DOSEN PEMBIMBING :
HENDRA IBRAHIM, MA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1. AULIA HASANAH ( 0506201025 )
2. DEVI SAFITRI ( 0506201019 )
3. LAILA DWI NINGRUM ( 0506201011 )
PRODI MANAJEMEN VA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022/2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
C. Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 3
A. Definisi Al-Amwal ( Harta ).................................................................................. 3
B. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an................................................................... 5
C. Kepemilikan Harta berdasarkan Al-Qur’an...................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 9
A. Kesimpulan............................................................................................................. 9
B. Saran........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan manusia terhadap harta berbanding lurus dengan kebutuhannya terhadap
anak keturunan. Begitu pentingnya harta dalam kehidupan umat manusia, sehingga harta terus
diusahakan sepanjang waktu. Manusia seakan berlomba dengan waktu untuk mencari harta.
Waktu sehari-semalam terasa tidak memadai untuk beraktifitas dalam rangka mengumpulkan
harta. Bahkan di zaman modern seperti sekarang ini, status sosial seseorang ditentukan
berdasarkan kepemilikannya terhadap harta, semakin banyak harta yang dimiliki maka semakin
tinggi tingkat dan status sosial disandangnya.
Kemajuan zaman dengan berbagai fasilitas kemudahan yang ditawarkan membuat
manusia berkompetisi dalam memenuhi kebutuhan itu. Sifat materialistis-hedonistis seakan
melekat pada diri manusia modern, akibat dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan untuk mengakses semua fasilitas yang ditawarkan oleh kemajuan iptek, membuat
manusia berkompetisi untuk mewujudkan impian-impiannya. Apapun cara dan jalan akan
ditempuh demi meraih harapan dan keinginan material. Pesan-pesan normatif keagamaan dan
etika yang dianut seakan tidak dapat membendung keinginan material manusia itu.
Fenomena abad modern menunjukkan disatu sisi ada kecenderungan umat manusia
mengumpulkan dan memperbanyak harta, namun di sisi lain juga menunjukkan fenomena
kesadaran spritual yang tinggi, hal ini muncul sebagai konsekwensi logis dari kekeringan spritual
keimanan yang dirasakan sebagian manusia modern yang terlalu rakus akan harta. Manusia
seakan sadar bahwa anatomi tubuhnya tidak hanya tercipta dari unsur jasad atau jasmani yang
mana kebutuhannya memang bersifat materiil belaka, namun dalam diri manusia juga ada unsur
spritual yang mana kebutuhannya itu bersifat non materiil.
Di antara fungsi al-Qur‟an adalah sebagai petunjuk dan obat terhadap penyakit rohani
yang diderita manusia muslim. Sebagai kitab yang senantiasa di pedomani umat muslim dalam
kehidupan sehari-hari, maka sejatinya al-Qur‟an telah memberikan panduan dan pedoman
kepada manusia untuk mencari dan memanfaatkan harta demi kepentingan hidupnya di dunia
dan akhirat kelak.
Pedoman itulah yang seharusnya menjadi landasan berpikir dan bertindak untuk mencari
dan memanfaatkan harta. Karena pesan al-Qur‟an adalah pesan ilahiah, bersifat trasedental dan
universal, dan tidak pernah lekang di makan zaman. Konsep harta dalam al-Qur‟an pada intinya
memadukan konsep bisnis yang beriorentasi kepentingan dunia, dan konsep kepentingan sosial
yang beriorentasi ke akhiratan. Untuk itu, dalam makalah ini, penulis akan mencoba meng-
elaborasi konsep harta dalam presfektif qur‟ani yang akan membawa manusia dengan
kepemilikannya terhadap harta kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Amwal ( Harta )?
2. Bagaimana Kedudukan Harta dalam Al-Qur‟an ?
3. Bagaimana Kepemilikan Harta Berdasrkan Konsep Al-Qur‟an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Amwal ( Harta )
2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Harta dalam Al-Qur‟an
3. Untuk mengetahui bagaimana Kepemilikan Harta berdasarkan Konsep Al-Qur‟an
2
BAB II
PEMBAHASAN
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
Harta yang dalam bahasa Arab disebut dengan mal (jamaknya amwal) terambil dari kata
kerja mala-yamulu-maulan yang berarti mengumpulkan, memiliki dan mempunyai. Dari
pengertiansemantik ini dipahami sesuatu itu dinamakan harta bila dapat dikumpulkan untuk
dimiliki baik untuk kepentingan individu, keluarga maupun masyarakat.1 Ada juga yang
menyebut harta sebagai nikmat. Di samping itu sebagian lain menterjemahkan harta sebagai
emas dan perak. Dengan kata lain harta atau mal berarti sesuatu yang dikumpulkan dan dimiliki,
yaitu harta atau kekayaan yang mempunyai nilai dan manfaat.
Faruqi mendefinisikan harta sebagai sesuatu benda atau kekayaan yang memberi faedah
yang dapat memuaskan jasmani dan rohani atau kebutuhan hidup.2 Para fuqaha tampaknya berbeda
dalam mentakrifkan harta. Hanafiah mendefinisikan harta yaitu, segala yang diminati dan dapat
dihadirkan ketika hajat (diperlukan). Dengan kata lain harta itu adalah sesuatu yang dapat
dimiliki, disimpian (idkhar) dan dapat pula dimanfaatkan. Selanjutnya Syafi‟iyyah, Malikiah dan
Hanabilah menjelaskan bahwa harta adalah sesuatu yang memiliki nilai (qimah) dan dapat
dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya.
1
Abi Husein Ahmad bin Faris, Mu„jam Maqayis al-Lugat,(Beirut: dar al- Fikr, t.t),juz V, h.285
2
Al-Faruqi, Faruqi Law Dictionary (English-Arabic), (Beirut:LibrairiDu‟lisan, 1991),h.743-744
3
Syarat harta itu haruslah berwujud atau materi. Manfa‟at bagi Hanafiah adalah termasuk
ke dalam pengertian milik. Sedangkan yang lain berpandangan bahwa harta itu tidak saja
materi tetapi juga manfa‟at sesuatu benda.3 Berangkat dari definisi tentang harta,dapa
tdisimpulkan bahwa unsur harta ada empat :
1. Bersifa tmateri („ainiyyah) atau mempunyai wujud nyata
2. Dapat disimpian dan dapat dimiliki (qabilanlitamlik)
3. Dapat dimanfa‟atkan (qabilanlial-intifa;)
4. Uruf (adat atau kebiasaan) masyarakat memandangnya sebagai harta. Penting di catat,
unsur nomor empat adalah tawaran pemikiran dari Ahmad Al-Zarqa‟.4
Kembali kepada ayatd iatas,Q.S.Al-Kahfi:46. Kata al-mal yang diposisikan sebagai
zinah, berfungsi sebagai perhiasan dunia yang kerap melalaikan manusia dari mengingat Allah
SWT. Allah menjelaskan bahwa yang menjadi kebanggaan manusia di dunia ini adalah harta
benda dan anak-anak, karena manusia sanga tmemperhatikan keduanya. Banyak harta dan anak
dapat memberikan kehidupan dan martabat yang terhormat kepada orang yang memilikinya.
Sepertihalnya„Uyainah, pemuka Quraisyyangka yaitu,atau Qurtus, yang mempunyai kedudukan
mulia di tengah-tengah kaumnya, karena memiliki kekayaan dan anak buah yang banyak.
Karena harta dan anak pula, orang menjadi takabbur dan merendahkan orang lain.
Allah menegaskan bahwa keduanya hanyalah perhiasan hidup duniawi, bukan pula
perhiasan dan bekal untuk ukhrawi. Padahal manusia sudah menyadari bahwa keduanya akan
segera binasa dan tidak patut dijadikan bahan kesombongan. Dalam urutan ayat ini harta
didahulukan dari anak, padahal anak lebih dekat ke hati manusia, karena harta sebagai
perhiasan lebih sempurna dari pada anak. Harta dapat menolong orang tua dan anak setiap
waktu dan dengan harta itu pula kelangsungan hidup keturunan dapat terjamin. Kebutuhan
manusia terhadap harta lebih besar daripada kebutuhannya kepada anak,tetapi tidak
sebaliknya.5
3
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta, GMP, 2007, h.74.
4
Musthafa Muhammad Az-Zarqa mendefinisikan harta sebagai, “Setiap materi („ain) yang mempunyai nilai yang beredar
dikalangan manusia (mutadawilah bainaal-nas).
5
Kementerian Agama, Tafsi rAl-Qur‟an, .................... Juz v, h.617
4
B. Kedudukan Harta dalam Al-Qur’an
Islam memandang harta sebagai sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia.
Begitu pentingnya harta, sehingga syariat menjadikannya sebagai salah satu dari lima hal penting
yang harus dipenuhi, dijaga, dan diperhatikan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia
maupun di akhirat. Perhatian Islam terhadap kepemilikan harta sangat berbeda sebelum
datangnya Islam, dimana masyarakat jahiliyah ketika itu memandang harta sebagai kotoran yang
harus dijauhi. Persepsi umum ketika itu adalah bahwa kemiskinan merupakan sesuatu yang baik
dan mesti menjadi tujuan hidup.Ketika Islam datang, pandangan itu dikontruksi ulang dengan
menempatkan harta sebagai bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Bahkan untuk
beribadah saja orang harus memiliki harta yang cukup, sebab mustahil kesempurnaan ibadah
akan tercapai manakalah terdapat kesulitan dalam pemenuhan aspek jasmani dan psikis.6
Pandangan Islam terhadap harta berada pada posisi netral antara pandangan materalistis,
yaitu pandangan yang berlebihan terhadap kepemilikan harta, bahkan sampai
mempertuhankannya, dan pandangan apriori dan pesimis terhadap kepemilikan harta, bahwa
harta merupakan kotoran yang harus dijauhi. Konsep-konsep Islam tentang harta akan
dielaborasi dalam beberapa hal sebagi berikut:
6
Rahman Ambo Masse. FIQH EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH Antara Realitas dan Kontekstual. h. 104
7
Ibid. h.105
5
baik melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. Harta dan anak merupakan
kenikmatan yang diberikan Tuhan kepada umat manusia, oleh karena itu, seharusnya nikmat itu
senantiasa disyukuri dengan cara mengeluarkan zakat, infaq dan bersedekah, namun seruhan itu
kadang tidak dipenuhi karena perasaan takut miskin dan adanya sifat kikir. Atas dasar itu, al-
Qur‟an mengobati sifat kikir dan tamak itu dengan mengingatkan tentang bahaya daya tarik harta
dan anak-anak keturunan, sebab kedua hal itu merupakan bahan ujian dan cobaan. Al-Qur‟an
mengingatkan, jangan sampai manusia lengah terhadap ujian itu, sehingga lalai dalam menjaga
amanah dan taggung jawab mereka di dunia.8
8
Ibid. h.107
9
Ibid. h.108
6
Artinya: “Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang
diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dari unta, lembu, dan kambing, dan tanah yang dijadikan
untuk tanaman dan pertanian. Itulah kesenangan hidup di dunia dan perhiasannya yang fana,
dan di sisi Allahlah tempat kembali dan pahala yang baik, yaitu surga”.10
Kata “mata‟un” yang meliputi berbagai jenis harta itu menunjukkan bahwa kata ini
berkonotasi modal.Kata “zuyyina” menunjukkan pentingnya modal dalam kehidupan manusia.
Dalam sistem ekonomi Islam modal itu harus terus dikembangkan, tidak boleh stagnan. sebab
apabila aset itu tidak digunakan (idle) untuk menghasilkan kekayaan, maka modal kerja akan
berkurang untuk usaha perdagangan, industri maupun pertanian. Dampaknya dapat menjadikan
pertumbuhan ekonomi akan melambat dan cenderung melegalkan praktek-praktek yang tidak
dibenarkan, seperti monopoli, ogopoli dan pasar gelap. Harta merupakan titipan Tuhan yang
harus digunakan untuk kesejahteraan bersama, untuk mencapai sasaran itu, tentu harta harus
dibelanjakan pada usaha produktif, bukan untuk berfoya-foya, boros, dan pamer kekayaan
(demonstration effect) yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan memperlebar gap antara
masyarakat kaya dan miskin.
11
10
Ibid. h.110
11
Ibid. h.111
7
yang mampu memberikan hasil yang begitu banyak, kenapa kalian tidak percaya kepada Tuhan,
sehingga ragu menanamkan dan menginvestasikan hartamu di jalan Allah dengan cara
menfungsikannya pada kepentingan sosial. 12
12
Ibid.h.119
13
Ibid.h.123
14
Ibid.h.128
8
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Harta yang dalam bahasa Arab disebut dengan mal (jamaknya amwal) terambil dari kata
kerja mala-yamulu-maulan yang berarti mengumpulkan, memiliki dan mempunyai. Dari
pengertiansemantik ini dipahami sesuatu itu dinamakan harta bila dapat dikumpulkan untuk
dimiliki baik untuk kepentingan individu, keluarga maupun masyarakat Ada juga yang menyebut
harta sebagai nikmat. Di samping itu sebagian lain menterjemahkan harta sebagai emas dan
perak. Dengan kata lain harta atau mal berarti sesuatu yang dikumpulkan dan dimiliki, yaitu
harta atau kekayaan yang mempunyai nilai dan manfaat.
Kedudukan Harta dalam Al-Qur‟an ialah Harta sebagai Pilar Penegak Kehidupan, Harta
sebagai Cobaan atau Fitnah dan Harta sebagai Perhiasan Hidup. Adapun Kepemilikan Harta
berdasarkan konsep Al-Qur‟an ialah Harta sebagai Aktifitas Ekonomi, Harta sebagai Indikator
Kesejahteraan Bersama, Harta sebagai Bekal Perjuagan dan Dilarang Menimbun Harta secara
Batil.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan diatas masih banyak
ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik
yang bisa membangun dari pembaca.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abi Husein Ahmad bin Faris, Mu„jam Maqayis al-Lugat,(Beirut: dar al- Fikr, t.t),
Al-Faruqi, Faruqi Law Dictionary (English-Arabic), (Beirut:LibrairiDu‟lisan, 1991)
Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta, GMP
Musthafa Muhammad Az-Zarqa mendefinisikan harta sebagai, “Setiap materi („ain) yang mempunyai
nilai yang beredar dikalangan manusia (mutadawilah bainaal-nas).
Rahman Ambo Masse. FIQH EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH Antara Realitas dan
Kontekstual.
10