Penilaian tersebut dilakukan terhadap berbagai aspek, seperti faktor modal, kualitas aset,
manajemen, rentabilitas (hasil perolehan investasi), likuiditas (posisi keuangan kas suatu
perusahaan), dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Ikatan Bankir Indonesia (IBI) dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Kesehatan Bank Berbasis Risiko (2016),
mendefinisikan tingkat kesehatan bank sebagai hasil penilaian secara kuantitatif dan atau
kualitatif terhadap berbagai aspek yang berpengaruh pada kondisi suatu bank. Faktor dan
indikator penilaian tingkat kesehatan bank Dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya (2021) karya Prima Andreas Siregar, disebutkan jika ada empat faktor penting
dalam penilaian tingkat kesehatan bank. Empat faktor ini bersumber dari Surat Edaran
Bank Indonesia tahun 2011:
1. Profil risiko (risk profile) Adalah penilaian terhadap risiko inheren serta kualitas
penerapan manajemen risiko dalam penjalanan operasional bank. Penilaian risiko
ini jika dilihat lebih detail mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas,
risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, serta risiko
reputasi. Kedelapan penilaian risiko ini seluruhnya berkaitan dengan kegiatan
operasional bank.
Ada dua jenis penilaian tingkat kesehatan bank, yakni: Penilaian tingkat kesehatan
bank secara individual Jenis penilaian ini disebut juga sebagai self assesment.
Penilaian ini dilakukan oleh pihak intern bank itu sendiri. Penilaian ini menggunakan
empat faktor yang telah disebutkan sebelumnya di atas, yakni profil risiko, Good
Corporate Governance (GCG), rentabilitas, dan permodalan. Penilaian tingkat
kesehatan bank secara konsolidasi Jenis penilaian ini dilakukan secara konsolidasi
dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating).
Penilaian ini juga menggunakan empat faktor, yaitu profil risiko, GCG, rentabilitas,
serta permodalan. Hanya saja penilaian ini dikonsolidasikan antara perusahaan anak
dengan bank tersebut. Dalam hal ini, perusahaan bank merupakan perusahaan yang
dimiliki dan atau dikendalikan oleh bank secara langsung baik di dalam maupun di
luar negeri. Baca juga: Peran Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran Contoh
penilaian tingkat kesehatan bank Misalnya Bank A melakukan berbagai analisis dan
penilaian secara kuantitatif dan atau kualitatif terhadap keempat faktor, seperti profil
risiko yang dimiliki bank, GCG, tingkat perolehan laba serta permodalan bank
tersebut.
Perhitungan kuantitatif yang dilakukan Bank A meliputi nilai perolehan laba lewat
perbandingan, profil risiko, GCG, serta modal yang dimilikinya. Setelah itu, bank ini
juga akan melakukan proses penilaian kualitatif terhadap keempat faktor tersebut.
Setelah melakukan perhitungan dan penilaian akan diketahui nilai peringkat komposit
Bank A. Peringkat komposit secara tidak langsung akan mempengaruhi operasional
dan atau kelangsungan usaha. Dalam hal ini, Bank Indonesia berwenang untuk
menurunkan tingkat peringkat komposit tingkat kesehatan bank apabila ditemui
pelanggaran atau permasalahan.
Penilaian kesehatan Bank..
Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik
bagi manusia maupun perusahaan. Kondisi yang sehat akan meningkatkan gairah kerja
dan kemampuan kerja serta kemampuan lainnya.
Dengan pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai
dengan banyaknya bank-bank yang bermunculan, maka sangat diperlukan suatu pengawasan
terhadap bank-bank tersebut. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank sentral
memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan
keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank.
Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada
dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secara
individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kesehatan atau kondisi keuangan dan
non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola
(manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank (nasabah) serta Bank Indonesia
selaku otoritas pengawasan bank dan pihak lainnya.
Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi
kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan
jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang
dihadapi bank. Perubahan eksposur risiko bank dan penerapan manajemen risiko akan
mempengaruhi profil risiko bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi bank secara
keseluruhan.
Dasar hukum mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia yakni :
· Dasar Hukum I UU No. 10 Thn 1998, Undang-Undang Perbankan.
· Dasar Hukum II UU No. 3 Thn 2004, Undang-Undang Bank Sentral.
Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut
dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan
aspek likuiditasnya.
Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai dengan Undang– undang RI
No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank
tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan,
Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
Metode CAMEL
Indikator pada CAMEL tersebut sangat sederhana, yaitu:
1. Penilaian “Capital” hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu CAR (Capital
Adequacy Ratio) yaitu “Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko”;
2. Penilaian “Asset Quality” berdasarkan kualitas aktiva produktif bank dengan
menggunakan dua indikator yaitu “Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap
aktiva produktif” dan “Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva
produktif yang diklasifikasikan”;
3. Penilaian “Management” menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup manajemen
permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan
manajemen likuiditas;
4. Penilaian “Earning” menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba terhadap total
aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional); dan
5.Penilaian “Liquidity” menggunakan LDR yaitu “rasio kredit terhadap dana yang
diterima” dan “Rasio kewajiban call money bersih terhadap aktiva lancar”
Selain perhitungan kuantitatif di atas, metode CAMEL memperhitungkan faktor lain,
yaitu pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil (KUK); pelaksanaan pemberian kredit
ekspor; pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK);
dan Pelanggaran terhadap Posisi Devisa Netto (PDN). Selain itu, tingkat kesehatan bank
akan diturunkan menjadi “tidak sehat” apabila ada perselisihan internal, campur tangan
pihak luar dalam manajemen, “window dressing” atau rekayasa keuangan, praktek “bank
dalam bank”, dan kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau
pengunduran diri dari keikutsertaannya dalam kliring.
Metode CAMELS
Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 serta Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam CAMELS lebih mengarah pada ukuran-
ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management,
Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk.
Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating
System.
Penilaian CAMEL secara umum adalah sebagai berikut:
Dalam hal penilaian kesehatan bank ada yang disebut dengan RGEC (Risk, GCG,
Earning, Capital) yang merupakan indikator untuk menentukan apakah sebuah bank layak
disebut sehat atau tidak.
Hal pertama yang harus dipahami adalah Bank sebagai lembaga yang menjadi
perantara pihak penabung dan peminjam, memiliki risiko yang sangat besar. Resiko
tersebut bisa bermacam-macam. Mulai dari resiko pasar, resiko kredit macet, likuiditas,
reputasi, hukum, operasional dan lain sebagainya.
Berangkat dari risiko-risiko inilah sebuah perbankan harus benar-benar dipantau agar
dapat berjalan sebagaimana mestinya (No pailit). Disinilah peran dari Bank Indonesia
sebagai induk dari segala perbankan untuk melakukan evaluasi dan penilaian lewat
prosedur RGEC.
Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan
Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating).
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun
konsolidasi.
Tahap-tahap penilaian bank pada RGEC boleh disebut model penilaian kesehatan
bank yang sarat dengan manajemen resiko. Menurut BI dalam PBI tersebut, Manajemen
Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam
menilai Tingkat Kesehatan Bank: Berorientasi Risiko, Proporsionalitas, Materialitas dan
Signifikansi, serta Komprehensif dan Terstruktur.
Cara perhitungan pada RGEC – dibandingkan metode CAMELS – relatif berbeda
signifikan pada komponen “R“, yaitu Risk Profile.
Kini, penilaian Risk Profile relatif lebih “ribet” karena mengunakan matriks
dengan dua dimensi. Dulu – maksudnya dengan CAMELS – kita bisa langsung
mengetahui nilai peringkat (skornya antara 1 sampai 5) jika sudah mengetahui nilai
indikatornya. Namun kini, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan sebelum
memperoleh nilai akhir untuk indikator tersebut. Misalnya “ratio debitur inti terhadap
total kredit” sebuah bank adalah ….%. Tahap pertamanya sama dengan metoda CAMELS
yaitu menentukan peringkat jika diketahui nilai indikatornya. Contoh penjelasan untuk
sebagian indikator penilaian untuk faktor Resiko Kredit dapat dilihat pada gambar
berikut:
Namun dengan metode baru (RGEC), nilai rasio tersebut belum menentukan nilai akhirnya. Kita
harus melihat bagaimana implementasi manajemen risiko bank terkait dengan konsentrasi nilai
kredit pada para debitur kelas kakap. Andaikan bank tersebut sudah memagari risiko tersebut
dengan segala kebijakan, prosedur, SOP, atau teknik pengendalian risikonya, maka bisa jadi nilai
untuk indikator tersebut malah membaik, atau tidak dinilai “peringkat 3“ seperti cara CAMELS.
Sebagai ilustrasi, kita lihat gambar di bawah ini.
Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas
penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Penilaian Risiko inheren
merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang
dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi
keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal
maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk
dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro
ekonomi.
Jadi untuk “Risk Profile“, kita menggunakan dua dimensi,
yaitu nilai faktor dan peringkat risiko sebelum menentukan peringkat akhirnya. Atau
dengan kata lain, nilai sebuah indikator merupakan fungsi dari nilai indikatornya dan
kualitas manajemen risiko yang terkait dengan indikator tersebut. Inilah esensi dari
penilaian kesehatan bank yang baru, yaitu kualitas manajemen risiko. Aspek “Risk
Profile“ tersebut mencakup 8 (delapan) jenis Risiko yaitu:
Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di
Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma
http://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/
828aa23594154a89aeabab7dc3103805pbi_130112.pdf
http://ejournal.unesa.ac.id/jurnal/jurnal-akuntansi/artikel/288/analisis-tingkat-kesehatan-bank-
berdasarkan-metode-camels-dan-metode-rgec
http://pena.gunadarma.ac.id/perbandingan-tatacara-penilaian-tingkat-kesehatan-bank/
http://bankirnews.com/