Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERSPEKTIK AL-QURAN TENTANG AMWAL

OLEH :
KELOMPOK 1

ATIFAH MAHARANI AKIL (2320203861211014)


ASHILAH ANBARWANI (2320203861211012)

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Ayat Ekonomi

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok

mata kuliah Pancasila dengan judul “Perspektif al-Quran tentang Amwal”.

Salawat serta salam tak lupa kita lantunkan kepada Nabi Muhammad saw. nabi

yang membawa umat manusia dari kegelapan tiada tara ke cahaya yang terang

benderang.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan kontribusi baik waktu, tenaga, maupun materi dalam penyusunan

makalah ini. Terimakasih pula kepada Ibu Dr. Muzdalifah Muhammadun, M.Ag.,

yang telah memberikan tugas ini sehingga penulis dapat lebih memahami tentang

Perspektif al-Quran tentang Amwal.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan pengalaman,

pengetahuan, serta waktu yang penulis miliki. Oleh sebab itu, penulis sangat

mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari pembaca guna

meningkatkan kualitas tugas-tugas ilmiah penulis kedepannya.

Parepare, 10 Maret 2024

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................3
DAFTAR ISI........................................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
PENDAHULUAN...............................................................................................................5
A. Latar Belakang.............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah........................................................................................................6
C. Tujuan..........................................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..................................................................................................................7
A. Pengertian Amwal........................................................................................................7
B. Ayat-Ayat Tentang Amwal..........................................................................................7
C. Asbabun Nuzul Ayat..................................................................................................12
D. Wawasan Ekonomi Terkait Ayat...............................................................................12
BAB II................................................................................................................................18
PEMBAHASAN................................................................................................................18
A. Simpulan....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, masyarakat modern semakin kompleks dan beragam


dalam hal memandang dan menggunakan harta benda atau amwal. amwal
memiliki peran krusial dalam kehidupan manusia dari dulu hingga sekarang.
Bukan hanya sebagai alat pertukaran dalam transaksi ekonomi, amwal juga
berperan sebagai sumber kehidupan, kesejahteraan, dan tanggung jawab
moral. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi, teknologi, dan
dinamika sosial saat ini telah menciptakan transformasi mendalam dalam
pola pikir dan perilaku masyarakat terkait harta benda.
Perkembangan ekonomi di Indonesia sesungguhnya tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor keilmuan ekonomi saja secara tunggal, namun juga
dipengaruhi oleh hal-hal sosial, baik secara sosio-kultural maupun secara
sosio-politiknya (Febriani & Jalaluddin, 2017). Tantangan ini merupakan
aspek yang perlu ditangani dengan cermat, mengingat implikasinya
terhadap peningkatan kualitas masyarakat dan peran krusialnya dalam
membangun negara yang sejahtera. Pendekatan yang menggabungkan iman
dan ilmu dianggap sebagai metode yang paling efektif dalam menyelesaikan
tantangan ini.
Al-Quran sebagai sumber ajaran utama dalam agama Islam,
memberikan pijakan moral dan etis yang penting dalam segala aspek
kehidupan, termasuk diantaranya tata kelola harta benda. penelitian tentang
perspektif Al-Quran tentang amwal tidak hanya memberikan pemahaman
mendalam tentang hubungan manusia dengan harta benda tetapi juga
menggali nilai-nilai yang mendasari konsep kepemilikan, penggunaan, dan
distribusi harta benda dalam masyarakat.

i
Al-Quran dalam mengatur aspek ekonomi dan keuangan tercermin
dalam banyaknya ayat yang menegaskan pentingnya kepemilikan yang adil
dan pengelolaan yang bertanggung jawab atas harta benda. Hal ini terkait
dengan pengertian bahwa harta dan kekayaan merupakan anugerah dari
Allah SWT yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan
mengikuti aturan syariat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif QS. Al-Kahf ayat 46 tentang harta?
2. Bagaimana perspektif QS. Al-Baqarah ayat 188 tentang harta?
3. Bagaimana perspektif QS. At-Taubah ayat 4103 tentang harta?

C. Tujuan
1. Mengetahui perspektif QS. Al-Kahf ayat 46 tentang harta
2. Mengetahui perspektif QS. Al-Baqarah ayat 188 tentang harta
3. Mengetahui perspektif QS. At-Taubah ayat 4103 tentang harta

i
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Amwal

Al-Mal jamaknya Al-Amwal secara bahasa berasal dari bahasa


arab yang artinya harta atau kekayaan. Menurut ulama Hanifiyah, harta
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan
dimanfaatkan. Konsep harta mencakup kemampuan untuk menguasai,
merawat, dan memanfaatkannya sesuai dengan kebiasaan. Sedangkan
dalam pandangan jumhur ulama fiqh lainnya, harta adalah apa pun yang
memiliki nilai dan akan rusak jika dikuasai.
Menurut Pasal 1 (9) Hukum Ekonomi Syariah, disebutkan bahwa
harta adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan dan
dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda
terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun
yang tidak bergerak dan hak yang mempunyai nilai ekonomis. Pengertian
ini jauh lebih khusus dibanding pengertian yang disebutkan oleh para
ulama fiqh.
Dalam pandangan Islam, harta sejatinya dimiliki oleh Allah swt.
Dialah yang menitipkan harta kepada manusia untuk dikelola dengan
baik. Harta memiliki peran yang sangat penting, utamakanya dalam
aktivitas ekonomi dan ibadah. Harta merupakan salah satu cara Allah swt
memberikan kemaslahatan kepada umat manusia sehingga dapat
dijadikan acuan dalam berbisnis serta berinteraksi dengan orang lain.

i
B. Ayat-Ayat Tentang Amwal

1. QS. Al-Kahf Ayat 46


‫َاْلَم اُل َو اْلَبُنْو َن ِز ْيَنُة اْلَح ٰي وِة الُّد ْنَيۚا َو اْلٰب ِقٰي ُت الّٰص ِلٰح ُت َخ ْيٌر ِع ْنَد َر ِّبَك َثَو اًبا َّو َخْي ٌر‬
٤٦ ‫َاَم اًل‬
Terjemahan:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah
lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan” (Kemenag, 2019)

Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya Allah memberikan


2 hal yang akan menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan
manusia didunia, hal itu adalah harta benda (kekayaan) dan juga
anak-anak. Bagi sebagian besar manusia, memiliki kedua hal ini
dapat meningkatkan penghormatan terhadap dirinya dan dapat
menjamin kehidupannya menjadi lebih bahagia. Terkadang, banyak
konflik yang terjadi akibat harta dan anak. Banyak kasus dimana
orang akan menjadi takabur dan merendahkan orang lain. Padahal
jelas-jelas pada ayat tersebut Allah sudah mengatakan bahwa harta
dan anak hanyalah perhiasan dunia yang tidak kekal. Kekayaan dan
keturunan tidak akan mendampingi manusia sampai ke alam
penghakiman, keduanya hanya akan hilang bersamaan dengan
terpisahnya nyawa dengan tubuh manusia. Maka dari itu, harta dan
kekayaan tidaklah patut dijadikan sebagai bahan kesombongan
apalagi jika menggapainya dengan mengorbankan kepentingan
akhirat.
Pada akhirnya, kekayaan dan keturunan tidak akan

i
memberikan manfaat diakhirat kecuali jika digunakan untuk
kebaikan yang diridhai Allah semasa didunia dunia. Kita manusia
akan mempertanggung jawabkan apapun yang kita lakukan secara
sendiri-sendiri. Pikirkanlah balasan-balasan yang akan diterima
oleh diri sendiri diakhirat, terlalu terlena mengumpulkan kekayaan
dan membanggakan anak-anak hanya akan membuang buang
waktu serta energi.
Amal kebaikan yang abadi menurut QS. Al-Kahf ayat 46
adalah amal kebaikan yang hasilnya dapat dirasakan manusia tidak
hanya didunia, melainkan dapat menjadi sumber pahala pada hari
pengakhiran kelak. Amalan ini mencakup amalan wajib serta
sunnah. Amalan ini dapat berupa salat, puasa, zakat, berdzikir,
berbuat baik, bersedekah, memperbaiki silatuhrahmi antarsesama,
tidak pelit ilmu, sampai hal-hal kecil seperti menebar senyum.
Syarat agar sebuah amalan dapat bernilai pahal disisi Allah sangatlah
sederhana, manusia hanya perlu melaksanakan amalan tersebut dengan
ikhlas dan sesuai dengan apa yang diperintahkan ataupun dilarang Allah
swt. (Arviana dkk, 2024)

2. QS. Al-Baqarah Ayat 188

‫َو اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل َو ُتْد ُلْو ا ِبَهٓا ِاَلى اْلُح َّك اِم ِلَتْأُك ُلْو ا َفِر ْيًقا ِّم ْن َاْم َو اِل‬
١٨٨ ࣖ ‫الَّناِس ِباِاْل ْثِم َو َاْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬

Terjemahan:

“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan


jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan
dosa, padahal kamu mengetahui.” (Kemenag, 2019)

Ayat diatas mencerminkan prinsip-prinsip moral dan etika


dalam Islam yang menghormati hak milik orang lain. Allah swt

i
melarang merampas harta orang lain dengan cara yang tidak sah.
“Memakan” pada ayat tersebut tidak hanya berbicara tentang
makanan yang dikonsumsi lewat mulut saja, melainkan segala
jenis harta atau kekayaan yang dimiliki seseorang.

“Batil” pada ayat tersebut dapat berupa banyak hal.


Merampas hak orang lain dengan bersumpah palsu, bertindak
sebagai saksi namun bersaksi yang berisi kebohongan (bersaksi
palsu), ataupun menggunakan metode-metode licik untuk
memperkuat kebohongan merupakan salah satu bentuk tindakan
batil. Ayat ini mencerminkan prinsip keadilan serta kejujuran.
Meminta orang yang memiliki wewenang dalam memutuskan
suatu perkara dalam hal ini hakim untuk merebut harta milik
orang lain dengan cara yang tidak adil bukan hanya melanggar
prinsip keadilan, melainkan juga menyalahgunakan hak yang
dimiliki oleh seorang hakim. Seorang hakim harus bertindak jujur
dan adil, ia dilarang untuk memutuskan sesuatu berdasarkan
kepentingan pribadi ataupun kelompok.

Tindakan batil pada ayat tersebut dapat juga berupa:

1. Riba, yaitu praktik menaikkan jumlah pinjaman yang harus


dikembalikan melebihi jumlah yang dipinjam, dalam bahasa
umum disebut dengan bunga pinjaman.

2. Menerima shadaqah padahal masih mampu memberikan nafka


kepada dirinya ataupun keluarga yang ditanggungnya serta
dinilai tidak membutukan dan tidak layak menerima sadaqah.

3. Tidak memberikan upah yang sebanding dengan kinerja


pekerja.

3. QS. At-Taubah Ayat 103

‫ُخ ْذ ِم ْن َاْم َو اِلِهْم َص َد َقًة ُتَطِّهُر ُهْم َو ُتَز ِّك ْيِهْم ِبَها َو َص ِّل َع َلْيِهْۗم ِاَّن َص ٰل وَتَك َس َكٌن‬

i
١٠٣ ‫َّلُهْۗم َو ُهّٰللا َسِم ْيٌع َع ِلْيٌم‬

Terjemahan:

“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan


dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena
sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka.
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
(Kemenag, 2019)

Pada awalnya, ayat tersebut ditujukan kepada Rasulullah


saw untuk mengambil Sebagian dari harta kaum muslimin pada
masa itu dalam bentuk sedekah ataupun zakat. Tujuan utamanya
adalah membersihkan hati mereka dari sifat jelek seperti pelit,
tamak, dan sebaginya yang dapat timbul akibat adanya harta
benda. Selain itu, dijelaskan bahwa salah satu wujud bertaubat
adalah dengan mengeluarkan zakat

Sejatinya, setiap harta yang dmiliki manusia ada hak


orang lain didalamnya. Selama seseorang belum membayar
zakat, maka seluruh harta yang ia miliki masih bercampur dengan
milik orang lain, oleh karena itulah harta ini akan menjadi haram
baginya dan ia dilarang untuk memanfaatkannya dalam bentuk
apapun. Satu-satunya cara agar harta tersebut menjadi bersih,
suci, serta halal adalah dengan mengeluarkan hak orang lain
(berzakat).
Orang yang membayar zakat akan terhindar dari sifat
tamak dan iri. Menunaikan zakat akan membawa berkah pada
sisa harta yang, sehingga harta tersebut cenderung dilipat
gandakan oleh Allah swt. Berlaku pula sebaliknya, harta yang
tidak dikeluarkan zakatnya tidak akan memeroleh berkah dari
Allah swt.
Meskipun perintah Allah dalam ayat ini awalnya

i
ditujukan kepada Rasul-Nya, namun hukumnya berlaku bagi
semua pemimpin atau penguasa dalam masyarakat khususnya
Islam. Mereka harus menjadi wadah penampung zakat bagi umat
muslim yang wajib mengeluarkan zakat kemudian tentu saja
menyalurkannya kepada orang-orang yang memang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan islam. Setelah itu, para
pemimpin yang telah mengumpulkan zakat diharuskan berdoa
kepada Allah swt agar memberikan keselamatan dan
kebahagiaan kepada para pembayar zakat. Doa ini bertujuan
untuk memberikan ketenangan batin dan kedamaian hati kepada
mereka.

C. Asbabun Nuzul Ayat

Peristiwa yang melatar belakangi turunnya QS. Al-Baqarah ayat


188 berkaitan dengan kasus perselisihan antara Imriil Qais bin ‘Abis dan
‘Abdan bin Asyma’ al-Hadlrami. Konflik tersebut tidak dtemukan
adanya saksi sehingga Imriil Qais bin ‘Abis hendak memiliki tanah
tersebut dengan melakukan sumpah palsu didepan hakim. Ayat ini
merupakan peringatan kepada Imriil Qais bin ‘Abis dan tentunya bagi
umat muslim setelahnya.
QS. At-Taubah ayat 103 turun setelah peristiwa Lubabah dan
teman-temannya yang merasa sangat senang karena Allah menerima
taubat mereka. Mereka pun memutuskan untuk menyerahkan semua harta
mereka sebagai sedekah dan berharap didoakan agar diberi ampunan oleh
Allah swt. Mereka datang kepada Nabi Muhammad untuk menyatakan niat
baik mereka, namun Rasulullah saw menolak dengan megatakan bahwa ia
tidak diperitahkan mengambil harta sekecil pun, Rasulullah saw merasa
tidak punya hak atas harta tersebut. Kemudian, Allah swt mengirimkan
wahyu kepada Nabi Muhammad. Dimana harta mereka dapat diambil
sebagai zakat. Ini bertujuan untuk membersihkan dan mensucikan mereka
dari dosa-dosa. Hal ini kemudian dinyatakan dalam Surat At Taubah Ayat

i
103.

D. Wawasan Ekonomi Terkait Ayat

1. QS. Al-Kahf Ayat 46


Ayat tersebut menyoroti bagaimana manusia cenderung
mengaitkan kebahagiaan dan kebanggaan dengan kepemilikan harta
dan keturunan yang banyak. Fenomena ini dapat diamati dengan jelas
dalam prilaku konsumen masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa
saat ini kekayaan material telah menjadi salah satu indikator utama
dalam menentukan tingkat kesuksesan serta status sosial seseorang.
Hal ini tercermin dalam perilaku konsumen yang seringkali berupaya
untuk memperoleh lebih banyak harta benda dan berusaha memiliki
keturunan yang hebat. Dampaknya, budaya konsumerisme semakin
merajalela, bahkan tingkat kejahatan juga meningkat seiring dengan
bertambahnya keinginan dalam pemenuhan kebutuhan yang
cenderung berlebihan.
Allah swt sesungguhnya adalah dzat yang maha baik, dalam
ayat tersebut Allah memperingatkan kita untuk fokus kepada amalan-
amalan soleh sehingga kita dapat terhindar dari perilaku yang tamak
dan kikir. Perilaku tamak dan kikir bukan hanya merugikan diri
sendiri melainkan juga dapat merugikan pihak lain. Bayangkan saja
berapa banyak orang yang mungkin kita curangi apabila menuruti
insting tamak? Dan berapa banyak pula kedzaliman yang dapat kita
peroleh sebagai bentuk karma dari Allah swt?
Turunnya ayat ini bukan berarti umat muslim tidak
diharuskan mencari harta benda, namun jangan sampai melupakan
kehidupan yang abadi kelak. Agar harta benda dapat bermanfaat
didunia dan diakhirat, perlu dilakukan pengeloaan harta dengan benar
dan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Hal ini berarti
bahwa cara harta tersebut diperoleh, dikelola, dan digunakan harus
sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pada keadilan,

i
kejujuran, serta kepatuhan terhadap hukum-hukum yang ditetapkan
dalam syariah. Dengan mematuhi prinsip-prinsip ini, pengelolaan
harta dapat menjadi sebuah amal yang baik dan diberkahi. (Arviana,
2024)

2. QS. Al-Baqarah Ayat 188


Dalam menjalankan aktivitas ekonomi, manusia perlu
menerapkan yang prinsip-prinsip ekonomi yang etis. Pada ayat ini,
terdapat hubungan yang erat antara prinsip salah satu aktivitas
ekonomi yaitu prinsip etika bisnis. Salah satu prinsip etika bisnis
tersebut adalah keadilan dan kejujuran.
Allah swt sudah menjelaskan bahwasanya kita sangat
dilarang melakukan tindakan suap menyuap apalagi jika ingin agar
keputusan hakim berubah. Hal ini mencerminkan ketidakadilan.
Dalam berbisnis atau dalam usaha pemenuhan kebutuhan, manusia
diharuskan menggunakan cara yang halal, bukan malah mengincar
harta orang lain dan melakukan tindak kejahatan karenanya. Suap
menyuap memiliki dampak negatif yang signifikan dalam aktivitas
ekonomi dan bisnis. Suap menyuap dapat menciptakan
ketidakstabilan persaingan yang sehat serta mengurangi efisiensi
aktivitas ekonomi pasar.
Sudah jelas bahwa Allah swt melarang umatnya untuk
memperoleh harta kekayaan dengan cara yang batil. Jika
diterapkan pada bidang ekonomi, akan tercipta sistem ekonomi
yang bersih. Misalnya saja dalam berbisnis, bisnis tidak akan
bertahan lama bila tidak diterapkan kejujuran didalamnya.
Kejujuran adalah cara mutlak agar sebuah perusahaan memperoleh
kepercaaan dalam masyarakat.
Riba, sebagai salah satu cara memperoleh harta benda
dengan cara yang batil juga dilarang pada QS. Al-Imran ayat 130
yang bunyinya:

i
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َفًةۖ َّو اَّتُق وا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُح ْو َۚن‬
١٣٠
Terjemahan:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”
Sebagai respon atas larangan tersebut, maka muncullah
bank-bank ywyang menerapkan prinsip ekonomi islam. Bank-
bank ini berbeda dengan bank-bank konvensuinal. Perbedaan yang
paling signifikan adalah tidak diterapkannya sistem riba. Perlu
diketahui bahwa riba adalah melebihkan nominal pinjaman pada
saat pengembalian sebagai syarat penambahan waktu, biasanya
nominal ini tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Prinsip dasar di
balik larangan riba adalah untuk mencegah eksploitasi dan
ketidakadilan dalam transaksi ekonomi serta memastikan
kesetaraan dan keadilan di antara semua pihak yang terlibat dalam
transaksi tersebut.

3. QS. At-Taubah ayat 103


Zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim untuk menyisihkan
sebagian dari harta mereka untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya, ini bertujuan untuk membersihkan hartanya. Selain
berfungsi sebagai ibadah, zakat juga memiliki fungsi dalam bidang
ekonomi. Zakat dalam pendistriusiannya, kebanyakan digunakan
untuk kepentingan sosial contohnya pemberdayaan masyarakat
khususnya yang kurang mampu, jaminan sosial, dan lain-lain. Hal ini
berarti zakat dapat menjadi solusi dalam menangani ketimpangan
pendapatan di masyarakat.
Peran zakat dapat dilihat dari kacamata ekonomi micro dan
ekonomi makro. Secara mikro, fungsi zakat bagi penerima zakat
(mustahiq) adalah meningkatkan tingkat konsumsi mereka. Dengan

i
adanya zakat, mustahik akan mendapatkan tambahan dana yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Hal ini tentu
berpengaruh pada permintaan barang atau jasa. Permintaan barang
atau jasa yang tinggi tentu akan berdampak langsung pada sektor
produksi.
Fungsi ekonomi zakat dalam konteks makro dapat dilihat dari
dua aspek utama. Pertama, zakat berperan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kedua, zakat berkontribusi
pada distribusi kekayaan yang lebih merata dalam masyarakat.
Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa tentu mendorong
aktivitas ekonomi yang lebih produktif.
Allah swt melarang penimbunan uang. Larangan penimbunan
uang ini erat kaitannya dengan zakat. Sebagaimana dijelaskan oleh
Allah swt pada surah At-Taubah ayat 34-35 ebagai berikut.
۞ ‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَّن َك ِثْي ًرا ِّم َن اَاْلْح َب اِر َو الُّر ْهَب اِن َلَي ْأُك ُلْو َن َاْم َو اَل‬
‫َّذ َهَب َو اْلِفَّض َة َو اَل‬G‫الَّن اِس ِباْلَباِط ِل َو َيُص ُّد ْو َن َع ْن َس ِبْيِل ِهّٰللاۗ َو اَّل ِذ ْيَن َيْك ِن ُز ْو َن ال‬
‫ َّي ْو َم ُيْح ٰم ى َع َلْيَه ا ِفْي َن اِر َجَهَّنَم‬٣٤ ‫ُيْنِفُقْو َنَها ِفْي َس ِبْيِل ِهّٰللاۙ َفَبِّش ْر ُهْم ِبَع َذ اٍب َاِلْيٍۙم‬
‫َفُتْك ٰو ى ِبَها ِج َباُهُهْم َو ُج ُنْو ُبُهْم َو ُظُهْو ُر ُهْۗم ٰهَذ ا َم ا َكَن ْز ُتْم َاِلْنُفِس ُك ْم َف ُذ ْو ُقْو ا َم ا ُكْنُتْم‬
٣٥ ‫َتْك ِنُز ْو َن‬
Terjemahan:
34. Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya banyak dari para rabi dan
rahib benar-benar memakan harta manusia dengan batil serta memalingkan
(manusia) dari jalan Allah. Orang-orang yang menyimpan emas dan perak,
tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar ‘gembira’
kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih
35. Pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam
lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya
dikatakan), “Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu
sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama
ini kamu simpan.”

i
Penimbunan uang (money hoarding) merupakan salah satu istilah
dalam ekonomi. Praktik menimbun uang menyebabkan uang tidak beredar di
masyarakat dan tertahan pada sejumlah individu atau kelompok yang memilih
untuk menyimpannya, daripada mengalirkan uang tersebut kembali ke dalam
ekonomi dengan cara menginvestasikannya atau membelanjakannya.
Pembayaran zakat menjadi salah satu cara untuk mengurangi praktik
menimbun uang. Dengan membayar zakat, oknum-oknum pelaku penimbunan
uang diharapkan mengalokasikan sebagian dari kekayaan mereka kembali ke
dalam ekonomi. Zakat memberikan insentif bagi pemilik kekayaan untuk
menyumbangkan sebagian dari harta mereka kepada mereka yang
membutuhkan. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan konsumsi,
investasi, dan aktivitas ekonomi lainnya. (Amir dkk, 2023)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Simpulan

i
Dari ayat-ayat yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
konsep harta atau amwal dalam Islam sangatlah penting dan memiliki makna
yang mendalam. Allah memberikan manusia amwal sebagai sarana untuk
menguji kesabaran, keikhlasan, dan kejujuran. Pengelolaan harta harus
dilakukan dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab moral serta sesuai
dengan syariat agar harta tersebut dapat menjadi amal soleh.
Selain itu, ayat-ayat tersebut juga menegaskan pentingnya keadilan,
kejujuran, dan ketaatan terhadap perintah Allah dalam pengelolaan harta.
Memanfaatkan harta secara tidak adil atau merampas hak orang lain
merupakan perbuatan yang melanggar prinsip-prinsip Islam. Sebaliknya,
manusia perlu membersihkan harta yang ia miliki dengan mengeluarkan
zakat atas harta tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, A. N. A., Abubakar, A., Basri, H., & Rif’ah, M. A. F. ZAKAT DAN
FUNGSINYA BAGI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT:

i
KAJIAN TAFSIR EKOMOMI QS. AL-TAUBAH AYAT 103. El-
Iqthisady: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah.
Al-Asror, M. K. (2022). Konsepsi Al-Quran Tentang Harta (Studi Tafsir Ayat
Iqtishad). Jurnal Riset Ekonomi Islam.
Arviana, P., Abubakar, A., Basri, H., & Rif’ah, M. A. F. (2024). Harta dan
Pengelolaannya dalam Al-Qur’an: Tinjauan Surah Al-Kahfi ayat
46. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 5(3)
Al-Qasim, A. U. (2006). Ensiklopedia Keuangan Publik. Jakarta: Gema Insani
Press.
Febriani, A. (2017). Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid Al-Baghdadi (Studi Kitab
Al-Amwal). Jurisprudensi: Jurnal Ilmu Syariah, Perundang-
Undangan dan Ekonomi Islam, 9(2).
Firdausy, A. R. ., & Supriyadi. (2023). DASAR DAN PRINSIP PENERAPAN
EKONOMI ISLAM DALAM AL-QUR’AN. TAFAQQUH: Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah
Hasibuan, I. A., & Jawab, A. R. (2023). Konsep Al. Amwal Dalam Perspektif
Fiqih Muamalah Kontemporer. AL-KARIM: Journal of Islamic and
Educational Research, 1(2).
Ilham Ansori Hasibuan, & Ahmadih Rojalih Jawab. (2023). Konsep Al. Amwal
Dalam Perspektif Fiqih Muamalah Kontemporer. AL-KARIM:
Journal of Islamic and Educational Research, 1(2).
Subeno, H. ., & Taufiq, M. . (2023). PENERAPAN KONSEP HARTA
DALAM ISLAM PADA KEGIATAN EKONOMI MAHASISWA
S1 EKONOMI ISLAM: Studi Kasus di UIN Sjech M. Djamil
Djambek Bukittinggi. Jurnal Ilmiah Ekonomi, Manajemen Dan
Syariah (JIEMAS), 3(1)

Umayyatun, U. (2023). Prinsip dan Nilai-Nilai Pendidikan Anti Korupsi dalam


Qs. Al Baqarah: 188. Attractive: Innovative Education Journal, 5(3),
578-587.
Firdausy, A. R. ., & Supriyadi. (2023). DASAR DAN PRINSIP PENERAPAN

i
EKONOMI ISLAM DALAM AL-QUR’AN. TAFAQQUH: Jurnal
Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah

Anda mungkin juga menyukai