DI SUSUN OLEH :
NOFIANTI (1848402040)
NURAINI (1848402041)
NELSI APENI (1848402036)
NINDYAH SALMANITA (1848402038)
NIRWANA (1848482039)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Adab Seputar Harta ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Pendidikan Sosial Islam. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan adab seputar harta bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah
memberikan masukan untuk tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merealisasi tata cara pergaulan, perubahan jaman dan menempuh kehidupan.
Tahsiniyyah, ialah sesuatu yang diperlukan oleh normal atau tatanan hidup, serta
berperilaku menurut jalan yang lurus. Hal yang bersifat tahsiniyyah berpangkal
dari tradisi yang baik dan segala tujuan perikehidupan manusia menurut jalan
yang paling baik.
Secara logika dapat dipastikan apa-apa yang diciptakan Allah Swt untuk
manusia pastilah mencukupi untuk seluruh manusia. Persoalan kepemilikan
terjadi ketika manusia berkumpul membentuk suatu komunitas dan berinteraksi
untuk memenuhi kebutuhan akan kelangsungan hidupnya. Dalam perjalanan
selanjutnya dijumpai ada sekelompok manusia yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya namun tidak sedikit pula ada kelompok manusia lain yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah kemudian urgensitas pembahasan
konsep kepemilikan ini agar benar-benar dapat menjadi jawaban bagaimana
seharusnya pengaturan kepemilikan terhadap segala yang sudah dianugerahkan
oleh Allah Swt dapat memenuhi kebutuhan hidup seluruh manusia secara adil.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Jenis Pembagian Harta
1. Pertama, harta berbentuk benda yaitu segala sesuatu yang berbentuk
materi yang dapat dirasakan oleh indera, seperti mobil dan lain
sebagainya.
2. Kedua, harta berbentuk manfaat, yaitu faedah yang diperoleh dari suatu
benda.
Harta juga dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan asumsi berikut
ini :
Pertama : Perlindungan Syara’
Harta yang bernilai
Yaitu harta yang memiliki harga. Orang yang membuat harta jenis ini jika
rusak harus menggantinya, apabila digunakan dengan cara yang tidak
sebagaimana mestinya. Harta ini dapat dikategorikan sebagai harta bernilai yang
berdasarkan dua ketentuan.
Pertama, harta yang merupakan hasil usaha dan bisa dimiliki. Kedua, harta
yang bisa dimanfaatkan menurut syara’ dalam keadaan lapang dan tidak
mendesak, seperti uang, rumah, dan sebagainya.
Harta yang tidak bernilai
Yaitu harta yang tidak memenuhi salah satu dari dua kriteria di atas. Seperti ikan
di dalam air laut, semua ikan yang ada di dalam lautan bukan hak milik siapapun.
Demikian pula dengan minuman keras dan babi, kedua jenis harta ini tidak
termasuk harta yang bernilai bagi seorang muslim. Karena seorang muslim
dilarang untuk memanfaatkannya.
Kedua : Harta yang Bergerak dan Tidak Bergerak
Harta yang tidak bergerak Yaitu semua jenis harta yang tidak bisa
dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Seperti tanah, bangunan, dan
yang sejenisnya.
Harta yang bergerak Yaitu semua harta yang bisa dipindahkan dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Seperti mobil, perabotan rumah tangga, dan yang
sejenisnya.
4
Ketiga : Harta yang memiliki Kesamaan
Harta yang serupa Yaitu jenis harta yang ada padanannya di pasar,
sedikitpun tidak ada perbedaannya. Seperti beras, kurma, dan yang sejenisnya.
Harta yang tidak serupa Yaitu harta yang pada dasarnya tidak ada
padanannya. Seperti sebuah permata langka. Atau harta yang mempunyai
padanan, tetapi terdapat perbedaan dalam memperlakukannya. Seperti hewan,
pohon, dan sejenisnya.
Keempat : Harta yang konsumtif dan Tidak Konsumtif
Harta yang konsumtif Yaitu semua harta akan habis ketika dimanfaatkan.
Seperti makanan, minuman, dan yang sejenisnya.
Harta yang tidak konsumtif Yaitu harta yang dapat dimanfaatkan sementara
bahannya tetap ada. Seperti buku, mobil, dan yang sejenisnya.
Kelima : Harta yang Dapat Dimiliki dan Tidak Dapat Dimiliki
Harta yang mutlak dapat dimiliki Yaitu harta yang dikhususkan untuk
kepentingan umum. Seperti jalan umum, jembatan dan lain sebagainya.
Harta yang tidak dapat dimiliki kecuali atas izin syara’
Seperti harta yang telah diwakafkan. Harta wakaf tidak boleh diperjualbelikan,
kecuali dikhawatirkan atau jelas-jelas biaya pengeluaran untuk menjaga harta
wakaf itu lebih besar dari manfaat yang diperoleh.
Harta yang dapat dimiliki
Harta ini adalah jenis harta yang tidak termasuk dalam dua kategori di
atas. Islam menganjurkan keharusan menjaga harta. Rasulullah Saw. melarang
untuk menghilangkan harta. Islam juga menyamakan kedudukan harta milik
pribadi sama dengan kedudukan harta milik umum, dalam hal memberikan
perlindungan, penjagaan dan menghormati kepemilikannya, selama tidak
bertentangan dengan kepentingan umum. Islam memandang harta sebagai salah
satu bekal kehidupan dunia. Ia merupakan salah satu sarana yang bisa
mempermudah kehidupan manusia. Sehingga harta itu tidak dicela karena
digunakan pada hal-hal yang mungkar dan diharamkan. Harta juga tidak dipuji,
jika dipergunakan pada hal-hal yang baik. Harta hanya sebagai sarana jika
dipergunakan untuk kebaikan, maka ia akan menjadi baik dan jika dipergunakan
untuk keburukan maka ia akan menjadi buruk.
5
Harta tidak dicela karena zatnya. Akan tetapi celaan hanya ditujukan pada
manusia yang mempergunakannya.Sehingga manusia kikir terhadap hartanya dan
dapat mempergunakannya bukan di jalan yang halal.
Manusia bisa saja tidak mempergunakan harta miliknya atau
mempergunakannya tidak sebagaimana mestinyaatau hanya untuk dibangga-
banggakan. Salah seorang bijak berkata, “Barangsiapa yang mampu
menggunakan hartanya dengan benar, maka berarti dia telah menjaga dua hal
yang mulia, yaitu agama dan kehormatan.”
Imam Ghazali berkata, “ Harta benda bagaikan ular, didalamnya terdapat
racun dan penangkal. Faedah-faedah harta adalah penangkalnya, sementara
bencana adalah racunnya. Barangsiapa yang mengetahui faedah dan bencananya,
maka dia akan bisa menjaga diri dari dampak negatifnya, dan akan bisa memetik
positifnya. Maka bagaimanapun, harta benda merupakan bagian dari hiasan dunia,
yang tidak dianggap hina oleh islam sehingga oramg-orang Islam harus
menjauhinya, namun Islam juga tidak mengagungkannya, sehingga Islam
memposisikannya sebagai kebanggaan orang-orang Islam, akan tetapi Islam
menjadikannya sebagai mediasi untuk melakukan kebaikan, jika pemiliknya
memang ingin menggunakannya untuk kebaikan Islam menginginkan agar
umatnya bekerja, berjuang, dan memperlakukan harta dengan baik, agar harta bisa
dimilikinya dan digunakan untuk kebaikan dirinya, umatnya dan keluarganya.
Sehingga dengan demikian perbuatannya bisa dianggap sebagai jantung semua
ibadah. Dari sini dapat kita pahami, bahwa kita dituntut agar mengguanakan harta
Allah untuk ketaatan kepada-Nya.
6
Dalam kitab ini dijelaskan bahwa Islam membagi konsep kepemilikan
menjadi : kepemilikan individu (private property); kepemilikan public (collective
property); dan kepemilikan Negara (state property) .
a. Kepemilikan Individu ( private property )
Kepemilikan individu adalah hak individu yang diakui syariah
dimana dengan hak tersebut seseorang dapat memiliki kekayaan yang
bergerak maupun tidak bergerak. Hak ini dilindungi dan dibatasi oleh
hukum syariah dan ada kontrol. Selain itu seseorang akhirnya dapat
memiliki otoritas untuk mengelola kekayaan yang dimilikinya.
Hukum syariah menetapkan pula cara-cara atau sebab-sebab
terjadinya kepemilikan pada seseorang, yaitu dengan:
1) Bekerja
2) Pewarisan
4) Pemberian Negara
7
Seperti dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Ibn Majah
ِ إل َوا ْل َم
« اء َوالنَّ ِار ٍ َس ِل ُمونَ ش َُركَا ُء فِى ثَال
ِ ث فِى ا ْل َك ْ »ا ْل ُم
Hak pengelolaan kepemilikan umum (milkiyah amah) ada pada
masyarakat secara umum yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Negara karena Negara adalah wakil rakyat. Negara harus mengelola harta
milik umum itu secara professional dan efisien. ‘
8
makanan dan minuman. Atau mengkonsumsi dalam arti sekedar mengambil
manfaat dari harta seperti pakaian, rumah, mobil dan sebagainya.
9
2) Pengembangan kepemilikan yang dilarang
Dalam sistem ekonomi Islam, masalah pengembangan kepemilikan
terikat dengan hukum-hukum tertentu yang tidak boleh dilanggar.
a. Perjudian
b. Riba
c. Al-Ghabn al-Fahisy /trik keji
d. Tadlis/penipuan
e. Penimbunan
f. Mematok harga
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Semua kekayaan
dan harta benda merupakan milik Allah, manusia memilikinya hanya sementara,
semata-mata sebagai suatu amanah atau pemberian dari Allah. Manusia
menggunakan harta berdasarkan kedudukannya sebagai pemegang amanah dan
bukan sebagai pemilik yang kekal. Karena manusia mengemban amanah
mengelola hasil kekayaan di dunia, maka manusia harus bisa menjamin
kesejahteraan bersama dan dapat mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah
Swt.
Semoga apa yang di sampaikan dalam makalah ini dapat membantu kita
semua dalam memahami bagaimana cara Pandang Islam tentang Kepemilikan
Harta.
11
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad & Alimi. 2005. Etika dan Perlindungan konsumen dalam Ekonomi
Islam. Yogyakarta,BPFE.
Nurul huda & Mustafa Edwin Nasution. 2007. Investasi pada Pasar Modal
Syari’ah. Jakarta, Media Group.
http://wirausahanet.tripod.com/id10.html.
12