Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEORI HARTA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Hukum Mu’amalat I
Dosen Pengampu : Enceng Iip Syaripudin, S.Ag, MA

Disusun Oleh :

Budiman 21110003

Dede Abdul Karim 21110004

Hafsah Safitri 21110006

Rijal Pebriansyah 21110016

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-MUSADDADIYAH GARUT
1444 H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja serta puji syukur atas rahmat dan ridho
Allah SWT. Karena tanpa rahmat dan ridho-Nya, kita tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Enceng Iip Syaripudin,
S.Ag, MA selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Mu’amalat I yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang selalu membantu dalam hal pengumpulan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Yang dimana dalam makalah ini kami
menjelaskan mengenai Teori Harta.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapakan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Garut, 07 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A. Pengertian Harta................................................................................... 3
B. Fungsi Harta.......................................................................................... 4
C. Kedudukan Harta.................................................................................. 5
D. Pembagian Harta................................................................................... 12

BAB III PENUTUP......................................................................................... 14

A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Saran..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki.
Ia termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena
tanpa harta atau secara khusus makanan, manusia tidak akan dapat
bertahan hidup. Oleh karena itu, Allah SWT., menyuruh manusia untuk
memperolehnya, memilikinya, dan memanfaatkannya bagi kehidupan
manusia dan Allah melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan
meniadakan harta itu.
Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri menurut
para fuqaha, selanjutnya fungsi harta itu bagi kehidupan manusia,
kedudukan harta menurut Al-Qur’an dan Hadits, dan juga pembagian dari
harta.
Dalam konteks historis, Islam sebagai ajaran yang telah menempuh
perjalanan panjang dan tidak terlepas dari sebuah sistem perekonomian,
sebagaimana yang telah dijalankan oleh Rasulullah saw, sejak kecil
Rasulullah diasuh pamannya Abu Thalib. Mereka menjalankan bisnis
berdagang di berbagai daerah jazirah Arab, kemudian rasulullah saw
melakukan hubungan kerjasama dengan Siti Khadijah, baik sebelum
menikahi Siti Khadijah maupun sesudah menikahinya. Dalam sejarah
rasulullah saw mempunyai modal dasar dalam berdagang yaitu kejujuran
(al-shiddiq) dan kepercayaan (amanah), sehingga rasa simpati timbul
dalam diri pribadi konsumen terhadap Rasulullah saw. Semua itu dapat
dilihat dengan keuntungan yang dia capai dalam rentan waktu yang
singkat tanpa harus menghindari pesaingnya.1
Hampir setiap kegiatan manusia merupakan bagian dari sistem bisnis.

1
Misbahuddin, E‐Commerce dan Hukum Islam (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press,
2012), h.

1
Setiap kegiatan yang dilakukannya sudah tentu merupakan perwujudan
dari aktivitas bisnis. Seorang petani yang mengolah sawah, menggiling
padi, menjual beras, semua itu merupakan aktivitas bisnis. Pada bidang
jasa, dokter melayani pasien, Perusahaan Listrik Negara (PLN) melayani
penerangan masyarakat, Perguruan Tinggi mendidik mahasiswa, dan
perusahaan jaringan tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang menyalurkan
tenaga kerja merupakan perwujudan aktivitas bisnis.2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah terurai di atas, agar lebih praktis
dan sistematis maka permasalahan yang dapat penyusun rumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud dengan harta?
2. Apa saja fungsi harta?
3. Bagaimana kedudukan harta ?
4. Bagaimana pembagian harta?

C. Tujuan Pembahasan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1. Memahami apa itu harta dalam berbagai perspektif
2. Mengetahui apa saja fungsi dari harta
3. Memahami bagaimana kedudukan harta
4. Memahami bagaimana pembagian harta

2
Misbahuddin, E‐Commerce dan Hukum Islam, h. 3.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta
Dalam bahasa arab ucapan yang mengindikasikan makna harta ialah
al-Mal yang mempunyai makna condong, cenderung dan miring. Dalam
definisi ini al-Mal ialah “sesuatu yang dipunyai oleh para pribadi ataupun
kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang, maupun hewan.
Sementara itu dalam bahasa inggris ucapan yang mengindikasikan definisi
tentang harta ialah property yang berarti sesuatu yang bisa dipunyai baik ia
bisa di rasakan seperti bangunan ataupun yang tidak bisa di rasakan dalam
format fisik”. 3
Sedangkan berdasarkan konsensus para Ulama’ harta ialah “sesuatu
yang mempunyai nilai dan bisa dikenakan ganti rugi bagi orang yang
merusak atau yang melenyapkan”. 4 Sedangkan berdasarkan pendapat
Ulama’ fiqih, harta yakni:
a. Berdasarkan pendapat Hanafiyah, Segala sesuatu yang mempunyai
nilai dan bisa dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak dan
melenyapkannya.
b. Berdasarkan pendapat Maliki, Harta ialah hak yang melekat pada
seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya dan
sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ‘uruf (adat).
c. Berdasarkan pendapat Syafi’i, Harta ialah sesuatu yang bermanfaat
bagi pemiliknya dan bernilai.
d. Berdasarkan pendapat Hambali, Harta ialah sesuatu yang mempunyai
nilai ekonomi dan dilindungi undang-undang”. 5

3
Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan Teoritis dan
Praktis. (Jakarta: Prenada Media Group,2010), hlm. 35
4
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta, Logung Pustaka, 2009), hlm. 18
5
Abdul Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group: 2010),hlm.18-
19

3
Dari penjelasan diatas bisa dipahami bahwa harta sebagai zat yang
mempunyai sifat materi yang berputar dikalangan atau disekitar insan dan
dalam putarannya diiringi dengan seatu interaksi. Materi yang dimaksud
disini ialah sebagai materi yang bernilai dan mempunyia sifat yang bisa
diputarkan diantara insan. Dari berbagai definisi diatas, bisa
disimpulannya diantara lain:
a. Harta (mal) ialah nama bagi yang selain insan, yang ditetapkan untuk
kemaslahatan insan, bisa dipelihara pada suatu tempat, bisa dilakukan
dengan tasharruf dengan jalan ikhtiyar.
b. Benda yang dijadikan harta itu, bisa dijadikan harta oleh umum insan
atau oleh sebagian mereka.
c. Sesuatu yang tidak dipandang harta, tidak sah kita menjualnya.
d. Sesuatu yang dimubahkannya walaupun tidak dipandang harta, seperti
sebiji beras, sebiji beras tidak dipandangi harta walaupun dia boleh
dipunyai.
e. Harta itu mestinya mempunyai wujud. Sebab, manfaat tidak masuk ke
dalam unsur harta, sebab tidak berbentuk fisik.
f. Benda yang bisa dijadikan harta, bisa disimpan untuk masa-masa
tertentu, dapat digunakan kapan dibutuhkannya.
g. Dengan ringkas Konsensus para Hanafiyah menetapkan bahwa: “harta
hanyalah sesuatu yang bersifat benda, yang disebut a’yan”.6

B. Fungsi Harta
Harta mempunyai status yang sangat Urgen dalam kehidupan insan.
Hartalah yang bisa menunjang segala kegiatan insan, termasuk untuk
memenuhi kebutuhan pokok insan (papan, sandang dan pangan).
Dalam malakah ini, akan dikemukakan fungsi harta, antara lain:
a. Berfungsi untuk menyempurnakan pengamalan ibadah mahdhah,
sebab untuk ibadah membutuhkan finansial, seperti naik haji.

6
Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalat, (Semarang, PT Pustaka
Rizki Putra:2009), hlm. 137-138

4
b. Untuk menambahkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah, sebab
kemiskinan cenderung mendekatkan diri kepada kemusyrikan, maka
yang mempunyai harta untuk meningkatkan ketaqwaan dan
keimannan kita.
c. Untuk melanjutkan dan memperbaiki kehidupan dari satu periode
keperiode berikutnya (regenerasi). Memperbaiki generasi yang
berkualitas dan bernilai.
d. Untuk mengintegrasikan kehidupan duniawi dan ukhrawi.
e. Untuk mengembangkan ilmu, sebab menuntut ilmu tanpa modal akan
sulit dan kesusahan.
f. Harta ialah sarana mobilitas roda kehidupan.
g. Untuk menumbuhkan interaksi antara pribadi sebab adanya perbedaan
dalam kebutuhan bersosial dan bermasyarakat maupun yang lainnya.7

C. Kedudukan Harta
1. Harta sebagai amanah. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini
diberikan titipan atau amanah oleh Allah SWT., salah satunya adalah
dalam betuk harta sebagai sarana bukan sebagai tujuan hidupnya. Hal ini
dijelaskan dalam QS. Al-Hadidi ayat 7 yang berbunyi :
‫ٰا ِمنُوْ ا بِاهّٰلل ِ َو َرسُوْ لِ ٖه َواَ ْنفِقُوْ ا ِم َّما َج َعلَ ُك ْم ُّم ْست َْخلَفِ ْينَ فِ ْي ۗ ِه فَالَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ِم ْن ُك ْم َواَ ْنفَقُوْ ا لَهُ ْم اَجْ ٌر َكبِيْر‬
“Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah (di jalan
Allah) sebagian harta yang telah Dia menjadikan kamu sebagai
penguasanya (amanah). Maka orang-orang yang beriman di antara kamu
dan menginfakkan (hartanya di jalan Allah) memperoleh pahala yang
besar”.
Berdasarkan penjelasan ayat diatas bahwa kekuasaan manusia
terhadap harta hanyalah bersifat sementara atau hanya titipan dan amanah
dari Allah Swt., hingga pada suatu saat nanti Allah Swt., akan

7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Raja Grafindo: 2002), hlm. 38-39

5
mengambilnya kembali baik melalui kematian, musibah, sakit dan lain
sebagainya.
Harta yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebagai sarana saja untuk
mencapai kehidupan akhirat kelak, karena akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah Swt., sebagaimana dijelaskan oleh
Rasulullah Saw., dalam hadits:8
“Dari Abu Barzah Al-Aslami berkata: Rasulullah SAW., bersabda:
Pada hari kiamat kelak seorang hamba tidak akan melangkahkan kakinya
kecuali akan ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia
habiskan, tentang ilmunya sejauh mana ia mengamālkannya, tentang
hartanya darimana ia mendapatkannya dan untuk apa ia pergunakan, serta
tentang semua anggota tubuhnya apa yang ia perbuat dengannya”.
(Tirmiżi, Jilid 2:882).
Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam hadits diatas maka harta
tersebut akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt., mengenai
dari mana harta tersebut diperoleh dan dipergunakan di jalan mana harta
tersebut.
2. Harta sebagai fitnah (ujian) bagi manusia. Sebagaimana terdapat
dalam al Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 155. 9
ّ ٰ ‫ت َوبَ ِّش ِر ال‬
َ‫صبِ ِر ْين‬ ِ ۗ ‫س َوالثَّ َم ٰر‬ ِ ْ‫ف َو ْالجُو‬
ٍ ‫ع َونَ ْق‬
ِ ُ‫ص ِّمنَ ااْل َ ْم َوا ِل َوااْل َ ْنف‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِّمنَ ْال َخو‬
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Ayat ini menyebutkan mengenai harta sebagai salah satu ujian bagi
manusia, Allah ta'ala memberikan karuniaNya berupa harta, tidak hanya
sebagai anugerah namun juga sebagai bala' (ujian), untuk mengetahui
apakah hambaNya termasuk orang-orang yang bersyukur atau termasuk
orang yang kufur. Didalam surat yang lain yaitu dalam QS. Al Anfal ayat
28.
8
Muhamad Masrur, Konsep Harta, hlm.103-104
9
Rachmat Syafei, Ilmu Ushul, hlm.30-31

6
‫َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َمٓا اَ ْم َوالُ ُك ْم َواَوْ اَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ ۙ َّواَ َّن هّٰللا َ ِع ْند ٗ َٓه اَجْ ٌر َع ِظ ْي ٌم‬
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
Keterangannya lainnya sebagaimana dalam QS. Ali Imran ayat 186
Allah Swt., berfirman:
‫لَتُ ْبلَ ُو َّن فِ ْٓي اَ ْم َوالِ ُك ْم َواَ ْنفُ ِس ُك ۗ ْم‬
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”.
Menurut tafsir Quraish Shihab, harus diyakini bahwa terhadap orang-
orang yang beriman, akan mengalami cobaan harta (dengan perintah untuk
berinfak) dan cobaan jiwa (dengan perintah berjihad, dengan penyakit dan
kesengsaraan).10
Mengenai kedudukan harta sebagai ujian juga disebutkan dalam hadits
Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Thirmidzi:
Dari Ka'ab bin 'Iyyadh telah berkata, aku mendengar Nabi bersabda
"Sesungguhnya bagi setiap umat adanya fitnah (ujian) nya dan fitnah bagi
umatku adalah masalah harta”. (HR. Thirmidzi, No. 2258).
3. Larangan memakan harta orang lain secara batil (tidak benar),
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah: 2 ayat 188.
‫اس بِ”ااْل ِ ْث ِم َواَ ْنتُ ْم‬ َ ”‫َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ” ْدلُوْ ا بِهَ””ٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَ”ْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقً””ا ِّم ْن اَ ْم‬
ِ َّ‫”وا ِل الن‬
َ‫تَ ْعلَ ُموْ ن‬
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui”.
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa asbab An-nuzul ayat ini
adalah seperti yang diketengahkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Sa'id bin
Jubair, katanya Umru-ul Qeis bin 'Abis dan Abdan bin Asywa' AlHadrami
terlibat dalam salah satu pertikaian mengenai tanah mereka, hingga Umru-

10
Tafsir Quraish Shihab, https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-186#tafsir-quraish-shihab, diunduh
pada hari Rabu tanggal 26 September 2018 jam 12.33 Wib

7
ul Qeis hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Dalam ayat ini
dijelaskan mengenia haramnya memakan harta sesama muslim dengan
cara yang tidak dibenarkan syariat Islam Karena sesungguhnya setiap
manusia yang telah bersyahadat, darah, harta dan kehormatanya haram
untuk dilanggar.11
Harta sebagai sarana berbuat kebajikan, sebagaimana dalam QS. At
Taubah ayat 41, Allah Swt., berfirman:
َ‫َّجا ِه ُدوْ ا بِا َ ْم َوالِ ُك ْم َواَ ْنفُ ِس ُك ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ ٰۗذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ ‫اِ ْنفِرُوْ ا ِخفَافًا َّوثِقَااًل و‬
“Berangkatlah kamu baik dalam dengan rasa ringan maupun dengan
rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut diatas maka seorang muslim harus
memiliki harta kekayaan untuk melaksanakan salah satu kewajibannya
dalam menunaikan rukun Islam yang sesuai dengan syariat Islam.
Kaitannya dengan hal ini sebagaimana terdapat QS. Al Baqarah ayat
195:
َ‫َواَ ْنفِقُوْ ا فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ َواَل تُ ْلقُوْ ا بِا َ ْي ِد ْي ُك ْم اِلَى التَّ ْهلُ َك ِة ۛ َواَحْ ِسنُوْ ا ۛ ِا َّن هّٰللا َ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬
Menurut tafsir Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin as-Suyuth, makna
firman Allah Swt., Dan belanjakanlah di jalan Allah artinya menaatinya,
seperti dalam berjihad dan lain-lainnya (dan janganlah kamu jatuhkan
tanganmu), maksudnya dirimu. Sedangkan ba sebagai tambahan (ke dalam
kebinasaan) atau kecelakaan disebabkan meninggalkan atau mengeluarkan
sana untuk berjihad yang akan menyebabkan menjadi lebih kuatnya pihak
musuh daripada kamu. (Dan berbuat baiklah kamu), misalnya dengan
mengeluarkan nafkah dan lain-lainnya (Sesungguhnya Allah mengasihi
orang yang berbuat baik), artinya akan memberi pahala mereka.12

11
Abdurrahman Misno, Eksistensi Harta Perspektif Al Quran, Al-Tadabbur, Jurnal Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, hlm. 196
12
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahalli, Tafsir Jalalain, Jilid 1, terjemah tafsir Abu Firly,
(Depok: Senja Media Utama,2018), hlm. 85.

8
Surat lainnya dalam al Quran yang masih berkaitan dengan kewajiban
untuk menggunakan harta dijalan yang diridhai oleh Allah Swt., adalah
QS. Al Baqarah ayat 267:
ُ‫ْث ِم ْن”ه‬ َ ‫ض ۗ َواَل تَيَ َّم ُم””وا ْال َخبِي‬ ِ ْ‫ت َما َك َس” ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا اَ ْخ َرجْ نَ””ا لَ ُك ْم ِّمنَ ااْل َر‬ ِ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ْنفِقُوْ ا ِم ْن طَيِّ ٰب‬
‫تُ ْنفِقُوْ نَ َولَ ْستُ ْم بِ ٰا ِخ ِذ ْي ِه آِاَّل اَ ْن تُ ْغ ِمضُوْ ا فِ ْي ِه ۗ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ َغنِ ٌّي َح ِم ْي ٌد‬
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji”.
Berdasarkan penjelasan dalam tafsir Jalalain, ayat ini berisi perintah
kepada dalam melakukan sedekah, infaq dan zakat harus dengan sesuatu
yg baik. Dimana bentuk sedekah itu bisa berupa barang, sayuran, buah-
buahan dan bentuk lainnya. Allah Swt., selalu menyeru kepada mereka
agar sepenuh hati dalam beramal. Keikhlasan beramal dapat ditunjukkan
dengan menginfakkan sesuatu yang baik.
Jika menginfakkan sayaran atau buah-buahan, misalnya, hendak ia
memilih sayuran atau buah yang berkualitas tinggi. Allah Swt., maha baik
dan menyukai sesuatu yg baik pula.13
4. Harta sebagai perhiasan, sebagaimana dalam QS. Ali Imran ayat 14,
Allah Swt., berfirman:
‫ض”” ِة َو ْال َخيْ”” ِل‬
َّ ِ‫ب َو ْالف‬
ِ َ‫””ر ِة ِمنَ ال”” َّذه‬ َ َ‫ت ِمنَ النِّ َس”” ۤا ِء َو ْالبَنِ ْينَ َو ْالقَنَ””ا ِطي ِْر ْال ُمقَ ْنط‬ َّ ُّ‫اس حُب‬
ِ ‫الش””هَ ٰو‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ع ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَا ۗ َو ُ ِع ْند َٗه ُحسْنُ ْال َم ٰا‬
‫ب‬ ُ ‫ث ۗ ٰذلِكَ َمتَا‬ ِ ْ‫ْال ُم َس َّو َم ِة َوااْل َ ْن َع ِام َو ْال َحر‬
“Dijadikan terasa indah pada (pandangan) manusia cinta terhadap apa
yang diinginkan, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk
dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)”.

13
Ibid, hlm. 121

9
Kaitan dengan harta sebagai perhiasan dunia dalam hadits riwayat
Muslim disebutkan:
‫الدنيا متاع وخير متاعها المرأة الصالحة‬
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik baik perhiasan adalah wanita
shalihah”. (HR. Muslim).
Wanita salehah disebut sebagai hiasan terbaik dunia karena pertama,
wanita yang salehah itu akan dapat mengantarkan kepada kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada
sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh seorang mukmin setelah
takwa kepada Allah yang lebih baik baginya dari seorang istri yang
salehah. Jika suami memerintahkannya, ia menaatinyam, jika suami
memandangnya ia membahagiakannya, jika suami bersumpah atas dirinya,
ia memenuhi sumpahnya dan jika suami pergi, ia menjaga kehormatan
dirinya dan harta suaminya." (HR Ibnu Majah).
Kedua, wanita yang salehah akan dapat membantu meringankan
dalam urusan dunia. Rasulullah SAW bersabda, "Hai Muadz, hati yang
bersyukur, lisan yang berzikir, dan istri salehah yang akan membantumu
dalam urusan dunia dan agamamu adalah amalan terbaik yang dilakukan
manusia." (HR Thabrani).
Ketiga, wanita yang salehah akan selalu mengingatkan kepada
kehidupan akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Setelah turun ayat yang
berisi penjelasan tentang emas dan perak, para sahabat bertanya-tanya,
'Lalu, harta apakah yang seharusnya kita miliki?' Umar berkata, 'Aku akan
memberitahukan kepada kalian mengenai hal itu.' Lalu, beliau memacu
untanya dengan cepat sehingga dapat menyusul Rasulullah SAW,
sedangkan aku berada di belakangnya. Ia bertanya, 'Wahai Rasulullah,
harta apakah yang seharusnya kita miliki?' Nabi SAW menjawab,
'Hendaknya salah seorang di antara kalian memiliki hati yang bersyukur,
lisan yang berzikir, dan istri mukminah yang membantunya dalam
merealisasikan urusan akhirat'." (HR Ibnu Majah).

10
Keempat, wanita salehah merupakan anugerah terbaik dalam
menyempurnakan agama. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa diberi
anugerah oleh Allah seorang istri yang salehah, berarti Allah telah
membantunya untuk mewujudkan separuh agamanya, maka hendaknya ia
bertakwa kepada Allah pada separuh yang kedua." (HR Hakim).

D. Pembagian Harta
Berdasarkan konsensus Para Fuqoha’ bahwa harta membagi menjadi
sejumlah bagian yang bagiannya berdampak atau berhubungan dengan
beragam hukum (ketetapan), diantara pembagiannya ialah:
1. Mal Mutaqawwim dan Ghairu Mutaqawwim: Berdasarkan pendapat
Wahbah Zuhaili al-mal al mutaqawwim ialah harta yang dijangkau
atau diperoleh insan dengan suatu upaya, dan diperbolehkan oleh
syara’ untuk memanfaatkannya. Seperti: petani garam, nelayan ikan
laut dan lain-lain.
2. Al mal ghairu al-mutaqawwim ialah: harta yang belum dijangkau atau
dicapai dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut belum
sepenuhnya berada dalam genggaman kepemilikan insan.Seperti; ikan
dilaut, minyak di perut bumi dan lain-lain.14
3. Mitsli dan mal Qimy: Al-mal al-mitsli ialah harta yang jenisnya
mudah didapatkan di pasaran (secara persis tanpa adanya perbedaan
atas format fisik atau bagian-bagiannya). Harta mitsli bisa
dikelompokkan menjadi 4 bagian:
a. Benda-benda yang bisa ditimbang. Seperti; garam, ikan, cabe dan
lain-lain.
b. Benda-benda yang bisa ditukar ditakar. Seperti; beras, terigu dan
lain-lain.
c. Barang-barang yang diukur. Seperti; kain, stiker dan lain-lain.
d. Benda-benda yang bisa dihitung.Seperti; telur, apel, jeruk, salak,
dan lain-lain.

14
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Raja Grafindo: 2002), hlm. 25

11
4. Al-mal al-qimy ialah harta yang jenisnya sulit di dapatkan di pasaran,
atau bisa di dapatkan tapi jenisnya lain (tidak persis) kecuali dalam
nilai harganya. Seperti: domba, tanah, kayu dan lain-lain.
5. Mal Istihlaki dan mal Isti’mali Al-mal istihlaki ialah sesuatu yang tak
bisa diambil manfaat dan kegunaannya secara biasa, melainkan
dengan menghabiskannya. Dengan kata lain, benda yang dengan
sekali kita memakainya, habislah dia. Seperti; makanan, minuman,
kayu api, BBM dan lain sebagainya.
6. Isti’maili ialah sesuatu yang dimanfaatkan dengan memakainya
berulang-ulang kali dalam materinya tetap berpelihara.Dengan kata
lain, tidaklah habis atau binasa dengan sekali pakai, tetapi bisa dipakai
lama berdasarkan penbisa tabiatnya masing-masing. Seperti;
perkebunan, pakaian, rumah, tempat tidur dan lain sebagainya.15
7. Mal ManquldanMal Ghairu Manqul Al-mal manqul ialah segala harta
yang boleh diangkut (dipindahkan) dan dibawanya dari suatu tempat
ketempat yang lain. Seperti; uang, harta perdagangan dan lain-lain.
8. Al-mal ghairu manqul (‘iqar) ialah sebaliknya, sesuatu yang tidak bisa
dipindahkan dan dibawa dari suatu tempat ketempat yang lain.
Seperti; tanah, rumah dan lain sebagainya.16
9. Ain dan Dain, Al-mal al-‘Ain ialah harta yang berformat benda,
seperti rumah, mobil, pakaian dan lain sebagainya. Harta ‘ain dibagi
atas 2 dua, diantaranya ialah:
a. harta‘ain dzatiqimah, yakni benda yang mempunyai format yang
dipandang sebagai harta, sebab mempunyai nilai yang dipandang
sebagai harta.
b. harta‘ain ghoir dzatiqimah yakni benda yang tidak bisa dipandang
sebagai harta, seperti sebiji beras atau tepung. Almal al-dain ialah
sesuatu yang berada dalam tanggung jawab.17
15
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah Membahas Hukum
Pokok Dalam Interaksi Sosial-Ekonomi, (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra: 2009), hlm.143-147
16
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Raja Grafindo: 2002), hlm. 25

17
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta, Teras: 2011), hlm.15

12
10. Mal mamluk, mubah dan mahjur, Mal mamluk ialah sesuatu yang
masuk dibawah kepemilikan, baik milik perorangan maupun milik
badan hukum, seperti pemerintah atau yayasan.
11. Mal mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang,
seperti air di mata air, binatang buruan di darat, di laut, pohon-pohon
di hutan dan buah-buahannya.
12. Mal mahjur ialah sesuatu yang tidak boleh dipunyai sendiri dan
memberikan kepada orang lain berdasarkan penbisa syari’ ahad
akalanya benda tersebut berupa benda wakaf atau benda yang
dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid,
kuburan dan lain sebagainya.18
13. Mal khas dan mal ‘am, Mal khas ialah harta pribadi yang tidak
bersekutu dengan yang lain. Harta ini tidak bisa diambil manfaatnya
atau digunakan kecuali atas kehendak atau seizing pemiliknya.
Mal’am ialah harta milik umum atau milik bersama, semua orang
boleh mengambil manfaatnya sesuai dengan ketepatan yang telah
disepakati bersama oleh umum atau penguasa.19

18
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta, Teras: 2011), hlm 19-20
19
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta, Teras: 2011), hlm 22

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Definisi dari Harta adalah “sesuatu yang dipunyai oleh para pribadi
ataupun kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang,
maupun hewan. Sementara itu dalam bahasa inggris ucapan yang
mengindikasikan definisi tentang harta ialah property yang berarti
sesuatu yang bisa dipunyai baik ia bisa di rasakan seperti bangunan
ataupun yang tidak bisa di rasakan dalam format fisik”.
2. Fungsi harta antara lain, sebagai berikut :
a. Berfungsi untuk menyempurnakan pengamalan ibadah mahdhah.
b. Untuk menambahkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c. Untuk melanjutkan dan memperbaiki kehidupan dari satu periode
keperiode berikutnya (regenerasi).
d. Untuk mengintegrasikan kehidupan duniawi dan Ukhrawi.
e. Untuk mengembangkan ilmu.
f. Harta ialah sarana mobilitas roda kehidupan.
g. Untuk menumbuhkan interaksi antara pribadi sebab adanya
perbedaan dalam kebutuhan bersosial dan bermasyarakat maupun
yang lainnya.
3. Kedudukan harta antara lain, sebagai berikut :
a. Harta sebagai amanah.
b. Harta sebagai fitnah (ujian).
c. Larangan memakan harta orang lain secara batil (tidak benar).
d. Harta sebagai sarana berbuat kebajikan.
e. Harta sebagai perhiasan.
4. Pembagian harta antara lain, sebagai berikut :
a. Mal Mutaqawwim dan Ghairu Mutaqawwim.
b. Al mal ghairu al-mutaqawwim.
c. Mitsli dan mal Qimy.

14
d. Al-mal al-qimy.
e. Mal Istihlaki dan mal Isti’mali Al-mal istihlaki.
f. Isti’maili.
g. Mal ManquldanMal Ghairu Manqul Al-mal manqul.
h. Al-mal ghairu manqul (‘iqar).
i. Ain dan Dain.
j. Mal mamluk.
k. Mal mubah.
l. Mal mahjur.
m. Mal khas dan mal ‘am

B. Saran
Materi yang disampaikan penyusun sangatlah universal dan
komprehensif sehingga seharusnya banyak sumber pengumpulan data.
Maka disarankan untuk pembaca agar tidak puas akan materi yang kami
sajikan dalam makalah ini dan menjadikan makalah ini sebagai referensi
dalam memahami teori harta dalam Fiqh Mu’amalat sehingga
memunculkan girhah untuk mencari tahu lebih mendalam dan luas
mengenai teori harta.
Penyusun mohon maaf sebesar-besarnya, atas kekeliruan dan
kekurangan yang ada di makalah ini. Penyusun sangat berharap sekali
saran dan kritik dari pembaca untuk melengkapi kekurangan dari makalah
yang penyusun buat ini. Semoga tulisan ini bisa membantu pembaca untuk
lebih memahami tentang teori harta dan pengembangan dalam dunia
pendidikan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Misbahuddin, E‐Commerce dan Hukum Islam (Cet. I; Makassar: Alauddin


University Press, 2012), h.

Misbahuddin, E‐Commerce dan Hukum Islam, h. 3.

Nurul Huda dan Muhammad Heykal, 2010 Lembaga Keuangan Islamdalam


Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Prenada Media Group

Yazid Afandi, M. 2009 Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Logung Pustaka, Cet 1

Abdurahman, dkk, 2010 Fiqih Muamalah, Jakarta: Prenada Media Group

Teungku ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi 1999 Pengantar Fiqih Muamalah,


Semarang: Pustaka Rizki Putra

Suhendi Hendi, 2002 Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo

Tafsir Quraish Shihab, https://tafsirq.com/3-ali-imran/ayat-186#tafsir-quraish-shihab,


diunduh pada hari Rabu tanggal 26 September 2018 jam 12.33 Wib

Misno Abdurrahman, Eksistensi Harta Perspektif Al Quran, Al-Tadabbur, Jurnal Ilmu


Al-Qur’an dan Tafsir

Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al Mahalli, 2018 Tafsir Jalalain, Jilid 1, terjemah
tafsir Abu Firly, Depok: Senja Media Utama

Huda Qomarul, 2011 Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Teras

16

Anda mungkin juga menyukai