untuk
menghimpun dana sebelum di salurkan kembalikemasyarakat. Oleh karena itu
manajemen bank harus menggunakan semua perangkat operasionalnya dan
mampu menjaga kepercayaan masyarakat. Salah satu perangkat yang sangat
strategis dalam menopang kepercayaan itu adalah permodalan yang
memadai.Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan
kemajuan bank sekaligus berfungsi sebagai penjaga kepercayaan masyarakat.
Sebagai lembaga perantara, modal utama pertama sebuah lembaga keuangan
adalah kepercayaan, yakni kepercayaan pihakpihak yang dihubungkannya.
Dengan kata lain, modal pertama lembaga keuangan ialah keredibilitas dimana
para nasabah atau masyarakat luas. Sedangkan modal utama kedua sebuah
lembaga keuangan adalah profesionalitas, yakni profesionalitas dalam mengelola
uang atau dana titipan yang telah diamanatkan.Dengan kredibitas dan
profesionalitas itulah keberadaan dan kelangsungan sebuah lembaga keuangan di
pertaruhkan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan permodalan pada bank syariah?
2. Apa saja jenis-jenis penyertaan modal?
3. Bagaimana pembiayaan penyertaan modal dengan akad syirkah?
4. Bagaimana praktek atau contoh kasus pada bank syariah?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari permodalan pada bank syariah
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis pada penyertaan modal syariah
3. Untuk mengetahui pembiayaan penyertaan modal dengan akad syirkah
4. Untuk mengetahui praktek atau contoh kasus pada bank syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penyertaan Modal


Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik. Pada akhir tahun
buku, setelah dihitung keuntungannya yang didapat pada tahun tersebut, pemilik
modal akan memperoleh bagian dari hasil usaha yang biasa dikenal dengan
deviden. Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah,
perlengkapan dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan. Selain itu
juga modal dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan
menjadi pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik
modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya (Antonio, 2004: 146).1
Secara tradisional, modal didefenisikan sebagai sesuatu yang
mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku,
modal didefenisikan sebagai kekayaan bersih (net worth) yaitu selisih antara nilai
buku dari aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban (liabilities) (Arifin,
2006:135). Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan harapan
memperoleh hasil keuntungan dimasa mendatang. Dalam neraca terlihat pada sisi
pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari
setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan berasal dari bagian
keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang digunakan untuk
keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan menjaga likuiditas karena
adanya kredit-kredit yang diragukan atau menjurus kepada kredit macet.2
Maka dari itu, penggunaan permodalan pada Bank syariah merupakan lembaga
intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang kegiatan
operasionalnya bebas dari unsur-unsur yang dilarang oleh islam, yaitu Maisir,
Gharar, Riba, Ryswah, dan Bathil. Dengan demikian berbeda dengan bank
konvensional yang kegiatan operasionalnya menggunakan prinsip bunga yang

1
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h 164.
2
Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN, 2011), h 248.

3
oleh sebagian besar ulama dikatakan sama dengan riba (Ilyas, 2015). 3 Sistem
perbankan Islam berbeda dengan sistem perbankan konvensional, karena sistem
keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan subsistem dari suatu sistem
ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas.Oleh karena itu perbankan Islam tidak
hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut secara
sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah (Widyaningsih, 2005:
47).4

2.2 Jenis-jenis Permodalan Syariah


Pengertian modal bagi bank yang didirikan dan berkantor pusat di
Indonesia menurut Paket Kebijakan 29 Mei 1993 terdiri atas modal inti dan modal
pelengkap dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Modal inti, terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk
dari laba setalah pajak. Secara terperinci, modal inti dapat berupa:
a) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya. Bagi bank yang berbadan hukum koperasi, modal
disetor terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib para
anggotanya.
b) Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh
bank sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai
nominalnya.5
c) Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari
sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga
(apabila saham tersebut dijual).6
d) Cadangan umum, yaitu cadangan dan penyisihan laba yang ditahan
atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat
persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai
dengan ketentuan pendirian atau anggaran masing-masing bank.

3
Rahmat Ilyas. 2015. Konsep pembiayaan Dalam perbankan syari’ah. Jurnal Penelitian.Vol. 9, No. 1
4
Widyaningsih, et. al. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) h 235
5
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h 40
6
Ibid., h 40

4
e) Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang
disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan
rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.
f) Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang
oleh RUPS atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
g) Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun lalu setelah
diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oleh
RUPS atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu hanya
diperhitungkan sebesar 50% sebagai modal inti. Apabila bank
mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, maka kerugian tersebut
menjadi faktor pengurang modal inti.
h) Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku
berjalan setelah dikurangi taksiran piutang. a. Jumlah laba tahun
berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya 50%. b. Jika
bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian
tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
i) Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti
anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan penyertaan bank
pada anak perusahaan tersebut. Yang dimaksud dengan anak
perusahaan adalah bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
lain yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank.7
Setelah perincian modal inti tersebut, Khaerul Umam menjelaskan bahwa modal inti
tersebut dikurangi dengan:
a) Goodwill yang ada dalam pembukuan bank
b) Kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif dan jumlah yang
seharusnya dibentuk sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.8

7
Muhammad, Manajemen Bank Syari‟ah, h 39.
8
Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h 252

5
2) Modal pelengkap, terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk bukan dari
laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan
modal.9 Secara terinci modal pelengkap dapat berupa:
a) Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dan
selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan
persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
b) Penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk
dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Cadangan ini dibentuk
untuk menampung kerugian yang mungkin timbul akibat tidak
diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan
penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai modal
pelengkap adalah maksimum 25% dari ATMR.
c) Modal pinjaman, yaitu hutang yag didukung oleh instrumen atau warkat
yang memliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri: - Tidak
dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan
telah dibayar penuh. - Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif
pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia. - Mempunyai kedudukan
yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba
yang ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti,
meskipun bank belum dilikuidasi. - Pembayaran bunga dapat
ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak
mendukung untuk membayar bunga tersebut.
d) Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman dengan ciri-ciri:
 Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman.
 Mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia.
 Menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman
subordinasi tersebut.
 Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan tekah disetor
penuh.
 Minimal berjangka waktu 5 tahun.

9
Muhammad, Manajemen Bank Syari‟ah, h 39.

6
 Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari
Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank
tetap sehat.
 Hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari
segala pinjaman yang ada.10

2.3 Pembiayaan Penyertaan Modal dengan Akad Syirkah

Aplikasi penyertaan modal dalam lembaga keuangan syariah yaitu dalam


bentuk pembiayaan musyarakah. Transaksi tersebut dilandasi adanya keinginan
para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan ini adalah semua bentuk usaha
yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak
berwujud. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama bisa berupa dana, barang
perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, kepercayaan
dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dalam Musyarakah,
bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing
memberikan dana untuk usaha. Pembagian keuntungan/ hasil atau kerugian sesuai
kaidah ushul fiqih : "Arribhu bimattafaqa, wal khasaratu biqodri malihi" (atau
keuntungan dibagi menurut kesepakatan, sedangkan apabila terjadi kerugian dibagi
menurut porsi modal masing-masing). Selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam
pengaturan manajemen, sesuai kaidah musyarakah. Skema Pembagian menurut
kesepakatan, sedangkan apabila terjadi kerugian dibagi menurut porsi modal
masing-masing). Selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam pengaturan
manajemen, sesuai kaidah musyarakah. Semua modal yang terkumpul dalam
proyek musyarakah disatukan dan dikelola bersama, setiap pemilik modal berhak
turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana
proyek.

 Adapun Ketentuan umum dalam proyek musyarakah di perbankan syariah


adalah sebagai berikut:
a) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi
b) Menjalakan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal
lainnya.
c) Memberi pinjaman kepada pihak lain.
d) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh
pihak lain.
10
Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah., h 252-253.

7
e) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik diri
dari perserikatan, meninggal dunia, atau menjadi tidak cakap hukum.
f) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal.
g) Proyek yang akan dilaksanakan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati

 Implementasi akad musyarakah dalam Lembaga Keuangan Syariah dapat


dijumpai pada berbagai macam pembiayaan-pembiayaan berikut:
a) Pembiayaan Proyek.
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b) Modal Ventura.
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi
dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema
modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu
dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya,
baik secara singkat maupun bertahap.
c) Musyarakah Mutanaqisah.
Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya, hukum
Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh. Akad Musyarakah Mutanaqisah
terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Ba’i (jual-beli).
Dalam Musyarakah Mutanaqisah, para mitranya memiliki hak dan kewajiban,
diantaranya;
1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat
akad, dan
3) Menanggung kerugian sesuai proporsi modal. Dalam akad Musyarakah
Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual
seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib
membelinya. Jual beli sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah
LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
Selain ketentuan di atas, dalam Musyarakah Mutanaqisah terdapat
ketentuan-ketentuan khusus sebagai berikut; 1) Aset Musyarakah
8
Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain, 2)
Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah)
dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati, 3)
Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus
berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik, 4)
Kadar/ Ukuran bagian/ porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik
(LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus
jelas dan disepakati dalam akad, dan 5) Biaya perolehan aset
Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan
kepemilikan menjadi beban pembel (DSN MUI, 2000).
d) Sukuk Musyarakah.
Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih terbatas
namun berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi jumlah maupun jenis
akad adalah sukuk. Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru
menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah.
Sedangkan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Asia dan Eropa,
struktur penerbitan sukuk telah menggunakan akad yang lebih beragam
antara lain akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna, murabahah,
salam, dan hybrid sukuk. Di Indonesia sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah, berpotensi untuk diterapkan oleh perusahaan di berbagai
sektor bidang usaha, sedangkan sukuk dengan menggunakan akad istishna
untuk perusahaan di sektor infrastruktur. Konsep ini sesuai diterapkan
dalam kegiatan investasi, di mana dalam kegiatan tersebut masih terdapat
hal-hal yang belum dapat diprediksikan antara lain berapa keuntungan yang
akan diperoleh. Hal ini dapat dikatakan bahwa sukuk musyarakah
merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling ideal karena dalam
struktur ini terkandung dengan jelas konsep syariah yaitu untung muncul
bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama
biaya (al kharaj bi dhaman).11

2.4 Praktek Atau Contoh Kasus pada Bank Syariah

11
Udin Saripudin, Dosen Ekonomi Syariah STAI Bhakti Persada Bandung, Al Amwal, JURNAL APLIKASI AKAD
SYIRKAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Vol.1, No. 1 , Agustus 2018 yang diakses dari :
https://media.neliti.com

9
Contoh Kasus Penyimpangan Transaksi Pada Bank Syariah Terhadap
Koperasi Berkah Syariah Studi kasus pada bank Syariah di Indonesia , yang dimana
pada saat auditor sedang mengaudit laporan keuangan bank Syariah tersebut yang
merupakan cabang dari bank konvensional, auditor telah menemukan bahwa Bank
Syariah tersebut telah melakukan pembiayaan/pendanaan kepada sebuah Koperasi
Umum yaitu Koperasi Berkah Syariah yang terjadi beberapa kali namun ternyata
terjadi transaksi non shariah compliance pada koperasi tersebut. Sementara
diketahui pembiayaan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 3 tahun dan
selama tiga tahun Koperassi tersebut membayar margin tiap bulan akibat pendanaan
tersebut kepada bank Syariah artinya karena pengelolaannya Koperasi tersebut
tidak shariah compliance maka secara tidak langsung bank mendapatkan margin
dari penghasilan non halal dari Koperasi tersebut sehingga penghasilan bank
Syariah tersebut bercampur dengan pendapatan halal dan non halal. Sehingga
tentunya Tindakan Bank Syariah ini membuat laporan keuangan Bank tersebut
menyimpang dari PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Dari kasus tersebut berdasarkan pada prinsip akuntansi Syariah yang full
disclosure dan Transparasi terhadap akuntabilitas Syariah maka bank Syariah dalam
laporan keuangannya harus mengungkapkan semua transaksi tersebut terkait
dengan pendapatan non-halal selama empat tahun dengan membuat catatan
tambahan atas laporan keuangan tersebut tentang dana penghasilan yang telah
digunakan dan dibagikan kepada nasabah dalam bentuk non-halal sebagai bentuk
laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan sesuai dengan standard
AAOIFI dan PSAK di Indonesia dan untuk sisa margin non halal dari rumah sakit
tersebut dikembalikan dalam bentuk sedekah dan memperbaiki akad rumah sakit
menjadi shariah compliance.

Secara umum semua produk perbankan Syariah terkait dengan isu


transparansi akan pendapatan non-halal baik itu akad murabahah sebagai produk
yang paling banyak ditawarkan. Potensi penyimpangan di bank Syariah akan selalu
terjadi. Oleh karena itu, komitmen dan kualitas sumber daya manusia yang
memahami Syariah baik dari aspek shariah compliance dan best practice-Islamic
bank harus ditingkatkan dan harus benar-benarmerujuk kepada prinsip-prinsip dan
nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah diterapkan oleh Rasulullah serta
meningkatkan pengawasan internal bank Syariah serta Dewan Syariah Nasional
(DSN) harus memperketat dalam mengeluarkan dan menyetujui fatwa terhadap
produk perbankan Syariah sehingga terhindar dari dugaan mengakomodasi
kepentingan tertentu.12
12
https://www.studocu.com/id/document/universitas-airlangga/kasus-pajak/contoh-kasus-
penyimpangan-pada-bank-syariah-soal/9410549 Diakses pada tgl 25 mei 2022

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam mengenal modal sebagai suatu komponen utama dalam usaha, dan
hak atas modal diakui dalam Islam sebagai hak individu atau golongan yang

11
berbeda dengan hak atas modal menurut pandangan kapitalis. Pada kapitalis modal
merupakan hak mutlak individu. Sebagaimana yang dimaksud Modal adalah dana
yang diserahkan oleh para pemilik. Dana modal dapat digunakan untuk pembiayaan
Bank sebagai unit bisnis tidak bisa lepas dari yang namanya modal sebab beroperasi
tidaknya bank atau dipercaya dan tidaknya bank merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi terhadap pelaksanaan bank itu sendiri belian gedung, tanah,
perlengkapan dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan. Aplikasi
penyertaan modal dalam lembaga keuangan syariah yaitu dalam bentuk pembiayaan
musyarakah. Transaksi tersebut dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerjasama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-
sama. Termasuk dalam golongan ini adalah semua bentuk usaha yang melibatkan
dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh
bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk
kontribusi dari pihak yang bekerjasama bisa berupa dana, barang perdagangan,
kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, kepercayaan dan barang-
barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Secara umum semua produk perbankan Syariah terkait dengan isu
transparansi akan pendapatan non-halal baik itu akad murabahah sebagai produk
yang paling banyak ditawarkan. Potensi penyimpangan di bank Syariah akan selalu
terjadi. Oleh karena itu, komitmen dan kualitas sumber daya manusia yang
memahami Syariah baik dari aspek shariah compliance dan best practice-Islamic
bank harus ditingkatkan dan harus benar-benarmerujuk kepada prinsip-prinsip dan
nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah diterapkan oleh Rasulullah serta
meningkatkan pengawasan internal bank Syariah serta Dewan Syariah Nasional
(DSN) harus memperketat dalam mengeluarkan dan menyetujui fatwa terhadap
produk perbankan Syariah sehingga terhindar dari dugaan mengakomodasi
kepentingan tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. 2004. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani Press.

Dendawijaya, Lukman. 2005 Manajemen Perbankan. Jakarta: Kencana.

https://www.studocu.com/id/document/universitas-airlangga/kasus-pajak/contoh-kasus-
penyimpangan-pada-bank-syariah-soal/9410549 Diakses pada tgl 25 mei 2022

Ilyas, Rahmat. 2015. Konsep pembiayaan Dalam perbankan syari’ah. Jurnal


Penelitian.Vol. 9, No. 1.

Muhammad. 2002.Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: (UPP) AMP YKPN.

Umam, Khaerul. 2013. Manajemen Perbankan Syariah. Bandung: Pustaka Setia.

Udin Saripudin, Dosen Ekonomi Syariah STAI Bhakti Persada Bandung, Al Amwal,
JURNAL APLIKASI AKAD SYIRKAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Vol.1,
No. 1 , Agustus 2018 yang diakses dari : https://media.neliti.com.

Widyaningsih, et. al. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.

13
14

Anda mungkin juga menyukai