12 HOP B 1606908894
I. Dasar Hukum
Ketentuan yang mengatur mengenai Persekutuan dengan Firma diatur
didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER) Buku III,
Bab VIII, mulai dari pasal 1618 sampai dengan pasal 1652
Serta diatur pula didalam Bagian Kedua, Bab III, Buku I KUHD Pasal 16
sampai dengan pasal 35.
II. Definisi
berdasarkan Ps.16 KUHD jo Ps.1618 KUHPER jo Ps.1619 KUHPER
Persekutuan dengan Firma adalah tiap-tiap perjanjian antar dua orang atau
lebih, yang saling mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam
persekutuan (inbreng atau contribution) dengan maksud untuk membagi
keuntungan (manfaat) yang terjadi karenanya yang didirikan untuk
menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Jadi persekutuan dengan
firma adalah persekutuan perdata khusus
III. Unsur-Unsur
a. Perbuatan yang terus-menerus
b. Bertindak secara terang-terangan
Unsur ini dimaksudkan yaitu agar pihak ketiga mengetahuinya, maka
perusahaan itu diwajibkan mendaftarkan dan mengumumkan
perusahaannya itu.
c. Dalam kedudukan tertentu untuk mencari laba
Unsur ini mengarah pada kedudukan tertentu si pengusaha itu berbuat
bagi perusahaannya, misalnya, sebagai : pembeli, penjual, pemborong,
debitur, kreditur, dokter, pelepas uang, konsultan, agen dan lain-lain.
d. Prestasi masing-masing pihak adalah memasukkan sesuatu atau
memberikan kontribusi modal ke dalam persekutuan.
Yang dimaksudkan dengan “pemasukan” ini bisa berwujud barang, uang
atau tenaga, baik tenaga badaniyah maupun tenaga kejiwaan (pikiran).
Untuk pemasukan barang pun bisa pula dimasukan hal apakah terhadap
barang tersebut pemasukannya hanya manfaat dari barang itu saja, atau
Amelia Tri Rahayu/Klp.12 HOP B 1606908894
a. Pendirian
Menurut Ps.16 KUHD jo Ps.1618 KUHPER tidak disyaratkan adanya
akta, namun
Pada pasal 22 KUHD mengharuskan pendirian persekutuan dengan firma
itu dengan akta otentik (akta notaris)
Menurut pembentuk Undang-Undang persekutuan dengan firma dapat
dibentuk dengan akta dibawah tangan, tetapi menurtut H.M
Purwosutjipto semua persekutuan dengan firma di Indonesia didirikan
dengan akta notaris (otentik)
Sesudah akta pendirian dibuat maka akta tersebut harus didaftarkan di
kepaniteraan Pengadilan Negeri (Ps.23 KUHD.
Kemudian akta tersebut di umumkan dalam Berita Negara R.I. (ps.28
KUHD)
b. Pemasukan
Jika didalam perjanjian pendirian persekutuan dengan firma tersebut tidak ada
aturan tentang pemasukan (inbreng) maka berlakulah seperti yang diatur dalam
pasal 1619 (2) dan pasal 1625 KUHPER, yakni sebagai berikut :
c. Pengurusan
d. Pembagian Laba/Rugi
Amelia Tri Rahayu/Klp.12 HOP B 1606908894
Mengenai laba/rugi jika ketentuan tersebut tidak diatur atau tidak ada aturan
tentang pembagian laba/rugi maka berlakulah asas keseimbangan dari pada
pemasukan (inbreng) sebagai diatur dalam pasal 1633 KUHPER.
Menurut pasal 1633 KUHPER cara membagi keuntungan dan kerugian itu
sebaiknya diatur dalam perjanjian mendirikan persekutuan perdata, dengan
cara tidak boleh memberikan seluruh keuntungan kepada seorang sekutu saja
(Pasal 1635 ayat (1) KUHPER), sebab ini melanggar "mengejar kemanfaatan
bersama". Tetapi sebaliknya undang-undang memperbolehkan pembebanan
seluruh kerugian kepada seorang sekutu (Pasal 1635 ayat (2) KUHPER).
Kalau dalam perjanjian tidak ada aturan tentang cara membagi keuntungan
dan kerugian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (1) KUHPER, yang
menetapkan bahwa pembagian itu harus dilakukan menurut asas
"keseimbangan pemasukan", dengan pengertian bahwa pemasukan yang
berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda
yang terkecil (Pasal 1633 ayat (2) KUHPER).
e. Pembubaran
Pembubaran Persekutuan Firma diatur dalam ketentuan Pasal 1646 sampai dengan
Pasal 1652 KUHPerdata dan Pasal 31 sampai dengan Pasal 35 KUHD. Pasal 1646
KUHPerdata menyebutkan bahwa ada 5 hal yang menyebabkan Persekutuan
Firma berakhir, yaitu :
1. Jangka waktu firma telah berakhir sesuai yang telah ditentukan dalam akta
pendirian;
2. Adanya pengunduran diri dari sekutunya atau pemberhentian sekutunya;
3. Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan
persekutuan firma;
4. Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
5. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan
atau dinyatakan pailit.
PEMBERESAN
V. Ketentuan Ekstern
a. Ketentuan mewakili
Dalam menjalankan perusahaan, tiap-tiap sekutu mempunyai wewenang
untuk mengadakan perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan
persekutuannya kecuali bila sekutu itu dikeluarkan dari kewenangan itu
(Pasal 17KUHD).
Jika tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan untuk
mengadakan perbuatan hukum bagi persekutuannya, maka dapat dianggap
bahwa tiap-tiap sekutu saling memberikan kuasa umum bagi dan atas
nama semua sekutu untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak
ketiga. tindakan di muka Hakim, tidak peduli apakah perbuatan atau
tindakan itu termasuk dalam pelaksanaan tugas perusahaan sehari-hari atau
tidak
Jadi, asas kewenangan mewakili berarti bahwa lain-lain sekutu turut
terikat oleh perbuatan seorang sekutu terhadap pihak ketiga, sekedar
perbuatan itu dilakukan atas nama dan bagi kepentingan persekutuan.
Dengan ini timbul asas pertanggungjawaban sekutu adalah pribadi untuk
keseluruhan.
Amelia Tri Rahayu/Klp.12 HOP B 1606908894
a. Ketentuan Intern
Masuknya sekutu baru kedalam persekutuan dengan firma dimungkinkan
bila ada persetujuan bulat dari semua sekutu. (ps. 1641 KUHPER)
Sekutu baru ini bukan sebagai pengganti yakni sekutu yang masuk dalam
persekutuan untuk menggantikan sekutu yang keluar. Adanya sekutu baru
ini harus dinyatakan dalam akta otentik, didaftarkan di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI
sesuai dengan Pasal 31 KUHD.
Penggantian kedudukan sekutu selama sekutu tersebut masih hidup, pada
dasarnya tidak diperbolehkan, kecuali hal itu diatur lain dalam perjanjian
pendirian firma. Undang-Undang hanya membolehkan sekutu firma untuk
menarik orang lain (teman) untuk menerima bagian yang hanya menerima
Amelia Tri Rahayu/Klp.12 HOP B 1606908894
bagian yang menjadi haknya dari firma itu, walaupun tanpa izin sekutu-
sekutu lainnya (Ps.1641 KUHPER)
b. Ketentuan Extern
Apakah sekutu bare dalam persekutuan ini tunduk pada Pasal 18 KUHD tentang
pertanggungjawaban secara pribadi untuk keseluruhan? Mengenai soal ini ada
beberapa pendapat:
Polak berpendapat bahwa kepada sekutu bare itu tidak boleh diminta
untuk membayar utang-utang persekutuan yang telah ada pada saat dia
diterima menjadi sekutu, sebab dia tidak pernah memberikan kuasa kepada
sekutu lain untuk mewakilinya dalam hubungan hukum yang telah dibuat
oleh sekutu-sekutu lain dengan pihak ketiga, kecuali apabila sekutu bare
itu sebagai syarat penerirnaannya telah menyetujui sendiri tentang
tanggung jawab terhadap utang persekutuan yang telah ada pada saat dia
masuk menjadi sekutu;
Molengraaff berpendapat bahwa pertanggungjawaban sekutu bare untuk
perikatan-perikatan yang telah ada pada saat dia masuk, tergantung dan
pelaksanaan Pasal 31 KUHD. Jadi, dapat diperjanjikan.
Eggens berpendapat bahwa pertanggungjawaban sekutu baru terhadap
perikatan-perikatan atau utang-utang persekutuan yang telah ada pada saat
dia masuk adalah sudah selayaknya atau sudah pada tempatnya, karena
beliau memandang persekutuan firma itu adalah badan hukum
Van Ophuijsen") Notaris di Jakarta, menyetujui putusan Rechtsban
Rotterdam tanggal 17 Februari 1927, yang memutuskan bahwa
pertanggungjawaban sekutu baru terhadap utang-utang yang telah ada
pada saat dia masuk, adalah sudah selayaknya, bila dia sebelum masuk
menjadi sekutu mendapat kesempatan untuk menyelidiki dulu keadaan
keuangan persekutuan.
Soekardono berpendapat bahwa pertanggungjawaban itu sudah semestinya,
karena keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan oleh sekutu baru,
mungkin tak akan diperoleh tanpa ikhtiar berutang dulu untuk memajukan
hasil-hasil perusahaan.
Amelia Tri Rahayu/Klp.12 HOP B 1606908894
VII. LAMPIRAN
1.) COVER DEPAN
2.) DAFTAR ISI
3.) DAFTAR PUSTAKA
4.) HALAMAN PUNGGUNG