Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

A. Fungsi Kesejahteraan Maximizer dan Utilitas oleh Al-Ghazali


Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada
pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs);
(3) keluarga atau keturunan (nasl); (4) harta atau kekayaan (maal) dan (5) intelek atau akal
(açl). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu "kebaikan dunia ini dan akhirat
(maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya."
la mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah
hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi: kebutuhan (daruriat); kesenangan
atau kenyamanan (hajaat); dan kemewahan (tahsinaat)
sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai
"kebutuhan ordinal" (kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap barang-barang "eksternal," dan
terhadap barang-barang psikis).
Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama,
yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Ghazali
menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu
dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok
kebutuhan kedua "terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi
tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup."
Kelompok ketiga "mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar
kenyamanan saja; meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup. "
Walaupun keselamatan merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin bila pencarian
keselamatan ini sampai mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawi seseorang. Bahkan
pencaharian kegiatan-kegiatan ekonomi bukan saja diinginkan, tetapi merupakan keharusan
bila ingin mencapai keselamatan. Ia menitikberatkan jalan tengah" dan "kebenaran" niat
seseorang dalam setiap tindakan. Bila niatnya sesuai dengan aturan ilahi, maka aktivitas
ekonomi serupa dengan ibadah-bagian dari panggilan seseorang."
Tambahan pula, Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tugas-
tugas kewajiban sosial (fard al-kifayah) yang sudah ditetapkan Allah: jika hal-hal ini tidak
dipenuhi, kehidupan dunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Dan ia bersikeras
bahwa pencaharian hal-hal ini harus dilakukan secara efisien, karena perbuatan demikian
merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang." Selanjutnya, ia
mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas
ekonomi: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan keluarga;
dan (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Tidak terpenuhinya ketiga alasan ini dapat
"dipersalahkan" menurut agama.
Ghazali mengkritik mereka yang usahanya hanya terbatas untuk memenuhi tingkatan
subsisten dalam hidupnya:
"Jika orang-orang tetap tinggal pada tingkatan subsisten (sadd al ramaq) dan menjadi sangat
lemah, angka kematian akan meningkat, semua pekerjaan dan kerajinan akan berhenti, dan
masyarakat akan binasa. Selanjutnya, agama akan hancur, karena kehidupan dunia adalah
persiapan bagi kehidupan akhirat."
Oleh karena itu, seandainya kehidupan subsisten merupakan suatu norma, usaha produktif
manusia akan merugi, dan menambah kerugian spiritual masyarakat.
Walaupun Ghazali memandang manusia sebagai "maximizers" dan selalu ingin lebih, ia tidak
melihat kecenderungan tersebut sebagai sesuatu yang harus dikutuk agama.
Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi
juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan. Namun demikian, ia memperingatkan
bahwa jika semangat "selalu ingin lebih" ini menjurus kepada keserakahan dan pengejaran
nafsu pribadi, maka hal itu pantas dikutuk. Dalam pengertian inilah ia memandang kekayaan
sebagai "ujian terbesar"
Dalam konsep Al-Ghazali ini menyatakan bahwa, keinginan manusia akan harta yang tidak
pernah puas.

FUNGSI UTILITY
Dalam membangun teori utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:
1. Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan keadaan mana yang
lebih disukainya di antara dua keadaan. Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka
individu selalu dapat menentukan secara tepat satu di antara tiga kemungkinan ini:
A lebih disukai daripada B
B lebih disukai daripada A
A dan B sama menariknya
2. Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan "A lebih disukai daripada
B," dan "B lebih disukai daripda C," maka ia pasti akan mengatakan bahwa "A lebih disukai
daripada C." Akaloma ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistenal internal di dalam
diri individu dalam mengambil keputusan.
3. Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan "A lebih disukai daripada
B," maka keadaan yang mendekati A pasti juga lebih disukai daripada B.

A. Tingkat Substitusi Marginal


Karena pilihan mesti dihadapkan pada alternatif penggunaan komoditas lain, maka perlu
sekiranya kita mempelajari sejauh mana seorang konsumen bersedia untuk menukar suatu
komoditas dengan komoditas lainnya melalui kajian lebih rinci dari kurva IC ini. Tingkat
kesediaan untuk menukar komoditas dengan komoditas lain inilah yang dalam literatur
konvensional kita kenal dengan tingkat substitusi marginal (marginal rate of substitution) x
untuk y, atau MRS XY
MRS XY = jumlah unit komoditas y yang harus dikorbankan untuk mendapatkan tambahan
satu unit komoditas x, dalam tingkat kepuasan yang sama. Formulasi MRS XY dapat kita
tuliskan sebagai berikut:
∆Y Jumlahunit Y yang berkurang
MRS XY = =
∆ X Jumlah penambahan satuunit x

Perhitungan nilai MRS pada gambar 4.4. di atas adalah jumlah kompensasi pengurangan
jumlah unit barang y yang dikonsumsi untuk mendapatkan penambahan konsumsi satu unit
barang x. Kalau kita perhatikan nilai MRS dari kiri ke kanan, maka dapat kita simpulkan
bahwa nilai MRS akan semakin berkurang. Nilai ciri tambahan yang dimiliki oleh kurva IC
yaitu tingkat substitusi yang semakin berkurang (the low of diminishing marginal rate of
substitution).
B. Barang Halal, Haram, dan Analisis Kurva Indifference
Seperti yang telah dibahas pada bab III, tentang teori rasionalis dalam Islam. Karena tidak
semua komoditas mempunyai sifat yang sama, yakni ada yang haram dan ada yang halal,
maka kita tidak dapat memberikan pengertian yang sama terhadap bentuk dan fungsi dari
kurva indifference. Seperti diketahui, IC dan garis anggaran digunakan untuk menganalisis
pilihan seorang konsumen atas dua macam komoditas. Kesejahteraan konsumen akan
meningkat jika ia mengonsumsi lebih banyak barang yang bermanfaat, halal dan mengurangi
mengonsumsi barang yang buruk atau haram. Dalam Islam sudah jelas dan cukup rinci
mengklasifikasikan mana barang halal dan mana barang buruk. Islam juga melarang untuk
menghalalkan apa yang sudah ditetapkan haram dan mengharamkan apa-apa yang sudah
menjadi halal.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya" (QS Al-Maa'idah [5]:87-88).
C. Increasing Utility
Semakin tinggi indifference curve berarti semakin banyak barang yang dapat dikonsumsi,
yang berarti semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen. Secara grafis tingkat utilitas yang
lebih tinggi digambarkan dengan utility function yang letaknya di sebelah kanan atas. Bagi
konsumen, semakin ke kanan atas utility function semakin baik. Bentuk utility function yang
convex (cembung terhadap titik 0) menunjukkan adanya diminishing marginal rate of
substitution. Bahasa mudahnya, kepuasan yang didapat dari mengonsumsi piring pertama
soto ayam lebih tinggi daripada kepuasan mengonsumsi soto ayam piring kedua, ketiga, dan
seterusnya.
Dalam Islam cara pikir ini juga ditemukan. Rasulullah Saw. bersabda, "Orang beriman yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada orang beriman yang lemah." Dalam hadis lain
bermakna, "Iri hati itu dilarang kecuali terhadap dua jenis orang: yaitu orang berilmu yang
mengamalkan dan mengajarkan ilmunya, dan orang yang kaya yang membelanjakan hartanya
di jalan Allah." Jadi dalam konsep Islam pun diakui bahwa yang lebih banyak (tentunya yang
halal) lebih baik." Secara grafis utility function antara dua barang (atau jasa) yang halal
digambarkan sebagaimana lazimnya.
Dalam konsep Islam sangat penting adanya pembagian jenis barang (atau jasa) antara yang
haram dan yang halal. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menggambarkan hal ini
dalam utility function. Utility function untuk dua barang yang salah satunya tidak disukai
digambarkan dengan utility function yang terbalik seakan diletakkan cermin. Semakin sedikit
barang yang tidak kita sukai akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Hal ini
digambarkan dengan utilility function yang semakin ke kiri atas semakin tinggi tingkat
kepuasannya. Barang yang haram adalah barang yang tidak kita sukai. Secara grafis, kita
gambarka sumbu X sebagai barang haram, dan sumbu Y sebagai barang halal. Dalam grafik
ini pergerakan utility function ke kiri atas menunjukkan semakin banyak barang halal yang
dikonsumsi dan semakin sedikit barang haram yang dikonsumsi. Semaki banyak barang yang
halal berarti menambah utility sedangkan semakin sedikit barang yang haram berarti
mengurangi disutility. Keadaan ini akan memberika tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

D. Budget Constraint
Segala keinginan pasti ada konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan konstrain yang
lebih tinggi. Di Islam Rasulullah pernah menggambarkan hubungan antara cita-cita atau
keinginan manusia dan segala hambatan yang mesti dijumpainya. Untuk menjelaskan
bagaimana seorang mukmin berusaha meraih cita-citanya ia membuat gambar empat persegi
panjang. Di tengah-tengah ditarik satu garis sampai keluar. Kemudian beliau membuat garis
pendek-pendek di sebelah garis yang ditengah-tengah seraya bersabda: "Ini adalah manusia
dan empat persegi panjang yang an me mengelilinginya adalah ajal. Garis yang di luar ini
adalah cita-citanya, serta garis yang pendek-pendek adalah hambatan-hambatannya. Apabila
ia dapat menghadapi hambaran yang satu, maka ia akan menghadapi hambatan yang lain.
Dan apabila ia dapat mengatasi hambatan yang lain, maka ia akan menghadapi hambatan lain
lagi."
Untuk tetap bersemangat melangkah dari setiap hambatanya tersebut, maka ia
mengembalikan sepenuhnya kepada Allah Swt., ia percaya bahwa tiada sesuatu yang terjadi
di alam ini tak lain atas kehendak Allah.
Dalam teori konsumsi hadis tentang cita-cita dan segala macam hambatan ini bisa kita
gunakan untuk menerangkan tentang batasan seseorang dalam memaksimalkan utility
konsumsinya. Selain faktor norma konsumsi dalam Islam, keinginan untuk memaksimalkan
utility function ditentukan juga oleh berapa dana yang tersedia untuk membeli kedua jenis
barang tersebut. Batasan ini disebut budget constraint. Secara matematis ditulis:
I=P,X+ P, Y
Dari persamaan di atas dapat diketahui kombinasi jumlah barang x dan barang y yang dapat
dikonsumsi. Dalam angka dapat digambarkan lebih jelas dengan tabel berikut ini. Katakanlah
harga barang x adalah $1 per unit dan harga barang y adalah $2 per unit:
Kombinasi barang Jumlah Barang x Jumlah Barang y Pengeluaran total
yang dikonsumsi yang dikonsumsi
A 0 40 $80
B 20 30 $80
C 40 20 $80
D 60 10 $80
E 80 0 $80
Tabel di atas menunjukkan kombinasi jumlah barang X dan jumlah barang yang dapat
dikonsumsi, atau kombinasinya yang dapat dibeli dengan uang sejumla $ 80. Garis yang
menghubungkan titik A, B, C, D, dan E disebut dengan budget line.

OPTIMAL SOLUTION
Sesuai dengan asumsi rasonalitas, maka konsumsi seorang Muslim akan selalu bertindak
rasional. Oleh sebab itu, pengambilan keputusan dari seorang konsumen senantiasa
didasarkan pada perbandingan antarberbagai preferensi, peluang, dan manfaat serta madharat
yang ada. Konsumen yang rasional selalu berusaha menggapai preferensi tertinggi dari
segenap peluang dan manfaat yang tersedia. Konsumen yang rasional berarti konsumen yang
memilih suatu kombinasi komoditas yang akan memberikan tingkat utilitas paling besar.
Utilitas di sini juga meliputi maslahat dan madharat yang ditimbulkan dari mengonsumsi
komoditas tersebut. Kombinasi konsumsi yang dapat memberikan kepuasan konsumen
Muslim secara maksimal yang merupakan optimalitas atau titik bagi optimal bagi konsumen.
Untuk mencapai tingkat optimalisasi konsumen, seorang konsumen dibatasi oleh garis
anggaran dari pendapatannya atau berbagai komoditas yang dapat dibelinya. Secara
matematis optimisasi konsumen dapat diformulasikan sebagai berikut:
Utilitas marjinal x Utilitas marjinal y
=
harga x harga y
Utilitas marjinal x harga x
=
Utilitas marjinal y harga y
MU x P x
=
MU y P y

Dengan demikian, kepuasan maksimum seorang konsumen terjadi pada titik di mana terjadi
persinggungan antara kurva indifference dengan budget line.
Konsumen akan memaksimalkan pilihannya dengan dua cara:
1. Memaksimalkan utility function pada budget line tertentu
2. Meminimalkan budget line pada utility function tertentu

A. Corner Solution untuk Pilihan Halal-Haram


Pilihan antara barang halal dan barang haram dapat digambarkan dengan utility function yang
mangkuknya terbuka ke arah kiri atas, bila kita gambarkan sumbu X sebagai barang haram,
dan sumbu Y sebagai barang halal. Dalam kurvanya, pergerakan utility function ke kiri atas
menunjukkan semakin banyak barang halal yang dikonsumsi dan semakin sedikit barang
haram yang dikonsumsi. Semakin banyak barang yang halal berarti menambah utility
sedangkan semakin sedikit barang yang haram berarti mengurangi disutility. Keadaan ini
akan memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Bentuk utility function yang demikian tidak memungkinkan terjadinya persinggungan
(tangency) antara utility function dengan budget line. Keadaan ini terjadi karena Marginal
Rate of Substitution (MRS) untuk barang halal selalu lebih kecil dibandingkan slope budget
line, maka pilihan optimal bagi konsumen adalah mengalokasikan seluruh incomenya untuk
membeli barang halal. Jadi berbeda dengan bentuk indifference curve barang halal-halal yang
convex dan slope-nya negatif, yaitu turun dari kiri atas ke kanan bawah. Sedangkan
indifference curve barang halal-haram dengan sumbu X sebagai barang haram dan sumbu Y
sebagai barang halal, bentuknya convex dan slopenya positif yaitu naik dari kiri bawah ke
kanan atas. Konsumen meningkatkan utilitynya dengan terus mengurangi konsumsi barang
haram untuk mendapatkan lebih banyak barang halal, sampai pada titik di tidak dapat lagi
melakukannya yaitu pada saat seluruh incomenya habis digu untuk membeli barang halal.Ini
yang disebut corner solution.
Corner solution dapat juga terjadi pada pilihan barang halal X dan barang halal Y, jika MRS
barang-barang halal tersebut selalu lebih kecil atau selalu lebih besar dibandingkan slope
budget linenya.
Corner solution tidak hanya terjadi pada keadaan halal-haram atau perfect substitution saja, ia
juga dapat terjadi pada indifference curve yang "not strongly convex." Secara grafis hal ini
digambarkan dengan bentuk kurva convex yang kecembungannya begitu tipis sehingga
hampir menyerupai garis lurus. Jadi dalam hal ini diminishing rates of MRS terpenuhi yaitu
utility function yang berbentuk convex dari kiri atas ke kanan bawah. Namun, karena slope-
nya dimulai di kiri atas dengan slope yang lebih kecil dari slope budget line-nya, maka kedua
slope itu tidak pernah bersinggungan.

Anda mungkin juga menyukai