Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGELOLAAN PDN DAN GWM BANK SYARIAH

Disusun oleh:
Kelompok 3
Anisa Nur Hikmah (1804411055)
Muhammad Ziya Ulhaq (1804411049)
Putri Azizah (1804411002)
Rifa Amalia (1804411017)
Tanisha Sudarta Bachtiar (1804411031)

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN


SYARIAH
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen
Aset dan Liabilitas Bank Syariah yang berjudul “Pengelolaan PDN dan GWM Bank Syariah.”

Makalah ini disusun bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu tambahan bagi para
pembaca. Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan masukan – masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen mata kuliah Manajemen Aset dan Liabilitas Bank Syariah dan terima kasih
kepada teman – teman yang membantu penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata kami berharap semoga Makalah Manajemen Aset dan Liabilitas Bank
Syariah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Depok, 09 Juni 2021

Tim Penulis

i|Politeknik Negeri Jakarta


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................................... 4

2.1 Pengertian Posisi Devisa Neto ................................................................................... 4


2.2 Tujuan Penetapan Posisi Devisa Neto ....................................................................... 4
2.2.1 Tujuan Mikro ................................................................................................. 4
2.2.2 Tujuan Makro................................................................................................. 5
2.3 Latar Belakang dan Penyebab Timbulnya Posisi Devisa Neto .................................. 6
2.4 Ketentuan, Jenis, dan Rasio PDN Masa Pelaporan.................................................... 7
2.4.1 Peraturan Terkait dengan PDN Masa Pelaporan ........................................... 7
2.4.2 Ketentuan Posisi Devisa Neto ........................................................................ 7
2.4.3 Jenis Posisi Devisa Neto ................................................................................ 8
2.4.4 Peraturan Terkait dengan Laporan PDN dan Sanksi PDN .......................... 10
2.4.5 Beberapa Istilah Terkait dengan PDN ......................................................... 11
2.5 Pengaruh PDN Terhadap Kebijakan Valuta Asing Bank ........................................ 12
2.6 Pengertian Giro Wajib Minimum ............................................................................ 14
2.7 Periode dan Perhitungan Giro Wajib Minimum ...................................................... 15
2.7.1 Periode Pelaporan ........................................................................................ 15
2.7.2 Pemenuhan dan Perhitungan Giro Wajib Minimum Syariah ...................... 16

BAB 3 PENUTUP .............................................................................................................. 24

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 25

ii | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan sektor perbankan sebagai subsistem dalam perekonomian suatu


negara memiliki peranan cukup penting, bahkan dalam kehidupan masyarakat modern
sehari-hari sebagian besar melibatkan jasa dari sektor perbankan. Melalui sebuah bank
dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan selanjutnya dari
dana yang telah terhimpun tersebut, oleh bank disalurkan kembali dalam bentuk
pemberian kredit kepada sektor bisnis atau pihak lain yang membutuhkan. Semakin
berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi perekonomian suatu negara,
maka akan membutuhkan pula peningkatan peran produk-produk jasanya (Hempel,
1994 dalam Bachruddin, 2006).

Risiko perbankan dapat mengancam kelangsungan hidup bank, maka dari itu
bank wajib menerapkan manajemen risiko perbankan secara efektif. Risiko perbankan
adalah risiko yang dialami oleh sektor bisnis perbankan sebagai bentuk dari keputusan
yang dilakukan dalam berbagai bidang.

Eksistensi bank Syariah di Indonesia mengalami peningkatan didorong oleh


tingginya minat masyarakat untuk menempatkan dananya di bank syariah dan telah
berkembang menjadi sebuah kewajiban bagi masyarakat. Berkembangnya hal tersebut
dikarenakan produk dana perbankan syariah memiliki daya tarik bagi deposan
mengingat nisbah bagi hasil dan margin produk tersebut masih kompetitif dibandingkan
bunga di bank konvensional.

Selain itu, kinerja perbankan Syariah menunjukan peningkatan yang signifikan


tercermin dari permodalan dan profitabilitas yang semakin meningkat. Kinerja bank
merupakan hal yang sangat penting, karena bisnis perbankan adalah bisnis
kepercayaan, maka bank harus mampu menunjukan kredibilitasnya sehingga akan
semakin banyak masyarakat yang bertransaksi di bank tersebut, salah satunya melalui
peningkatan profitabilitas.

1|Politeknik Negeri Jakarta


Untuk mengukur kinerja bank, sehingga didapat penilaian terhadap kinerja bank
tersebut. Standar tingkat kesehatan bank berdasarkan pada lima komponen utama yaitu
permodalan (Capital), kualitas aset (Asset Quality), kualitas manajemen
(Management), profitabilitas (Earning) dan tingkat likuiditas (Liquidty). Metode ini
adalah system peringatan awal yang dapat mendiskripsikan risiko operasional
perbankan untuk menjamin kesinambungan perbankan yang berhati-hati, serta konsep
pelaporan yang transparan.

Perkembangan bank Syariah dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi dapat dilihat
pada laporan keuangan, salah satunya pada bagian rasio keuangan. Selain itu ada juga
faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan bank Syariah, di antaranya
adalah faktor ekonomi makro Indonesia seperti Posisi Devisa Netto dan Giro Wajib
Minimum.

Tujuan ditetapkan Posisi Devisa Netto yaitu membatasi suatu resiko karena
posisi valuta asing yang dilakukan bank devisa sebagai akibat adanya fluktuasi
perubahan kurs. Posisi Devisa Netto digunakan untuk mengendalikan terjadinya
perubahan kurs naik atau turun, agar bank dapat meminimalisir resiko kerugian yang
terjadi. Dan Giro Wajib Minimum (GWM) adalah sejumlah dana yang harus disetorkan
bank kepada Bank Indonesia atas setiap unit deposito yang diterimanya. Besarnya
GWM sangat tergantung kepada persentase (GWM Ratio) yang ditetapkan Bank
Indonesia.

Berdasarkan latar belakang ini, dapat dirumuskan satu masalah yaitu


bagaimanakah Pengelolaan Posisi Devisa Neto (PDN) Bank Syariah dan GWM Bank
Syariah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang masalah, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari Posisi Devisa Neto (PDN) dan Giro Wajib Minimum
(GWM)?
2. Apa tujuan dari penetapan Posisi Devisa Neto (PDN)?

2|Politeknik Negeri Jakarta


3. Apa saja latar belakang dan penyebab timbulnya Posisi Devisa Neto (PDN)?
4. Bagaimana ketentuan, jenis serta rasio Posisi Devisa Neto (PDN)?
5. Bagaimana periode dan perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM)?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan penelitian ini dengan tujuan dapat memberikan jawaban


terhadap masalah yang telah dirumuskan dan memberikan manfaat yang sesuai dengan
yang dikehendaki. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian serta difinisi Posisi Devisa Neto
(PDN) dan Giro Wajib Minimum (GWM)
2. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari penetapan Posisi Devisa Neto
(PDN)
3. Untuk mengetahui dan memahami latar belakang serta penyebab timbulnya
Posisi Devisa Neto (PDN)
4. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan, jenis dan rasio Posisi Devisa Neto
(PDN)
5. Untuk mengetahui bagaimana periode dan perhitungan Giro Wajib Minimum
(GWM)

3|Politeknik Negeri Jakarta


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Posisi Devisa Neto

Posisi devisa neto (PDN) adalah selisih bersih antara aktiva dan pasiva dalam
neraca (on balance sheet) untuk setiap valuta asing, ditambah dengan selisih bersih
tagihan dan kewajiban, baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam
rekening administratif (off balance sheet). Perhitungan posisi devisa neto harus
dilakukan setiap hari dan per-hitungannya berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
yang di-quote / diinformasikan melalui Reuters pukul 16.00.

Bank Umum Devisa wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari
kerja secara keseluruhan setinggi-tingginya 20% dari modal.Selain wajib mengelola
dan memelihara PDN pada akhir hari kerja, Bank wajib mengelola dan memelihara
PDN paling tinggi 20% dari modal setiap 30 menit sejak sistem tresuri bank dibuka
sampai dengan sistem tresuri bank ditutup.

PDN merupakan salah satu bentuk pengendalian terhadap risiko pasar yang
memberi gambaran seberapa besar potensi kerugian bank apabila terjadi perubahan
suku bunga yang berlawanan dengan posisi bank. Dengan PDN (20% dari modal),
kerugian bank yang terjadi akibat perubahan kurs valas masih dapat dicover oleh modal
dan tidak sampai menggangu kelangsungan bank.

2.2 Tujuan Penetapan Posisi Devisa Neto

2.2.1 Tujuan Mikro

Tujuan mikro ialah membatasi suatu risiko karena posisi valuta asing
yang dilakukan oleh bank devisa sebagai akibat adanya fluktuasi perubahan kurs
(foreign exchange risk).

Posisi Devisa Neto merupakan rambu yang mengingatkan agar bank


berhati-hati dalam melakukan transaksi valuta asing. Dengan demikian bank
akan menghindari untuk melakukan transaksi yang sifatnya spekulatif, karena

4|Politeknik Negeri Jakarta


pergerakan kurs itu sulit diprediksi (unpredictable) dan banyak faktor yang
mempengaruhi pergerakan kurs.

Faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs, dapat berasal dari faktor


fundamental ekonomi, sentimen pasar , maupun faktor teknikal, dan sumber
terjadinya pergerakan kurs itu dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, sehingga sulit untuk memprediksi dengan tepat. Itulah sebabnya risiko
dalam bertransaksi valuta asing termasuk risiko yang berkategori tinggi.

2.2.2 Tujuan Makro

Tujuan makro ialah menciptakan suatu kondisi (iklim) perbankan yang


sehat sehingga tercipta suatu stabilitas ekonomi nasional yang baik

PDN digunakan untuk mengendalikan posisi pengelolaan valuta asing


karena dalam manajemen valuta asing fokus pengelolaannya ada pada
pembatasan posisi keseluruhan masing-masing mata uang asing serta
memonitor perdagangan valuta asing dalam posisi yang terkendali. Penguasaan
mata uang asing tersebut dimaksudkan untuk emenuhi kewajiban dalam valuta
asing dan untuk memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya, yang didapat
dari selisih kurs jual dan kurs beli dari valuta asing tersebut.

PDN adalah rasio yang digunakan oleh manajemen bank sebagai


pengendali posisi pengelolaan valuta asing karena adanya fluktuasi perubahan
kurs. PDN di dapat dari selisih bersih antara aktiva dan pasiva valas setelah
memperhitungkan rekening-rekening administrasinya terhadap modal bank
(kuncoro dan Suhardjono, 2002).

Berdasarkan uraian yang disampaikan kuncoro dan suhardjono diatas


dikatakan bahwa PDN dapat digunakan sebagai pengendali fluktuasi perubahan
kurs, dalam hal ini mencegah terjadinya peningkatan risiko pasar. Hal ini berarti
jika rasio PDN semakin tinggi maka dapat meminimalisir terjadinya risiko
sehingga dapat meningkatkan tingkat kinerja keuangan

5|Politeknik Negeri Jakarta


2.3 Latar Belakang dan Penyebab Timbulnya Posisi Devisa Neto

Perkembangan perbankan yang sangat pesat, baik dari segi jumlah kantor
maupun transaksi pada awal deregulasi perbankan di Indonesia sekitar awal 1990 atau
setelah paket oktober 1988, telah member kesempatan kepada bank untuk
mengoptimalkan tingkat keuntungannya, dengan berbagai macam transaksi yang dapat
dilakukan oleh setiap bank.

Bagi Bank Devisa selain transaksi perbankan sebagaimana umumnya yang


dapat dilakukan, juga dapat melakukan transaksi jual beli valuta asing melalui Forex
Market. Bermula dari transaksi Forex yang dilakukan oleh salah satu Bank Devisa
dimana pada saat itu menderita rugi mencapai sekitar senilai satu triliun rupiah akibat
transaksi dalam Forex dengan bank lain diluar negeri. Pada saat itu belum ada
ketetntuan yang mengatur menegnai maksimal PDN yang dapat dimiliki oleh bank.

Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai pengelolaan PDN bagi Bank


Devisa, Jadi latar belakang ditetapkannya PDN adalah sebagai berikut :

1. Membatasi transaksi spekulasi bank devisa


2. Menghindari risiko kurs
3. Manajemen terhadap forex bank
4. Agar terjadi keseimbangan antara Sumber Dana (Sources of Funds) dan
Penggunaan Dana (Uses of Funds) atau sebaliknya
5. Memberikan fleksibilitas kepada perbankan dalam pengelolaan dananya,
dengan tetap menjaga kesehatan dan daya tahan usahanya
Munculnya PDN disebabkan oleh adanya perbedaan antara sumber dana yang
dimiliki bank dengan penggunaan dana yang dilakukan oleh bank, misalnya sumbernya
dalam USD tetapi digunakan dalam IDR, hal ini terjadi karena nasabah setor untuk
tabungan dalam USD tetapi yang disetorkan ke bank dalam bentuk IDR.

PDN yang dikelola oleh bank dalam melakukan kegiatan operasional perbankan
hariannya, dengan tujuan agar pengelolaan dananya menjadi lebih optimal. Adapun
penyebab timbulnya PDN adalah:

1. Tidak singkronnya anatar Sumber Dana dan Penggunaan Dana


2. Sumber Dana dalam USD digunakan dalam IDR
3. Memenuhi kebutuhan nasabah

6|Politeknik Negeri Jakarta


4. Menjaga likuiditas salah satu valuta
5. Adanya Perdagangan Luar Negeri (Ekspor dan Impor)
6. Perdagangan Valuta Asing yang dikarenakan setiap negara memiliki mata uang
yang berbeda
7. Pinjaman luar negeri

2.4 Ketentuan, Jenis, dan Rasio PDN Masa Pelaporan

2.4.1 Peraturan Terkait dengan PDN Masa Pelaporan

1. PBI NO. 5/13/PBI/2003 Tentang PDN Bank Umum


2. PBI NO. 6/20/PBI/2004 Perubahan Atas PBI NO. 5/13/PBI/2003
3. PBI NO. 7/37/PBI/2005 Perubahan Kedua Atas PBI NO. 5/13/PBI/2003
4. PBI NO. 12/10/PBI/2010 Perubahan Ketiga Atas PBI NO. 5/13/PBI/2003
5. PBI NO. 17/5/PBI/2015 Perubahan Keempat Atas PBI NO.
5/13/PBI/2003
6. Peraturan Bank Indonesia No. 14/ 5 /PBI/2012 tanggal 8 Juni 2012 tentang
Perubahan Bank Indonesia No. 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter

2.4.2 Ketentuan Posisi Devisa Neto

Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan pengaturan perbankan


mendasarkan pada prinsip kehati-hatian, yang salah satunya menetapkan
ketentuan adanya kewajiban untuk memelihara Posisi Devisa Netto (PDN).
Dengan mengacu pada PBI NO. 12/10/PBI/2010 Perubahan Ketiga Atas PBI
NO. 5/13/PBI/2003. Beberapa ketentuan terkait PDN, yaitu :

• Bank wajib mengelola dan memelihara Posisi Devisa Neto pada akhir
hari kerja dengan ketentuan yaitu secara keseluruhan paling tinggi 20%
(dua puluh perseratus) dari Modal.

• Bank wajib mengelola dan memelihara Posisi Devisa Neto paling tinggi
20% dari Modal setiap 30 (tiga puluh) menit sejak sistem tresuri Bank
dibuka sampai dengan sistem tresuri Bank ditutup.

7|Politeknik Negeri Jakarta


• Perhitungan Posisi Devisa Neto setiap 30 (tiga puluh) menit
menggunakan Kurs Penutupan pada hari kerja sebelumnya.

• Posisi Devisa Neto setiap 30 (tiga puluh) menit adalah penjumlahan


antara Posisi Devisa Neto secara keseluruhan akhir hari kerja
sebelumnya dengan posisi terbuka tresuri pada setiap akhir jangka
waktu 30 (tiga puluh) menit.

• Posisi terbuka tresuri pada setiap akhir jangka waktu 30 (tiga puluh)
menit merupakan selisih bersih antara transaksi beli dan jual valuta asing
yang terkait dengan kegiatan tresuri Bank pada posisi akhir 30 (tiga
puluh) menit yang bersangkutan.

• Perhitungan posisi terbuka tresuri sebagaimana dimaksud termasuk


transaksi valuta asing yang telah dilakukan (deal done) namun belum
dimasukkan ke dalam sistem tresuri.

• Besarnya posisi neto


o PDN Pada Bank Konvensional
Besarnya PDN yang harus dipelihara oleh bank umum
konvensional maksimal 20% dari modal yang harus diperihara
setiap 30 menit sejak kegiatan system treasury dibuka.
o PDN pada Bank Syariah

• Besarnya PDN yang harus dipelihara oleh bank umum Syariah secara
harian maksimal 20% dari modal yang harus diperihara setelah
memperhitungkan penempatan berjangka (term deposit) dalam valuta
asing.

2.4.3 Jenis Posisi devisa Neto

1. Posisi Long
Posisi dimana jumlah asset bank dalam valas lebih besar dari pasiva bank
dalam valas setelah memperhitungkan rekening administratif bank.
2. Posisi Short
Posisi dimana jumlah asset bank dalam valas lebih kecil dari pasiva bank
dalam valas setelah memperhitungkan rekening administratif bank.

8|Politeknik Negeri Jakarta


3. Posisi Square
Posisi dimana jumlah asset bank dalam valas sama dengan jumlah pasiva
bank dalam valas setelah memperhitungkan rekening administratif bank

Valas yang ada pada aktiva maupun pasiva bank merupakan komponen
posisi valas bank pada masing-masing uang seperti uang kertas yang ada di
brankas bank, rekening bak yang bersangkutan di bank koresponden di luar
negeri, pinjaman bank dari sebuah konsorsium bank di luar negeri, uang muka
kepada karyawan dalam bentuk valas, dan kontrak jual atau kontrak beli valas
yang masih berlaku.

Apabila bank mempunyai posisi Long dan Short dalam beberapa jenis
mata uang, maka untuk dapat mengukur posisi keseluruhannya diperlukan
adanya satu jenis mata uang yang dapat dipergunakan sebagai tolok ukur. Tolok
ukur ini diperlukan karena risiko perubahan kurs akan sangat berpengaruh bagi
kelangsungan hidup bank. Bank Indonesia mengatur ketentuan posisi valas ini
dengan peraturan yang disebut dengan Posisi Devisa Nettp (PDN).

Penetapan besarnya PDN ini dimaksudkan agar bank-bank dalam


mengambil posisi selalu dalam pengawasan, apabila terjadi perubahan nilai
tukar yang mendadak dalam jumlah besar tidak mengalami gangguan yang
dapat berakibat fatal. Bila PDN hasilnya positif maka disebut dalam posisi
Long, sebaliknya bila negative maka disebut posisi Short.

Posisi Short dipilih apabila keadaan tingkat suku bunga valas lebih
murah dibandingkan dengan tingkat bunga rupiah karena pada posisi short
sumber dana valas cenderung dikonversikan dalam bentuk rupiah. Sebaliknya
bila suku bunga rupiah lebih murah, maka lebih baik dijaga dalam posisi Long.
Artinya lebih baik menghimpun dana dalam bentuk rupiah dan
menempatkannya dalam bentuk valas.

Maka dapat disimpulkan bahwa PDN digunakan untuk mengendalikan


posisi pengelolaan valuta asing, karena dalam manajemen valuta asing focus
pengelolaannya ada pada pembatasan posisi keseluruhan masing-masing mata
uang asing serta memonitor perdaganga valuta asing dalam posisi yang
terkendali. Penguasaan mata uang asing tersebut dimaksudkan untuk memenuhi
kewajiban dalam valuta asing dan untuk memperoleh pendapatan yang setinggi-

9|Politeknik Negeri Jakarta


tingginya, yang didapat dari selisih kurs jual dan kurs beli dari valuta asing
tersebut.

2.4.4 Peraturan terkait dengan laporan PDN dan sanksi PDN

1. Bank wajib menyampaikan laporan posisi devisa neto akhir hari kerja
secara berkala dan benar kepada BI dengan menggunakan kurs penutupan
dan format laporan sesuai dengan ketentuan BI
2. Bank wajib menatausahakan informasi yang mendukung pemantauan
Posisi Devisa Neto Bank Indonesia dapat meminta informasi apabila
diperlukan.
3. Dalam hal terjadi pelanggaran kewajiban pengelolaan dan pemeliharaan
atas Posisi Devisa Neto pada akhir hari kerja dan Posisi Devisa Neto setiap
30 (tiga puluh) menit Bank wajib menyampaikan laporan pelanggaran
dimaksud kepada Bank Indonesia dengan format Lampiran 1 Peraturan
Bank Indonesia ini.
4. Laporan pelanggaran disampaikan paling lambat pukul 16.00 WIB pada 2
(dua) hari kerja setelah terjadinya pelanggaran.
5. Laporan pelanggaran ditandatangani paling kurang oleh pejabat eksekutif
Bank.
6. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
7. Bank yang melakukan pelanggaran Posisi Devisa Neto sebagaimana
dikenakan sanksi berupa:
a. Teguran tertulis
b. Sanksi kewajiban membayar sebesar Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) setiap hari pelanggaran atau paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dalam 1 (satu)
tahun kalender
8. Bank yang melakukan pelanggaran Posisi Devisa Neto selama lebih dari
1 (satu) hari kerja dan tidak menyampaikan laporan dalam waktu, maka
selain dikenakan juga dikenakan sanksi berupa penurunan 1 (satu)
peringkat penilaian faktor manajemen dan peningkatan penilaian profil

10 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
risiko untuk Risiko Kepatuhan pada penilaian tingkat kesehatan Bank
dalam 2 (dua) periode penilaian setelah exit meeting.
9. Dalam hal Bank melakukan pelanggaran Posisi Devisa Neto selama 5
(lima) hari kerja secara berturut-turut atau 15 (lima belas) hari kerja dalam
1 (satu) tahun kalender, namun Bank telah menyampaikan laporan
pelanggaran, maka selain dikenakan sanksi terhadap pengurus dan/atau
pejabat eksekutif yang bertanggung jawab dilakukan proses penilaian
kemampuan dan kepatutan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper
test).
10. Sanksi terkait dengan tingkat Kesehatan tidak berlaku dalam hal
pelanggaran Posisi Devisa Neto lebih dari 1 (satu) hari kerja jika terjadi
karena adanya koreksi perhitungan modal dari hasil pemeriksaan Bank
Indonesia.
11. Laporan harian Posisi Devisa Neto secara keseluruhan pada akhir hari
kerja dengan memperhitungkan penempatan berjangka (term deposit)
dalam valuta asing sebagai pengurang merupakan tambahan dari
kewajiban pelaporan Posisi Devisa Neto melalui Sistem Laporan Harian
Bank Umum (LHBU).
12. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia dilakukan secara offline
sampai pelaporan secara online melalui Sistem LHBU dapat
dilaksanakan.
13. Laporan Posisi Devisa Neto yang disampaikan secara offline merupakan
Posisi Devisa Neto pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penyampaian
laporan

2.4.5 Beberapa istilah terkait dengan PDN

• Posisi Devisa Neto secara keseluruhan adalah angka yang merupakan


penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari: selisih bersih aktiva dan
pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing; ditambah dengan selisih
bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun
kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing, yang
semuanya dinyatakan dalam rupiah.

11 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
• Aktiva valuta asing terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro pada Bank
Indonesia), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin
deposit, surat berharga,kredit yang diberikan, nilai bersih wesel ekspor
yang telah diambil alih, rekening antar kantor aktiva dan tagihan lainnya,
dalam valuta asing baik kepada penduduk maupun bukan penduduk.

• Pasiva valuta asing terdiri dari giro, deposit on call, deposito berjangka,
sertifikat deposito, margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan
impor, rekening antar kantor pasiva, pendapatan komprehensif lainnya
dari surat-surat berharga valuta asing selain saham dan kewajiban lainnya
dalam valuta asing baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.

• Rekening administratif adalah rekening dalam valuta asing yang dapat


menimbulkan tagihan dan atau kewajiban di masa mendatang yang
merupakan komitmen dan kontinjensi yang mencakup spot, bank garansi
maupun L/C yang dipastikan menjadi kewajiban Bank setelah dikurangi
margin deposit, serta transaksi derivative antara lain transaksi forward,
option, dan future maupun produk-produk lain yang sejenis baik terhadap
penduduk maupun bukan penduduk.

• Definisi modal sebagaimana dimaksud di atas adalah modal inti dan


modal pelengkap sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku mengenai kewajiban penyediaan modal minimum Bank
Umum pada posisi akhir bulan sebelum bulan laporan.

• Kurs Penutupan adalah kurs penutupan pada pukul 16.00 WIB setiap hari
yang dapat dilihat pada informasi Laporan Harian Bank Umum yang
dikelola Bank Indonesia.

2.5 Pengaruh PDN Terhadap Kebijakan Valuta Asing Bank

Pengelolaan PDN suatu bank umum devisa mempunyai umumnya mempunyai


dua maksud. Maksud yang pertama adalah memenuhi ketentuan aspek legal formal.
Hal ini juga sebenarnya termasuk risiko bank, yakni risiko legal formal atau risiko
hukum. Pengelolaan PDN tidak berimplikasi pada kesadaran bank dalam aktifitasnya

12 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
sehingga tidak menyalahi hukum yang berlaku secara sengaja. Dengan demikian, bank
akan terhindar dari berbagai macam sanksi yang mungkin terjadi.

Maksud yang kedua adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan


kebijakan bank. Dalam pengambilan kebijaksanaan bank harus tau betul semua aspek
yang menjadi kelebihan dan kekurangannya serta peluang dan ancaman yang mungkin
terjadi. PDN adalah salah satu unsur internal bank yang bisa menyebabkan dua impikasi
bagi bank ketika terjadi perubahan eksternal.

Dalam hal ini, perubahan eksternal yang paling dominan adalah perubahan atau
pergeseran kurs valuta asing. Dua implikasi yang dimaksud adalah potensi keuntungan
atau kerugian yang harus ditanggung bank ketika terjadi pergeseran kurs valuta asing
yang dikelola bank.

Perubahan kurs kemungkinannya ada dua, yakni naik atau turun. Masing-
masing PDN bank mempunyai Impikasi yang berbeda-beda ketika terjadi apresiasi atau
depresiasi valuta asing. Implikasi ini terjadi ketika valuta asing yang dikelola oleh bank
dinyatakan dalam mata uang dalam negeri (rupiah). Ketika bank ada pada posisi long,
bank akan mengalami kerugian ketika terjadi depresiasi. Demikian sebaliknya akan
mengalami keuntungan ketika terjadi apresiasi.

Demikian juga ketika suatu bank PDN-nya ada pada posisi short, akan
mengalami keuntungan ketika terjadi depresiasi dan akan mengalami kerugian ketika
terjadi apresiasi. Ketika bank ada pada posisi square, bank tidak akan terpengaruh oleh
perubahan kurs mata uang asing.

Dengan demikian, pihak manajemen, dalam hal ini ALCO atau mungkin Dealer
akan menyesuaikan PDN-nya ketika diperkirakan akan terjadi depresiasi atau apresiasi.
Tujuannya, agar bank tidak mengalmi kerugian ketika fenomena tadi tejadi, atau kalau
harus mengalami kerugian, kerugian yang dialami bank baru pada sebatas kerugian
yang minimal dan terkendalikan. Demikian, PDN sangat berpengaruh terhadap
kebijakan valuta asing yang diambil oleh bank sehingga keuntungan dapat di
optimalkan dan risiko dapat dikendalikan.

13 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
2.6 Pengertian Giro Wajib Minimum

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/03/PBI/2018 tentang Giro


Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional,
Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah, pengertian dari Giro Wajib Minimum
(GWM) adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank Umum
Konvensional atau Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang besarnya
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK BUK atau DPK
BUS dan UUS.

Sejatinya, GWM adalah instrumen moneter atau makroprudensial untuk


mengatur uang beredar di masyarakat yang secara langsung berpengaruh terhadap
indeks inflasi. Menurut data bank sentral, di Indonesia diterapkan tiga jenis kebijakan
GWM sebagai instrumen kebijakan moneter maupun kebijakan makroprudensial.

Pertama, GWM Primer yakni simpanan minimum (rupiah) yang wajib


dipelihara oleh bank dalam rekening giro di BI yang besarannya ditetapkan dalam rasio
terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan. Setelah ditetapkan pada 16
Maret 2016, saat ini besaran GWM primer adalah 6,5% dari sebelumnya 7,5%. GWM
primer merupakan alat untuk ekspansi atau menambah likuiditas bank apabila
diturunkan. Sebaliknya, untuk mengerem penyaluran kredit perbankan apabila
dinaikkan atau mengurangi likuiditas bank.

Kebijakan GWM ditujukan untuk mempengaruhi likuiditas sehingga dapat


mempengaruhi suku bunga maupun kapasitas penyaluran kredit bank. GWM perbankan
sempat dipangkas mencapai 5% pada krisis 2008 untuk melonggarkan likuiditas yang
kala itu tengah mengetat. Kemudian dinaikkan hingga menjadi 8% pada 2010. Perlahan
GWM diturunkan hingga menjadi 6,5%.

Kedua adalah GWM Sekunder, yakni cadangan minimum (rupiah) yang wajib
dipelihara oleh bank berupa surat berharga, seperti Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat
Deposito Bank Indonesia, dan Surat Berharga Negara). Besaran GWM sekunder
ditetapkan dalam rasio dana pihak ketiga. Per Maret 2016 besaran GWM sekunder
ditetapkan 4% dalam rupiah dan untuk valas tidak ada.

Kebijakan GWM sekunder ditujukan untuk mempengaruhi cadangan likuiditas


bank sekaligus pendalaman sektor keuangan. Apabila dinaikkan tujuannya adalah

14 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
untuk mengurangi kapasitas kredit bank. Sebaliknya, jika diturunkan, tujuannya untuk
menambah kapasitas kredit bank.

Ketiga adalah GWM berdasarkan rasio kredit terhadap seluruh penghimpunan


dana bank (loan to funding ratio / LFR), yakni simpanan minimum rupiah yang wajib
dipelihara oleh bank dalam rekening giro di bank sentral sebesar persentase tertentu
yang dihitung berdasarkan selisih antara realisasi LFR bank dan LFR target yang
ditetapkan BI. Target LFR rupiah pada 24 Agustus 2016 diubah menjadi 80%-92% dari
sebelumnya 78%-92%. Untuk Valas tidak ada.

Tujuan dari GWM-LFR ini untuk mendorong penyaluran kredit bank tetap
berada dalam rentang yang ditentukan agar mendorong intermediasi sehingga
pertumbuhan ekonomi terpacu, tetapi tetap menjaga prinsip kehati-hatian. Pada posisi
Juli 2016 dana pihak ketiga perbankan mencapai Rp4.585,38 triliun. Dengan ketentuan
GWM primer 6,5% berarti dana giro bank yang ditempatkan di bank sentral sebesar
Rp298,05 triliun. Dana itu belum termasuk GWM Sekunder dan GWM-LFR.

Tetapi jika kasusnya GWM Syariah maka hanya diterapkan dua jenis kebijakan
GWM sebagai instrumen kebijakan moneter maupun kebijakan makroprudensial.
Yakni GWM Primer serta GWM FDR (Financing to Deposit Ratio).

2.7 Periode dan Perhitungan Giro Wajib Minimum

2.7.1 Periode Pelaporan

GWM dihitung dengan membandingkan saldo rekening giro bank pada


Bank Indonesia atau jumlah surat berharga yang dimiliki setiap akhir hari dalam
satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam satu masa
laporan pada dua masa laporan sebelumnya. Periode pelaporan dalam
perhitungan pemenuhan GWM didasarkan pada DPK bank dengan rincian
sebagai berikut:

No Periode Pelaporan GWM Periode DPK Pembanding


1. Tanggal 1 – 7 Rata-rata harian jumlah DPK dalam masa
laporan sejak tanggal 16 – 23 bulan
sebelumnya

15 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
2. Tanggal 8 – 15 Rata-rata harian jumlah DPK dalam masa
laporan sejak tanggal 24 sampai dengan
tanggal akhir bulan sebelumnya
3. Tangga; 16 – 23 Rata-rata harian jumlah DPK dalam masa
laporan sejak tanggal 1 – 7 bulan yang
sama
4. Tanggal 24 sampai Rata-rata harian jumlah DPK dalam masa
tanggal akhir bulan laporan sejak tanggal 8 – 15 bulan yang
sama

2.7.2 Pemenuhan dan Perhitungan Giro Wajib Minimum Syariah

A. GWM Primer

GWM Primer adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara


oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari
DPK.

Perhitungan pemenuhan persentase GWM Primer pada Bank Umum


Konvensional menurut PADG 22/10/PADG/2020 pada pasal 2 dijelaskan
bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar rata-rata 3,5% (tiga koma
lima persen) dari DPK BUK dalam rupiah selama periode laporan tertentu,
yang wajib dipenuhi:

a. Secara harian sebesar 0,5% (nol koma lima persen)


b. Secara rata-rata sebesar 3% (tiga persen). Pemenuhan GWM dengan
membandingkan posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK di Bank
Indonesia pada setiap akhir hari dalam 2 (dua) periode laporan
terhadap rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah dalam 2
(dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

Perhitungan pemenuhan persentase GWM Primer pada Bank Umum


Syariah dan Unit Usaha Syariah menurut PADG 22/10/PADG/2020 pada
pasal 16 dijelaskan bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar rata-rata

16 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
3,5% (tiga koma lima persen) dari DPK BUS dan UUS dalam rupiah selama
periode laporan tertentu, yang wajib dipenuhi:

a. Secara harian sebesar 0,5% (nol koma lima persen)


b. Secara rata-rata sebesar 3% (tiga persen)
Pemenuhan GWM dengan membandingkan posisi saldo Rekening
Giro Rupiah BUS dan UUS di Bank Indonesia pada setiap akhir hari dalam
2 (dua) periode laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK BUS dan
UUS dalam rupiah dalam 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode
laporan sebelumnya.

Rumus perhitungan GWM tersebut sebagai berikut:

GWM Rupiah = 3,5% x DPK t-2

Keterangan:
GWM = Giro Wajib Minimum
DPK t-2 = Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam rupiah dalam 2 (dua)
periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

B. GWM FDR

Tujuan kebijakan giro wajib minimum pada bank syariah ini sangat
erat kaitannya dengan pengaturan lalu lintas transaksi antar bank. Termasuk
juga sebagai alat bank sentral untuk mendorong bank syariah agar lebih
aktif menempatkan dananya pada pembiayaanpembiayaan berbasis syariah
di sektor riil. Karena pada sistem perbankan syariah, giro wajib minimum
yang ditetapkan BI memiliki korelasi dengan nilai FDR (financing to
deposit ratio) masing-masing bank syariah.

Jika FDR-nya lebih dari 80 persen, maka giro wajib minimumnya


senilai 5 persen. Jika FDR-nya kurang dari 80 persen, maka giro wajib
minimumnya memungkinkan untuk dinaikkan oleh BI. Bagi bank, jika giro
wajib minimumnya dinaikkan, maka tidak akan menguntungkan karena
bank syariah tidak akan mendapatkan return apapun. Sehingga, pilihan
terbaik bagi bank syariah adalah mempertahankan FDR di atas 80 persen,
yang berarti fungsi intermediasi bank berjalan dengan baik.

17 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan dengan mengandalkan pembiayaan yang
diberikan sebagai sumber likuiditas. Semakin tinggi FDR maka penyaluran
dana (pembiayaan) oleh bank akan meningkat.

Rasio FDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang


disalurkan ke masyarakat (pembiayaan) dengan jumlah dana masyarakat
dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menggambarkan kemampuan
bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan
dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan
likuiditas bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas
aman dari FDR suatu bank adalah sekitar 85%.

Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau batas aman


untuk FDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110%. Tujuan
penting dari perhitungan FDR adalah untuk mengetahui serta menilai
sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi
atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain FDR digunakan sebagai suatu
indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank dan tingkat
kesehatan bank.

C. GWM RIM dan GWM PLM

Menurut Peraturan Bank Indonesia no 20/04/PBI/2018 menjelaskan


terkait latar Belakang Peraturan Bank Indonesia tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank
Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah (PBI
RIM dan PLM):

a. Bank Indonesia memperkenalkan instrumen kebijakan


makroprudensial yaitu Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM
d/h. GWM LFR) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM
d/h. GWM Sekunder) yang merupakan bagian dari kebijakan
makroprudensial untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik

18 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
dan gangguan terhadap fungsi intermediasi perbankan. Instrumen
kebijakan RIM diharapkan dapat mendorong fungsi intermediasi
perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.
Sedangkan dengan instrumen kebijakan PLM, diharapkan dapat
mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini
mampu mengamplifikasi risiko lain menjadi risiko sistemik.

b. Kebijakan ini juga diimplementasikan pada perbankan syariah


sehingga dapat memperkuat intermediasi dan meningkatkan
ketahanan perbankan syariah (RIM Syariah dan PLM Syariah).

c. Instrumen kebijakan makroprudensial ini bersifat countercyclical


dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan
keuangan

D. Pemenuhan GWM RIM

Rasio Intermediasi Makroprudensial yang selanjutnya disingkat


RIM adalah rasio hasil perbandingan antara:

a. Kredit/pembiayaan yang diberikan dalam rupiah dan valuta asing


b. Surat berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing yang
memenuhi persyaratan tertentu, yang dimiliki BUK/BUS, terhadap:
- DPK BUK/BUS dalam bentuk giro, tabungan, dan simpanan
berjangka/deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak
termasuk dana antarbank
- Surat berharga dalam rupiah dan valuta asing yang memenuhi
persyaratan tertentu, yang diterbitkan oleh BUK/BUS untuk
memperoleh sumber pendanaan

Menurut Peraturan Bank Indonesia 20/04/PBI/2018 menjelaskan


terkait Kewajiban pemenuhan Giro diatur sebagai berikut:

a. Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara Parameter


Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif Atas, selisih antara
RIM dan Target RIM, serta DPK BUK dalam rupiah

19 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
Perhitungan
Giro RIM = Parameter Disinsentif Bawah/atas x (Target RIM –
RIM) x DPK BUK dalam rupiah

b. Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar hasil perkalian antara


Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif Atas,
selisih antara RIM Syariah dan Target RIM Syariah, serta DPK BUS
dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah

Perhitungan
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah/atas x (Target
RIM Syariah – RIM Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau DPK
UUS dalam rupiah

Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan Giro


RIM atau Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai berikut:

a. Batas bawah Target RIM atau Target RIM Syariah sebesar 84%
(delapan puluh empat persen)
b. Batas atas Target RIM atau Target RIM Syariah sebesar 94%
(sembilan puluh empat persen)
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen)
d. Parameter Disinsentif Bawah ditetapkan sebagai berikut:
1. Sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki:
a) Rasio kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah
secara bruto lebih besar dari atau sama dengan 5% (lima
persen); atau
b) KPMM lebih kecil dari atau sama dengan KPMM Insentif

2. Sebesar 0,1 (nol koma satu), jika Bank memiliki:


a) Rasio kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah
secara bruto lebih kecil dari 5% (lima persen)
b) KPMM lebih besar dari KPMM Insentif dan lebih kecil
dari atau sama dengan 19% (sembilan belas persen)
3. Sebesar 0,15 (nol koma lima belas), jika Bank memiliki:
a) Rasio kredit bermasalah atau rasio Pembiayaan bermasalah
secara bruto lebih kecil dari 5% (lima persen)

20 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
b) KPMM lebih besar dari 19% (sembilan belas persen)
e. Parameter Disinsentif Atas ditetapkan sebagai berikut:
1. Sebesar 0 (nol), jika Bank memiliki KPMM lebih besar dari
atau sama dengan KPMM Insentif; atau
2. Sebesar 0,2 (nol koma dua), jika Bank memiliki KPMM lebih
kecil dari KPMM Insentif dalam hal RIM lebih kecil dari batas
bawah Target RIM maka Giro RIM yaitu sebesar hasil
perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih antara
batas bawah Target RIM dan RIM, serta DPK BUK dalam
rupiah

Perhitungan
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 + 𝑆𝐵𝑆 𝐾𝑜𝑟𝑝𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖
RIM Syariah = 𝐷𝑃𝐾+𝑆𝐵𝑆 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛+𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛

• Dalam hal RIM/RIM Syariah berada di bawah kisaran target


RIM/RIM Syariah, bank dikenakan kewajiban pemenuhan Giro
RIM/RIM Syariah dengan formula:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (Target
RIM Syariah – RIM Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau
DPK UUS dalam rupiah
• Dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas Target RIM
Syariah maka Giro RIM Syariah yaitu:
Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawa atas x (RIM
Syariah – Target RIM Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau
DPK UUS dalam rupiah

Keterangan:
• Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali yang
digunakan dalam pemenuhan jika Giro RIM/RIM Syariah bagi
BUK/BUS yang memiliki RIM/RIM Syariah kurang dari batas
bawah Target RIM/RIM Syariah
• Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang
digunakan dalam pemenuhan jika Giro RIM/RIM Syariah bagi
BUK/BUS yang memiliki RIM/RIM Syariah lebih dari batas
atas Target RIM/RIM Syariah

21 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
• Target RIM adalah kisaran RIM yang dibatasi oleh batas bawah
dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk
perhitungan Giro RIM

Kewajiban pemenuhan menggunakan periode laporan sebagai


berikut:

a. Giro RIM dipenuhi dengan membandingkan posisi saldo Rekening


Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia setiap akhir hari selama 2
(dua) periode laporan terhadap Giro RIM yang dihitung
menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.
b. Giro RIM Syariah dipenuhi dengan membandingkan posisi saldo
Rekening Giro Rupiah BUS atau saldo Rekening Giro Rupiah UUS
di Bank Indonesia setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan
terhadap Giro RIM Syariah yang dihitung menggunakan ratarata
harian jumlah DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya.

E. Pemenuhan GWM LPM

Penyangga Likuiditas Makroprudensial atau disingkat PLM adalah


cadangan likuiditas minimum dalam rupiah yang wajib dipelihara oleh
BUK/BUS dalam bentuk surat berharga yang memenuhi persyaratan
tertentu, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase
tertentu dari DPK BUK/BUS dalam rupiah.

Menurut PBI 22/17/PBI/2020 menyebutkan bahwa Kewajiban


pemenuhan PLM dan kewajiban pemenuhan PLM Syariah diatur sebagai
berikut:

a. PLM ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari DPK BUK dalam


rupiah

22 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
b. PLM Syariah ditetapkan sebesar 4,5% (empat koma lima persen)
dari DPK BUS dalam rupiah

Kewajiban pemenuhan PLM dan PLM Syariah diatur sebagai


berikut:

a. PLM dipenuhi dalam bentuk:

1. Surat berharga dalam rupiah yang dimiliki oleh BUK dan dapat
digunakan dalam operasi moneter
2. Surat berharga syariah dalam rupiah yang dimiliki oleh UUS
dan dapat digunakan dalam operasi moneter syariah, bagi BUK
yang memiliki UUS
3. PLM Syariah dipenuhi dalam bentuk surat berharga syariah
dalam rupiah yang dimiliki oleh BUS dan dapat digunakan
dalam operasi moneter Syariah

Perhitungan
a. GWM PLM Bank Umum Konvensional
PLM dihitung dengan membandingkan jumlah surat berharga yang
dimiliki oleh BUK pada setiap akhir hari selama 2 (dua) periode
laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah
selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan
sebelumnya
b. GWM PLM Bank Umum Syariah
PLM Syariah dihitung dengan membandingkan jumlah surat
berharga syariah yang dimiliki oleh BUS pada setiap akhir hari
selama 2 (dua) periode laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK BUS dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan pada 4
(empat) periode laporan sebelumnya

23 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Posisi devisa neto (PDN) adalah selisih bersih antara aktiva dan pasiva dalam
neraca (on balance sheet) untuk setiap valuta asing, ditambah dengan selisih bersih
tagihan dan kewajiban, baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam
rekening administratif (off balance sheet). Perhitungan posisi devisa neto harus
dilakukan setiap hari dan per-hitungannya berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
yang di-quote / diinformasikan melalui Reuters pukul 16.00.

PDN merupakan salah satu bentuk pengendalian terhadap risiko pasar yang
memberi gambaran seberapa besar potensi kerugian bank apabila terjadi perubahan
suku bunga yang berlawanan dengan posisi bank. Dengan PDN (20% dari modal),
kerugian bank yang terjadi akibat perubahan kurs valas masih dapat dicover oleh modal
dan tidak sampai menggangu kelangsungan bank.

Giro Wajib Minimum (GWM) adalah jumlah dana minimum yang wajib
dipelihara oleh Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari
DPK BUK atau DPK BUS dan UUS.

Sejatinya, GWM adalah instrumen moneter atau makroprudensial untuk


mengatur uang beredar di masyarakat yang secara langsung berpengaruh terhadap
indeks inflasi. Menurut data bank sentral, di Indonesia diterapkan tiga jenis kebijakan
GWM sebagai instrumen kebijakan moneter maupun kebijakan makroprudensial.

24 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
DAFTAR PUSTAKA

i-Economic. ALMA: Posisi Devisa Netto. Diakses pada Juni 10, 2021, dari
http://arowadi.blogspot.com/2011/06/alma-posisi-devisa-netto.html

Indonesia, Ikatan Bankir dan Ikatan Audit Intern Bank. 2014. Memahami Audit Intern Bank.
Jakarta: PT. Gramedia

Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan: Teori dan Aplikasi. Edisi
Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE

Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. 2018. PADG Nomor 20/10/2018 tentang
Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. 2020. PADG Nomor 22/10/2020 tentang
perubahan kelima atas PADG Nomor 20/10/2018 tentang Giro Wajib Minimum Dalam
Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan
Unit Usaha Syariah

Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. 2020. PADG Nomor 22/10/2020 tentang
perubahan kelima atas PADG Nomor 20/10/2018 tentang Giro Wajib Minimum Dalam
Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan
Unit Usaha Syariah

Peraturan Bank Indonesia. 2012. Peraturan Bank Iindonesia Nomor 14/5/PBI/2012 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi
Moneter

Peraturan Bank Indonesia. 2015. Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/5/PBI/2015 tentang
Perubahan Keempat atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang
Posisi Devisa Neto Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia. 2018. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/03/PBI/2018 tentang
Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah

25 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a
Peraturan Bank Indonesia. 2018. Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/04/PBI/2018 tentang
Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi
Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Bank Indonesia. 2019. Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/12/PBI/2019 tentang
Perubahan atas PBI Nomor 20/04/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Bank Indonesia. 2020. Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/17/PBI/2020 tentang
Perubahan kedua atas PBI Nomor 20/04/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah

Peraturan Bank Indonesia. 2020. Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/10/PBI/2020 tentang
Perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/3/PBI/2018 tentang Giro
Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional,
Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah

Sikapi Uangmu. Giro Wajib Minimum: Instrumen Moneter Untuk Atur Uang Beredar. Diakses
pada Juni 10, 2021, dari https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/333

Priskila, Sri, Hizkia. Pengaruh Giro Wajib Minimum, Posisi Devisa Netto, Return On Asset
Terhadap Capital Adequacy Ratio. Jurnal EMBA. 7, No. 4 (2019). Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado

26 | P o l i t e k n i k N e g e r i J a k a r t a

Anda mungkin juga menyukai