Anda di halaman 1dari 24

AKHLAK DALAM KEGIATAN EKONOMI

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Akhlak

Dosen Pengampu: Dr. Siti Masyitoh, M. Pd

Disusun Oleh:

1. Zuhratun Nuha Manurung (11220182000042)

2. Difa Khusniyah (11220182000056)

3. Tri Ariqoh Kholisah (11220182000058)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu
Wata’ala. Yang telah nencurahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis bias
menuntaskan makalah ini yang berjudul “Akhlak dalam Kegiatan Ekonomi” dengan tepat
waktu pada waktu yang sudah ditentukan.

Tujuan makalah ini dibuat dalam pemenuhan tugas Mata Kuliah Pendidikan Akhlak.
Selain itu, makalah ini dibuat memiliki tujuan untuk memperluas wawasan menegenai
Akhlak dalam Kegiatan Ekonomi sebagai agen pembelajaran kepada para pembaca dan
penulis.

Terima kasih kepada Ibu Dr. Siti Masyitoh, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata
kuliah Pendidikan Akhlak yang telah memberikan tugas ini., sehingga penulis dapat
mempelajari lebih luas serta mendapat informasi mengenai wawasan menegenai Akhlak
dalam kegiatan ekonomi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
pihak yang telah penulis dalam menuntaskan makalah ini. Penulis menyadari bahwasannya
masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis
sangat menghargai kritik saran yang positif dan membangun demi kesempurnaan makalah
yang penulis buat.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 29 October 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1

C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3

A. Pandangan Islam tentang Harta .......................................................................................... 3

B. Pandangan Islam tentang Kerja dan Usaha ......................................................................... 4

C. Akhlak dalam Kegiatan Ekonomi ...................................................................................... 11

D. Akhlak dalam Mentasharufkan Harta ................................................................................. 18

BAB II PENUTUP ................................................................................................................ 21

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 21

B. Saran ................................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran sebagai pedoman umat islam merupakan kitab suci yang mengatur segala
aspek kehidupan manusia. Baik yang berkenaan dengan ibadah ataupun berkaitan dengan
muamalah. Perihal muamalah Al-Quran menerapkan dasar-dasar teori Ekonomi islam.

Perekonomian sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, semakin banyak harta


yang dimiliki maka manusia itu akan hidup bahagia tapi di sisi lain sebuah moral islam
mengarahkan pada kenyataan bahwa hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari
sifat materialistisnya. Allah menciptakan harta untuk umatnya tapi tidak untuk disalah
gunakan, manusia merupakan perantara pemanfaatan harta yang diberikan oleh Allah dan
pemanfaatannya harus mengutamakan kepentingan umat dan agama.

Ekonomi adalah kegiatan yang langsung berkaitan dengan usaha memenuhi kebutuhan
dasar hidup manusia, yang berkaitan dengan kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga sangat
besar pengaruhnya dalam pembentukan pola perilaku masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan islam tentang harta?

2. Bagaimana pandangan islam tentang kerja dan usaha?

3. Bagaimana akhlak dalam kegiatan ekonomi (Pertanian, perdagangan, dan perbankan)?

4. Bagaimana akhlak dalam mentasharufkan harta?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui pandangan islam tentang harta.

2. Mengetahui pandangan islam tentang kerja dan usaha.

3. Mengetahui akhlak dalam kegiatan ekonomi (Pertanian, perdagangan, dan perbankan).

1
4. Mengetahui akhlak dalam mentasharufkan harta.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan Islam Tentang Harta

1. Definisi Harta

Harta dalam bahasa Arab disebut dengan al-amaal, yang berarti condong, cenderung,
dan miring. Kata al-maal menurut Mukhtar al-Qamus dan kamus al-Muhith berarti apa saja
yang dimiliki. Menurut Mu’jam al-Wasith, maal itu artinya yang dimiliki seseorang atau
sebuah kelompok, seperti perhiasan, barang, dagangan, bangunan, uang, dan hewan.

Adapun pengertian harta menurut Ulama Hanafiyah “harta adalah segala sesuatu yang
dapat diambil, disimpan dan dapat dimanfaatkan”. Didapati makna dari Ulama Hanafiyah
yaitu harta dapat dikuasai dan dipelihara, dan dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan.

Harta dalam sebuah pandangan islam memiliki makna yang berbeda dengan pandangan
konvensional. Secara umum, hal yang bisa membedakan keduanya dilihat dari posisi harta,
dalam pandangan islam posisi harta sebagai sebuah wasilah atau perantara untuk melakukan
penghambaan kepada Allah. Para ulama dulu kala mendefinisikan harta sebagai hal yang
dicintai watak manusia dan dapat disimpan dan juga mememiliki nilai. Definisi tersebut tidak
lengkap, sebab manusia dapat menyukai beraneka ragam macamnya, dan bukan semua harta
dapat disimpan. Dilihat dari definisi diatas sulit untuk mendefinisikan harta secara tepat dan
baku.

Menurut Mustafa Zarqa harta adalah wujud materi konkret yang berupa uang,
pengertian tersebut jelas mengeluarkan berbagai haq, dari kategori harta hingga masuk ke
kategori kepemilikan. Harta termasuk sebuah salah satu keperluan pokok manusia dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari. Harta dalam islam menenempati kedudukan yang sangat
penting yaitu sebagai salah satu lima kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang harus
dipelihara (al-daruriyah al-khamsah), yaitu agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Meskipun
harta menempati urutan kelima, tetapi harta termasuk ke dalam sesuatu yang sangat penting
dalam pemelliharaan keempat aspek lainnya.

Misalnya, melaksanakan shalat sebagai bentuk perwujudan dalam pemeliharaan agama


membutuhkan pakaian untuk menutupi aurat, makan dan minum dalam rangka memenuhi jiwa
dapat dipenuhi dengan harta, memelihara akal dengan cara menuntut ilmu juga diperlukan

3
harta. Oleh karena itu, harta merupakan sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Nilai dan kedudukan harta juga di pandangan islam dapat diperkuat dengan adanya
kefakiran dan kemiskinan untuk memohon perlindungan kepada Allah dari dampak kefakiran.

2. Status Harta di Tangan Manusia

a. Sebagai Perhiasan hidup.

Keluarga, anak, dan harta adalah hiasan hidup. Dengan mereka hidup menjadi lebih indah.
Namun dapat disadari bahwa pesona keindahan dapat menyilaukan hingga membutakan mata
hati dan manusia lupa kepada-Nya. Serta lupa terhadap tujuan awal penciptaan hiasan tersebut.
Manusia mampu mempunyai kecenderungan terhadap menguasai, memiliki, dan menikmati
harta. Maka dari itu harta sering kali menyebabkan timbulnya keangkuhan, kesombongan dan
kebanggaan. Semua itulah hanya titipan. Allah Swt berfirman dalam surat at-Taghabun ayat
15: “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah
pahala yang besar”

b. Sebagai ujian keimanan.

Sebagaimana harta ini diperoleh dan digunakannya. Hal ini berkaitan dengan cara
mendapatkannya dan memanfaatkannya, sesuai ajaran islam atau tidak.

c. Sebagai bekal ibadah

Tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Kekayaan adalah salah
satu sarana ibadah, bukan hanya menjadi ibadah kala dinafkahkan di jalan Allah tapi sudah
bernilai ibadah kala manusia dengan ikhlas mencari nafkah dengan ikhlas untuk keluarganya.
Jika harta dipergunakan sebaik mungkin, pahala yang besar akan menanti. Namun jika tidak
dipergunakan sebaik mungkin siksa Allah sangatlah pedih.

Harta disini berfungsi untuk melaksanakan perintahnya antar sesama manusia dengan adanya
kegiatan zakat, infak, dan shadaqah.

d. Sebagai amanah.

Harta pada dasarnya hanyalah amanah (titipan) dari Allah kepada manusia. Setiap amanah yang
diberikan harus selalau ada pertanggung jawabkan di akhirat nanti, dari mana harta itu cara di
dapatkannya dan bagaimana harta itu dihabiskan. Firman Allah Swt. dalam surah at-Taubah
ayat 103: “Ámbilah zakat dari sebagian dari harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa

4
kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.

e. Harta adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri.

Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari Allah swt. untuk memikul tanggung jawab
amanah harta dan benda. Oleh karena itu, ia harus disyukuri sebab jika mampu memikulnya,
pahala yang sangat besar akan menanti.

B. Pandangan Islam tentang Kerja dan Usaha.

Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya sehari-
hari. Oleh karena itu, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu dengan
cara salah satunya yaitu bekerja, dan salah satu dari ragam bekerja adalah usaha. Islam
mewajibkan setiap muslim untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu pokok yang akan
memungkinkan manusia memiliki harta. Untuk manusia mencari nafkah, Allah memerintahkan
kepada manusia untuk bekerja dan berusaha. Dalam islam, bekerja dinilai sebagai suatu
kebaikan dan sebaliknya kemalasan dinilai sebagai keburukan. Menurut Dr. Yusuf Qardhawi,
bekerja adalah bagian dari ibadah dan jihad jika pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan
Allah, suci terhadap niatnya dan tidak melupakan-Nya. Dengan bekerja manusia dapat
melaksanakan tugas kekhalifahannya, menjaga diri dari maksiat, meraih tujuan yang besar,
memenuhi kebutuhan hidupnya, mendukupi kebutuhan keluarganya, dan berbuat baik kepada
tetangganya.

1. Pengertian Kerja

Dalam al-Quran digunakan beberapa istilah yang berarti kerja, amal (kerja), kasb
(pendapatan), sakhkhara (untuk memperkerjakan atau mengguna), ajr (upah atau
penghargaan). Dalam islam istilah kerja bukan hanya semata-mata merujuk pada mencari
rezeki untuk menghidupi diri dengan keluarga dengan menghabiskan waktu dari pagi sampai
malam dan tidak mengenal Lelah. Dengan kata lain orang yang bekerja merupakan mereka
yang menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat maupun
negara tanpa menjadi beban dan menyusahkan orang lain.

Dalam islam, beberapa ulama berpendapat kerja dapat dibagi dua yaitu, kerja dalam arti
luas dan kerja dalam arti sempit. Kerja dalam arti luas, yaitu semua bentuk usaha yang

5
dilakukan manusia baik dalam hal materi ataupun non materi, intelektual dan fisik, dan lainnya
yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan kerja dalam arti sempit yaitu
kerja untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal
yang merupakan kewajibab bagi setiap orang yang harus ditunaikan, untuk menentukan tingkat
derajat baik di mata manusia maupun di mata Allah Swt.

Dalam islam pekerjaan bukanlah berkaitan dengan mencari rezeki saja dan memenuhi
kebutuhan hidup, akan tetapi memiliki arti yang cukup luas yaitu:

a. Kerja sebagai sumber nilai.

Kerja sebagai sumber nilai manusia yang berarti manusia itu sendiri yang menentukan nilai
atau harga ke atas sesuatu perkara. Kerja juga merupakan seumber objektif bagi manusiaa
berasaskan segi kelayakan. Oleh karena itu, islam menentukan ukuran dan syarat-syarat
kegiatan bagi suatu pekerjaan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang. Firman Allah
dalam surah al-An’am ayat 132: “Dan bagi tiap-tiap seseorang beberapa derajat tingkatan
dan balasan disebabkan amal yang mereka kerjakan dan ingatlah tuhan itu tidak lalai dari
apa yang mereka lakukan”.

b. Kerja sebagai sumber mata pencaharian.

Islam memerintahkan umatnya mencari rezeki yang halal karena pekerjaan itu adalah
kehormatan bagi manusia. Islam memberi berbagai kemudahan hidup dan jalan mendapatkan
rezeki di bumi ini yang penuh dengan segala nikmat.

c. Kerja sebagai asas kemajuan umat.

Islam mewajibkan untuk bekerja dengan tujuan mendapatkan mata pencaharian hidup dan
mendorong kemajuan ekonomi sebuah bangsa. Islam memperhatikan kemajuan umat dan
masyarakatnya dengan mengadakan kegiatan ekonomi baik di sector pertanian, perusahaan,
dan perdagangan.

2. Tujuan bekerja menurut islam

Bekerja bukan hanya sekedar survive of life tapi juga merefleksikan kekhalifahan
manusia sebagai tujuan utama penciptaan. Dalam melakukan pekerjaan, apapun profesinya
seorang muslim hendaknya selalu berharap ridha Allah Swt agar harta yang didapatkan
mengandung barokah yang bisa digunakan untuk menyempurnakan ibadah. Ada beberapa
tujuan dari bekerja, yaitu sebagai berikut:

6
a. Kepentingan ibadah untuk meraih mardlatillah (keridhoan).

Islam sebagai agama jelas akan memberi petunjuk kejalan yang benar untuk menuntun manusia
meraih kebahagiaan yang hakikat baik di dunia maupun di akhirat. Dalam kaitannya dengan
aktifitas bekerja, hendaknya manusia tidak bertujuan untuk mengumpulkan harta saja, namun
untuk penghambaan diri kepada Allah. Sebagai mana firman Allah dalam surah ad-Dzariyat
ayat 67: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi kepada-
Ku”. Apabila dikaitkan dengan penjelasan di atas ibadah dan kerja bisa mempunyai relasi yang
erat karena keduanya mempunyai nilai ibadah, tergantung kepada niatnya.

b. Menenuhi kebutuhan hidup.

Manusia adalah makhluk monudualis yang menyatu dua unsur diri seseorang yaitu fisik dan
psikis. Keduanya membutuhkan energi yang seimbang agar manusia dapat hidup dengan
sempurna baik secara lahir maupun batin. Misalnya, seorang muslim membeli pakaian, pakaian
tidak hanya sebagai pelindung dari gangguan tapi juga untuk menutupi aurat. Dalam al-Quran
surah al-Qashas ayat 77 artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

c. Memenuhi kebutuhan keluarga

Sebagai makhluk social, manusia sangat membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling
mencintai, membantu, dan saling mencurahkan isi dan lain sebagainya. Dengan adanya
keluarga seseorang akan merasa aman, tentram dan tenang. Kewajiban dan tanggung jawab
tersebut dapat menimbulkan konsekuensi seorang suami. Kewajiban bagi seorang suami bagi
keluarga dapat ditegaskan dalam surah al-Baqarah ayat 233 yang artinya: “Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya”. Ayat tersebut menunjukan bahwa
menafkahi keluarga sebagai wujud tanggung jawab tidak hanya membahagiakan mereka,
melainkan juga kebajikan yang akan memperoleh pahala.

d. Memenuhi kebutuhan amal social.

Ajaran agama islam yang menganjurkan agar manusia tidak hanya mementingkan dirinya
sendiri, namun juga perlu memperhatikan kepentingan orang lain. Antara lain dalam bentuk

7
jasa, tetapi hal ini belum cukup karena kebutuhan manusia adalah kompleks yang berupa
berbagai macam kebutuhan fisik.

e. Membangun kemandirian.

Agama islam mengatakan perang melawan kemiskinan. Hal itu perlu untuk menyelamatkan
akidah dan moral, baik di kalangan keluarga maupun kalangan masyarakat. Oleh karena itu,
setiap individu yang ada di tengah masyarakat harus hidup layak dan mandiri. Agar mencapai
kemandirian setiap individu dituntut untuk bekerja dan manfaatkan pemeberian dari Allah Swt.
Sebagai firman daalam surah al-Mulk ayat 15: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”.

3. Pengertian Usaha

Dalam kamus bahasa Indonesia usaha adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud atau mencari keuntungan, berusaha bekerja
giat untuk mencapai suatu maksud atau mencari keuntungan, berusaha bekerja giat untuk
mencapai sesuatu. Dalam Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan, usaha adalah
sebuah tindakan, perbuatan, atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian yang dilakukan
oleh setiap pengusaha atau individu untuk memperoleh keuntungan atau laba. Salah satu usaha
adalah memproduksi, di mana produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan ekonomi untuk
menghasilkan barang atau jasa tertentu, dengan memanfaatkan sector-sektor produksi dalam
waktu tertentu, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kegiatan yang menciptakan manfaat.

b. Perusahaan selalu diasumsikam untuk memaksimalkan keuntungan dalam produksi


dan penekanan masalah dalam kegiatan ekonomi.

c. Perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi tetapi juga


mementingkan pertimbangan bagi masyarakat.

4. Jenis-Jenis Usaha

Pada umumnya, usaha dapat dibedakan menjadi 3 diantaranya adalah usaha makro,
usaha menengah dan usaha mikro. Menurut Awalil Rizky, (1) Usaha mikro adalah usaha
informal yang memiliki aset, modal dan omset yang sangat kecil. (2) Usaha menengah adalah
usaha ekonomi produktif yang dapat berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau

8
badan usaha yang bukan termasuk perusahaan atau cabang usaha yang dimiliki, dapat dikuasai
atau menajdi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil maupun dalam
jumlah besar dengan jumlah kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. (3) Usaha makro
adalah sebuah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh suatu badan usaha dengan jumlah
kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha
nasional milik negara ataupun swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan
kegiatan ekonomi di Indonesia.

5. Prinsip-Prinsip Usaha.

a. Prinsip tauhid.

Pada prinsip usaha tidak terlepas dari ibadah kita kepada Allah. Tauhid merupakan prinsip yang
paling utama dalam kegiatan apapun di dunia ini. Menurut Harun Nasution menyatakan bahwa
al-tauhid merupakan upaya mensucikan Allah dari persamaan dengan makhluk (asyrik).
Berdasarkan prinsip ini melaksanakan hukum islam adalah ibadah. Dengan tauhid, aktifitas
usaha yang kita jalani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga untuk mencari ridha-
Nya.

b. Prinsip keadilan.

Keadilan dalam ekonomi islam yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus
dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban
tersebut. Prinsip ini sangat dibutuhkan dalam setiap usaha agar terciptanya pemerataan dan
kesejahteraan bagi semua pihak.

c. Prinsip Al-Ta’awanun (tolong menolong)

Al Ta’awanun yang berarti membantu antar sesama masyarakat. Membantu tersebut di arahkan
sesuai dengan tauhid dalam meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Prinsip
ini menghendaki kaum muslim saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

d. Usaha dan Barang yang Halal

Usaha atau bekerja ini harus dilakukan dengan cara yang halal guna untuk memperoleh rizki
yang halal serta penggunaan secara yang halal pula. Islam selalu menekankan agar setiap orang
mencari nafkah dengan cara yang halal. Semua sarana dalam hal mendapatkan kekayaan secara
tidak sah dilarang karena pada akhirnya dapat membinasakan suatu bangsa. Pada tahap
manapun tidak ada kegiatan ekonomi yang bebas dari beban pertimbangan moral.

9
e. Berusaha sesuai batas kemampuan

Sesungguhnya Allah menegaskan bahwa bekerja dan berusaha itu hendaknya sesuai dengan
batas kemampuan masing-masing. Allah tidak membebankan pekerjaan kepada para hambanya
kecuali dengan batas kemampuannya dan tuntutan kebutuhannya.

6. Pekerjaan dan usaha yang dilarang dalam islam.

Setiap aktifitas kehidupan kita harus berlandaskan atas panduan dalam ajaran agama
islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Tujuan hidup kita sebagai umat muslim yang baik adalah
untuk beribadah kepada Allah Swt. dengan didukung oleh berbagai factor pendukung seperti
harta, jabatan, keluarga, kemampuan, ilmu, keterampilan, dan orang sekitar kita. Semua yang
kita lakukan di dunia ini tidak boleh bertentangan dengan syari’at islam. Dalam urusan mencari
nafkah kita juga harus mencari reseki yang halal bagi diri sendiri dan keluarga. Jangan sampai
ada penghasilan haram yang kita bawa ke rumah untuk diberikan ke keluarga, karena sesuatu
yang haram bisa membawa dampak buruk orang yang mengkonsumsi baik di dunia maupun
akhirat. Oleh karena itu, kita harus hati-hati dalam mencari nafkah. Beberapa daftar pekerjaan
atau profesi yang haram dan dilarang oleh agama yang perlu kita hindari yaitu:

a. Penjahat: pencuri, perampok, penodong, penjambret, penipu, penadah, dll

b. Pedagang barang haram: narkoba, minuman keras, video porno, alat keperluan judi,
dll

c. Pedagang curang: memanipulasi timbangan, mengakali makanan, tidak menjelaskan


suatu barang rusak/cacat, dll

d. Pelacur, germo, serta pengusaha hiburan yang mendukung zina.

e. Orang yang dapat merugikan negara dan rakyat: koruptor

f. Spekulan: penimbun komoditi yang dibutuhkan masyarakat, forex, saham, dll

g. Pelaku riba: usaha pemberi kredit, rentenir, lintah darat, meminjamkan uang meminta
imbalan, dll

h. Penegak hukum yang membela kejahatan: oknum hakim, jaksa, pengacara, polisi,
TNI, KPK, dll

i. Media massa yang menampilkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama
islam

10
j. Pengambil harta orang lain tidak sesuai dengan syariat: pajak, bea cukai, tarif, dll

k. Orang-orang yang menyebarkan agama yang salah dan menyesatkan.

7. Pilihan pekerjaan dan usaha yang halal

Ada empat macam pekerjan dan usaha yang halam menurut islam yaitu:

a. Al-Hirafiyyin: merupakan mereka yang mempunyai lapangan kerja seperti, penajahit, tukang
kayu, dan para pemilik restoran.

b. Al-Muwodzofin: merupakan mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti
pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri (PNS).

c. Al-Kasbah: merupakan para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan
cara jual beli seperti pedagang keliling atau pedangan asongan, retail.

d. Al-Muzarri’un: merupakan mereka ini para petani.

C. Akhlak Dalam Kegiatan Ekonomi (Pertanian, Perdagangan, dan Perbankan)

Akhlak dalam kegiatan ekonomi pedagang timbul ketika mereka menghadapi ethical
dilemma dalam aktivitas jual beli yaitu antara mengutamakan kepentingan diri sendiri dan
kepentingan orang lain. Kepentingan diri sendiri tanpa pertimbangan moral cenderung
menimbulkan tindakan distributive atau asertif yaitu kepentingan bagi diri sendiri.

1. Pengertian Akhlak Ekonomi.

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah
tangga, sedangkan Nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan. Dengan demikian, secara
sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah, aturan-aturan, atau cara pengelolaan
suatu rumah tangga. Ekonomi adalah kegiatan yang langsung berkaitan dengan usaha
memenuhi kebutuan dasar hidup manusia yang berkaitan dengan kebutuhan pokok sehari-hari,
sehingga pengaruhnya sangat besar dalam pembentukan pola perilaku masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan.

Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan al-Iqtishad yang berarti
hemat, dengan penghitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit.
Jadi, akhlak ekonomi sebagai suatu usaha mempergunakan sumber-sumber daya secara
rasional untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesungguhnya yang melekat pada watak
11
manusia. Tanpa kita sadari, kehidupan manusia sehari-hari didominasi oleh kegiatan ekonomi.
Jadi secara etis, al-Quran mengatur perilaku ekonomi dalam bidang konsumsi, produksi dan
distribusi serta kegiatan lainnya.

Dalam setiap kegiatan ekonomi, penghasilan dan kekayaan yang diperoleh


perusahaan atau seorang pengusaha pada hakikatnya tidak bisa dicapai dengan bekerja
sendirian, karena perlu melibatkan tenaga dan pikiran dan banyak orang, bahkkan jerih payah
dan cucuran keringan dari para karyawan dan para pembatunya.

2. Prinsip-Prinsip akhlak dalam kegiatan ekonomi

Prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan ekonomi yang baik sesungguhnya tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia. Secara umum dapat dipaparkan beberapa
prinsip akhlak dalam kegiatan ekonomi:

a. Otonomi

Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia dalam mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri yang dianggap baik untuk dilakukan.

b. Kejujuran

harus diakui bahwa memang prinsip ini paling problematic karena masih banyak pelaku bisnis
yang mendasarkan kegiatan bisnisnya pada tipu menipu (ihtikar) atau tindakan curang.

c. Keadilan

Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan
yang adil dan sesuai dengan kriteria dan dapat dipertanggung jawabkan. Keadilan menuntut
agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.

d. Saling menguntungkan (mutual benefit principle)

Prinsip ini menuntut agar bisa dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua
pihak. Prinsip saling menguntungkan secara positif agar semua pihak berusaha untuk
menguntungkan satu sama lain.

e. Integritas moral

Prinsip ini harus dihayati sebagai tuntutan internal diri pelaku ekonomi atau perusahaan agar
dia menjalankannya agar tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan. Bahwa suatu

12
tindakan yang baik adalah yang dilaksanakan demi memenuhi kewajiban. Perlu dipahami
bahwa suatu nilai umum bagi semua tindakan dan perilaku adalah pemenuhan kewajiban.

3. Akhlak dalam kegiatan ekonomi: Pertanian

Pertanian atau bercocok tanam mendapat perhatian penting dalam ajaran islam.
Sejak abad 14 silam, islam telah menganjurkan umatnya untuk bercocok tanam serta
memanfaatkan lahan secara produktif. Tak hanya itu Rasulullah Saw juga telah mengajarkan
tata cara sewa lahan serta pembagian hasil bercocok tanam. Dari Jabir bin Abdullah RA,
Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam suartu tanaman melainkan apa
yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman
tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan
menajdi sedekah baginya” (HR Imam Muslim). Hadist itu menunjukan betapa bercocok tanam
tak hanya memiliki manfaat bagi seorang muslim saat hidup di dunia, Bertani atau bercocok
tanam juga memberi manfaat untuk kehidupan di akhirat kelak.

Pertanian itu sendiri bukan hanya soal bercocok tanam, namun sebuah rangkaian
sinergi dari bidang-bidang lain dalam kegiatan bercocok tanam. Rangkaian itu terdiri dari
komponen etos kerja, kemampuan mengolah tanah, seni membaca musim, merawat tanaman
dengan menyeimbangkan air dan penggunaan pupuk, memilih bibit, kesabaran dan keuletan
hingga spiritualitas. Orang desa selalu berpegang teguh pada prinsip, apa yang ditanam itulah
yang akan dituai. Selama mereka menanamkan usaha dengan bekerja dengan ulet dan penuh
kesabaran merawat dan menjaga tumbuh kembang tanaman maka mereka yakin akan menuai
hasil panen yang maksimal. Kewajiban petani adalah menanam sedangkan hasil panen adalah
kehendak Allah Swt.

4. Akhlak dalam kegiatan ekonomi: Perdagangan

Perdagangan atau jual beli dalam islam merupakan kegiatan yang diperbolehkan
bagi siapapun. Jual beli menurut bahasa Arab yaitu Al Bay yang artinya adalah pertukaran atau
mudabalah. Jual beli dalam islam adalah penukaran suatu barang untuk mendapatkan barang
yang lain atau juga untuk mendapatkan kepemilikan barang tersebut melalui sebuah
kesepakatan. Menurut ahli fiqh Madzhab hanafiyah: “Menukarkan harta dengan harta dengan
tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenangi dengan sesuatu yang lain
melalaui tatacara tertentu yang dipahami sabagai al-Bai’, seperti melalui ijab dan Ta’athi
(saling menyerahkan)”. Dalam islam proses jual beli merupakan kegiatan mempermudah

13
untutk memenuhi kebutuhan bagi siapapun. Maka itu jual beli sangat penting dalam islam,
sehingga harus adanya sebuah aturan dan larangan dalam jual beli.

Adapun rukun dan syarat jual beli dalam islam, yaitu:

a. Rukun jual beli

1) Aqid (subjek jual beli), yaitu penjual dan pembeli


2) Ma’qud alaih (objek jual beli), yaitu barang dan harga dagangan
3) Mahal al-aqdi (sighat). Yaitu ijab dan qabul
4) Maudhu al-aqdi (tujuan jual beli), yaitu untuk memenuhi kebutuhan masing-masing
baik penjual maupun membeli.

b. Syarat jual beli

1) Penjual (subjek jual beli)


Penjual dan pembeli harus berakal dan baligh. Adapun anak kecil yang sudah mumayiz
hukumnya adalah sah. Mumayiz disini artinya dapat membedakan mana yang benar
dan salah.
2) Barang (objek jual beli)
- Barang ada wujudnya ketika transaksi (akad), jika barang tersebut tidak ada ketika
akad maka penjual harus menyanggupi kesanggupannya untuk mengadakan barang
tersebut.
- Barang tersebut bermanfaat bagi manusia.
- Barang yang diperjual belikan sudah dimiliki
- Barang dapat diserahkan ketika akad
3) Harga (objek jual beli)
- Harga yang disepakati kedua pihak harus jelas jumlah nominalnya
- Transaksi bisa diserahkan ketika akad, baik dengan uang tunai, cek ataupun kartu
kredit
- Jika jual beli dilakukan secara barter (tukar menukar sesame barang), maka bisa
disesuaikan dengan barang yang memiliki nilai harga, kuantitas dan kualitas yang
sama.
4) Ijab qabul (pernyataan jual beli)
- Ungkapan ijab qabul harus dibaca dengan jelas antara kedua belah pihak (pembeli
dan penjual)

14
- Ijab dan qabul harus dilakukan dalam satu majelis, artinya penjual dan pembeli harus
dalam satu tempat yang sama
- Ungkapan ijab qabul boleh dilakukan secara lisan, tulisan, dan isyarat.

Islam tidak mengharamkan perdagangan kecuali perdagangan yang mengandur


unsur kezhaliman, penipuan, eksploitasi, atau mempromosikan hal-hal yang dilarang.
Perdagangan khamr, ganja, babi, patung dan barang-barang sejenis, yang dikonsumsi,
distribusi atau pemnfaatannya diharamkan, perdagangannya juga diharamkan oleh islam.
Setiap penghasilan yang didapat melalui praktek itu adalah haram dan kotor.

Adapun perdagangan atau jual beli yang dilarang oleh islam:

a. Menjual barang kepada seorang yang masih menawar penjualan orang lain.

b. Membeli dengan harga tinggi tapi tidak menginginkan barang tersebut hanya bertujuan agar
orang lain tidak berani membelinya

c. Membeli sesuatu sewaktu harganya sedang naik dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat,
kemudian barang tersebut disimpan dan akan dijual setelah harganya melonjak tinggi.

d. Menjual sesuatu yang haram, misalnya menjual babi, khamr, makanan dan minuman yang
diharamkan secara umum, juga patung, lambing salip, berhala dan sejenisnya.

e. Perdagangan secara najasy (propaganda palsu), yaitu menaikkan harga bukan karena
tuntutan semestinya, melainkan hanya karena semata-mata untuk mengelabui orang lain (agar
mampu membeli dengan harga tersebut).

f. Perdagangan yang tidak transparan. Setiap transaksi yang memberi peluang akan
menimbulkan terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual tidak transparan atau ada
unsur penipuan yang dapat membangkitkan permusuhan antara dua belah pihak atau salah satu
pihak lain.

5. Akhlak dalam kegiatan ekonomi: Perbankan

Bank adalah Lembaga perantara keuangan atau biasa disebut dengan financial
intermediary. Artinya, Lembaga bank adalah Lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan
dengan masalah uang yang merupakan alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama.
Kegiatan dan usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain:

a. Memindahkan uang

15
b. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening

c. membeli dan menjual surat-surat berharga

d. Memberi jaminan bank

Mengenai hukum bank para ulama berbeda pendapat, bila disimpulkan ada tiga macam, yaitu:

a. Haram, dengan alasan bank itu pasti terdapat bunga, bank tanpa bunga mustahil berkembang,
padahal islam melarang system bunga.

b. Mubah, dengan alasan bank disuatu negara merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan,
sehingga pelaksanaan bank hukumnya boleh atau mubah.

c. Mutasyibahat atau diragukan haram atau tidaknya, karena dilihat dari satu segi bank
merupakan kebutuhan mendesak dalam kehidupan masyarakat maupun negara, tetapi dari segi
yang lain snagat sulit, bank meniadakan bunga, karena itu hukum bank belum jelas antara boleh
atau haram.

Untuk menghindari pengoperasian bank dengan system bunga, islam


memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah. Bank syari’ah lahir sebagai salah satu solusi
alternative terhadap persoalan pertentangan antara bank dengan riba. Kaitan antara bank
dengan uang dalam suatu unit ekonomi adalah penting, namun pelaksanaannya harus
menghilangkan adanya ketidakadilan, ketidakjujuran dan penghisapan dari satu pihak ke pihak
lain.

Bank syari’ah adalah Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai
dengan prinsip-prinsip islam. Selain itu bank Syariah biasa diebut Islamic banking, yaitu suatu
system operasional tidak menggunakan system bunga (riba), apekulasi (maisir), dan
ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).

Perbedaan mendasar antara bank islam dengan bank konvensional secara umum yaitu pada
konsep imbalan dan konsep sistemnya. Secara konsep sistemnya sebagai berikut:

Pada bank islam:

a. Berdasarkan margin keuntungan

b. Profit dan falah oriented

c. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan


16
d. Users of real funds

e. Melakukan investasi yang halal saja

f. Pengerahan dan penyaluran dana harus sesuai dengan Syariah islam yang diawasi oleh
Dewan pengawas Syariah

Pada bank konvensioanl:

a. Memakai perangkat Bunga atau bagi hasil

b. Profit oriented

c. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur-kreditur

d. Creator of money supply

e. Investasi yang halal dan haram

f. Tidak terdapat Dewan Pengawas Syariah atau sejenisnya.

Sedangkan secara konsep imbalan sebagai berikut:

Pada bank konvensioanl (bunga):

a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi

b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjam

c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh nasabah untung atau rugi

d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau
keadaan ekonomi sedang naik.

Pada bank islam (bagi hasil):

a. Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi

b. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

c. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Sekiranya tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua belah pihak

d. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

17
Adapun factor-faktor penghambat berjalannya perbankan Syariah, yaitu:

1. Dengan system islami atau Syariah, maka bank islam terlalu berperangka baik kepada semua
nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank islam adalah jujur.

2. Dengan penerapan sistem bagi hasil, maka akan lebih diperlukan perhitungan-perhitungan
yang rumit terutama dalam menghidung bagian laba masalah yang kecil yang nilai simpan di
banknya tidak tetap.

3. Minimnya sumber daya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang
berkaitan dengan industry perbankan Syariah.

4. Belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perbankan Syariah.

Tujuan bank Syariah secara umum adalah untuk mendorong dan mempercepat
kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, finansial,
komersial dan investasi sesuai kaidah Syariah. Hal inilah yang membedakan dengan bank
konvensional yang tujuan utamanya adalah percapaian keuntungan setinggi-tingginya (profit
maximization).

D. Akhlak Dalam Mentasharufkan Harta

Mentasharufkan harta artinya mengeluarkan atau memutarkan harta sesuai dengan


aturan islam. Allah berfirman dalam surah al-Hasyr ayat 7:

‫سبِي ِل َكي َل‬َّ ‫سو ِل َو ِلذِى القُر ٰبى َواليَ ٰتمٰ ى َوال َمسٰ ِكي ِن َواب ِن ال‬ُ ‫لر‬ ِ ٰ ِ َ ‫سو ِله ِمن اَه ِل القُ ٰرى‬
َّ ‫ِلَف َو ِل‬ ُ ‫ع ٰلى َر‬ ٰ ‫ا اَفَ ۤا َء‬
َ ُ‫ّللا‬
ُ ‫شدِيد‬ ٰ ‫ّللاَ ۗا َِّن‬
َ َ‫ّللا‬ َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَهٰ ى ُكم‬
ٰ ‫عنهُ فَانت َ ُهوا َواتَّقُوا‬ َّ ‫يَ ُكونَ د ُولَة ۗ بَينَ الَغنِيَ ۤا ِء ِمن ُكم َو َما ٰا ٰتى ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
ِ ‫ال ِعقَا‬
‫ب‬

Artinya:

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untu Allah, untuk Rasul, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

18
Adapun cara untuk mentasharufkan harta, sebagai berikut:

a. Melalui tabungan, sebagai langkah pemuataran harta saat ini yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain dimasa dating.

b. Melalui investasi, investasi merupakan sarana untuk memproduktifkan kekayaan seseorang.


Dengan investasi seseorang dimungkinkan untuk memiliki pendapatan tambahan yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau mendatang.

Islam tidak mengajarkan umatnya untuk memperoleh harta dengan jalan yang benar,
tetapi juga mengarahkan mereka bagaimana cara memanfaatkan harta tersebut. Salah satu
ajaran mendasar dalam masalah pemanfaatan harta ini adalah ajaran al-Quran yang
membelanjakan harta kepada hal-hal yang mendukung tegaknya islam serta sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diperhatikan dari pengahrgaan yang dibeikan Allah
kepada orang yang menafkahkan harta di jalan Allah seperti berjihad, memberikan zakat, dan
aktifitas kemanusiaan lainnya. Disamping itu harta dapat juga dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan tidak menggunakannya secara boros dan berlebih-lebihan. Lebih
jauh, pemanfaatan harta harus memperhatikan aspek-aspek social kemasyarakatan seperti
membantu pendanaan yang aktifitas-aktifitas seperti dibutuhkan orang banyak serta
membangun tempat-tempat ibadah, tempat pengajian, dan sebagainya. Selanjutnya, agama
islam juga memelihara keseimbangan terhadap hal-hal yang berlawanan seperti pelit dan boros.

Sebagaimana diketahui bersama, harta merupakan sesuatu yang harus dipelihara dan
dikelola dengan baik sehingga tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan ruska dan hikangnya
nilai dan wujud harta tersebut. Disamping itu, diperlukan juga manajemen yang baik, sehingga
menjadi jelas asal usul, jumlah dan pengeluarannya. Pengelolaan harta ini juga sangat
berpengaruh pada bagaimana manajemen yang digunakan.

Al-Quran memberikan arahan yang sangat jelas tentang pengelolaan harta ini,
terutama terhadap harta-harta anak yatim sehingga tidak musnah dan tidak habis tanpa
dimanfaatkan oleh yang bersangkutan.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akhlak dalam kegiatan ekonomi pedagang timbul ketika mereka menghadapi ethical
dilemma dalam aktivitas jual beli yaitu antara mengutamakan kepentingan diri sendiri dan
kepentingan orang lain. Kepentingan diri sendiri tanpa pertimbangan moral cenderung
menimbulkan tindakan distributive atau asertif yaitu kepentingan bagi diri sendiri.

Perekonomian sangat berpengaruh pada kehidupan manusia, semakin banyak harta


yang dimiliki maka manusia itu akan hidup bahagia tapi di sisi lain sebuah moral islam
mengarahkan pada kenyataan bahwa hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari
sifat materialistisnya. Allah menciptakan harta untuk umatnya tapi tidak untuk disalah
gunakan, manusia merupakan perantara pemanfaatan harta yang diberikan oleh Allah dan
pemanfaatannya harus mengutamakan kepentingan umat dan agama.

B. Saran

Makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin oleh penyusun terlepas dari
seluruh itu, penyusun menyadari masih banyak kekurangan dari segi penyusunan ataupun
sususan kalimat. Penyusun meminta maaf apabila terjalin kesalahan penyusunan, lapisan
kalimat ataupun tata bahasa pada makalah ini. Dengan tangan terbuka penyusun menerima
anjuran ataupun kritikan yang bertabiat membangun dari para pembaca agar kedepannya
penyusun dapat memperbaiki kesalahan serta dapat menyusun makalah yang jauh lebih baik
dari makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Yazid. 2009. Fiqih Muamalah dan Implementasinya dalam Keuangan Syariah.
Yogyakarta: Logung Pustaka.

Djamil, Fathurrahman. 2010. Hukum Ekonomi Islam; Sejarah, Teori, dan Konsep. Jakarta:
Sinar Grafika.

Djakfar, Muhammad. 2008. Etika Bisnis Islami: Tataran Teoritis dan Praktis. Malang: UIN-
Malang.

Solihin, Ismail. 2006. Pengantar Bisnis, Pengenalan Praktis dan Studi Kasus. Jakarta:
Kencana.

Nitisusastro, Mulyadi. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Jakarta:


Alvabeta.

Mujahidin, Ahmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ya’qub, Hamzah. 1992. Kode Etik Dagang Menurut Islam. Bandung: Diponegoro.

A Masadi, Ghufron. 2016. Fiqh Muamalah Kontektual.

Arifin, Zainul. 1999. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prosepek.
Jakarta: CV Alpabett.

M. Syafe’I Antonio. 2000. Bank Islam: Teori dan Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.

21

Anda mungkin juga menyukai