Assalamu’alaikum wr. Wb
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Yogyakarta,…April 2016
Penulis
1
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar……………………………………………………………….... 1
2. Daftar Isi………………………………………………………………………. 2
3. Abstrak………………………………………………………………………… 3
4. Pendahuluan…………………………………………………………………… 3
5. Pembahasan…………………………………………………………………….4
6. Kesimpulan……………………………………………………………………. 12
7. Daftar Pustaka…………………………………………………………………. 13
2
ABSTRAK
Dalam paper ini mempresentasikan tentang analisis penilaian
tingkat kesehatan bank yang awalnya menggunakan analisis CAMELS yang sekarang
menjadi RGEC. Tapi pada paper ini lebih mengkhususkan pada pembahasan tentang
RGEC.
PENDAHULUAN
Dalam dunia perekonomian saat ini kita pastinya tidak akan lepas
dari lembaga keuangan yaitu bank. Bank adalah tempat menyimpan uang atau
menabung, dan juga tempat untuk meminjam uang. Saat ini mayoritas orang pasti
akan menyimpan uangnya di bank karena bank merupakan lembaga keuangan yang
mengikuti perkembangan zaman sehingga pelayanan dan produk – produknya akan
selalu berkembang dan bervariasi. Dari konteks tersebut maka bank perlu mendapat
pengawasan agar perkembangannya tidak menjadi masalah di waktu yang akan
datang. Bank Indonesia sebagai bank sentral kemudian membuat kebijakan terkait hal
itu.
Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan Bank
Indonesia ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, secara individu
maupun perbankan. Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan bank
merupakan kepentingan semua pihak yang bersangkutan.
Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak - pihak tersebut
untuk mengevaluasi kinerja bank agar dalam melakukan tugas – tugas dan fungsi –
fungsinya bank akan berhati - hati, patuh pada aturan atau kebijakan yang berlaku,
dan dapat memanajemen risiko yang diperoleh.
Penilaian tingkat kesehatan untuk bank awalnya menggunakan
analisis CAMELS, yang sekarang mengalami perkembangan menjadi RGEC.
Dasar hukum tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang
dikeluarkan Bank Indonesia yaitu :
1. Dasar Hukum I UU No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang Perbankan.
2. Dasar Hukum II UU No. 3 Tahun 2004, Undang-Undang Bank Sentral.
3
PEMBAHASAN
4
2. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat
menilai berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.
Pihak eksternal terdiri dari:
1. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan
kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat
imbalan hasil (return)dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu
perusahaan tersebut.
2. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit
yang telah diberikan kepada perusahaan, mereka perlu mengetahui kinerja
keuangan jangka pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.
3. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan juga oleh
lembaga yang lain seperti Statistik.
4. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat
mereka bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan
yang bersangkutan.
5
digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Bank dapat menggunakan
indicator tambahan yang sesuai karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam
menilai tingkat kesehatan bank.
3. Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi factor
penilaian tingakt kesehatan bank yaitu profil risiko, GCG, rentabilitas, dan
permodalan serta signifikansi indikator penilaian tiap faktor dalam
menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis
serta difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara
terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko dan
antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan cabang yang
wajib dikonsolidasikan. Analisis haru didukung fakta – fakta poko dan rasio –
rasio relevan.
D. CAMELS
Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 serta Surat Edaran
Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam CAMELS lebih
mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset
Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market
Risk.
Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan
CAMELS Rating System.
Penilaian CAMEL secara umum adalah sebagai berikut:
6
E. RGEC
Salah satu perbedaan utama metode RGEC dan Metode CAMELS
adalah perhitungan profil risiko pada metode RGEC menggunakan dua dimensi
penilaian, yaitu Penilaian Risiko Inheren dan Penilaian Kualitas Penerapan
Manajemen Risiko.
1. Penilaian Risiko Inheren
Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang
melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun
yang tidak berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank.
a) Risiko Kredit
Merupakan risiko dari kegagalan debitur atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban pada bank. Dalam menilai risiko inheren atas
risiko kredit, indikator yang digunakan adalah :
Komposisi portofolio asset dan tingkat konsentrasi
Kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan
Strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana
Faktor eksternal
b) Risiko Pasar
Merupakan risiko pada posisi neraca dan rekening
administrative termasuk transaksi derivative, akibat perubahan dari kondisi
pasar, termasuk risiko perubahan harga optional. Terdiri dari risiko suku
bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas dan risiko komoditas. Indikator
yang digunakan adalah :
Volume dan komposisi portofolio
Kerugian potensial risiko suku bunga dalam banking book
Strategi dan kebijakan bisnis
c) Risiko Likuiditas
Merupakan risiko akibat ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas
atau dari asset likuiditas berkualitas tinggi yang dapat digunakan tanpa
mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Indikator yang
digunakan adalah :
komposisi dari aset, kewajiban dan transaks rekenign administratif
konsentrasi dari aset dan kewajiban
kerentanan pada kebutuhan pendanaan
akses pada sumber-sumber pendanaan.
7
d) Risiko Operasional
Merupakan Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional
Bank. Indikator yang digunakan adalah :
karakteristik dan kompleksitas bisnis
sumber daya manusia
teknologi informasi dan infrastruktur pendukung
fraud, baik internal maupun eksternal
kejadian eksternal.
e) Risiko Hukum
Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau
kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau
agunan yang tidak memadai. Indikator yang digunakan adalah :
faktor litigasi
faktor kelemahan perikatan
faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan.
f) Risiko Stratejik
Merupakan risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam
mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik
serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Indikator yang digunakan adalah :
kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis
strategi berisiko rendah dan berisiko tinggi
posisi bisnis Bank
pencapaian rencana bisnis Bank.
g) Risiko Kepatuhan
Merupakan Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi
dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku. Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul
karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap
ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Indikator yang
digunakan adalah :
jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan
8
frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record
ketidakpatuhan Bank
pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku
umum untuk transaksi keuangan tertentu.
h) Risiko Reputasi
Merupakan Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Reputasi. Indikator yang
digunakan adalah :
pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait
pelanggaran etika bisnis
kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank
frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank
frekuensi dan materialitas keluhan nasabah.
9
b) Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap :
strategi Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang
akan diambil dan toleransi Risiko
kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung terlaksananya
Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang dan
tanggung jawab
kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
c) Proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan
kecukupan sistem informasi manajemen
Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya Manusia,
dan kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko mencakup evaluasi
terhadap :
proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko;
kecukupan sistem informasi Manajemen Risiko
kecukupan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dalam mendukung
efektivitas proses Manajemen Risiko.
Kecukupan sistem pengendalian Risiko, dengan memperhatikan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank
Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap :
kecukupan Sistem Pengendalian Intern
kecukupan kaji ulang oleh pihak independen (independent review)
dalam Bank baik oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR)
maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Kaji ulang oleh
SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel yang
digunakan untuk mengukur dan menetapkan limit Risiko, sedangkan
kaji ulang oleh SKAI antara lain mencakup keandalan kerangka
Manajemen Risiko dan penerapan Manajemen Risiko oleh unit bisnis
dan/atau unit pendukung.
Indikator RGEC yang harus dipenuhi perbankan :
1. Risk
Dalam dunia bisnis, risiko (risk) didefinisikan sebagai
kemungkinan akan adanya kerugian di masa mendatang. Perbankan dikatakan
sehat jika ia mampu meminimalkan risiko-risiko yang ada dalam dunia
perbankan.
Risiko yang dihadapi perbankan dalam dunia finansial
bisa berupa risiko kredit macet, risiko likuditas (kemampuan membayar utang
jangka pendek), resiko reputasi, hukum, dan lain sebagainya. Semakin mampu
10
perbankan meminimalisasi risiko tersebut maka perbankan tersebut akan
semakin sehat.
2. Good Corporate Governance
GCG yang baik akan menghasilkan hubungan baik dan
berkelanjutan antara pihak internal (manajemen) dan pihak luar
(pemegang saham, investor, dan masyarakat).
Dengan demikian, jika bank gagal mengimplementasikan
konsep GCG maka berarti ia “sakit” di mata Bank Indonesia maupun dimata
nasabah dan pihak lainnya yang berkepentingan. Beberapa indikator dalam
GCG yang harus diterapkan oleh bank adalah transparansi, akuntabilitas,
fairness (keadilan), responsibilitas, dan independensi.
3. Earning
Bank dikatakan sehat atau tidak, dilihat dari earning (kinerja
keuangan dalam menghasilkan laba). Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai
pemegang otoritas tertinggi untuk menilai, menggunakan pendekatan
rasio ROE (Return On Equity). ROE Yaitu konsep untuk melihat seberapa
besar modal yang dimiliki perbankan dalam menghasilkan laba setelah pajak.
Jika bank memiliki modal yang cukup besar, namun laba yang
dihasilkan sangatlah kecil, maka bank tersebut patut dicurigai oleh BI.
4. Capital
Yang menjadi indikator untuk menentukan apakah bank
tersebut sehat atau tidak adalah dengan melihat tingkat kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio – CAR).
CAR akan ditetapkan lebih rendah atau lebih tinggi oleh BI
tergantung pada Risk Profile masing-masing perbankan, karena setiap bank
memiliki tingkat risiko yang berbeda. Sederhananya bank yang dinilai sangat
berisiko tentunya pengawas BI akan meminta kebutuhan minimum modalnya
(CAR) lebih besar.
Jika modal yang disediakan bank kecil sedangkan profile risk
bank tersebut tinggi, maka tentu saja bank tersebut akan mendapatkan
pengawasan khusus dari BI sebab memungkinkan untuk dimasukan dalam
kategori tidak sehat.
11
KESIMPULAN
Kesehatan bank merupakan faktor penting guna mengembangkan
suatu bank karena jika suatu bank dinyatakan tidak sehat maka bank tersebut akan
dibuat merger atau digabungkan dengan bank yang senasib. Maka dari itu suatu bank
perlu memperhatikan kesehatan bank, tidak hanya mahluk hidup saja yang perlu
perawatan kesehatan.
Ada metode untuk menilai tingkat kesehatan bank, diantara sekian
metode, yang banyak digunakan bank adalah analis CAMELS dan analisis RGEC.
Dari kedua metode itu RGEC adalah yang terbaru. RGEC memiliki
perbedaan yang dapat mengungguli metode CAMELS, yaitu adanya penilaian risiko
inheren dan penilaian kualitas penerapan manajemen risiko. Perbedaan itulah yang
membuat metode RGEC bisa lebih baik dalam menilai tingkat kesehatan bank.
Kata CAMELS berasal dari kata Capital, Asset Quality,
Management, Earnings, likuidity, sensitivitas terhadap risiko pasar. Kata RGEC
berasal dari kata risk, Good Corporate Governance, Earnings, dan Capital.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://noormutia.blogspot.co.id/2014/04/blk5.html
https://bursanom.com/rgec-kesehatan-bank/
https://sidikaurora.wordpress.com/2012/04/12/penilaian-kesehatan-bank/
https://ferdinandwisnu.wordpress.com/2013/03/10/pengertian-bank-jenis-jenis-bank-
fungsi-bank-dan-reformasi-bank/
https://www.academia.edu/9233290/Pengertian_Bank_Pengertian_Kesehatan_Bank
http://melzdsnih.blogspot.co.id/2012/05/camels-dalam-perbankan.html
http://pena.gunadarma.ac.id/penilaian-kesehatan-bank-rgec-risk-profile-2/
http://cafe-library.blogspot.co.id/2015/11/contoh-makalah-penilaian-kesehatan.html
13