Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

”KESEHATAN BANK SYARI’AH”


Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bank
Syari’ah

Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Shabilla Fithratul’uyun (20681052)
2. Windi Septiani (20681058

Dosen Pengampu:
Oleh Ibu Mesi Herawati, M.E

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) CURUP
T.A 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang


telah memberikan nikmat kepada kami, sehingga kami mampu menyelesaikan
“Makalah Kesehatan Bank Syari’ah” sesuai dengan waktu yang kami
rencanakan. Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat
penilaian Mata Kuliah Manajemen Bank Syari’ah yang meliputi tugas
kelompok.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu


mengumpulkan dan mengkaji materi dari berbagai referensi. Kami
menggunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun
dapat memberikan informasi yang mudah dipahami.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan..


Begitu pula dalam penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala kekurangannya.

Curup, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................2
C. Tujuan pembahasan................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................3
A. Pengertian Kesehatan Bank....................................................3
B. Capital Bank...........................................................................6
C. Aktiva Atas Asset Bank..........................................................8
D. Likuiditas 11
Bank…………………………………………. 12
E. Prinsip Umum Penilaian Kesehatan Bank .............................
12
F. Mekanisme Penilaian Kesehatan 12
Bank…………………. 13
BAB III PENUTUP...................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................
B. Saran...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
(Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, 2011) tentang Tingkat
Kesehatan Bank Umum memberikan penjelasan bahwa “kesehatan bank
adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan
kinerja Bank”. Dalam mengukur tingkat kesehatan bank, PBI tersebut
merekomendasi untuk mematuhi ketentuan tentang Profil Risiko (Risk
Profile), Tata Kelola Usaha yang Baik (Good Corporate Governance),
Rentabilitas (Earning) dan Permodalan (Capital) sebagai komponen
mutlak penilaian kesehatan bank. Kepedulian lembaga perbankan syariah
mempertahankan tingkat kesehatannya akan terus dimonitoring oleh Bank
Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang
diberi wewenang oleh pemerintah untuk melakukan hal tersebut.
Mengingat bahwa perkembangan lembaga perbankan syariah yang
semakin tumbuh pesat di Indonesia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan bank syariah


yang ditetapkan oleh Bank Indonesia seperti Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earning dan Capital (RGEC) diprediksi dapat
mempertahankan kualitas dan kesehatannya bank syariah, selama
pengelolaan faktor-faktor kesehatan tersebut dilakukan secara maksimal,
profesional dan proporsional sehingga menjadi modal bagi bank syariah
untuk memenangkan persaingan dan meningkatkan minat masyarakat
dengan cara-cara yang sehat pula. Selain dari pada itu risiko yang diterima
oleh tiap-tiap perbankan syariah juga harus diperhatikan tinggi dan
rendahnya karena risiko termasuk aspek yang menunjang pertumbuhan
kesehatan perbankan syariah. Semakin rendah risiko yang diterima oleh
bank akan semakin baik pertumbuhan dan kesehatan bank. Dalam
beberapa temuan bank syariah menghadapi resiko yang lebih tinggi dari

1
bank konvensional karena terdapat perdebtan antara resiko operasional dan
kepatuhan dalam menjalankan prinsip syariah.

Jaminan tingkat kesehatan bank syariah terletak pada kemampuan


manajemen bank menghasilkan kinerja keuangan yang maksimal. Bagi
perbankan, pembiayaan/kredit merupakan kegiatan yang dominan
berkontribusi mendukung tingkat pencapaian laba perusahaan. Kinerja
keuangan bank yang sehat tergambar dari pencapaian laba bank dan
kualitas pembiayaan yang diberikan. Demi menghindari resiko yang
mungkin muncul, seluruh manajemen bank syariah harus fokus dan
konsisten menjaga tingkat kesehatan dengan menjaga kualitas kinerja
keuangan tanpa melanggar prinsip syariah yang berlaku, dan tetap menjaga
prinsip kehati-hatian yang berpedoman pada ketentuan regulator dan
ketentuan lainnya yang berlaku.

Kegagalan bank mengelola risikonya dengan baik melalui praktek


manajemen risiko, maka risiko atau kerugian yang timbul bisa berefek
sistemik (menyeluruh), tidak saja merugikan bank itu sendiri, masyarakat
bahkan negara juga akan mengalami kerugian.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Kesehatan Bank?


2. Apa Itu Capital Bank?
3. Apa Itu Aktiva Atas Asset Bank?
4. Apa Itu Likuiditas Bank?
5. Bagaimana Prinsip Umum Penilaian Kesehatan Bank?
6. Bagaimana Mekanisme Penilaian Kesehatan Bank?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui apa itu kesehatan bank
2. Untuk Mengetahui apa itu capital bank
3. Untuk Mengetahui Apa itu aktiva asset bank

2
4. Untuk Mengetahui likuiditas bank
5. Untuk mengetahui prinsip umum penilaian kesehatan bank
6. Untuk mengetahui mekanisme penilaian kesehatan bank

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Bank

Menurut Bank Indonesia sesuai dengan Undang - undang RI No.7 Tahun


1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank
tersebutmemenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek
Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas,
Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lainyang berhubungan dengan usaha
bank.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank
yang dapatmenjalankan fungsi-fungsinya dengan baik.1

Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bankyang dapat menjaga dan
memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsiintermediasi,
dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan
oleh pemerintahdalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijak
an moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi
perekonomian secara keseluruhan.Untuk dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup,menjaga kualitas
asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan
berdasarkan prinsip kehatihatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untu
k mempertahankankelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya
sehingga dapat memenuhikewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank
harus senantiasa memenuhi berbagaiketentuan dan aturan yang telah
ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuanyang mengacu pada
prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan. Bank Indonesia menilai
tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan kualitatif atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Metode atau

1
Lidia Desiana dan Aryanti, “Manajemen Keuangan Bank Syariah (Teori dan Evaluasi)”,
(Palembang: 2017), hlm. 125

4
cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS,yaitu Cap
ital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to
Market Risk. Kriteria sensitivity tomarket risk merupakan aspek tambahan
dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu CAMEL.
CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak dikeluarkannya Paket
Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-hatian bank. Paket tersebut
dikeluarkan sebagai dampak kebijakan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988
(Pakto 1988). CAMEL berkembang menjadi CAMELS pertama kali pada
tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS berkembang di Indonesia pada
akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari krisis ekonomi dan moneter.

Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi


kinerja keuangan bankumum di Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah.Meskipun secara umum faktor CAMEL relevan
dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan
berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini,
maka penggunaan faktor CAMEL dalam penilaian tingkat
kesehatan dibedakan antara bank umumdan BPR. Perbedaan
penilaian tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot
masing-masing faktor CAMEL. Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan
sama tanpa ada pembedaan antara bank umum dan BPR.

Dalam uraian berikut, yang di maksud dengan penilaian bank adalah


penilaian bank umum dan BPR. Dalam melakukan penilaian atas tingkat
kesehatan bank pada dasarnya dilakukan
dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap 
kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan 
menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen,
rentabilitas dan likuiditas.Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu

5
bank dilakukan dengan melakukankuantifikasi atas komponen dari masing-
masing faktor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesahatansuatu bank.

Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan system


kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. Hasil penilaian
atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas
pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain sanksinya dikaitkan dengan
tingkat kesehatan bank. Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen
sebagaimana diuraikan diatas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan
memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materi dapat
berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya,
akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat
kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.

Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia


mencakup penilaianterhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:2

a. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
permodalan dilakukan melalui penilaianterhadap kecukupan
pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
terhadapketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui
kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang
disalurkan dengan sejumlah modal bank.
b. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank
dilakukan melalui penilaianterhadap komponen aktiva produktif
yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total
aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan 
penghapusan aktiva produktif(PPAP).
2
Lidia Desiana dan Aryanti, “Manajemen Keuangan Bank Syariah (Teori dan Evaluasi)”,
(Palembang: 2017), hlm. 164

6
c.  Manajemen (Management)
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat
kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit
Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatanmanajemen
suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko,
dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan
bermuara pada perolehan laba.Net Profit Margindihitung dengan
membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income
atau laba usaha.
d. Profitabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
profitabilitas bank antara lain dilakukanmelalui penilaian terhadap
komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on
Equity(ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating
Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan
Pendapatan Operasional (BOPO).
e.  Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas
bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to
Deposit Ratio (LDR). LDR menunjukkan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikandana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya.
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan
pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko
pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalammengcover
biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga
yang dihasilkan.

7
Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang
dilakukan terhadaprisiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat
kesehatan Bank adalah suatucerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Dalam pengertian lain, tingkat kesehatan bank
merupakan hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan,
kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas.

B. Capital Bank
Modal merupakan salah satu aspek penting bagi suatu bank. Modal bank
adalah dana yang berasal dari pemilik atau pemegang saham ditambah
dengan agio saham dan hasil usaha yang berasal dari kegiatan operasional
bank (Darmawi, 2014:84). Menurut Pandia (2012:28) bank yang memiliki
modal yang cukup akan lebih mampu menutupi penurunan nilai aktiva
sebagai akibat dari kerugian–kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva
berisiko. Modal terkait juga dengan aktivitas perbankan dalam menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediary. Dengan terjaganya modal berarti
bank lebih mampu untuk memberikan penawaran kredit lebih banyak kepada
nasabah.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013, bank
wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang
menurut risiko yang dinyatakan dalam Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio
tersebut membandingkan modal yang dimiliki oleh bank dengan aset
tertimbang menurut risiko. Aset tertimbang menurut risiko diperoleh dengan
mengalikan nilai aset berisiko dengan bobot risiko dari masing–masing aset.
Rasio ini juga bertujuan memastikan bahwa jika dalam aktivitasnya bank
mengalami kerugian maka ketersediaan modal yang dimiliki oleh bank
mampu untuk meng-cover kerugian tersebut.3

3
Ahmad Aziz Putra Pratama, “Modal Bank, Tingkat Likuiditas Bank dan pertumbuhan
kredit” skripsi, (universitas Airlangga Surabaya:2017) hlm.23-24

8
C. Aktiva Atas Asset Bank

Bank adalah lembaga yang dapat mempertemukan antara para


penabung dan investor. Tabungan hanya dapat berguna apabila
diinvestasikan, sementara itu para penabung tidak dapat diharapkan untuk
sanggup melakukan usaha sendiri dengan terampil dan sukses, selain itu juga
masyarakat yang mempunyai uang banyak tersebut bingung terhadap uang
yang dimilikinya tersebut mau di olah ataupun hanya di simpan dirumah saja.
Nasabah biasanya mau menyimpan dananya di bank karena ia percaya bahwa
bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik serta pastinya bisa
mendatangkan keuntungan yang lebih menjanjikan. Strategi manajemen asset
& liabilitas meliputi koordinasi karakteristik keuntungan (return) dan resiko
atas portofolio asset dan liabilitas bank.4

Setiap keputusan investasi yang dilakukan oleh bank memerlukan


keputusan simultan tentang bagaimana mendanai investasi tersebut. Fokus
dari manajemen asset & liabilitas adalah mengkoordinasikan portofolio
asset/liabilitas bank guna memaksimalkan profit bagi bank dan hasil yang
dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang dengan
memperhatikan kebutuhan likuiditas dan prinsip-prinsip kehati-hatian. Proses
investasi itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam
pemilihan investasi akan mengakibatkan bank tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada para nasabahnya. Strategi manajemen modern meliputi
pengawasan atas portofolio, baik aset maupun liabilitas. Pada umunya , bank-
bank menekankan pada pengawasan portofolio aset, menggunakan dana
simpanan (deposit) untuk membangun portofolio liabilitas yang
bersangkutan.

Bank dapat memperoleh keuntungan yang tinggi bila bank


mendapatkan bunga yang tinggi dan menerima resiko likuiditas. Secara
4
Dea Amelia Suhartono, Zahroh ZA dan Devi Farah Azizah. 2017. Analisis Tingkat
Kesehatan Bank Tahun 2012-2015. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 46 No.1 Mei 2017, hlm. 135

9
historis penerimaan bank dihubungkan dengan tingkat bunga dan resiko
likuiditas, karena bank mendanai pinjamannya dengan sumber-sumber dana
yang tidak sesuai (mismatch) dengan jangka waktu pinjaman. Dalam
praktiknya sebagian besar bank menyesuaikan strategi pendanaan mereka
melalui harapan-harapan siklus tingkat bunga untuk memperoleh keuntungan
yang lebih besar.

Keputusan Pendanaan Dan Resiko Likuiditas Secara tradisional,bank


mehubungkan likuiditasnya dengan portofolio asetnya. Portofolio aset
dibangun sehingga nantinya aliran keluarnya dana-dana dapat dijamin dengan
likuidasi aset.

Manajemen aset, karena menyangkut likuiditas, maka memerlukan


pembangunan aset-aset sedemikan rupa sehingga aliran keluar dana (outflow
of funds) dapat diakomodasikan tanpa membuat penyesuaian dalam liabilitas.
Investasi dalam aset terkendala oleh kemampuan untuk mengubah aset
menjadi dana yang dapat digunakan. Likuiditas suatu aset berasal dari salah
satu dari dua sumber, yaitu daya cair dari aset itu sendiri (self contained
liquidity) dan daya jualnya (marketability). Self contained liquidity
menggambarkan tanggal jatuh temponya aset, sedang marketability adalah
kemampuan untuk menukarkan aset menjadi uang melalui penjualan aset
tersebut kepada investor lain di secondary market.

Manajemen Liabilitas Selama kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-


an telah terjadi perubahan dalam perencanaan likuiditas, yang akhirnya
membuat tekanan utama pada manajemen aset menuju ke tekanan pada kedua
sisi yaitu manajemen aset dan liabilitas. Para banker dan ahli perbankan
melihat bahwa potensi sumber likuiditas lainnya dapat dipakai, dana dapat
dipinjam melalui peningkatan liabilitas seperti halnya likuidasi aset.
Perubahan dari ketergantungan yang semulanya hanya pada likuidasi aset
menjadi ketergantungnan pada kombinasi dari likuidasi aset dan liabilitas ini
yang telah mengubah besar-besaran struktur portofolio aset dan liabilitas.

10
Teknik Manajemen Margin Untuk menganalisis strategi pengelolaan
interest margin, terlebih dulu kita harus memahami beberapa definisi kunci.
Interest margin dinyatakan dengan jumlah yang absolut (dalam rupiah), yaitu
selisih antara pendapatan bunga pada earning asset dengan pengeluaran bunga
pada liabilitas. Spread adalah selisih antara persentase tingkat bunga pada aset
dengan persentase tingkat bunga pada liabilitas. konsep tentang spread dapat
digunakan untuk semua portofolio aset atau liabilitas, Konsep interest margin
dan spread merupakan ukuran bagi pernyataan laba/rugi (income statement),
artinya ukuran langsung diperoleh dari income statement. Konsep ini juga
dipakai pada perencanaan yaitu spread diestimasikan dengan prediksi
pendapatan (return) pada aset dan biaya dana yang diharapkan. Variasi dalam
expected spread dapat muncul ketika terjadi ketidaksesuain (mismatch)
pendanaan.

Gap Management Konsep kunci lainnya yang dapat dipakai dalam


analisis interest margin adalah gap, dimana hal ini adalah konsep neraca. gap
mengukur ketidakseimbangann antara variable dan fixed rate aset dan
liabilitas. Gap management adalah strategi untuk memaksimumkan interest
margin melalui siklus tingkat bunga. Strategi ini pada dasarnya meliputi
penyesuain komponen-komponen yang variable dan yang fixed sesuai dengan
fase dan siklus tingkat bunga untuk mencapai profitabilitas maksimum.
Strategi dasar yang dipakai dalam manajemen gap adalah mengubah besrnya
gap sesuai dengan prediksi pergerakan tingkat bunga.

Aset Liabilitas Manajemen Dalam Lingkungan Masa Kini Manajemen


portofolio aset/liabilitias yang agresif bergantung pada derajat kepastian
tentang inflow dan outflow serta tingkat pendapatan atas aset dan biaya atas
liabilitas. Untuk dapat menerapkan gap management bank harus mampu
memprediksi flows dan rates. Bank harus secara tepat memprediksi level
dana-dana fixed rate yang akan tersedia.

11
Asset / Liabilitas Management Committee Bila manajemen telah
menjalankan dan melaksanakan manajemen aset/liabilitas, maka harus
menempuh tahapan yang penting yaitu pengakuan dan dukungan terhadap
fungsi organisasi ALCO (Asset/Liabilitas Management Committee). Fungsi
ALCO di bank kecil dapat terdiri dari direktur utama dan beberapa manajer
kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi, dan pasar
uang.Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum
mengenai penguasaan dan pengolakasian dana-dana untuk memaksimalkan
pendapatan, dan memastikan permintaan dana sumber dana.

Aplikasi Aset Liabilitas Manajemen Pada Bank Islam Sebagaimana


bank konvensional, bank syariah pun merupakan lembaga penghubung antara
penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank Islam dan bank
konvensional terletak pada dominasi prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko
(profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal ini antara
lain tercermin pada beberapa karakteristik :

 Perbedaan dari bank konvensional, bank islam hanya menjamin


pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan
(wadi’ah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal
dari deposito (investment deposit/mudharabah deposit). Bank islam
juga tidak menjamin keuntungan atas deposito. Mekanisme
pengaturan realisasi pembagian keuntungan finalitas deposito pada
bank Islam tergantung pada kinerja bank, tidak sebagaimana bank
konvensional yang menjamin pembayaran keuntungan atas deposito
berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan kinerjanya.
 Sistem operasional bank Islam berdasarkan pada sistem equity di
mana setiap modal adalah beresiko. Oleh karena itu hubungan kerja
sama antara Bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan
prinsip berbagi hasil dan berbagi resiko (profit and loss
sharing/PLS).

12
 Dalam melakukan kegiatan pembiayaan (financing) bank Islam
menggunakan model pembiayaan syariah (Islamic models of
financing) yaitu PLS dan non-PLS. sehubungan dengan itu bank
Islam melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban
menyediakan manajemen investasi yang professional. Berdasarkan
karakteristiknya tersebut, maka resiko yang dihadapi oleh bank Islam
lebih berfokus pada likuiditas dan resiko kredit dan tidak akan
pernah mengalami resiko karena fluktuasi tingkat bunga. Likuiditas
bank syariah banyak bergantung pada :
1. Tingkat kelabilan (volatility) dari simpanan (deposit)
nasabah;
2. Kepercayaan pada dana-dana non-PLS;
3. Kompetensi teknik yang berhubungan dengan pengaturan
struktur liabilitas;
4. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
5. Akses kapada pasar antar bank dan sumber dana lainnya,
tetapi masuk fasilitas lender of last resort dari Bank Sentral.

Teknik duration gap management dapat diaplikasikan oleh bank


Islam, bukan dalam rangka menghindari resiko tingkat bunga, melainkan
untuk mengatur cash flow atau mengendalikan likuiditasnya. Manajemen
asset dan liabilitas adalah suatu usaha untuk mengoptimalkan struktur neraca
bank sedemikian rupa agar diperoleh laba maksimal sekaligus membatasi
resiko menjadi sekecil mungkin. Manajemen aktiva dan pasiva disebut pula
dengan Asset and Liability Management (ALMA). Kedua sisi neraca, dimana
sisi pasiva yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang
menggambarkan penggunaan dana harus dikelola secara efisien, efektif,
produktif secara optimal.

Organisasi Manajemen Asset dan Liabilitas (ALMA) terdiri dari Asset


Liability Commite (ALCO) dan ALCO Support Group (ASG). Anggota
ALCO terdiri dari pimpinan unit kerja operasional dan unit kerja yang

13
berhubungan dengan tugas ALMA. Sedang anggota ASG terdiri dari
sekelompok manajer/staf propesional yang bertugas membantu ALCO.
Secara spesifik ALCO berfungsi sebagai berikut:

1. Mereview laporan tentang risiko likuiditas, risiko pasar, dan


manajemen permodalan.
2. Mengidentifikasi isu-isu dalam manajemen neraca yang dapat
mempengaruhi kinerja bank.
3. Untuk melakukan review atas strategi penetapan ekspektasi dana
pihak ketiga dan ekspektasi keuntungan dari sisi pembiayaan.
4. Untuk melakukan review atas rencana kontijensi bank.

Asset adalah sebuah sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan oleh
perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana beberapa
manfaat ekonomi masa depan (s) dapat diharapkan mengalir ke perusahaan.
Kepemilikan aset itu sendiri adalah tidak berwujud. Namun, aset yang
dimiliki dapat berwujud atau tidak berwujud "(International Valuation
Standard 2003) Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses
pengelolaan segala sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki
nilai ekonomik, dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan
organisasi. Melalui proses manajemen yaitu POLC planning, organizing,
leading dan controling agar dapat dimanfaatkan atau dapat mengurangi biaya
(cost) secara effisien dan effektif. Manajemen Liabilitas yaitu kemampuan
bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua
kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabah.
Penggelolaan atas Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve (PR) atau
Giro Wajib Minimum (GWM) sesuai dengan ketentuan BI dan secandary
Reserve (SR). Risiko yang dapat timbul dalam Manajemen liabilitas yaitu
risiko pendanaan dan risiko bunga.

ALMA adalah manejemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk


mengoptimalkan pendapatan dan meminimalkan biaya dalam batas-batas

14
risiko tertentu. Risiko-risiko ALMA dalam suatu bank pada umumnya
berupa:

1. Financing risk, yaitu debitur akan memenuhi kewajibannya


(keterlambatan angsuran atau pelunasan) tepat pada waktunya.
Risiko kredit dapat menimbulkan risiko likuiditas.
2. Liquidity risk, yaitu risiko bahwa bank tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban
melalui pinjaman darurat (bagi hasil yang tinggi) dan atau menjual
aktivanya dengan harga yang rendah.
3. Pricing risk, yaitu risiko kerugian dengan akibat perubahan tingkat
bagi hasil, menentukan bentuk penurunan margin dari penanaman
atau kerugian sebagai akibat menurunnya nilai aktiva. Risiko ini
sebagai akibat Net Interest Margin (NII) atau tidak terpenuhinya
likuiditas, atau terjadinya gap karena tidak tepatnya perhitngan
pricing atas asset dan liabilitas.
4. Foreign exchange risk, yaitu risiko kerugian sebagai akibat
perubahan tingkat kurs terhadap “open position” karena adanya
pergerakan kurs yang merugikan.
5. Gap risk, yaitu risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate
maturity karena adanya pergerkan tingkat bunga yang merugikan.
6. Kontinjen risk, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat transaksi
kontinjen, contohnya bank garansi dan kontrak valuta asing
berjangka. Risiko likuiditas adalah risiko yang ada diperbankan yang
biasanya timbul dari cara bank mengelola primary dan secondary
rerserve serta pendanaannya sehari-hari. Risiko yang ada dalam
pengelolaan Primary rerserve dapat berupa:
a. Reserve yang dikelola terlalu tinggi dari yang dibutuhkan.
b. Reserve requirement tidak dapat dipenuhi sehingga berakibat
dikenakan pinalti atau sanksi oleh bank indonesia serta
timbulnya masalah bagi bank sendiri.

15
Sumber dana yang terliat pada sisi pasiva neraca adalah suatu proses di
mana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang
nontradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan
instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk
memenuhi alokasi yang produktif.

Sumber dana bank yang terbesar berasal dari dana masyarakaat di


samping sumber dana lainnya yang berasal dari pinjaman dan model sendiri.
Sumber dana pihak ketiga seperti giro, tabungan, dan deposito lazim juga
disebut sebagai sumber dana tradisional.

Keberhasilan bank dalam menghimpun dana atau mobilisasi dana


sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kepercayaan masyarakat,
ekspektasi, keamanan, ketepatan waktu pengembalian, pelayanan yang cepat,
dan pengelolaan dana. Berikut akan dikemukakan dana menurut sumbernya,
yaitu sebagai berikut:

1. Penghimpunan Dana
a) Giro-Wadiah dan Qard, merupakan produk penghimpunan dana
di mana nasabah dapat melakukan penarikan setiap saat dan
dapat terus melakukan penarikan sampai maksimum sebesar
dana qard yang telah disepakati
b) Tabungan dan Giro Automatic transfer-Mudharabah dan Wadiah,
merupakan kombinasi antara tabungan dan giro (2 rekening
dalam 1 produk), dimana setiap rekening dapat pindah secara
otomatis apabila rekening yang lain membutuhkan dana yang
lebih.
c) Deposito; terbagi menjadi enam, yaitu:
 Deposito Mudharabah Muqayadah (Murabahah), yaitu
solusi investasi jangka pendek dan jangka menengah
untuk memperoleh hasil investasi dan kegiatan
penyaluran dana yang menggunakan akad murabahah.

16
 Deposito-Mudharabah Muqayyadah (Komoditi
Murabahah), yaitu produk depositi yang akan disalurkan
untuk kegiatan jual dan beli komoditas (misalnya logam)
pada pasar global dengan prinsip transaksi murabahah.
 Depositi dan Reksadana-Mudharabah, merupakan
kombinasi keuntungan dari produk deposito dan
reksadana.
 Deposito-Musyarakah, merupakan produk
penghimpunan dana yang hanya dapat ditarik/dicairkan
pada periode tertentu sesuai kesepakatan nasabah dengan
bank, dan dan yang akan dikelola oleh bank tidak 100%
milik nasabah, namun ada yang merupakan dana dari
bank itu sendiri.
 Deposito Untestricted Recurring Invesment-
Mudharabah, adalah produk investasi di mana bank
menginvestasikan dana nasabah secara berulang pada
beberapa instrumen yang memberikan keuntungan
kompetitif, dan keuntungan akan dikreditkan ke rekening
nasabah pada saat jatuh tempo.
 Deposito-Wakalah bil Ujrah, yaitu produk jasa di mana
bank memberikan jasa sebagai agen investasi. Nasabah
menginvestasikan dananya dalam jumlah beser dengan
keinginan khusus, misalnya jangka waktu, tingkat
pengembalian (return).5

D. Likuiditas Bank

Masalah pengelolan likuiditas adalah masalah yang berhubungan


dengan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
5
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, “Perbankan Syariah”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2017), hlm. 190

17
finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat
likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan
kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan
yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain
perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.
Kemampuan membayar baru terdapat pada perusahaan apabila kekuatan
membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua
kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi.

Dengan demikian, maka kemampuan membayar itu dapat diketahui


setelah membandingkan kekuatan membayarnya di satu pihak dengan
kewajibankewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Secara umum, pengertian likuditas adalah kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai,
dimana fungsi dari likuditas secara umum untuk pertama, menjalankan
transaksi bisnisnya sehari-hari. Kedua, mengatasi kebutuhan dana yang
mendesak. Ketiga, memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan
memberikan fleksibiltas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang
menguntungkan.

Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia pengertian


likuiditas pada umumnya adalah mengenai posisi uang kas suatu perusahaan
dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang
jatuh tempo tepat pada waktunya. Apabila dikaitkan dengan lembaga bank,
berarti kemampuan bank setiap waktu umtuk membayar utang jangka
pendeknya apabila tiba-tiba ditagih oleh nasabah atau pihak-pihak terkait.
Jadi, yang dimaksud likuiditas disini adalah kemudahan mengubah aset
menjadi uang tunai dari masing-masing bank yang bersangkutan.

Konsep likuiditas ini juga diperluas dengan memasukan unsur


pinjaman, yaitu kemampuan untuk mendapatkan likuiditas baik tunai maupun

18
non tunai melalui pinjaman dari sumber-sumber ekstern perusahaan.
Kemudahan mendapatkan likuiditas adalah merupakan hal yang sangat
penting bagi manajemen keuangan, semua jenis kegiatan bisnis, namun pada
lembaga keuangan bank penyedian llikuiditas merupakan hal yang lebih
penting karena untuk memenuhi adanya permintaan penarikan dana sewaktu-
waktu para nasabah. Selain menjaga ketersediaan likuiditas, setiap bank juga
harus mematuhi ketentuan atau syarat yang diterapkan oleh BI yakni Giro
Wajib Minimum (GWM).

Pengelolaan likuiditas bagi suatu bank mengacu pada kemampuan


bank menyediakan dana dalam jumlah cukup, tepat waktu untuk memenuhi
kewajiban kewajibannya terutama memenuhi ketentuan bank sentral atau
pemerintah, terbinanya hubungan baik dengan bank koresponden agar saldo
seimbang, memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh penabung, pemilik
rekening giro maupun debitur dan membayar kewajiban jangka panjang yang
telah jatuh tempo. Manajemen likuiditas bank dapat diartikan sebagai suatu
proses pengendalian dari alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna
memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus dibayar. Pengendalian
likuiditas bank setiap hari berupa penjagaan agar semua alat alat likuid yang
dapat dikuasai oleh bank (uang tunai kas, saldo bank pada bank sentral) dapat
dipergunakan untuk memenuhi munculnya tagihan dari nasabah atau
masyarakat yang datang setiap saat atau sewaktu waktu. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa manajemen likuiditas bank adalah kemampuan dari
suatu bank untuk membiayai peningkatan aset yang sesuai dengan
kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Likuiditas sangat penting bagi keberlangsungan operasi bank karena


itu di perlu manajemen dan pengelolaan yang efektif untuk menghindari
terjadinya permasalahan yang serius dikemudian hari. Kekurangan likuiditas
pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan
berdampak negatif pada sistem perbankan. Pengelolaan likuiditas adalah
kegiatan yang rutin dalam operasi bank dimana dana yang dikelola sebagian

19
besar adalah dana pihak ketiga yang sifatnya sangat berfluktuasi. Bank harus
memperhitungkan dengan cermat kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka
waktu tertentu karena kebutuhan likuiditas sangat dipengaruhi oleh perilaku
nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola bank.

Dengan demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam


mengelola likuiditas, yaitu:

a) Posisi likuiditas harian/mingguan harus dapat dijaga sesuai


dengan ketentuan bank sentral.
b) Memelihara alat likuiditas secukupnya agar bank selalu dapat
melindungi kebutuhan kas keluar yang tidak terduga
sebelumnya.
c) Mengoperasikan kelebihan likuiditas secara efektif agar bank
selalu dapat melindungi kebutuhan kas keluar yang tidak
terduga sebelumnya.
d) Menentukan besarnya reserve yang diperlukan dalam primary
reserve dan secondary reserve.

Manajemen Likuiditas bank adalah mengelola bagaimana bank dapat


memenuhi baik kewajiban yang sekarang maupun kewajiban yang akan
datang bila terjadi penarikan atau pelunasan asset liability yang sesuai
perjanjian ataupun yang belum diperjanjikan (tidak terduga). Pengelolaan
likuiditas bank juga merupakan bagian dari pengelolaan liabilitas (liability
management). Melalui pengelolaan likuiditas yang baik, bank dapat
memberikan keyakinan pada para penyimpan dana bahwa mereka dapat
mengambil dananya sewaktu-waktu atau pada saat jatuh tempo.

Transaksi pembayaran dalam aktivitas perbankan dilakukan melalui


mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro bank yang
bersangkutan pada Bank Indonesia (BI). Apabila dalam pelaksanaan saldo
bank menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM), maka bank atau
kantor cabangnya dikenakan kewajiban membayar. Untuk ketentuan

20
mengenai besarnya mata uang dan mekanisme GWM bagi bank umum
syariah, kini telah ada pengaturan tersendiri yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum
yang melaksanakan kegiatan usaha bagi yang menjalankan usaha berdasarkan
prinsip syariah. Bagi bank syariah yang mengalami kekurangan dana dapat
menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) yang
merupakan sarana penanaman modal bagi bank syariah maupun bank
konvensional. Berdasarkan ketentuan pasal 3 PBI No.2/8/PBI/2000, sertifikat
IMA adalah satu-satunya piranti yang digunakan dalam operational pasar
uang antar bank berdasarkan prinsip Syariah.

Secara umum manajemen likuiditas dilakukan dengan :

1. Bila terjadi kekurangan likuiditas, bank syariah mencari dana


antara lain dengan
a. Menjual aset likuidnya agar mendapat likuiditas dalam hal
bank syariah memiliki aset likuid.
b. Menerima penempatan dana atau likuiditas dari bank syariah
lain atau institusi/ individu lain secara syariah dalam hal :
1) Bank syariah tidak memilik aset likuid yang dapat dijual.
2) Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan (b)
daripada (a)
3) Secara ekonomis lebih menguntunkan melakukan
kombinasi (a) dan (b)
2. Bila terjadi kelebihan likuiditas, bank syariah menempatkan dana
antara lain dengan :
a. Membeli aset likuid agar likuiditasnya produktif
b. Menempatkan dana ke Bank Syariah lain atau institusi lain
secara syariah dalam hal :
1) Tidak tersedia aset likuid syariah di pasar, atau
2) Secara ekonomis lebih menguntungkan melakukan (b)
daripada (a), atau,

21
3) Secara ekonimis lebih menguntungkan melakukan
kombinasi (a) dan (b).

Ciri-ciri Bank Syariah Yang Memiliki Likuiditas Sehat Dengan


melakukan manajemen likuiditas maka Bank akan dapat memelihara
likuiditas yang dianggap sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memiliki sejumlah alat likuid, cash asset (uang kas,


rekening pada bank sentral dan bank lainnya) setara
dengan kebutuhan likuiditas yang diperkirakan,
2) Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi
memiliki surat-surat berharga yang segera dapat
dialihkan menjadi kas, tanpa harus mengalami
kerugian baik sebelum atau sesudah jatuh tempo,
3) Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas
dengan cara menciptakan uang, misalnya dengan
menjual surat berharga dengan repurchase agreement.
4) Memenuhi ratio pengukuran likuiditas yang sehat
yaitu:
a. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga:
1) Merupakan ukuran untuk menilai kemampuan
bank dalam memenuhi kebutuhan likuiditas
akibat penarikan dana oleh pihak ketiga dengan
menggunakan alat likuid bank yang tersedia,
2) Alat likuid bank terdiri atas uang kas, saldo
giro pada bank sentral dan bank koresponden
3) Semakin besar rasio ini semakin besar
kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka
pendeknya, tetapi disisi lain
mengidentifikasikan semakin besarnya idle
money.

22
b. Rasio pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga
(FDR)
1) Finance to deposit ratio (FDR), yang
menggambarkan perbandingan pembiayaan
yang disalurkan dengan jumlah DPK yang
disalurkan,
2) Ratio ini harus dipelihara pada posisi tertentu
yaitu 75-100%. Jika ratio di bawah 75% maka
bank dalam kondisi kelebihan likuididitas, dan
jika ratio diatas 100% maka bank dalam
kondisi kurang likuid,
3) Menurut kriteria Bank Indonesia, ratio sebesar
115% keatas nilai kesehatan likuiditas bank
adalah nol.

Secara garis besar kondisi likuiditas bank dipengaruhi oleh faktor


eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah faktor yang bisa dikendalikan
oleh bank, sedangkan faktor internal pada umumnya adalah yang bisa
dikendalikan oleh bank. Faktor eksternal antara lain kondisi ekonomi dan
moneter, Karakteristik deposan, kondisi pasar uang, peraturan, dll. Sedangkan
faktor internal sangat tergantung kepada kemampuan manajemen mengatur
setiap instrumen likuiditas bank. Contohnya adalah pemilihan strategi
penerapan asset-liabities manajemen. Kondisi perekonomian, dinamika
perbankan konvensional dan keberpihakan masyarakat Islam terhadap bank
syariah sangat mempengaruhi strategi pengelolaan likuiditas bank syariah.6

E. Prinsip Umum Penilaian Kesehatan Bank

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Tingkat kesehatan bank adalah


hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap resiko dan kinerja bank.
Tingkat kesehatan merupakan penjabaran dari kondisi faktor-faktor keuangan

6
Nurul Ichan, “Pengelolaan Likuiditas Bnak Syariah”….. hlm. 84-96

23
dan pengelolaan bank serta tingkat ketaatan bank terhadap pemenuhan
peraturan dengan prinsip kehatihatian. Bank yang tidak menjalankan prinsip
tersebut dapat mengakibatkan bank yang bersangkutan mengalami kesulitan
yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, bahkan bank dapat gagal
melaksanakan kewajibannya kepada nasabah Bagi perbankan, berdasarkan
prinsip syariah, hasil penilaian tingkat kesehatan dapat dipergunakan sebagai
salah satu alat bagi mmenejemen dalam menentukan kebijakan dan
pelaksanaan pengelolaan bank ke depan. Sementara bagi Bank Indonesia,
hasil penilaian tingkat kesehatan dapat digunakan oleh pengawas dalam
menerapkan strategi pembinaan, pengawasan dan pengembangan yang tepat
bagi bank berdasarkan prinsip syariah dimasa yang akan dating.7

Menurut PBI 13/1/PBI/2011 bank wajib memelihara tingkat kesehatan


bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen resiko dalam
melaksanakan kegiatan usaha. Bank melakukan penilaian tingkat kesehatan
bank dengan menggunakan pendekatan resiko (Risk based bank rating) baik
secara individu maupun konsolidasi. Bank juga wajib melakukan penilaian
sendiri (self assestment) atas tingkat kesehatan bank.

Pengkinian self assesment tingkat kesehatan bank sewaktu – waktu


dilakukan antara lain dalam hal :

a. Kondisi keuangan bank memburuk


b. Bank menghadapi permasalahan antara lain resiko likuiditas dan
permodalan
c. Kondisi lainnya yang menurut Bank Indonesia perlu dilakukan
pengkinian penilaian tingkat kesehatan.

Mekanisme penilaian tingkat kesehatan bank Bank Indonesia wajib


melakukan penilaian tingkat kesehatan bank sesuai dengan PBI ini secara
triwulan untuk posisi akhir maret, juni, september, dan desember. Dalam
7
I Made Paramartha dan Ni Putu Ayu Darmayanti. 2017 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Dengan Metode Rgec Pada Pt. Bank Mandiri. E-Jurnal Manajemen Unud, Vol.6 No.2 2017: 948-974,
ISSN: 2302-8912, hlm. 959

24
rangka pelaksanaan pengawasan bank, BI melakukan penilaian tingkat
kesehatan bank secara triwulan, untuk posisi akhir Maret, Juni, September
dan Desember.

Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan berdasarkan hasil


pemeriksaan, laporan berkala yang disampaikan bank, dan informasi lain
yang diketahui secara umum seperti hasil penilaian oleh otoritas kesehatan
atau lembaga lain yang berwenang. Bank Indonesia dapat meminta informasi
dan penjelasan dari bank dalam rangka memperoleh hasil penilaian
tingkatkesehatn bank yang sesuai dengan kondisi bank yang sesungguhnya.

Bank Indonesia melakukan penyesuaian terhadap penilaian tingkat


kesehatan bank syariah apabila diketahui terdapat data dan informasi yang
memengaruhi kondisi bank tersebut secara signifikan pada posisi setelah
posisi penilaian (subsequent evens). Apabila terdapat perbedaan hasil
penilaian tingkat kesehatan bank syariah yang dilakukan oleh BI dengan hasil
penilaian tingkat kesehatan bank syariah yang dilakukan oleh bank syariah,
maka yang berlaku adalah hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang
dilakukan oleh BI. Apabila diperlukan, BI dapat melakukan penilaian tingkat
kesehatan bank syariah di luar waktu tersebut.

Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Penilaian tingkat


kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan resiko dilakukan
berdasarkan analisis yang kmperhensif terhadap 4 aspek yaitu risk profile,
governance, earning dan capital yang biasanya disingkat dengan metode
RGEC.

F. Mekanisme Penilaian Kesehatan Bank

BerdasarkanSurat EdaranBI No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober


2011 dan PBI No. 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum menggantikan PBI sebelumnya Nomor
6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum,

25
penentuan tingkat kesehatan bank menggunakan empat kelompok faktor
yaitu Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings atau rentabilitas,
dan Capital atau permodalan yang lebih dikenal dengan singkatan RGEC
dalam mengukur skala operasi dan struktur permodalannya.8

Permana (2012) mengemukakan bahwa metode RGEC lebih


menekankan akan pentingnya kualitas manajemen. Berdasarkan hal tersebut,
pada metode RGEC Bank Indonesia menetapkan sejumlah kriteria mengenai
jumlah persentase kinerja keuangan yang memenuhi persyaratan bank untuk
dinyatakan sehat dan tidak membahayakan maupun merugikan pihak-pihak
yang berkepentingan.

Tahap-tahap penilaian dengan metode RGEC merupakan model


penilaian yang sarat dengan manajemen risiko. Beberapa prinsippenilaian
tingkat kesehatan bank umum yang digunakan sebagai landasan yaitu
berorientasi risiko, proporsionalitas, materialitas dan signifikansi, serta
komprehensif dan terstruktur.

Penilaian terhadap aspek profil risiko meliputi 8 (delapan) jenis risiko


yang wajib dinilai oleh setiap bank umum yaitu risiko kredit, likuiditas,
operasional, pasar, hukum, kepatuhan, stratejik, dan reputasi.Profil risiko
dinilai dengan menggunakan beberapa rasio seperti Non Performing Loan
(NPL), Non Performing Assets (NPA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Kecukupan
Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (KPCKPN). Penggunaan
empat jenis rasio tersebut dapat mewakili dan menggambarkan kondisi
sebagian besar dari seluruh risiko yang wajib dinilai oleh bank umum.

Penilaian Good Corporate Governance (GCG) dilakukan secara self


assesment dimana bank melakukan penilaian sendiri atas kinerjanya selama
satu tahun dengan mengkaji beberapa faktor penilaian. Berdasarkan penelitian
8
Hery Susanto, Moch. Dzulkirom AR dan Zahroh Z.A. 2016. Analisis Tingkat Kesehatan
Bank Dengan Menggunakan Metode RGEC :2010-2014. Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 35 No. 2 Juni
2016, hlm. 62

26
Akindele (2012), GCG dan manajemen risiko saling berkaitan dalam
mempengaruhi kinerja suatu bank. Oleh sebab itu hasil kinerja dari bank
bergantung pada penilaian manajemen risiko dan GCG.

Mekanisme dalam penilaian tingkat kesehatan bank terdiri atas


penilaian individual dan konsolidasiterhadap profil risiko, good corporate
governance, rentabilitas, dan permodalan. Penilaian tersebut mewajibkan
bank untuk menggunakan pendekatan risiko (RBBR). Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja dan tingkat kesehatan bank umum
mencerminkan kondisi internal dari masing-masing bank yang dapat dinilai
dengan menggunakan RGEC.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan bank dapat dikatakan merupakan hasil penilaian tingkat
kesehatan bank yang dilakukan untuk mengelola risiko dan kinerja bank, atau
tingkat kesehatan bank dapat dikatakan mencerminkan kinerja tugas bank.
Bank yang sehat adalah bank yang memelihara dan memelihara kepercayaan
masyarakat, berperan sebagai perantara, berkontribusi terhadap kelancaran

27
penyelesaian transaksi, dan tersedia bagi pemerintah untuk melaksanakan
berbagai kebijakan, terutama kebijakan moneter. Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum, kesehatan bank adalah sarana bagi pihak pengawas dalam penentuan
atau penetapan strategi serta fokusnya untuk melakukan pengawasan terhadap
bank.

28
DAFTAR PUTAKA

Hery Susanto, Moch. Dzulkirom AR dan Zahroh Z.A. 2016. Analisis


Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode RGEC :2010-2014.
Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 35 No. 2 Juni 2016, hlm. 62
Nurul Ichan, “Pengelolaan Likuiditas Bank Syariah”….. hlm. 84-96

I Made Paramartha dan Ni Putu Ayu Darmayanti. 2017 Penilaian


Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode Rgec Pada Pt. Bank Mandiri. E-
Jurnal Manajemen Unud, Vol.6 No.2 2017: 948-974, ISSN: 2302-8912, hlm.
959

Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, “Perbankan Syariah”,


(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2017), hlm. 190

Dea Amelia Suhartono, Zahroh ZA dan Devi Farah Azizah. 2017.


Analisis Tingkat Kesehatan Bank Tahun 2012-2015. Jurnal Administrasi
Bisnis Vol. 46 No.1 Mei 2017, hlm. 135

Lidia Desiana dan Aryanti, “Manajemen Keuangan Bank Syariah


(Teori dan Evaluasi)”, (Palembang: 2017), hlm. 125

Lidia Desiana dan Aryanti, “Manajemen Keuangan Bank Syariah


(Teori dan Evaluasi)”, (Palembang: 2017), hlm. 164

Ahmad Aziz Putra Pratama, “Modal Bank, Tingkat Likuiditas Bank


dan pertumbuhan kredit” skripsi, (universitas Airlangga Surabaya:2017)
hlm.23-24

29

Anda mungkin juga menyukai