Anda di halaman 1dari 9

Saya yang membuat surat pernyataan:

Nama : Amelia Tri Rahayu


NPM : 2206009675
Hukum Ekonomi Khusus
Menyatakan, adalah benar tulisan yang saya sampaikan untuk tugas hukum perbankan
merupakan tulisan saya sendiri, memenuhi persyaratan anti Plagiarism dan dapat
dipertanggung jawabkan apabila terdapat kesamaan tulisan dengan tulisan orang lain

Soal

1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan


terhadap perbankan. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bank yang sehat ? Ada
berapa macam pengawasan bank?

Jawab

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Lembaga yang berwenang melakukan pembinaan
dan pengawasan terhadap bank yang meliputi kegiatan: (i) kewenangan untuk memberi
izin; (ii) kewenangan untuk mengatur; (iii) kewenangan untuk mengatasi; (iv) kewenangan
untuk mengenakan sanksi.

Secara sederhana bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara
kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat menjaga dan
memelihara lalu lintas pembayaran, serta dapat mendukung aktifitas kegiatan moneter.
Penilaian tingkat Kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini didasarkan pada faktor
CAMEL (Capital/Modal, Asset Quality/Kualitas Aset, Management/Manajemen,
Earning/Pendapatan/Rentabilitas, and Liquidity/Likuiditas). Meskipun secara umum faktor
CAMEL relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan
berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penilaian CAMEL untuk
bank umum dan BPR berbeda. Pendapat lain juga menambahkan faktor yang menjadi tolak
ukur bank dikatakan sehat adalah didasarkan pada Penilaian Good Corporate Governance
(GCG).

Penjelasan atas faktor yang menjadi dasar Kesehatan bank sebagai berikut:
(a) Capital/Permodalan
Pengertian kecukupan modal ini tidak hanya dihitung dari nilai nominal modalnya
tetapi juga rasio kecukupan modal Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio ini
merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbangan menurut
risiko (ATMR). Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang
Bank Umum, dalam aturan tersebut dinyatakan bagi pendirian Bank Berbadan Hukum
Indonesia menetapkan syarat monal minimal Rp10 Triliun, nilai ini naik tinggi
dibandingkan aturan sebelumnya yakni Rp3 Triliun. Saat ini sesuai dengan ketentuan
yang berlaku besarnya CAR sekurang-kurangnya 8% untuk Bank Umum, dan 12%
bagi BPR.

(b) Asset Quality/Kualitas Aset/Kualitas Aktiva Produktif

1
Yang dimaksud aktiva produktif adalah aktiva yang dapat menjadi sumber pendapatan
bagi bank. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan
didasarkan pada dua rasio, yaitu: (i) rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan
terhadap aktiva produktif; dan (ii) rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
wajib dibentuk oleh Bank.

(c) Manajemen
Cara mengevaluasi bank adalah dengan menggunakan kuesioner. Penilaian tersebut
dilakukan dengan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok
besar yaitu kelompok manajemen umum dan manajemen risiko.

Kuesioner manajemen umum selanjutnya dibagi lagi menjadi sub kelompok pertanyaan
yang terkait dengan (i) strategi; (ii) strukturl (iii) sistem; (iv) sumber daya manusia; (v)
kepemimpinan; dan (vi) budaya kerja. Sedangkan kelompok manajemen risiko dibagi
dalam sub kelompok: (i) risiko likuiditas; (ii) risiko pasar; (iii) risiko kredit; (iv) risiko
operasional; (v) risiko hukum; (vi) risiko pemilik dan pengurus.

(d) Earnings/Pendapatan
Penilaian kemampuan bank memperoleh keuntungan diukur dengan dua buah rasio,
yaitu rasio laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir dengan rata-rata voule usaha
dalam periode yang sama, dan rasio biaya operasional dalam 12 terakhir terhadap
pendapatan operasional dalam periode yang sama.

(e) Likuiditas
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai 2 rasio, yaitu rasio
kewajiban bersih antar bank terhadap modal ini, dan rasio redit terhadap dana yang
diterima pihak bank. Yang dimaksud dengan kewajiban bersih antar bank adalah selisih
antara kewajiban bank dengan tagihan terhadap bank terhadap bank lain. Sedangkan
yang dimaksud dana yang diterima adalah kredit likuiditas Bank Indonesia, giro,
deposito, dan tabungan masyarakat, pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu
lebih dari 3 bulan, deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih
dari 3 bulan, dan surat berharga yang diterbitkan bank yang berjangka waktu lebih dari
3 bulan.

(f) Good Corporate Governance (GCG)


Salah satu cara untuk menilai sistem kerja suatu bank adalah melalui penilaian Good
Corporate Governance atau GCG. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor
8/4/PBI/2006, pengertian GCG Perbankan adalah suatu tata kelola bank yang
menerapkan prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan
kewajaran (fairness).

Terhadap faktor-faktor penilaian tersebut, terdapat 5 penilaian tingkat Kesehatan bank

(a) Peringkat Komposit 1 (PK-1)

2
Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat
mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya. Kondisi yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat
mampu menghadapi perngaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis
dan faktor eksternal lainnya tercermin dari peringkat.

(b) Peringkat Komposit 2 (PK-2)


Mencerminkan kondisi bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu
menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor
eksternal lainnya. Kondisi yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi
pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya , tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain profil risiko,
penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan yang secara umum baik. Apabila terdapat
kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut kurang signifikan.

(c) Peringkat Komposit 3 (PK-3)


Mencerminkan kondisi bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup
mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya. Kondisi yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup
mampu menghadapi pengaruh negative yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya, tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian antara lain profil
risiko, penerapan GCG, rentabilitas, permodalan, yang secara umum cukup baik. Apabila
terdapat kelemahan maka secara umum kelemahan tersebut cukup signifikan dan apabila
tidak berhasil diatasi dengan baik oleh manajemen dapat mengganggu kelangsungan
usaha bank.

(d) Peringkat Komposit 4 (PK-4)


Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang
mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya. Kondisi yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang
mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya, tercermin dari peringkat faktor-faktor penilaian, antara lain
profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan, yang secara umum kurang
baik. Terdapat kelemahan yang secara umum signifikan dan tidak dapat diatasi dengan
baik oleh manajemen serta mengganggu kelangsungan usaha Bank.

(e) Peringkat Komposit 5 (PK-5)


Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Kondisi yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya, tercermin dari peringkat faktor-
faktor penilaian, antara lain profil risiko, penerapan GCG, rentabilitas, dan permodalan,
yang secara umum tidak baik. Terdapat kelemahan yang secara umum sangat signifikan
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan dukungan dana dari pemegang saham atau
sumber dana dari pihak lain untuk memperkuat kondisi keuangan Bank

3
Dalam Tindakan pengawasan Bank, OJK memiliki 2 jenis pengawasan jika dilihat terhadap
tujuannya yakni (i) pengawasan terhadap kepatuham/Compliance Based Supervision; dan (ii)
pengawasan terhadap risiko/Risk Based Supervision.

Sedangkan dalam rangka menjalankan tugas pengawasannya, OJK menetapkan 3 jenis


pengawasan yang didasarkan atas analisis terhadap kondisi bank tertentu yaitu:

(a) Pengawasan Normal


Pengawasan ini dilakukan terhadap Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi
atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan
pemantauan kondisi Bank dilakukan secara normal sedangkan pemeriksaan terhadap
jenis Bank ini dilakukan secara berkala atau sekurang-kurangnya setahun sekali.

(b) Pengawasan Intensif


Pengawasan intensif ini dilakukan Bank yang memenuhi yang memiliki potensi kesulitan
yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. Langkah-langkah yang dilakukan
Bank Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara lain:

i. Meminta Bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.


ii. Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja dengan
penyesuaian terhadap sasaran yang akan dicapai.
iii. Meminta Bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi.
iv. Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank, apabila
diperlukan.

Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi
keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa Bank
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Bank yang memiliki kesulitan yang dapat
membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank tersebut selanjutnya ditetapkan
sebagai Bank dengan status Pengawasan Khusus. Disamping itu, apabila diperlukan,
intensitas pemeriksaan langsung pada Bank pada umumnya meningkat terutama dalam
rangka memantau perkembangan kinerja berdasarkan komitmen dan rencana perbaikan
yang disampaikan manajemen Bank kepada Bank Indonesia.
(c) Pengawasan Khusus
Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya. Terhadap Bank dengan status Pengawasan Khusus ini maka
beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain:

i. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk mengajukan rencana
perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis kepada Bank
Indonesia.
ii. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan
perbaikan (mandatory supervisory actions).

4
iii. Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk melakukan tindakan
antara lain:

1) mengganti dewan komisaris dan atau direksi Bank;


2) menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
tergolong macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank;
3) melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
4) menjual Bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban Bank;
5) menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank kepada pihak
lain;
6) menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban Bank kepada bank
atau pihak lain; dan atau
7) membekukan kegiatan usaha tertentu Bank.

2. Apa yang menjadi perbedaan penting antara bank dalam pengawasan khusus dan
bank dalam pengawasan intensif? Jelaskan pendapat saudara dengan menyebut
dasar hukumnya.

Jawab

Yang menjadi perbedaan penting antara bank dalam pengawasan khusus dan bank dalam
pengawasan intensif yakni:

Perbedaan Pengawasan Intensif Pengawasan Khusus


POJK Nomor 15/POJK.03/2017 TAHUN 2017
Pasal 3 & Pasal 4 Pasal 5
Pasal 3 Ayat Ayat
(1) Bank dalam pengawasan (1) Bank ditetapkan oleh OJK
intensif ditetapkan oleh OJK dalam pengawasan khusus
dalam hal Bank dinilai dalam hal Bank yang ditetapkan
memiliki potensi kesulitan dalam pengawasan intensif atau
yang membahayakan Bank dalam pengawasan
kelangsungan usaha normal, dinilai mengalami
(2) Bank dinilai memiliki kesulitan yang membahayakan
potensi kesulitan yang kelangsungan usaha.
Dasar membahayakan (2) Bank dinilai mengalami
Hukum kelangsungan usaha kesulitan yang membahayakan
sebagaimana dimaksud pada kelangsungan usaha
ayat (1) jika memenuhi satu sebagaimana dimaksud pada
atau lebih kriteria: ayat (1) dalam hal memenuhi
a. rasio Kewajiban satu atau lebih kriteria:
Penyediaan Modal a. rasio KPMM kurang dari 8%
Minimum (KPMM) sama (delapan persen); dan/atau
dengan atau lebih besar b. rasio GWM dalam rupiah
dari 8% (delapan persen) kurang dari rasio yang

5
namun kurang dari rasio ditetapkan untuk GWM
KPMM sesuai profil dalam rupiah yang wajib
risiko Bank yang wajib dipenuhi oleh Bank, dan
dipenuhi oleh; berdasarkan penilaian OJK:
b. rasio modal inti (tier 1) 1. Bank mengalami
kurang dari persentase permasalahan likuiditas
tertentu yang ditetapkan mendasar; atau
oleh OJK; 2. Bank mengalami
c. rasio GWM dalam rupiah perkembangan likuiditas
sama dengan atau lebih yang memburuk dalam
besar dari rasio yang waktu singkat
ditetapkan untuk GWM
dalam rupiah yang wajib
dipenuhi oleh Bank,
namun berdasarkan
penilaian OJK Bank
memiliki permasalahan
likuiditas mendasar;
d. rasio kredit bermasalah
secara neto (Non
Performing Loan/NPL
net) atau rasio
pembiayaan bermasalah
secara neto (Non
Performing
Financing/NPF net) lebih
dari 5% (lima persen)
dari total kredit atau total
pembiayaan;
e. tingkat kesehatan Bank
dengan peringkat
komposit 4 (empat) atau
peringkat komposit 5
(lima); dan/atau
f. tingkat kesehatan Bank
dengan peringkat
komposit 3 (tiga) dan tata
kelola dengan peringkat
faktor tata kelola 4
(empat) atau peringkat
faktor tata kelola 5
(lima).
Penetapan Pasal 4 ayat (1) Ayat (3)
jangka waktu jangka waktu paling lama 1 Bank ditetapkan oleh OJK dalam
(satu) tahun sejak tanggal surat pengawasan khusus sebagaimana
pemberitahuan OJK. dimaksud pada ayat (1) untuk jangka

6
waktu paling lama 3 (tiga) bulan
Ayat (2) sejak tanggal surat pemberitahuan
Jangka waktu pengawasan OJK.
intensif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang
oleh OJK paling banyak 1 (satu)
kali dan paling lama 1 (satu)
tahun hanya untuk Bank dalam
pengawasan intensif yang
memenuhi kriteria:
a. rasio kredit bermasalah
secara neto (NPL net) atau
rasio pembiayaan
bermasalah secara neto
(NPF net) lebih dari 5%
(lima persen) dari total
kredit atau total
pembiayaan, dan
penyelesaiannya bersifat
kompleks;
b. rasio kredit bermasalah
secara neto (NPL net) atau
rasio pembiayaan
bermasalah secara neto
(NPF net) lebih dari 5%
(lima persen) dari total
kredit atau total
pembiayaan, dan
penyelesaiannya bersifat
kompleks;
c. tingkat kesehatan Bank
dengan peringkat komposit
3 (tiga) dan tata kelola
dengan peringkat faktor tata
kelola 4 (empat) atau
peringkat faktor tata kelola
5 (lima).

3. Apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemegang saham bank? jelaskan
persyaratan menjadi pemegang saham pengendali sebuah bank ? dapatkah OJK
memberhentikan pemegang saham pengendali pada sebuah bank jelaskan dengan
disertai dasar hukumnya.

Jawab

Yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemegang saham bank yakni:

7
- Tanggung jawab Pemegang Saham Pengendali bersifat tanggung jawab
terbatas (limited liability) dan prinsip keterpisahan (separate). Berdasarkan
prinsip Piercing The Corporate Veil atas Pemegang Saham Pengendali, maka
prinsip keterpisahan (separate) Perseroan dari Pemegang Saham Pengendali,
secara kasuistik berkaitan dengan kelangsungan usaha Bank Umum perlu
disingkirkan dan dihapus dengan cara menembus tembok atau tabir Perseroan
atas perisai tanggung jawab terbatas (limited liability).

Persyaratan menjadi pemegang saham pengendali sebuah bank berdasarkan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/SEOJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan Dan
Kepatutan Bagi Calon Pemegang Saham Pengendali, Calon Anggota Direksi, Dan Calon
Anggota Dewan Komisaris Bank.

Pemegang Saham Pengendali bagi Bank yang selanjutnya disingkat PSP adalah badan
hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha yang: 1) memiliki saham perusahaan
atau Bank sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang
dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau 2) memiliki saham perusahaan atau Bank
kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan
mempunyai hak suara namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan
pengendalian perusahaan atau Bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian terhadap Bank dapat dilakukan dengan cara-cara, antara lain sebagai berikut:

a. Memiliki secara sendiri atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih
saham Bank.
- Pemegang saham pengendali Bank Umum yang berbadan hukum Perseroan
Terbatas, adalah pemegang saham yang memiliki saham perusahaan atau
perseroan bank sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) saham atau lebih dari
jumlah saham yang dikeluarkan oleh perseroan bank yang bersangkutan atau
ultimate shareholders dari Perseroan Induk (parent company) yang dapat
bertindak sebagai pihak pengendali sebagai badan hukum terakhir (Holding
Company) terhadap perseroan anak (Subsidiary). Bentuk pengendalian yang
dimiliki yaitu secara langsung dan tidak langsung menjalankan manajemen dan
atau mempengaruhi kebijakan Bank.
b. Secara langsung menjalankan pengelolaan dan/atau mempengaruhi kebijakan Bank
c. Memiliki hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham yang apabila digunakan
akan menyebabkan pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara sendiri
atau bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;
d. Melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama
dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama memiliki dan/atau mengendalikan
25% (dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank, baik langsung maupun tidak
langsung dengan atau tanpa perjanjian tertulis;
e. Melakukan kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama
dalam mengendalikan Bank (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis

8
dengan pihak lain, sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak
lainnya untuk memiliki saham, yang apabila hak tersebut dilaksanakan menyebabkan
pihak-pihak tersebut memiliki dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih saham Bank;
f. Mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain yang secara keseluruhan memiliki
dan/atau mengendalikan secara bersama-sama 25% (dua puluh lima persen) atau
lebih saham Bank;
g. Mempunyai kewenangan menentukan dan/atau memberhentikan anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah Bank;
h. secara tidak langsung memengaruhi atau menjalankan pengelolaan dan/atau
kebijakan Bank;
i. melakukan Pengendalian terhadap perusahaan induk; dan/atau
j. melakukan Pengendalian terhadap pihak yang melakukan Pengendalian sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf i.

Setelah mengetahui definisi Pemegang Saham Pengendali (PSP) beserta syarat-syarat untuk
dapat dikatakan sebagai PSP berdasarkan kegiatan yang harus dilakukannya maka menjawab
pertanyaan “dapatkah OJK memberhentikan pemegang saham pengendali pada sebuah
bank” berikut penjelasan saya:

OJK tidak dapat memberhentikan PSP, namun dalam fungsinya dalam melakukan pengawasan
dalam kondisi tertentu terhadap perbankan, PSP dapat ditanggalkan statusnya apabila yakni
terhadap hasil uji dilakukannya penilaian kembali bagi bank oleh OJK berdasarkan amanat POJK
Nomor 34/POJK.03/2018 dinyatakan tidak lulus, dengan penyebab sebagai berikut:

POJK Nomor 34/POJK.03/2018 Pasal 10 ayat (2):

(2) Pihak Utama Pengendali yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus karena:
a. permasalahan integritas, dilarang menjadi:
1) Pihak Utama Pengendali atau memiliki saham pada LJK; dan/atau
2) Pihak Utama Pengurus dan/atau Pihak Utama Pejabat pada LJK; dan/atau
b. permasalahan kelayakan keuangan, dilarang menjadi:
1) Pihak Utama Pengendali atau memiliki saham pada industri jasa keuangan dimana
Pihak Utama dilakukan penilaian kembali; dan/atau
2) Pihak Utama Pengurus dan/atau Pihak Utama Pejabat pada industri jasa keuangan
dimana Pihak Utama dilakukan penilaian kembali dalam hal permasalahan kelayakan
keuangan berupa reputasi keuangan.

Anda mungkin juga menyukai