Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TAFSIR AYAT & HADIST MENGENAI


HARTA
Dosen Pengampu: Sitti Nur Annisa Amalia S.HI., ME

Di Susun oleh:
Devi Natania (2022050102063)
Indah (2020050102128)

PRODI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KENDARI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Sitti Nur Annisa Amalia S.HI,. ME
sebagai dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat dan Hadis Ekonomi yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Kendari, Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I.....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................2
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A. Definisi Harta Menurut Al-Quran........................................................3
B. Harta Sebagai Perhiasan Dunia............................................................6
C. Transformasi Harta Menjadi Al-Baqiyat Shalihat..............................7
D. Kedudukan dan Fungsi Harta..............................................................8
E. Cara Pengelolaan Harta Dalam Islam..................................................9
F. Tafsir Ayat-Ayat yang Berkaitan dengan Harta................................12
BAB III................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................13
B. Saran.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam hidup, terutama
dalam kehidupan ekonomi. Karena itu Al-Qur’an pun memberikan perhatian
dan mendorong umat Islam untuk mencari harta. Perhatian dan dorongan ini,
antara lain dibuktikan dengan pengulangan kata maal (harta) dalam al-
Qur’an sebanyak 85 kali, bahkan lebih banyak daripada pengulangan kata-
kata nabi yang terulang sebanyak 80 kali.

Harta sendiri memiliki banyak sebutan diantaranya yaitu, harta


menyebut harta itu khair yang artinya baik bila dikaitkan berarti harta diambil
dari kata maala-yamilu yang artinya condong\dorongan, ada yang menyebut
harta itu khair yang artinya bila dikaitkan berarti harta adalah suatu dorongan
yang dapat menuntun kita menuju suatu kebaikan. Dilihat dari berbagai
permasalahan mengenai harta pada zaman modern ini dan harta kebanyakan
berkaitan dengan hal-hal yang negatif maka dari itu makalah ini akan
memberikan penjelasan mengenai harta dengan rujukan dari ayat Al-Qur’an
dan Hadist Nabi.1

Semua benda yang dikaruniakan Allah di alam ini, merupakan bahan


dasar yang masih memerlukan pengolahan, dan tanpa kerja keras maka apa
yang diinginkan tidak bias didapatkan. Oleh sebab itu, harta mesti dicari
usaha dan ikhtiar harus dilakukan. Dalam Islam sendiri, waktu yang tersedia
diisi dengan kegiatan beribadah dan mencari rezeki sebagai karunia dari Allah
swt yang maha pengasih dan penyayang.2 Sebagaimana yang tercantum dalam
QS Al-Jum’ah 62:9-10, yang artinya:

1
Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang :Karya Abadi Jaya, 2015. Hal 17-
2
M. Ali Hasan, Zakat dan Infaq; Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008), h. 5-6.

1
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”.

Mengenai subjek pelaku, berarti berbicara tentang manusia. Karena


ditangan manusialah segala aktifitas perekonomian bisa dilaksanakan dan

dikembangkan3. Manusia Muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan


ekonomi atau bisnis, di satu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya’.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi harta dan hak milik menurut pandangan ekonomi Islam?
2. Bagaimana konsep harta dalam Islam?
3. Bagaimana kedudukan dan fungsi harta?
4. Bagaimana pengelolaan harta dalam Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana konsep harta dalam pandangan ekonomi Islam.
2. Mengetahui bagaimana transformasi harta menjadi al-baqiyat shalihat.
3. Mengetahui kedudukan dan fungsi harta dalam pandangan Islam.
4. Mengetahui bagaimana pengelolaan harta dalam Islam.

3
Muhammad Djakfar, Agama, Etika Dan Ekonomi; Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi
Rabbaniyah, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h. 18.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Harta dan Hak Milik Menurut Pandangan Islam


a. Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang menurut bahasa berarti
condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu
yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi
maupun manfaat4.
Ada juga yang mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan
diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak,
binatang, tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti
kendaraan, pakaian dan tempat tinggal. Oleh karena itu menurut etimologis,
sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak bisa dinamakan harta, seperti burung
di udara, ikan di air, pohon di hutan, dan barang tambang yang ada di bumi5.
Adapun pengertian harta secara terminilogis, yaitu sesuatu yang
diinginkan manusi berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan

memberikannya atau menyimpannya6. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah al-


mal, yaitu: “Segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika
diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan
dimanfaatkan.”
Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur:
1) Harta dapat dikuasai dan dipelihara; sesuatu yang tidak disimpan atau
dipelihara secara nyata tidak dapat dikatakan harta.
2) Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan; segala sesuatu yang tidak
bermanfaat, seperti daging bangkai atau makanan yang basi tidak dapat
disebut harta, atau bermanfaat tetapi menurut kebiasaan tidak
diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum, segenggam tanah dan
4
Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.
5
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 59.
6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, h. 59.

3
sebagainya. Hal itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit hingga
zatnya tidak bisa dimanfaatkan jika disatukan dengan hal lain7.

Dan menurut Jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah), al-mal


yaitu:“Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dikenakan ganti rugi bagi
orang yang merusak atau melenyapkannya,”
Dalam kandungan kedua definisi tersebut terdapat perbedaan esensi
harta. Menurut jumhur ulama, harta tidak saja bersifat materi melainkan
termaksud manfaat dari suatu benda. Akan tetapi ulama Hanafiah berpendirian
bahwa yang dimaksud dengan harta hanya yang bersifat materi, adapun manfaat

termaksud dalam pengertian milik. Manfaat yang dimaksud pada pembahasan


ini adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak,
seperti mendiami rumah atau mengendarai kendaraan.
b. Hak Milik
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi
mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, diantaranya berarti: milik,
ketetapan dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, bagian (kewajiban), dan
kebenaran8.

Pengertian hak secara etimologis terkandung dalam beberapa ayat Al-


Qur’an yaitu ketetapan dan kepastian (QS. Yaasin 36:7), menetapkan dan
menjelaskan (QS. Al-Anfal 8:8), kewajiban yang terbatas (QS. Al-Baqarah
2:241), dan kebenaran sebagai lawan kebatilan (QS. Yunus 10:35). Adapun
terminology Fiqhi, hak yaitu suatu hukum yang telah ditetapkan secara
syara’9.
Di dalam Kamus Istilah Ekonomi disebutkan, bahwa hak ialah barang
milik perorangan atau hakatas tanah selain hak milik penuh (tanaman atau
sewa). Sedangkan hak milik ialah hakatas property yang didukung dengan

7
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 22.
8
Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, h. 45.
9
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, h. 66.

4
semua klaim hukum. Setelah memilikinnya maka klaim itu dilindungi oleh
hukum. Dan hak milik pribadi ialah hak seseorang untuk memperoleh manfaat
dari hartabenda secara langsung atau tidak langsung, misalnya melalui
pemakaian sewa-menyewa dan sebagainya10.
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).
Milk juga berarti hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’,
yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga
ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut kecuali adanya
larangan syara’. Kata milik dalam Bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
kata al-milk dalam bahasa Arab.
Adapun yang dimaksud dengan kepemilikan menurut Islam adalah
pemberian hak milik dari suatu pihak kepada pihak yang lainnya sesuai
dengan ketentuan syariat untuk dikuasai, yang pada hakikatnya hak itu adalah
milik Allah swt. Hal ini berarti bahwa kepemilikan harta adalah yang
didasarkan pada agama. Yang artinya, kendati manusia sebagai pemilik
eksklusif, namun kepemilikan itu hanya sebatas amanah dari pemilik yang

sesungguhnya yakni Allah swt11. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam surah


an-Nur 24:33, yang artinya:
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia
berikan kepada kalian.”

B. Harta Sebagai Perhiasan Dunia


Harta sebagai perhiasan dunia bagi manusia menurut tafsir ayat surah Ali
Imran 14:

10
Julian Ifnul Mubaroh, Kamus Istilah Ekonomi, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 78-79.
11
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis; Menangkap Spirit Ajaran Lngit dan Pesan Moral Ajaran Bumi (Jakarta:
Penebar Plus, 2012), h. 105.

5
“Dijadikan terasa indah pada (pandangan) manusia cinta terhadap apa yang
diinginkan, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertumpuk dalam
bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)”.
Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di menyatakan bahwa Allah
mengkabarkan kepada kita bahwa Dia telah menghiasi bagi manusia kecintaan
kepada dunia, khususnya pada harta benda yang telah disebutkan dalam ayat ini,
karena semua itu adalah sebesar-besar syahwat (keinginan) sedangkan yang
lainnya hanya mengikutinya.
Ibn Katsir menyatakan bahwa Allah telah mengkabarkan kepada kita
bahwa kehidupan dunia ini adalah salah satu kenikmatan (kelezatan) dan di antara
kenikmatan yang ada di dunia ini adalah wanita, anak-anak dan harta benda.
Imam ath-Thabari menyatakan bahwa manusia berbecla penclapat
mengenai siapakah yang menjadikan tampak indah perhiasan dunia ini, sebagian
golongan berpenclapat bahwa Allahlah yang menjadikan hal itu, dan ini adalah
zhtihir dari ucapan 'Umar bin Khattab seperti yang disebutkan oleh Imam Bukhari
dalam ayat lain yang disebutkan:
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai
perhiasan baginya (Q.S. al-Kahfi: 7).
Allah Ta’ala memberitahukan bahwa kekayaan dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia, hanya saja sesuatu yang lebih bermanfaat dan
membahagiakannya adalah amalan-amalan yang kekal lagi ṣālih. Ini mencakup
seluruh jenis ketaatan yang wajib atau sunnah, yang bertalian dengan hak-hak
Allah dan hak-hak sesama manusia berupa ṣalāt, zakāt, sedekah, haji, umrah,
bertasbih (mengucapkan) tahmīd, tahlīl dan takbīr, membaca (Al-Qur’ān),
mencari ilmu yang bermanfaat, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, menjalin
tali silaturahmi, berbakti kepada kedua orang tua, melaksanakan hak-hak istri,

6
budak-budak dan hewan-hewan serta seluruh jenis perbuatan baik yang ditujukan
kepada sesama manusia. Ini semua termasuk baqiyyatuṣṣalihat (amalan-amalan
yang kekal lagi shalih).
C. Transformasi Harta Menjadi Al-Baqiyat Shalihat
Ketika membaca Surat Al-Kahfi ayat ke-46, kita menemukan di sana
disebutkan suatu amalan yang ganjarannya lebih utama dibanding perhiasan dunia
yang berupa anak dan harta. Ya, amalan itu adalah al-bâqiyat ash-shâlihât, adapun
ayatnya adalah:
‫اْلَم اُل َو اْلَبُنوَن ِز يَنُة اْلَحَياِة الُّد ْنَيا َو اْلَباِقَياُت الَّصاِلَح اُت َخْيٌر ِع ْنَد َر ِّبَك َثَو اًبا َو َخْيٌر َأَم اًل‬
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh (al-bâqiyat ash-shâlihât) adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Apa sebenarnya makna dimaksud al-bâqiyat ash-shâlihât dalam ayat ini?
Jika menelaah dalam kitab tafsir Jalalain, di sana disebutkan:
‫هم‬ss‫بر زاد بعض‬ss‫بحان هللا والحمد هلل وال إله إال هللا وهللا أك‬ss‫َو الَباِقَياُت الَّصاِلَح اُت (هي س‬
‫وه عند هللا‬ss‫وال حول وال قوة إال باهلل) َخْيٌر ِع ْنَد َر ِّبَك َثَو اًبا َو َخْيٌر َأَم اًل (أي ما يأمله اإلنسان ويرج‬
‫تعالى‬
Artinya: “Dan al-bâqiyat ash-shâlihât—yaitu subhânallâh, wal
hamdulillâh, wa lâ Ilâha illallâh, wa Allâhu akbar, sebagian ulama menambahkan:
wa lâ hawla walâ quwwata illâ billâh—adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan—tegasnya: sesuatu yang mana
manusia mencita-citakan dan mengharapkannya di sisi Allah ta’ala.
Sumber: https://nu.or.id/tafsir/makna-al-baqiyat-ash-shalihat-dalam-al-quran-dan-
keutamaannya-QdGai

Lafadz al-baaqiyat as-sholihat dalam surah al-kahfi: 46 secara harfiah


berarti amal kebajikan yang berkelanjutan. Namun, para ahli tafsir
menafsirkannya sebagai berbagai jenis amal shalih, seperti sholat lima waktu
wajib, dzikir, anak perempuan sholehah, dan amal shalih lainnya (Qurthubi,
2008). Penyebutan al-baqiyat shalihat setelah menjelaskan kedudukan harta dan

7
keturunan adalah untuk mengingatkan hamba Allah Swt. agar harta dan keturunan
tidak membuat mereka lalai.
D. Kedudukan dan Fungsi Harta
Harta termaksud salah satu kebutuhan pokok manusia dalam menjalani

kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama Ushul Fiqhi persoalan harta
dimasukkan di dalam salah satu al-dhoruriyat al-khamsah (lima keperluan
pokok), yang terdiri dari: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Selain sebagai
kebutuhan, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sarana memenuhu
kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.12
Adapun fungsi harta bagi kehidupan manusia sangatlah banyak adanya.
Harta dapat menunjang kegiatan manusia baik dalam kebaikan atau keburukan.
Oleh karena itu manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainnya.
13
Biasannya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta.
Namun dalam pembahasan ini, fungsi harta yang akan dikemukakan terkait
dengan aturan syara’, antara lain untuk:
1) Kesempurnaan ibadah. Sebab dalam beribadah dibutuhkan alat-alat,
seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat, serta bekal untuk
ibadah haji, zakat sedekah dan sebagainya.
2) Memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah,
sebagaimana kefakiran dekat dengan kekufuran.
3) Meneruskan estafet kehidupan agar tiadak meninggalkan generasi yang
lemah. Sebagaimana firman Allah QS An-Nisa 5:9, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang
mereka hawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan
perkataan yang benar.”

4) Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah saw

12
Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, h. 20.
13
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, h. 31.

8
bersabda, yang artinya:

“Tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik


daripada yang ia hasilkan dari hasil keringatnya. Sesungguhnya
Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri.”

5) Bekal untuk mencari dan mengembangkan ilmu, karena menuntut ilmu


tanpa biaya akan terasa sulit.
6) Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya
yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.14
15
7) Menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan.
Firman Allah QS Al-Hasyr: 7: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya diantaramu”.

Sebenarnya bias saja diperluas fungsi harta, akan tetapi tidak boleh dalam
penggunaannya bertentangan dengan syariat Islam, karena harta akan
dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.16
E. Cara Pengelolaan Harta Dalam Islam
Dalam menyikapi harta yang ada dalam genggaman, yang perlu dipikirkan
oleh seorang muslim bukanlah segera membelanjakannya. Namun perhatian
utama bagi seorang muslim adalah keadaan saudara seimannya sebagai bentuk
kepedulian sosial. Dalam hal ini, pengelolaan harta secara Islami dapat melalui
cara-cara berikut, yaitu :

1. Charity (Berbagi)
Berbagi baik dilakukan sendiri maupun berdonasi melalui lembaga
merupakan anjuran dalam agama Islam. Saat seseorang berbagi maka
dirinya telah taat pada Allah. Ketika berbagi dengan sendirinya akan
14
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, h. 31-32.
15
Abdul Rahman Ghazaly.,at all, Fiqh Muamalat, h. 23.
16
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, h. 65.

9
mengundang keberkahan hidup di dunia dan membuka jalan datangnya
rezeki. Dalam surat Az-Zariyat ayat 19 Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman yang artinya,
“Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak meminta.”
Saat harta telah sampai pada nisab dan haul maka seorang muslim wajib
mengeluarkan zakat mal. Mekanisme zakat merupakan cara Islam untuk
meredam ketamakan dan meratakan kesejahteraan.
Tetapi jika belum sampai pada batas tersebut, ada mekanisme lain yang
bisa dilakukan dalam berbagi untuk mengundang keberkahan dari Allah.
Cara itu adalah dengan sedekah, infak maupun wakaf. Semuanya
merupakan cara berbagi yang masing-masingnya memiliki keutamaan.
2. Hutang (Debt)
Bisa dikatakan hampir mayoritas manusia di bumi memiliki hutang.
Meskipun diperbolehkan, sebaiknya berhati-hati dengan hutang. Surga
sangat sensitif dengan seseorang yang masih memiliki hutang dan belum
sempat terbayarkan saat hidup. Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia
terbebas dari tiga hal yaitu sombong, khianat dan hutang maka dia akan
masuk surga.” (HR Ibnu Majah).
Saat memiliki harta seorang muslim sebaiknya segera melunasi hutangnya.
Terlebih kematian tidak diketahui kapan datangnya. Terkait hal ini
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menegaskan dalam hadits lain
yang artinya,
“Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali
hutang.” (HR Muslim).
Tidak sungguh-sungguh melunasi hutang sama halnya dengan menunda
hak sesama. Dengan demikian imbasnya bisa jadi Allah akan menunda hak
kita utamanya dalam harta. Bersegera melunasi hutang akan
mendatangkan berbagai rezeki yang lain.

10
3. Investasi (Investment)
Sebagaimana disinggung di atas, harta kekayaan dalam Islam merupakan
sarana untuk mengembangkan diri serta pengembangan usaha. Maka
adanya harta yang dimiliki akan lebih baik jika segera diinvestasikan
dalam sebuah usaha atau kerjasama.
Hal ini merupakan kebiasaan para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pada masa silam. Sahabat seperti Utsman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Umar bin Khattab dan lain sebagainya merupakan
pebisnis ulung. Diketahui ketika memiliki harta mereka tidaklah
menyimpan dengan niat menimbun. Pilihan yang mereka ambil hanya dua,
untuk melakukan bisnis atau biaya jihad di jalan Allah. Terkait hal ini
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 18 yang
artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha
Teliti pada apa yang kamu kerjakan.”
Dengan berinvestasi juga akan mencegah seorang muslim dari maksiat.
4. Konsumsi
Konsumsi atau berbelanja kebutuhan sebaiknya ditempatkan dalam urutan
terakhir. Terlebih jika itu hanya untuk makan dan fashion. Berbeda dengan
urusan pendidikan yang memang perlu dialokasikan khusus. Jika menuruti
keinginan perut, diberikan sebanyak dan senikmat apapun manusia tidak
akan cukup. Hal tersebut merupakan dorongan dari nafsu. Padahal ketika
merujuk dalam agama Islam, seorang muslim tidak boleh berlebihan
dalam urusan perut.

Dalam surat Al-A’raf ayat 31 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman


yang artinya,

11
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada
setiap (masuk) masjid, makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan.
Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
F. Tafsir Ayat-Ayat yang Berkaitan dengan Harta
Karena banyaknya ayat tentang harta maka tulisan ini hanya mengambil
dua interpretasi dari dua ayat berikut ini:
Dimana Allah Swt. 2berfirman:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa


yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)”
Ayat di atas berbicara tentang naluri manusia yang mencintai wanita,
mencintai anak sebagai buah cintanya terhadap wanita, dan mencintai harta
yang bisa dijadikan alat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan alat
mendapatkan kenyamanan hidup.
Dalam Q.S. Al-Kahfi [18] : 46. Allah berfirman:

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-


amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”
Maka maksud dari ayat ini adalah, harta dan anak-anak adalah bagian dari
dunia, sehingga dapat dipahami bahwa semua yang menjadi perhiasan dunia,
akan mudah berakhir kemudian musnah. Sehingga tidak layak bagi orang
yang berakal membanggakan diri dengan harta dan anaknya.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep harta dan kepemilikan dalam ajaran Islam,pada intinya adalah
menyadari sepenuhnya bahwa pemilik hakiki dari segala sesuatu adalah Allah
swt, manusia yang berlaku sebagai khalifah, hanya merupakan pemilik
sementara dari apa yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam segala tindakan
ekonomi atau dalam usaha memperoleh harta kekayaan, manusia harus melalui
jalan yang diridhoi oleh syariat baik dalam perolehan sumber, prosesnya ataupun
pemanfaatan hasil kekayaan tersebut. Karena pada intinnya segala sesuatu yang
dimiliki oleh manusia akan dimintai pertanggung jawabannya diakhirat kelah
oleh Allah swt.
B. Saran
Tentunya kami menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun para pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Badroen, Faisal. at all. Etika Bisnis Dalam Islam. Jakarta: Kencana, 2007.
Dimyati, Ahmad. Teori Keuangan Islam,(Yogyakarta: UII Press, 2008.
Al-Asror, M. K. (2022). Konsepsi Al-Quran Tentang Harta (Studi Tafsir Ayat
Iqtishad). Jurnal Riset Ekonomi Islam, 51-63.

Djakfar, Muhammad. Agama, Etika, dan Ekonomi; Wacana Menuju


Pengembangan Ekonomi Rabbaiyah, Malang: UIN Malang Press, 2007.
Djakfar, Muhammad. Etika Bisnis; Menangkap Spirit Ajaran Lngit dan Pesan
Moral Ajaran Bumi, Jakarta: Penebar Plus, 2012.
Ghazaly, Abdul Rahman.,at all. Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Din wa al-Saqafi wa al-
Ijtima’i. Cet. I; Kairo: Maktabah al-nahdhah al-Misriyah, 1967.
Hasan, M. Ali. Zakat dan Infaq; Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008.
Kementrian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia. Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam: 2002.
Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama, Kompilasi
Hukum Islam, 2010.
Mannan, M. A. Islamic Economic: Theory and Practice, diterjemahkan oleh
M. Nastangin dengan judul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek,
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana, 2012
Mubaroh, Julian Ifnul. Kamus Istilah Ekonomi. Bandung: Yrama Widya,
2012.
Nasution, Mustafa Edwin et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta:
Kencana, 2007.
Qardhawi, Yusuf. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami, diterjemahkan
oleh Didin Hafidhuddin dengan judul, Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press. 1997.
Rahardjo, Dawam.Islam Dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta: Lembaga
Studi Agama dan Filsafat, 1999.

14
Syafei, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.

15

Anda mungkin juga menyukai