Anda di halaman 1dari 13

HARTA

Makalah Ini Diajukan Guna Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : fatchurrochman,S.Ag.M.Pd

Nama : Rini indriyani

NIM : 211100471

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIS) MAJENANG

Jl. KH.Sufyan Tsauri Po.Box.18 Majenang Kab.Cilacap Kode POS 53257 Telp.
(0280)623562
Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan kita
kesehatan kenikmatan serta kesempatan dalam rangka menyelesaikan kewajiban
kami sebagai mahasiswa, yakni dalam bentuk tugas yang diberikan dosen dalam
rangka menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kami pula.

Yang kedua shalawat salam selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarga karena dengan perjuangan beliau
kita bisa berkumpul ditempat yang mulia ini.

Ucapan terima kasih kepada ibu nginayah selaku dosen pengampu pada mata
kuliah FIQH MUAMALAH yang telah memberikan bimbingan serta arahan
sehingga makalah kami ini yang berjudul “HARTA’’ ini selesai tepat waktu.

Adapun dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaaan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dalam rangka perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, amin ya rabbal ‘alamin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 4
A. Latar Belakang.................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 5
A. Pengertian harta................................................................................. 5
B. Asal-usul harta................................................................................... 5
C. Macam-macam harta......................................................................... 9
D. Kedudukan harta................................................................................ 9
E. Fungsi harta........................................................................................ 9
E. Pembagian harta................................................................................. 9
BAB III PENUTUP............................................................................... 11
Kesimpulan.............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 12
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Harta adalah benda berharga yang dimiliki manusia. Karena harta
itu,manusia dapat memperoleh apapun yang dikendakinya. Harta itu dapat
berwujud benda bergerak ataupun benda tidak bergerak .Cara memperoleh
harta pun kian beragam . Dari cara yang halal seperti bekerja keras hingga
orang yang menggunaka “jalan pintas”.Salah satu cara memperoleh harta
itu adalah melalui jalur warisan yaitu memperoleh sejumlah harta yang
diakibatkan meninggalnya seseorang .Tentunya cara ini pun harus sesuai
dengan prosedur hukum yang berlaku .Khususnya hukum Islam. Melalui
berbagai syarat dan ketentuan yang di atur dalam hukum Islam tersebut
diharapkan seorang generasi penerus keluarga atau anak dari salah satu
orang tua yang meninggal dapat memperoleh harta peninggalan orang
tuanya dengan tidak mendzalimi atau merugikan orang lain . Untuk
itu ,kita perlu mengetahui bagaimanakah hukum kewarisan itu dalam
agama Islam dan khususnya sebagai masyarakat islam Indonesia ,maka
kita pun perlu tau bagaimana fikih Islam (KHI) mengaturnya.

2. Rumusan masalah
1) Apa pengertian harta?
2) Bagaimana asal-usul harta?
3) Apasaja macam-macam harta?
4) Bagaimana kedudukan harta?
5) Apa fungsi harta dan kedudukannya?
BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian harta

Harta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud.


Dalam ilmu ekonomi, harta juga disebut sebagai aktiva. Harta dapat dihitung
dalam nilai mata uang untuk menentukan besaran dari nilai harta tersebut.
Misalnya, Anda memiliki sebuah rumah di Jakarta. Rumah merupakan harta yang
memiliki nilai dan bisa dihitung dalam satuan nilai mata uang. Nilai dari harta
bisa diuangkan sesuai dengan harga dari harta tersebut.

Harta bisa berasal dari transaksi-transaksi pada masa lalu dan di masa depan
diharapkan dapat memberikan manfaat. Misalnya, Anda memiliki mobil seharga
Rp100 juta hasil bekerja selama 3 tahun, lalu mobil tersebut dijual untuk modal
bisnis yang diharapkan memberikan pemasukan tambahan ke dalam kas Anda.

Harta dapat merujuk kepada barang seperti uang dan sebagainya, yang menjadi
kekayaan dan merupakan barang yang dimiliki oleh seseorang. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) harta didefinisikan sebagai kekayaan berwujud
dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.

Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan harta sebagai segala
sesuatu yang mempunyai nilai moneter, yang dimiliki oleh individu atau
organisasi. Biasanya sebesar biaya atau nilai wajar pasar aset, biasanya berupa
barang spesifik seperti real estate atau aset berwujud lainnya atau tagihan
terhadap pihak lain.

b. Asal usul harta


“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan
cara untuk memperoleh harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan
cara yang haram” (HR. Al Bukhari).
Islam mengajak kita untuk peduli terhadap harta. Khususnya kepedulian
terhadap statusnya, apakah halal atau haram baik cara memperolehnya maupun
hasilnya. Tanpa peduli terhadap harta, kita bisa terjebak dalam menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal. Biasanya, bagi orang yang rakus,
harta haram tak dianggap penting untuk dipedulikan. Sehingga jangan
berharap akan berlaku adil bila orang-orang seperti itu menjadi pemimpin
umat. Bahkan akan bertambah-tambah kezalimannya di saat berkuasa karena
keberhasilan diukur berdasarkan jumlah harta yang dikumpulkan.
Berbeda dengan orang-orang yang bertaqwa. Keberhasilan diukur bila berhasil
memenuhi apa yang diperintahkan oleh Allah. Seperti perintah untuk memakan
yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah dan bersyukur atas
segala nikmat yang diberikanNya (QS. an-Nahl: 114).

c. Macam-macam harta

Pada umumnya, harta terbagi menjadi dua jenis, yaitu:


1. Harta tetap (fixed asset)
Harta tetap merupakan harta yang dimiliki perusahaan yang berbentuk fisik. Pada
umumnya, harta tetap memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun.
Jenis aktiva ini digunakan untuk biaya operasional dan tidak untuk dijual.
Harta tetap mengalami penyusutan setiap tahunnya. Selain itu, harta tetap harus
dihitung dalam pembukuan.
Beberapa jenis harta tetap, adalah:
- Harta
- Gedung dan bangunan
- Mesin
- Peralatan toko dan kantor
- Alat angkut
- dan lainnya

2. Harta lancar (current asset)

Harta lancar merupakan harta yang dengan mudah diuangkan atau dicairkan dan
tidak memiliki bentuk fisik. Adapun jangka waktunya tidak lebih dari satu tahun.
Jenis harta ini memiliki manfaat ekonomik masa depan yang cukup pasti yang
diperoleh suatu perusahaan sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Yang termasuk dalam jenis harta lancar adalah:
- Kas
- Surat berharga
- Piutang dagang
- Piutang wesel
- Piutang pendapatan
- Beban dibayar di muka
- Perlengkapan
- Persediaan barang dagang

d. Kedudukan harta

Dalam Islam, kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa
terdapat lima maqashid syariah yang salah satu di antaranya adalah al-maal atau
harta. Namun, bagaimana pandangan Islam tentang harta? Berikut penjelasan
Islam tentang harta berdasarkan uraian Jaih Mubarok dalam materi yang
disampaikan pada kegiatan Training Of Trainer (ToT) Pelatihan Fikih Muamalah,
Ekonomi dan Bisnis Syariah pada Jumat (11/03).

Pertama, Teori Istikhlaf. Manusia merupakan khalifah di muka bumi yang tunduk
hanya kepada Allah dan alam ditundukkan kepada manusia oleh Allah. Dampak
dari teori ini adalah bahwa benda hakikatnya milik Allah dan bukan milik
manusia.

Dalam hal kepemilikan atas harta, kepemilikan manusia bersifat istikhlaf, artinya
posisinya sebagai wakil dari pemilik yang sesungguhnya, yaitu Allah. Karenanya
harta wajib diperoleh, dikembangkan, dan digunakan sesuai dengan kehendak
Allah (QS Nisa: 29, al-Taubah: 104).

Kedua, Teori Gharizah Hubb al-Mal. Manusia dianugerahi kehendak (iradah) dan
banyak nafsu (syahwah muta‘addidah) terkait harta, baik suka terhadap harta
(dzatnya), memiliknya, maupun suka menggunakan dan ata Jika tidak memiliki
sikap berterima kasih kepada Allah (al-syukr), sabar, zuhud, dan qana‘ah,
manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas terhadap apa yang ia miliki.

“Dalam hadits riwayat Imam al-Bukhari dijelaskan bahwa jika Bani Adam
(manusia) telah memiliki dua lembah harta, maka pasti dia akan mencari lembah
harta yang ketiga, manusia tersebut tidak akan pernah merasa puas,” jelas Guru
Besar Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati ini. Ketiga,
Teori Qiwam al-Hayat.

Harta merupakan media untuk melanjutkan keberlangsungan kehidupan.


Keberadaan harta merupakan hal penting untuk menjaga kelanggengan kehidupan
(baqa’ al-nafs) dan melanjutkan keturunan (baqa’ al-nasl). Bahkan kadang-kadang
harta dianggap lebih utama dalam membangun peradaban sebuah bangsa. Harta
merupakan sumber keutaamaan (fadha’il), kemuliaan (al-kiram), kebaikan
(ihsan), dan kebahagiaan (sa‘adah).

“Harta merupakan media untuk mencapai kemuliaan (alat al-makarim), menolong


(‘aun ‘ala al-dahr), menguatkan agama (quwwah ‘ala al-din), menumbuhkan
persaudaraan (mu’allafah li al-ikhwan), menciptakaan kegembiraan hidup di
dunia (bahjah al-dunya),” terang Jaih sambil mengutip penjelasan al-Syirazi
sebagaimana disampaikan ‘Ali Fikri dalam kitab Mu‘amalah Madiyah wa al-
Adabiyyah ketika menafsirkan QS al-Nisa’ ayat 114 dan al-Ra‘d ayat 22-23.

Keempat, Teori al-Wasilah. Tujuan hidup manusia adalah mengabdi kepada Allah
(al-‘ubudiyyah), bukan mencari dan mengumpulkan harta (QS al-Dzariyat: 56 dan
al-Hajj: 77-78).

Tujuan mencari dan mengumpulkan harta untuk melaksanakan perintah Allah


baik dalam bentuk zakat, infaq, wakaf, dan sedekah. Aktivitas duniawi seperti
bisnis harus mendukung dzikrullah melalui aktivitas shalat dan ibadah lainnya
(QS al-Nur: 37-38).

Kelima, Teori Mas’uliyyah. Pada zaman jahliyah, masyarakat mencari dan


mengumpulkan harta dalam rangka membangun kekuatan dan kewenangan
(sulthah), dan mereka menjadi warga yang superior yang memiliki hak-hak
istimewa. Dalam ajaran Islam, harta merupakan bagian dari nikmat Allah yang
harus dipertanggungjawabkan (QS al-Takatsur: 8) dan cara mendapatkan,
pengembangan (investasi), dan menggunakan harta harus sesuai dengan ketentuan
Allah dan rasul-Nya.

Dengan demikian, umat Islam tidak sewenang-wenang dengan menghalalkan


segala cara terkait cara mendapatkan, mengembangkan dan menggunakan harta.

“Kegiatan mu‘amalah maliyyah harus didasarkan pada rasa cinta, kasih-sayang,


dan toleran ketika melakukan penawaran, penjualan, pembelian, penagihan, dan
pembayaran utang sehingga terhindar dari sengketa, penpuan, penimbunan,
durhaka, dan kezhaliman,” tulis Jaih.

e. Fungsi harta

Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada
tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu
keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan
Islam dan Karen itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan
kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah Swt. Telah memberikan
pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan. Pandangan Islam
terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana, karena Allah Swt.
Menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada
orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah. Adapun
pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak dijelaskan dalam
alQur‟an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya sebagai wakil dan
pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai pemilik, tetapi pada hakikatnya
adalah sebagai penerima yang bertanggung jawab dalam perhitungnnya.
Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah terbebas dari hitungan. Fungsi
harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan manusia, baik
dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, manusia selalu
berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan memakai
beragam cara yang dilarang syara‟ dan urge urge, atau ketetapan yang disepakati
oleh manusia. Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi
harta. Seperti orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan
harta tersebut untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan
lain-lain. Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya
memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

f. Pembagian harta

Umum dipahami bahwa perkara harta bersama ditujukan untuk membuktikan


bahwa sejumlah harta benda yang digugat benar-benar berstatus sebagai harta
bersama, sehingga pembagiannya dapat dikenai porsi masing-masing setengah
bagian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Pembuktian atas status harta demikian merupakan konsekwensi yuridis dari Pasal
35 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
menentukan bahwa, “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi
harta bersama.”

Lebih lanjut, harta bersama dalam pembagiannya mesti dipisahkan dari harta
bawaan yang diperoleh suami-istri sebelum perkawinan berlangsung dan harta
yang diperoleh suami-istri sebagai hadiah atau warisan. Sebab, harta bawaan dan
harta benda yang diperoleh melalui hadiah atau warisan merupakan harta yang
berada di bawah penguasaan masing-masing pihak dan bukan merupakan objek
harta bersama sepanjang para pihak tidak menentukan lain sebagaimana diatur
Pasal 87 ayat (1) KHI.

Artinya, tidak menjadi soal apakah harta benda yang diperoleh suami-istri
dalam perkawinan berasal dari upah suami atau istri, terdaftar atas nama suami
atau istri, diperoleh dari keuntungan yang dikembangkan dari harta bawaan milik
suami atau istri. Selama harta tersebut tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan, maka statusnya tetap menjadi harta bersama yang akan dibagi dua
sama besar ketika pasangan suami-istri bercerai.
Pada dasarnya, harta bersama muncul bersamaan atau akibat dari adanya
perikatan berupa perkawinan. Bercampurnya harta benda dalam perkawinan
merupakan konsekwensi dari perikatan yang secara bersamaan juga menimbulkan
akibat hukum berupa kewajiban-kewajiban tertentu yang mesti dipenuhi oleh
pihak yang mengikatkan diri.[2]

Dalam KHI, bab yang mengatur harta kekayaan dalam perkawinan diletakkan
setelah hak dan kewajiban suami-istri. Hal demikian mengindikasikan hubungan
erat antara keduanya. Pembacaan terhadap pengaturan harta bersama, dengan
begitu, tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari pengaturan mengenai kewajiban
suami-istri dalam perkawinan. Maka dapat dipahami tatkala fakta hukum tertentu
lantas memicu suatu pertanyaan hukum, apakah kelalaian menjalankan kewajiban
suami-istri memengaruhi porsi harta bersama?

KHI, membebankan tanggung jawab domestik kepada istri. Sementara suami


menanggung nafkah beserta biaya rumah tangga, termasuk biaya pendidikan anak.
[4] Pengaturan demikian, menandai adanya pengakuan bahwa kontribusi pada
sektor domestik sama berharganya dengan sektor publik. Implikasi dari kewajiban
berimbang yang dibebankan kepada pasangan suami-istri demikian memengaruhi
besaran pembagian harta bersama tatkala keduanya berpisah.
BAB III

KESIMPULAN

Harta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud.


Dalam ilmu ekonomi, harta juga disebut sebagai aktiva. Harta dapat dihitung
dalam nilai mata uang untuk menentukan besaran dari nilai harta tersebut.
Misalnya, Anda memiliki sebuah rumah di Jakarta. Rumah merupakan harta yang
memiliki nilai dan bisa dihitung dalam satuan nilai mata uang. Nilai dari harta
bisa diuangkan sesuai dengan harga dari harta tersebut.

Macam-macam harta :

a. Harta tetap,seperti :

- Harta
- Gedung dan bangunan
- Mesin
- Peralatan toko dan kantor
- Alat angkut
- dan lainnya

b. Harta lancar, seperti :

- Kas
- Surat berharga
- Piutang dagang
- Piutang wesel
- Piutang pendapatan
- Beban dibayar di muka
- Perlengkapan
- Persediaan barang dagang
DAFTAR PUSTAKA

https://www.idntimes.com/business/finance/rinda-faradilla/apa-itu-harta

tanggal 24/09/2022

https://www.google.com/search?
q=asal+usul+harta+secara+lengkap&oq=asal+usul+harta+secara+lengkap&aqs=c
hrome..69i57j33i160.8161j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

tanggal 24/09/2022

https://review.bukalapak.com/finance/pengertian-harta-117713

tanggal 24/09/2022

https://muhammadiyah.or.id/seperti-apa-kedudukan-harta-dalam-islam/

tanggal 24/09/2022

https://media.neliti.com/media/publications/360005-filosofi-kedudukan-dan-
fungsi-harta-dala-eedb4db6.pdf

tanggal 24/09/2022

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/pembagian-harta-
bersama-oleh-ang-rijal-amin-s-h-29-7

tanggal 24/09/2022

https://www.google.com/search?
q=pembagian+harta+dalam+islam&oq=pembagian+harta&aqs=chrome.4.69i59j0i
512l3j0i67j69i60l3.9714j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

tanggal 24/09/2022

http://repository.untag-sby.ac.id/1524/6/Bab%20V.pdf

tanggal 24/09/2022

Anda mungkin juga menyukai