Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH AKUNTANSI PADA MODAL POKOK DALAM KONSEP

ISLAM
Mata Kuliah : Akuntansi Syariah
Dosen : Dr.H.Zulhelmy,S.E.,M.Si,Ak,CA.

Disusun Oleh :
STEVANUS ANTONI R 195310001
PUTRA JAYA LAIA 195310110
INDRA GUNAWAN TELAUMBANUA 195310580
IHZA MAHENDRA 195310726
CHANDRA HARGA DINATA 195310623

Kelas B
Prodi Akuntansi S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Riau
1443 H / Tahun 2022
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang pantas kami panjatkan kepada
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ Akuntansi Pada Modal Pokok Dalam Konsep
Islam”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Akuntansi
Syariah. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr.H.Zulhelmy,S.E.,M.Si,Ak,CA. selaku dosen mata kuliah Akuntansi
Syariah yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.
2. Keluarga dan teman–teman yang telah memberikan dukungan dalam
penyelesaian makalah ini
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaiaan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Terimakasih dan semoga
makalah ini bisa memberikan banyak manfaat positif bagi kita semua.

Pekanbaru, Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... ....i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ....ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................1
a. Latar Belakang Masalah............................................................................ ....1
b. Rumusan Masalah..................................................................................... ....1
c. Tujuan Penulisan....................................................................................... ....1
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................... ....2
a. Makna Harta dalam Islam..............................................................................2
b. Pembagian Harta Menurut Konsep Islam...................................................... 9
c. Pengertian Modal Pokok (Ra'sul-Maal) dalam Islam.................................... 12
d. Prinsip-Prinsip Akuntansi Islam Pada Modal Pokok.....................................14
e. Cara Mengukur Modal Pokok dan Hak-Hak Kepemilikan dalam Islam....... 17
f. Praktik Akuntansi pada Modal Pokok........................................................... 19
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................... 24
a. Kesimpulan....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Dalam islam, harta dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang kehidupan
yang dijadikan Allah untuk membantu proses tukar menukar (jual beli), ddan juga
digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Allah memerintahkan untuk saling
menukarkannya dan melarang menahannya atau menimbunnya. Konsep modal pokok
dalam pandangan islam tidak sama dengan konsep positif tradisional (konvensional)
karena modal pokok itu terdiri atas bermacam-macam bagian yang mempunyai
pengaruh terhadap ekonomi dan akuntansi. Para ulama fiqih juga telah meletakkan
dasar-dasar yang mengatur operasional, mengukur perkembangannya, serta
ketetapannya dalam akad (negosisasi), surat-surat, buku-buku, dan lain-lain.
b. Rumusan Masalah
1. Apa makna harta dalam islam?
2. Bagaimana pembagian harta menurut konsep islam?
3. Apa pengertian modal pokok (Ra’sul-Maal) dalam islam?
4. Apa saja prinsip-prinsip akuntansi islam pada modal pokok?
5. Bagaimana pengukuran modal pokok dan hak-hak kepemilikan dalam islam?
6. Bagaimana praktik akuntansi pada modal pokok dalam konsep islam?
c. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui makna harta dalam islam
2. Untuk mengetahui pembagian harta menurut konsep islam
3. Untuk mengetahui pengertian modal pokok (Ra’sul-Maal) dalam islam
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip akuntansi islam pada modal pokok
5. Untuk mengetahui pengukuran modal pokok dan hak-hak kepemilikan dalam
islam
6. Untuk mengetahui praktik akuntansi pada modal pokok dalam konsep islam

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Harta dalam Islam
Islam sangat memperhatikan harta dengan menempatkannya sebagai tiang
kehidupan. Syariat Islam mengandung kaidah-kaidah umum yang mengontrol cara
untuk mendapatkan uang, menyalurkannya, proses pertukaran dengan barang lain,
operasionalnya, serta untuk menjelaskan hak-hak orang lain atau masyarakat dalam
harta itu. Di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah serta di kalangan ulama terdapat
bermacam-macam konsep harta yang disebabkan perbedaan waktu dan tempat.
Konsep itu juga berbeda antara konsep akuntansi konvensional dan konsep akuntansi
Islam.
Di sini, kita akan mencoba menjelaskan konsep harta dari segi bahasa Arab dan
kandungan Al-Qur'an serta tafsirnya, dan juga konsep harta dalam Sunnah
nabawiyyah serta menurut para ulama fiqih. Sehingga, kita dapat menyimpulkan
konsep akuntansi yang akan dipraktikkan dalam ruang lingkup sistem akuntansi Islam
yang akan kita jadikan sebagai acuan atau standar dalam buku ini.
1. Pengertian Harta dalam Bahasa Arab
Di dalam kamus Lisanul-'Arab karya Ibnu Manzur diterangkan bahwa kata maal
(harta) berasal dari kata kerja ‫ ملت‬،‫ ثمال‬،‫ ملت‬،‫ مول‬Jadi, harta (maal) didefinisikan sebagai
'segala sesuatu yang dimiliki'. Berkata Sibawaihi, "Di antara bentuk imalah yang
asing dalam bahasa Arab ialah (maal) yang bentuk jamaknya ‫( أموال‬amwaal). Dalam
salah satu hadits Rasulullah,
‫نهى رسول هللا عن إضاعة المال‬
Yang dimaksud dengan idha'atul maal (‫ )إضاعة المال‬dalam hadits ini ialah
menafkahkan di jalan yang haram, maksiat, atau pada hal-hal yang tidak disukai
Allah. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan idha'atul maal itu
ialah perbuatan mubazir dan berlebih-lebihan walaupun dalam hal-hal yang halal atau
mubah. Berkata Ibnu Atsir, “Pada dasarnya, al-maal itu ialah barang milik seperti

2
emas atau perak, tetapi kemudian kata al-maal itu dipakai untuk semua jenis benda
yang bisa dikonsumsi dan dimiliki."
Dalam Mukhtar al-Qamus, kata al-maal berarti 'apa saja yang dimiliki', kata
tamawwalta berarti ‘harta kamu banyak karena orang lain', dan kata multahu berarti
'kamu memberikan uang pada seseorang'
Di dalam kamus al-Muhith dijelaskan bahwa maal itu ialah apa saja yang kamu
miliki, sedangkan dalam Mu'jam al-Wasith, maal itu ialah segala sesuatu yang
dimiliki seseorang atau kelompok, seperti perhiasan, barang dagangan, bangunan,
uang, dan hewan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian harta (maal) dalam
bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari
kata dan frase: ‫ مول‬،‫ ملت‬،‫ تمولت‬،‫تمويل‬
2. Pengertian Maal dan Harta dalam Al-Qur'an
Lafal al-maal terdapat pada banyak tempat di dalam Al-Qur'an dan juga dengan
bermacam-macam nama. Berikut ini akan kami sebutkan beberapa ayat yang
berkaitan dengan materi buku ini.
"Dan, kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan." (al-Fajr: 20)
Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa di antara kecenderungan ialah kecintaan pada harta,
memiliki dan menguasainya. Makna-makna di atas ditegaskan lagi oleh ayat-ayat
lain, yaitu sebagai berikut.
"Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan apa-apa yang diingini,
yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia; dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik." (Ali Imran: 14)
"... memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak anak yatim, orang-
orang miskin...." (al-Baqarah: 177)

3
"Dan, dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang
mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia, Hartaku lebih banyak daripada
hartamu dan pengikut pengikutku lebih kuat." (al-Kahfi: 34)
"Kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu...." (Ali Imran: 186)
"Dan, sungguh Kami akan memberikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah buahan. Dan, berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 155)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa mal (harta) itu adalah sebagai sarana untuk
menguji keimanan seorang mukmin ketika manusia mengalami kerugian, seperti
hilang atau binasanya barang itu, seperti halnya firman Allah,
"... dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu...." (an-Nuur: 33)
Dari ayat ini dipahami bahwa harta atau mal itu adalah milik Allah dan
kepemilikan manusia pada harta itu hanya sementara. Hal ini dipertegas lagi oleh
firman Allah
"... dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya...." (al-Hadiid:7)
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi...." (al-Qashash: 77)
Ayat ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara tuntutan dunia dan
tuntutan akhirat dalam harta (mal) yang telah diberikan Allah kepadamu.
Jadi, yang dimaksud dengan mal (harta) itu berbeda-beda sesuai dengan tempat di
mana kata-kata itu disebutkan dalam Al-Qur'an. Akan tetapi, makna mal (harta)
secara umum ialah segala sesuatu yang disukai manusia, seperti buah-buahan (hasil
pertanian), perak atau emas, binatang ternak, atau barang-barang lain yang termasuk
perhiasan duniawi. Adapun tujuan pokok dari harta itu ialah membantu untuk
memakmurkan bumi dan mengabdi pada Allah. Harta itu akan menjadi baik kalau

4
digunakan pada jalan yang diridhai Allah dan akan menjadi buruk kalau digunakan
untuk memaksiati Allah.
3. Pengertian Maal atau Harta dalam As-Sunnah
Di dalam kitab-kitab hadits terdapat banyak hadits yang mengandung kata maal
(harta). Di sini, kita akan menyebutkan beberapa hadits saja agar kita dapat
menyimpulkan pengertian maal menurut As Sunnah. Di antaranya hadits Rasulullah,
)‫نعم المال الصالح في يد الرجل الصالح (متفق عليه‬
"Sebaik-baiknya maal ialah yang berada pada orang yang saleh." (HR Bukhari dan
Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa mal itu adalah nikmat Allah jika digunakan untuk
kebaikan. Walaupun begitu, manusia tidak boleh menyembah harta dan
menjadikannya sebagai tujuan hidup dunia dan lupa mengabdi pada Allah. Rasulullah
bersabda,
‫ إذا أعطـي‬،‫تعيس عبد الدينار والدرهم والقطيقة والخميصة‬
)‫رضي وإذا لم يعطى لم يرض (رواه البخاري‬
"Celakalah budak-budak dinar, dirham, dan kemewahan, yaitu jika diberi, mereka
senang, dan jika tidak diberi, mereka benci."
Hadits ini menunjukkan bahwa mal itu termasuk ujian dari Allah. Rasulullah
sendiri menjelaskan bahwa di antara tujuan dari hukum Islam ialah menjaga harta
(mal) orang lain serta tidak merampas atau merusaknya. Sabda Rasulullah,
‫كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله وعرضه كحرمة‬
- )‫يرميكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا (رواه مسلم‬
"Setiap muslim mulia (tidak boleh diganggu) bagi saudaranya muslim. Yaitu
darahnya, hartanya, dan kehormatannya, sebagaimana mulianya hari kalian ini, di
bulan-bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini."
Hadits-hadits ini secara tegas melarang penahanan atau penimbunan harta,
menasionalisasikan (seperti sistem komunis) atau mengganggu harta seseorang oleh
pemerintah tanpa alasan yang jelas. Juga, tidak boleh bagi setiap orang mengambil
harta orang lain kecuali dengan cara yang benar dan tidak dengan cara rampasan. Hal

5
ini karena Rasulullah menjadikan antara kezaliman atau kekerasan terhadap jiwa,
harta, dan kehormatan dalam tingkat kezaliman yang sama, karena semua itu
termasuk komponen-komponen kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa harta itu adalah tiang kehidupan
dan sangat disukai oleh manusia serta harta juga termasuk sarana untuk menguji
keimanan seseorang. Hal ini karena di antara tujuan hukum Islam ialah memelihara
harta dan tidak boleh berbuat zalim terhadap harta orang lain serta wajib
menggunakan harta itu dalam si hal-hal yang diridhai Allah.
4. Pengertian Maal dalam Istilah Fiqih
Ulama fiqih sangat besar perhatiannya terhadap persoalan mal ini sehingga mereka
membuat bab-bab. khusus untuk harta (mal) di dalam buku-buku mereka, bahkan
sebagian mereka ada yang mengarang buku khusus tentang mal (harta). Dalam buku-
buku itu, mereka membahas dasar-dasar usaha (pendapatan), pendistribusian,
pemeliharaan, dan pengembangannya.
Kita akan memaparkan beberapa pendapat mereka (ulama) untuk membantu kita
dalam mendefinisikan pengertian mal menurut mereka. Bagi pembaca yang
menginginkan penjelasan yang lebih rinci dan detail, Anda bisa mencar sendiri pada
buku-buku muamalah, seperti kitab al-Amwaal karangan Abu Ubaid al-Qasim bin
Salam.
a. Definisi mal menurut ulama Hambali ialah apa-apa yang memiliki manfaat
yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat.
b. Imam Syafi'i berkata bahwa mal ialah barang-barang yang mempunyai nilai
untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah
meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia). Kalau baru sebagian
orang saja yang meninggalkannya, barang itu masih tetap dianggap sebagai
harta karena barang itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih
mempunyai nilai bagi mereka.
c. Menurut as-Suyuti yang dinukil dari Imam Syafi'i, tidak ada yang bisa disebut
mal (harta) kecuali apa-apa yang memiliki nilai penjualan dan diberi sanksi

6
bagi orang yang merusaknya. Di sini, Suyuti menegaskan bahwa harta itu
mengandung nilai.
d. Az-Zarkasyi dari ulama syafi'iyyah mendefinisikan mal sebagai berikut. Mal
ialah apa-apa yang bermanfaat, yang bisa berupa barang/benda atau juga bisa
berupa manfaat. Yang berupa benda terbagi dua: barang dan hewan. Yang
dimaksud dengan barang di sini ialah semua harta secara umum. Adapun
hewan juga terbagi dua: 1) hewan yang tidak bisa diambil manfaatnya, maka
ini tidak bisa disebut mal atau harta, seperti lalat, nyamuk, kelelawar, dan
serangga; 2) hewan yang bermanfaat; ini pun terbagi menjadi hewan yang
mempunyai tabiat jahat dan merusak, seperti singa dan beruang; ini tidak bisa
disebut harta; dan kedua, hewan yang bertabiat jinak dan patuh seperti
binatang ternak; inilah yang disebut harta.
e. Ibnu Abidin berkata dalam kitab Radd al-Muhtar 'ala ad-Durr al Mukhtar
bahwa yang dimaksud dengan mal ialah segala yang disukai nafsu atau jiwa
dan bisa disimpan sampai waktu ia dibutuhkan. Nilai mal itu akan ada jika
semua orang atau kebanyakan orang menganggapnya mempunyai nilai
(gimah). Adapun arti tamwil (khath) ialah memberikan atau mengukuhkan
nilai pada sesuatu harta atau mal dan boleh mengambil manfaat darinya secara
syar'i.
f. Berkata at-Tahanawi dalam kitab Kasysyaf Istilahat al-Funun. Di kalangan
ulama fiqih, mal atau harta berdasarkan tamawwul, yaitu bisa disimpan oleh
sebagian atau semua orang. Jika boleh mengambil manfaat secara syar'i dari
barang itu, barang itu mutaqawwim (berharga), tetapi jika tidak maka tidak
mutaqawwim."
g. Ibnu Nujaim al-Misri berkata, "Mal ialah apa-apa yang bernilai dan bisa
disimpan untuk kebutuhan."
h. Sebagian ulama fiqih kontemporer berpendapat bahwa mal itu ialah setiap
benda yang mempunyai nilai materi di kalangan manusia atau apa saja yang
bisa dimiliki dan bisa diambil manfaat darinya, atau juga bisa sebagai ciptaan

7
selain manusia yang dijadikan untuk kemaslahatan manusia dan manusia
dapat memiliki dan memanfaatkan secara bebas.
Dari pendapat-pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa mal itu ialah
segala sesuatu yang mempunyai nilai-nilai legal, disukai oleh tabiat manusia, bisa
dimiliki, disimpan, dimanfaatkan secara syar'i, dan bisa disimpan untuk waktu
kebutuhan serta bebas mengelolanya.
5. Pengertian Maal dalam Konsep Islam
Dari pengertian mal secara bahasa dalam Al-Qur'an dan As-Sunah, pendapat para
ulama fiqih dan ahli tafsir, dapat disimpulkan bahwa mal atau harta itu ialah segala
sesuatu yang disukai manusia dan dimilikinya, dapat dipakai dan dapat disimpan
untuk waktu yang akan datang serta dapat dimanfaatkan secara syar'i.
6. Ajaran-ajaran Dasar tentang Pengertian Mal Menurut Islam Dapat Dilihat pada
Hal-Hal Berikut.
a. Mal ialah segala sesuatu yang disukai manusia secara naluri dan fitrah.
b. Untuk menguasai, memiliki, dan menyimpan, harta, disyaratkan dapat
dimanfaatkan untuk waktu yang akan datang. Jadi, barang barang lain yang
tidak memiliki syarat-syarat seperti ini bukanlah maal, seperti udara, air laut,
dan air sungai.
c. Mal dapat dimanfaatkan secara syar'i (sah dan legal). Karenanya, apa saja
yang tidak dapat dimanfaatkan secara syar'i, walaupun memenuhi syarat di
atas, maka tidak bisa dikatakan mal, seperti obat-obat terlarang, daging babi,
dan yang sejenisnya.
d. Dapat dikelola dengan jual beli atau barter sebab dengan demikian berarti
barang itu mempunyai nilai dan benda itu dinamakan dengan maal
mutaqawwim (harta yang bernilai).
Bagaimanapun, setiap muslim harus yakin bahwa:
a. Sesungguhnya mal itu ialah milik Allah dan manusia hanya sebagai
pengelola;
b. Sesungguhnya mal itu disukai oleh naluri manusia;

8
c. Sesungguhnya mal itu nikmat jika digunakan dalam ketaatan kepada Allah;
sesungguhnya senikmat-nikmatnya harta yang bersihadalah yang berada di
tangan orang-orang yang saleh;
d. sesungguhnya harta itu bencana jika digunakan dalam hal-hal yang dimurkai
Allah;
e. sesungguhnya harta itu merupakan cobaan untuk menguji tingkat keimanan
seseorang;
f. sesungguhnya harta itu pilar kehidupan yang merupakan sarana atau alat dan
bukan tujuan;
g. sesungguhnya harta itu akan lenyap, sedangkan yang ada pada sisi Allah lebih
baik dan kekal;
B. Pembagian Harta Menurut Konsep Islam
Dalam konsep akuntansi modern, mal atau harta itu disebut pokok atau ushul.
Sudah biasa di kalangan ahli akuntansi klasik bahwa mal atau ushul itu dibagi
menjadi dua macam: 1) ushul tsabitah (harta tetap), yaitu harta yang membantu
perjalanan aktivitas, tetapi bukan untuk tujuan perdagangan atau barter; 2) ushul
mutadawilah (harta yang bergerak), yaitu harta yang dimaksudkan untuk diputar dan
dipakai untuk berdagang.
Di samping itu juga ada pandangan dari para akuntan modern yang membagi ushul
atau mal menjadi: ushul naqdiyah (harta berjenis uang) dan ushul ghairu naqdiyah
(yang tidak berbentuk uang). Pandangan ini telah berkembang karena ketidakstabilan
moneter dan menganggap harta atau ushul itu sebagai inflasi moneter. Dalam
beberapa tahun terakhir telah diadakan studi khusus tentang harta-harta yang
berbentuk uang (ushul nagdiyah) dan ditetapkan daftar-daftar khususnya. Akan tetapi,
di kalangan ulama fiqih ada pandangan lain dalam pembagian mal dari konsep
akuntansi positif tradisional seperti berikut.
1. Pembagian Mal dari Segi Tujuannya
Sebagian ulama fiqih membagi mal atau harta dari segi tujuannya menjadi dua
bagian, yaitu:

9
a. mal yang tujuan awalnya untuk muamalah, yaitu keberadaannya sebagai harga
untuk semua barang (uang);
b. mal yang tujuan awalnya untuk diambil manfaatnya, yaitu keberadaannya
untuk dimanfaatkan (barang-barang).
Berikut ini adalah penjelasan tentang kedua pembagian di atas karena besarnya
peranannya dalam konsep akuntansi Islam.
 Bagian uang, yaitu yang digunakan untuk pertukaran antara barang dan jasa
pelayanan, yang mana uang di sini sebagai harga dan nilai. Uang di sini dibagi
menjadi dua macam: mata uang murni (emas dan perak) dan mata uang
muqayad (uang-uang kertas, logam, dan yang sejenisnya).
 Bagian barang, yaitu yang diambil manfaatnya sesuai dengan fungsi barang-
barang itu. Barang ini dibagi menjadi dua macam: 1) barang barang milik,
yaitu yang dimiliki untuk diambil manfaatnya dengan cara menggunakannya
untuk membantu bermacam-macam proses aktivitas dan kadang-kadang
dimiliki untuk tujuan konsumsi, seperti hewan-hewan yang mempunyai susu,
hewan-hewan yang bisa berkembang biak, dan bangunan-bangunan yang
disewakan; 2) barang-barang dagang, yaitu barang-barang yang disediakan
untuk jual beli atau tukar-menukar atau barang-barang yang dibeli atau
diproduksi untuk perdagangan.
2. Pembagian Mal dari Segi Pemakaiannya
Dari segi pemakaiannya, ulama-ulama fiqih membagi mal itu menjadi mal untuk
muamalah dan mal untuk intifa' (diambil manfaatnya). Yang dimaksud dengan mal
untuk muamalah ialah semua harta yang tujuannya untuk digunakan dalam muamalah
antar manusia dan juga sebagai alat untuk tukar-menukar, artinya keberadaannya
sebagai harta untuk rang-barang. Yang dimaksud dengan mal untuk intifa' ialah
semua harta yang ditujukan untuk dimiliki dan dipergunakan (bukan untuk
diperdagangkan). Jenis ini terbagi menjadi harta milik dan harta barang dagangan
seperti yang telah diterangkan di atas.

10
3. Pembagian Mal dari Segi Penilaiannya
Sebagian ulama fiqih membagi harta/mal dari segi nilainya menjadi harta yang
mengandung nilai dan yang tidak mengandung nilai. Harta yang mengandung nilai
ialah harta yang telah ditentukan dan boleh dimanfaatkan serta dikelola secara bebas
seperti uang, barang dagangan, tanah, binatang ternak, makanan, dan lain-lain-dan
orang yang merusaknya harus memberikan jaminan (pengganti). Karenanya, khamar,
daging babi, dan bangkai tidak termasuk harta yang bernilai dalam hukum Islam; hal
ini jika si pemiliknya seorang muslim. Tapi jika pemiliknya bukan seorang muslim,
orang yang merusak harta itu harus mengganti nilai atau harganya. Yang dimaksud
dengan harta yang tidak bernilai ialah harta yang tidak dikhususkan dan tidak boleh
dimanfaatkan kecuali dalam keadaan darurat. Jadi, udara, cahaya bulan, dan panas
matahari adalah termasuk hal-hal yang tidak mungkin dimiliki. Karenanya, ia tidak
termasuk harta. Demikian juga khamar, bangkai, daging babi, dan darah adalah tidak
termasuk harta yang bernilai jika pemiliknya adalah seorang muslim.
Syarat-syarat harta yang mengandung nilai:
 boleh dimanfaatkan secara syar'i,
 boleh dimiliki dengan jelas.
4. Kaitan Antara Harta yang Bernilai dan Perkembangan
Di antara tujuan syariat Islam ialah memelihara harta dan mengembang kannya
dalam aturan-aturan syar'i. Perkembangan itu bisa terjadi melalui barter dan ekspedisi
dagang. Perkembangan itu juga dapat berjalan secara alamiah (natural) dan juga bisa
melalui power (kekuasaan).
Perkembangan pada jenis-jenis harta ini akan terealisasi dalam bentuk-bentuk
berikut.
1. Perkembangan harta yang berbentuk uang Uang tidak akan melahirkan harta
dengan sendirinya, tetapi harus ada interaksi dengan unsur-unsur produksi yang lain,
seperti - pekerjaan. Dalam kerja sama, bentuk uang seperti ini disebut laba. Harta-
harta yang berbentuk uang tidak boleh disewakan seperti yang terdapat dalam sistem

11
ekonomi tradisional (konvensional) yang mengakuinya sebagai bunga dari uang,
yaitu yang memposisikannya sebagai harga sewa terhadap orang yang
memanfaatkannya. Dalam Islam, bunga seperti ini termasuk riba yang haram.
2. Perkembangan barang dagangan
Perkembangan barang dagangan terbagi kepada dua macam:
a. perkembangan yang berhubungan langsung yang merupakan hasil dari unsur-
unsur yang terencana dan unsur-unsur yang berisiko yang disebut sebagai
laba;
b. perkembangan tidak langsung, yaitu yang terjadi sebelum menjual barangnya,
seperti susu dan bulu (wol) dari hewan yang akan dijual, buah kurma yang
dibeli untuk dijual; jenis harta seperti ini disebut ghallah (pertambahan).
3. Perkembangan pada barang milik
Perkembangan pada barang milik yaitu yang berkembang dari barang-barang
milik, baik yang untuk digunakan maupun untuk disewakan. Ini dinamakan profit.
Dari pembahasan jenis-jenis harta dan perkembangannya, jelaslah bahwa
a. perkembangan uang adalah melalui pengoperasiannya dengan unsur-unsur
produksi;
b. perkembangan barang dagang yang merupakan hasil barter dan ekspedisi
dagang disebut laba atau untung
c. perkembangan barang sebelum menjual barang disebut ghallah (laba minor);
d. pertambahan barang milik yang digunakan sendiri atau yang disewakan
disebut profit atau pendapatan.
C. Pengertian Modal Pokok (Ra'sul-Maal) dalam Islam
Pengertian maal tidak sama dengan ra'sul-maal (modal pokok) dalam konsep
Islam. Adapun maal ialah lafal yang umum yang sudah diterangkan di atas,
sedangkan ra'sul-maal adalah bagian dari maa yang mempunyai nilai, terakumulasi,
dan dapat berkembang selama mengoperasikannya di bidang-bidang yang bermanfaat
dan berperan serta dalam aktivitas ekonomi.

12
Para ulama dan peneliti ekonomi Islam telah melakukan suatu kajian untuk
menjelaskan pengertian ra'sul-maal. Berikut ini kita akan memaparkan sebagian dari
pendapat mereka.
Yang dimaksud dengan kata ra'su dalam bahasa Arab ialah atas segala sesuatu.
Jadi, ra'sul-maal ialah modal awal/pokok, seperti firman Allah,
‫وإن تبتم فلكم رؤوس أموالكـم ال تظلمـون وال تظلمـون‬
(٢٧٩ ‫)البقرة‬
"Dan jika kalian bertaubat(dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu.
Kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya." (al-Baqarah: 274)
Dalam menafsirkan bagian ayat "ru'usu amwalikum” ( ‫ ) رؤوس أموالكم‬ada yang
berpendapat bahwa ayat ini mujmal (terlalu umum), yaitu mengandung arti lebih dari
satu. Adapun yang dimaksud dengan bagian ayat di sini ialah amwal ribawi (harta
ribawi) karena ia terdapat dalam susunan atau rangkaian ayat riba. Berdasarkan hal
ini, seorang ahli ekonomi Islam kontemporer menyimpulkan bahwa sesungguhnya
harta harta ribawi yang ada dalam Al-Qur`an yang dinamakan oleh Allah dengan
ru’usul amwal ( ‫ ) رؤوس األموال‬bukanlah untuk dipakai oleh orang yang memilikinya,
tetapi itu adalah kelebihan dari kebutuhan normalnya. Kalau tidak begitu, tentulah
orang-orang yang menyimpan uang akan mengoperasikan uangnya melalui
operasional dagang dengan cara meminjamkan kepada orang lain dengan cara riba.
Jadi, pengertian ra'sul-maal dalam konsep ekonomi Islam ialah semua harta yang
bernilai dalam pandangan syar'i, yang aktivitas manusia ikut berperan serta dalam
usaha produksinya dengan tujuan pengembangan.
Tidaklah harus membatasi istilah ra'sul-maal pada harta-harta ribawi saja, tetapi ia
juga meliputi semua jenis harta yang bernilai yang terakumulasi selama proses
aktivitas perusahaan dan pengontrolan perkembangan pada periode-periode yang lain.
Para ulama menganggap bahwa modal awal (ra'sul-maal) itu bagi an dari harta
kekayaan yang diproyeksikan untuk dikembangkan. Tsarwah (kekayaan) secara
bahasa berarti jumlah yang banyak, baik itu berjenis manusia maupun harta atau
uang, sedangkan Isarwah menurut ulama fiqih berarti apa saja yang dimiliki oleh

13
individu individu atau kelompok masyarakat yang mempunyai nilai finansial dan
boleh dimanfaatkannya secara syar'i.
Adapun dalam perdagangan, yang dimaksud dengan ra'sul-maal ialah ashlu maal
(uang pangkal/pokok) yang terbagi pada dua macam: bagian yang digunakan untuk
muamalah, yaitu nilai uang atau uang itu sendiri; dan bagian yang digunakan untuk
pemanfaatannya, yaitu suplai barang. Jadi, modal awal (ra'sul-maal) dalam
perdagangan ialah bagian dari kekayaan tertentu untuk diperdagangkan. Modal ini
terdiri atas:
 Uang,
 Barang dagangan, dengan syarat: dimiliki secara penuh dan diniatkan untuk
diperdagangkan:
Pengertian modal di sini sama dengan pengertian dalam bahasa dan Al-Qur'an.
Para pakar ekonomi Islam modern sangat antusias untuk menerangkan pengertian
ra'sul-maal (modal awal) seperti yang telah mereka istinbathkan dari kitab-kitab
tafsir, hadits, dan fiqih. Di sini, kita akan memaparkan sebagian saja, yaitu sebagai
berikut.
 Dr. Isa Abduh berpendapat bahwa ra'sul-maal itu ialah kekayaan untuk
produksi dan sebagai sarana produksi yang bersumber dari gabungan unsur
usaha dan tanah.
 Dr. Rifat al-'Awwadh berpendapat bahwa kapital itu ialah tsarwah (kekayaan)
yang digunakan untuk memproduksi kekayaan yang baru.
 Sya'ban Fahmi berkata bahwa kapital ialah semua kekayaan yang bernilai
secara syar'i yang disertai usaha manusia dalam memproduksinya dengan
tujuan pengembangan.
Dari keterangan dan penjelasan tentang pengertian kapital atau modal pokok di
atas, baik secara bahasa, Al-Qur'an, ulama fiqih, maupun pakar ekonomi Islam dan
lain-lain, dapat disimpulkan bahwa hakikat kapital (ra'sul-maal) dalam konsep Islam

14
ialah bagian dari harta milik yang bernilai secara syar'i yang dikhususkan untuk
berbagai macam muamalah. Syarat-syarat ra'sul-maal (modal awal):
 harta dimiliki secara penuh,
 harta harus mempunyai nilai tukar,
 harta harus dapat dimanfaatkan secara syar'i, 4. harus ada niat yang dapat
membedakan jenis aktivitas, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.
D. Prinsip-Prinsip Akuntansi Islam pada Modal Pokok
Di antara tujuan syariat Islam ialah menjaga harta dan mengembangkannya
melalui jalur-jalur yang syar'i, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan
perekonomian serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah
SWT. Sumber-sumber hukum Islam telah mencakup kaidah-kaidah yang mengatur
pemeliharan terhadap modal pokok (kapital) di dalam peranannya. Yang terpenting di
antaranya sebagai berikut.
1. Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal).
Modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar
bebas. Bisa saja, modal berada dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk
uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa dinilai dengan
uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha.
Ra'sul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat, yang dalam konsep akuntansi
positif disebut ushul ma'nawiah (modal nonmateri), seperti halnya seseorang yang
terkenal mempunyai nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu, dalam konsep
akuntansi Islam, kapital mempunyai makna universal dan luas. yang meliputi uang,
benda, atau yang nonmateri.
2. Mutaqawwim (Bernilai)
Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syar'i. Jadi, harta-harta
yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang sedang
dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alat-alat perjudian. Di suatu negara
yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk ke dalam keuangannya atau

15
keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh
dimanfaatkan secara syar'i. Jika didapati, harus disita dan menghukum orang-orang
Islam yang memilikinya.
3. Penguasaan dan Pemilikan yang Sempurna
Mal atau harta itu harus dimiliki secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia
dapat memanfaatkannya secara bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai
contoh, tidak boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja sarna
dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut di kemudian hari
atau uang itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh
ulama fiqih dalam fiqih syarikah.
4. Keselamatan dan Keutuhan Ra'sul-maal
Sistem akuntansi Islam menekankan pemeliharaan terhadap kapital yang hakiki,
seperti yang tergambar dalam sabda Rasul,
‫ وكذالك المؤمن ال‬،‫ ال يسلم له ربح حتى يسلم له رأس ماله‬،‫مثل المؤمن مثل التاجر‬
)‫تستلم له ثوافله حتى تسلم له فرائضه (متفق عليه‬
"Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima laba
sebelum ia mendapatkan ra'sul-maal-nya (modal). Demikian juga, seorang mukmin
tidak akan mendapatkan amalan amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-
amalan wajibnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi, kalau modal belum dipisahkan dan keuntungan telah dibagi, itu dianggap
telah mengembalikan sebagian modal kepada si pemilik saham. Hal inilah yang
banyak menimbulkan masalah dalam perusahaan-perusahaan.
Adapun yang dimaksud dengan selamatnya modal hakiki ialah selamat dari segi
jumlah, unit-unit materinya, dan daya tukar barang, bukan dari segi unit-unit uangnya
dan juga bukan dari segi daya beli secara umum.
Prinsip ini adalah hasil bahasan seorang peneliti konsep akuntansi Islam dalam
tesis magisternya yang berjudul "Penghitungan terhadap Modal antara Konsep
Akuntansi Islam dan Konsep Akuntansi Modern". Dia menjelaskan kelebihan konsep
akuntansi Islam yang lebih dahulu menyelesaikan problem pemeliharaan terhadap

16
modal hakiki. Hukum-hukum Islam juga mengandung kaidah-kaidah pengukuran
yang dapat merealisasikannya (pemeliharaan itu). Hukum Islam juga mengandung
apa yang telah kita bahas secara rinci dalam bab III pada buku ini, yang di antaranya
tentang penentuan harga berdasarkan nilai yang berlaku di pasar bebas yang jauh dari
tipu muslihat, monopoli, dan semua jenis jual beli yang dilarang syar'i, yang
menyebabkan memakan harta orang lain secara batil. Berikut ini beberapa pendapat
ahli tafsir dan ulama fiqih tentang pemeliharaan modal (ra'sul-maal) hakiki.
1. Imam ar-Razi berkata, "Yang diinginkan oleh seorang saudagar dari usahanya
ialah dua hal: keselamatan modal dan laba."
2. Imam an-Nasafi berkata, "Sesungguhnya tuntutan dagang itu ialah selamatnya
modal dan adanya laba."
3. Ibnu Qudamah berkata, "Laba itu ialah hasil pemeliharaan terhadap modal."
4. At-Thabari berkata, "Orang yang beruntung dalam perdagangannya ialah orang
yang menukar barang yang dimilikinya dengan suatu tukaran yang lebih
berharga dari barangnya semula."
E. Cara Mengukur Modal Pokok dan Hak-Hak Kepemilikan dalam Islam
Penghitungan modal pada permulaan aktivitas dagang adalah suatu keharusan,
begitu juga pada setiap akhir tahun. Penghitungan ini bertujuan untuk menjelaskan
hak-hak dan juga untuk mengetahui kadar zakat mal. Adapun penilaian materi-materi
dan kandungan modal itu harus berdasarkan kaidah-kaidah yang telah disebutkan
keterangannya di dalam materi yang lalu.
Ra'sul-maal (modal) dapat ditetapkan dalam akad-akad (perjanjian) dan
kesepakatan-kesepakatan, dan juga bisa dalam surat-surat, buku buku yang sesuai
dengan prosedur, aturan main, prasarana, dan metode penghitungan yang bisa dipakai
pada waktu tertentu. Ini termasuk persoalan-persoalan abstrak yang dapat
membangkitkan pemikiran manusia, seperti adat kebiasaan orang-orang sebelum kita
yang dianggap sebagai bagian dari permasalahan-permasalahan pokok dalam fiqih
selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.

17
Dapat diakui bahwa yang dapat dipedomani dalam pengukuran modal ialah
sebagai berikut.
1. Pada awal kegiatan
Modal = uang+ barang (barang milik dan barang dagangan)
Penilaian mata uang asing berdasarkan kurs yang berlaku pada hari permulaan
kegiatan/aktivitas. Penilaian barang berdasarkan nilai (harga) pasar yang berlaku pada
hari permulaan kegiatan.
2. Pada akhir tahun kegiatan
Dengan memulai kegiatan, muncullah persoalan utang-piutang, yaitu mungkin
muncul banyak permintaan kepada yang mempunyai perusahaan, atau timbulnya
utang-utang pihak lain pada perusahaannya. Contoh ini akan dihitung dengan
persamaan berikut ini.
Modal = barang yang ada - utang dan tanggungan
Barang-barang yang ada di atas meliputi uang dan barang, sesuai dengan nilainya
yang berlaku pada akhir tahun. Dalam keadaan seperti ini, untuk mengetahui jumlah
perkembangan atau kekurangan pada modal, harus dengan membandingkan jumlah
modal pada awal tahun dengan jumlah modal pada akhir tahun. Penghitungannya
adalah pada persamaan berikut.
Jumlah perkembangan atau pengurangan = modal akhir tahun dikurangi modal
awal tahun.
Hasil pengurangan di atas ialah = nilai bersih barang-barang yang ada pada akhir
tahun dikurangi nilai bersih barang-barang yang ada pada awal tahun.
Tabel berikut ini menjelaskan modal dan barang-barang yang tersisa serta utang
dan tanggungan.

18
F. Praktik Akuntansi pada Modal Pokok
Poin ini mengandung beberapa bentuk aplikasi untuk menjelaskan begaimana
mendefinisikan pengertian, kaidah-kaidah, dan metode penghitungan modal menurut
konsep Islam ke dalam kehidupan nyata, sehingga dapat menjadi contoh atau patokan
bagi para pengusaha dan akuntan di dalam praktik.
Kita sudah menjelaskan silsilah dari bentuk penerapan yang makin lama makin
berkembang sesuai dengan perkembangan serta banyaknya jaringan transaksi
(muamalah) pada perusahaan sejak awal aktivitas. Para pembaca juga bisa

19
mengembangkan bentuk-bentuk lain dengan cara yang sama. Di sini, kita lebih
memfokuskan bahasan pada perusahaan-perusahaan perdagangan perorangan.
Bentuk I
Seandainya Mush'ab bin Umair seorang pengusaha yang memulai usahanya pada
awal bulan Muharram 1414 H dengan kekayaan sebagai berikut.
1. Uang : 1.000 dinar
2. Barang dagang : 2.500 dinar
3. Alat-alat dan prasarana (barang milik yang material) : 1000 dinar
4. Biaya untuk mendapatkan izin impor dan ekspor (nonmateri): 500 dinar
Dengan data ini, diketahui modal Mush'ab ialah sebagai berikut.
 Uang : 1.000 dinar
 Barang dagang : 2.500 dinar
 Barang milik material : 1.000 dinar
 Barang milik nonmaterial : 500 dinar
Jadi, jumlah modal pada awal kegiatan ialah : 5.000 dinar.
Pencatatan modal ke dalam buku kerja Modal seorang pedagang dapat dicatat ke
dalam buku harian seperti berikut. Dari yang telah disebutkan
Uang 1.000 dinar

Barang dagang (Komoditi) 2.500 dinar

Barang milik material (mobil, alat-alat, 1.000 dinar


sarana)

Barang milik non material 500 dinar

Jadi, modal keseluruhan 5.000 dinar

20
Bentuk II
Seandainya Mush'ab bin Umair yang bekerja di bidang perdagangan untuk masa satu
tahun dan membuat transaksi-transaksi terhadap perubahan yang terjadi pada poin-
poin kekayaan yang ada seiring dengan munculnya beberapa tuntutan dan permintaan
pihak lain. la bisa mengetahui perubahan yang terjadi pada modalnya pada akhir
tahun seandainya sudah ada kejelasan dari surat-surat (catatan) dan buku-buku
tersebut pada akhir tahun tentang semua kekayaan yang ada berdasarkan nilai (harga)
pasar yang berlaku, yaitu sebagai berikut
1. Barang milik (nonmateri): hak izin ekspor dan impor senilai 500 dinar. 2. Barang
milik (materi):
 alat-alat atau perlengkapan senilai 1.000 dinar,
 kendaraan transportasi senilai 400 dinar,
 gedung, show room senilai 1.500 dinar.

21
3. Barang dagang:
 komoditi senilai 3.000 dinar,
 obligasi senilai 500 dinar,
 uang senilai 250 dinar.
4. Utang/tanggungan:
 utang senilai 1.000 dinar,
 biaya servis/pelayanan senilai 250 dinar.
Dalam keadaan seperti ini, penghitungan hasil dagang (kekayaan) si pedagang
(Mush'ab) pada akhir tahun dengan cara mengeluarkan uang/tanggungan dari
kekayaan yang ada, yaitu sebagai berikut.
 Hasil dagang Mush'ab pada akhir tahun ialah:
kekayaan yang ada dikurangi dengan utang-utang atau tanggungan,
sehingga menjadi: 7.250-1.250 = 6000 dinar.
Untuk mengetahui perubahan-perubahan pada kapital (modal pokok). baik
pertambahan maupun pengurangan, pada akhir tahun ialah sebagai berikut.
Perubahan Modal = jumlah modal akhir tahun dikurangi dengan jumlah modal awal
tahun, maka menjadi: 6.000-5.000 = 1.000 dinar Bentuk neraca keuangannya pada
akhir tahun ialah seperti berikut.

22
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab ini, kita telah membahas pengertian dan kaidah-kaidah akuntansi
terhadap modal menurut konsep Islam, dan juga telah dibahas cara-cara penetapan
nilai (harga), penghitungan, dan pemaparannya dalam neraca pusat keuangan. Untuk
itu kita menyimpulkan sejumlah hasil penting dan yang mencerminkan hasil hasil
penghitungan modal dalam konsep Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Yang dimaksud dengan harta dalam Islam ialah segala sesuatu yang
mempunyai nilai dan disukai oleh tabiat manusia, dapat dimiliki, dikuasai,
serta disimpan sampai waktu yang dibutuhkan untuk dimanfatkan secara
syar'i,
2. Ada beberapa macam pembagian harta menurut Islam, yang terpenting di
antaranya:
 dari segi tujuan: harta untuk muamalah (transaksi), yaitu berupa uang dan
modal untuk diambil manfaatnya saja seperti barang barang:
 dari segi nilainya: harta yang mempunyai harga nilai (nilai moneter) dan
yang tidak mempunyai nilai moneter;
 dari segi manfaatnya: harta yang bernilai yang boleh dimanfaat kan secara
syar'i dan harta yang tidak bernilai yang tidak boleh dimanfaatkan secara
syar'i.
3. Yang dimaksud dengan ra'sul-maal (modal) ialah bagian tertentu dari
kekayaan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi pada awal aktivitas serta
dimiliki secara penuh dan mengandung nilai atau harga.
4. Proses akuntansi terhadap modal (ra'sul-maal) dalam Islam telah menetapkan
sejumlah kaidah tertentu, yang terpenting di antaranya:

24
 modal harus mempunyai nilai finansial serta meliputi barang-barang dan
uang;
 modal harus mempunyai nilai/harga yang dapat dimanfaatkan secara syar'i;
 modal harus dimiliki secara penuh serta dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya;
 terpeliharanya nilai asli kapital.
5. Di samping itu, juga ada metode-metode penghitungan kapital dalam
akuntansi islami. Yang terpenting di antaranya ialah penilaian terhadap
materi-materinya berdasarkan harga yang berlaku, membandingkan nilai
modal antara yang di awal tahun dan yang di akhir tahun untuk mengatasi
jumlah pertumbuhan, seperti laba (untung), ghallah (laba minor), dan faidah
(laba utama).
6. Harta dan pertumbuhannya harus sejalan dengan zakat mal berdasarkan
undang-undang zakat harta perdagangan yang telah dijelaskan secara rinci
dalam buku-buku fiqih dan buku-buku khusus mengenai zakat.

25
DAFTAR PUSTAKA
Syatah Husein DR. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Jakarta : Akbar
Media Eka Sarana

26

Anda mungkin juga menyukai