Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIQIH MUAMALAH

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Dr. Iffah, S.Sy., M.Sy

Disusun oleh :
1. Dwita Afdilla Bielsa
2. Suci Dwi Lestari
3. Rizki Nazwan

KELAS B1
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA
BATANGHARI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun.
Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW yang telah melimpahkan hidayahnya sehingga kami mampu
menyelesaikan penulisan makalah berjudul : “Harta” bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih Muamalah.

Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam makalah ini
masih banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun aspek lainnya. Maka
dari itu, dengan lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, akhirnya penyusunan sangat berharap semoga
makalah yang sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa mmbantu
para pembaca untuk mempermudah pemahaman mengenai judul makalah kami.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Muara Bulian, 25 Maret 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….............…….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………….........…………………ii

DAFTAR ISI …………………………………………………..........................…………….iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………................................................……………………. 4
B. Rumusan Masalah …………............................................…………………………… 5
C. Tujuan Penulisan ……………………………............................................………….. 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Harta ………………………………………...............................………… 6
B. Harta dalam Pandangan Syari’at …………………………………….………....……..7
C. Kedudukan Pembagian dan Fungsi Harta Dalam Pandangan Syari’at ....................... 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ………………………………………………………….……………… 14
B. Saran …………………………………………………………………………………14

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….……………………………


15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di
dunia ini, sehingga oleh para ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah
satuad-daruriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas, agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta.1 Atas dasar itu, mempertahankan harta dari segala upaya yang
dilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah, termasuk ke dalam kelompok yang
mendasar dalam Islam. Sekalipun seseorang diberi Allah memiliki harta, baik banyak
atau sedikit, tidak boleh berlaku sewenang-wenang dalam menggunakan hartanya itu.
Kebebasan seseorang untuk memiliki dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas
yang diperbolehkan oleh syara’. Oleh sebab itu,dalam pemilikan dan penggunaan harta,
disamping untuk kemaslahatan pribadi, juga harus dapat memberikan manfaat dan
kemaslahatan pada orang lain. Inilah di antara fungsi sosial dari harta itu, karena
suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ke tangan-tangan manusia. 2
Manusia tidak memiliki harta secara mutlak karena harta sebagai titipan sehingga dalam
pandangan tentang harta, terdapat hak-hak orang lain. Konsekuensi logis dari hal itu
adalah adanya kewajiban bagi manusia untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya
untuk berzakat dan ibadah lainnya.3

1
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin,Kamus Ilmu Ushul Fikih,Jakarta: Amzah,2009,cet.2, hlm.57
2
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 12.
3
Ibid.,hlm. 13

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan harta secara umum?
2. Apa yang dimaksud harta dalam pandangan syari’at?
3. Bagaimana kedudukan ,pembagian, dan fungsi harta dalam pandangan syari’at?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian harta secara umum
2. Untuk mengetahui arti harta dalam pandangan syariat
3. Untuk mengetahui kedudukan pembagian, dan fungsi harta dalam pandangan
syariat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta Secara Umum


Harta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud. Dalam
ilmu ekonomi, harta juga disebut sebagai aktiva. Harta dapat dihitung dalam nilai mata
uang untuk menentukan besaran dari nilai harta tersebut. Harta bisa berasal dari transaksi-
transaksi pada masa lalu dan di masa depan diharapkan dapat memberikan manfaat.
Adapun jenis-jenis harta :
Menurut sifatnya, harta atau aktiva dari suatu perusahaan dibagi menjadi 2 jenis.
Yaitu aktiva tetap (fixed asset) dan aktiva lancar (current asset):
1. Harta Tetap : yang dimaksud dengan harta tetap adalah harta milik perusahaan yang
memiliki bentuk fisik. Harta tetap umumnya memiliki umur ekonomis lebih dari 1
tahun. Tujuan penggunaan harta tetap adalah untuk menyokong agar perusahaan
tersebut dapat berjalan dan mencapai tujuannya. Ada beberapa jenis harta yang
termasuk harta tetap, yaitu:
Tanah
Gedung atau Bangunan
Mesin-mesin
Peralatan Kantor
Angkutan
2. Harta Lancar : harta lancar merupakan aktiva yang tidak memiliki bentuk fisik. Tidak
seperti harta tetap, harta lancar tidak bisa digunakan untuk mendukung berjalannya
perusahaan dalam mencapai tujuannya. Jenis harta ini bisa dicairkan ke dalam mata
uang dalam waktu kurang dari 1 tahun.4

4
https://kamus.tokopedia.com/h/harta/
B. Pengertian Harta dalam Pandangan Syariat
Harta dalam pandangan syariah memiliki makna yang berbeda dengan harta dalam
pandangan konvensional. Secara umum, hal yang membedakan antara keduanya
adalah terletak pada posisi harta, dalam pandangan konvensional harta sebagai
alat pemuas, sementara dalam pandangan syar’i posisi harta adalah sebagai
wasilah/perantara untuk melakukan penghambaan kepada Allah. Perbedaan pandangan
ini berimplikasi pada definisi tentang harta, fungsi harta, dan bahkan eksistensi harta.5
Sulit memang mendefinisikan harta secara tepat dan baku. Ini dikarenakan
harta memiliki sifat dan kekhususan yang berbeda-beda dengan akibat berbeda
pula dalam memandangnya. Ulama dulu mendefinisikan : segala hal yang dicintai watak
manusia dan dapat disimpan serta mempunyai nilai. Definisi ini jelas tidak lengkap dan
tidak konkret, sebab yang disukai manusia aneka ragam macamnya dan bukan semua
harta dapat disimpan, sebagaimana hijauan-hijauan yang cepat basi. Para tokoh syariah
dan para pembuat undang-undang merasa risau dalam mendefinisikan harta. Maksud
mendefinisikan harta ialah untuk mendata apa saja yang dapat diperdagangkan. Dari
sinilah mereka memperluas arti mal(harta), sehingga di dalamnya termasuk al -haq(hak
tertentu), misalnya hak mendapatkan privilege (hak istimewa, privilese) dan hak
didahulukan.6
Menurut Mustafa Zarqa, para fuqaha’ memfokuskan harta pada dua faktor yang terdiri
dua unsur: ‘ayniyah’ dan ‘urf’ (jasa). ‘Ayniyah’ maksudnya adalah harta yang berwujud
materi konkret, sedangkan ‘urf ialah berbagai hal yang dalam pandangan semua orang
atau sebagiannya saja bernilai, karena itu dapat dibarterkan dan yang lain. Demikian itu,
dari sudut pandang ekonomi, jelas bernilai ekonomi. Sebab itu jelas bisa diuangkan. Dari
realitas ini, Mustafa Zarqa dalam mendefinisikan harta adalah wujud materi konkret yang
bernilai uang. Definisi demikian jelas mengeluarkan berbagai hal yang bersifat haq, dari
kategori harta dan masuknya ke kategori kepemilikan.7

C. Kedudukan, Pembagian, dan Fungsi Harta Dalam Pandangan Syari’at


5
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah dan Implementasinya Dala m Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Logung
Pustaka 2009),18.
6
Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, ter. Muhadi Zainudin
dan A. bahaudin Norsalim (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2003), 27
7
Ibid., 28.
1. Kedudukan Harta
Dalam Al-Quran bahwa harta adalah sebagai perhuasan hidup. Pada Al-Quran surat al-
Kahfi: 46 dan al-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama
dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia
terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar. Harta juga berkedudukan sebagai
amanat (fitnah). Karena harta sebagai titipan, maka manusia tidak memiliki harta secara
mutlak karena itu dalam pandangan tentang harta terhadap hak-hak lain seperti zakat
harta dan yang lainnya. Kedudukan harta juga dapat sebagai musuh.
Konsekuensi logis dari ayat-ayat Al-aquran adalah:
1.Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah, maka wajib baginya
untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2.Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama,
pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melaui wakil-wakilnya.
3.Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh
imbalan yang wajar.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan ptibadi juga diperhatikan,
maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak
merugikan orang lain dan masyarakat.
2. Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka boleh pemilik
(manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara
menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
3. Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.
Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan dengan
harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan konsumsi harta:
1. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:
a. Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,
b. Memakan harta dengan jalan penipuan,
c. Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,
d. Dengan jalan pencurian.
2. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau
keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
3. Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta dengan
maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia memperoleh keuntungan yang
berlipat ganda.
4. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang
menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun yang sifatnya
mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan (ekologi).
5. Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang terlarang
seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
kesehatan.8

2. Pembagian Harta

Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim :


a. Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’.
Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya,
misalnya kerbau adalah halal dimakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut
disembelih tidak sah menurut syara’, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa
dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara’.
b. Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik
jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. Seperti babi karena
jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim
karena cara memperolehnya yang haram.

Mal Mitsli dan Mal Qimi :


a. Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya,
dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang
perlu dinilai.
b. Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak
dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
c. Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh di pasar
(secara persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa
diperoleh tapi jenisnya berbeda kecuali dalam nilai dan harga.

8
Naerul Edwin Kiky Aprianto, Konsep Harta Dalam Tinjauan Maqashid Syariah ,
Istihlak dan harta Isti’mal :
a. Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya
secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata)
zatnya habis sekali digunakan.
2. Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan
tetapi zatnya masih tetap ada.
b. Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan materinya tetap
terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali menggunakan tetapi dapat
digunakan lama menurut apa adanya.

Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul:


a. Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat
ke tempat lain.
b. Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu
tempat ke tempat lain.

Harta ‘Ain dan Harta Dayn


a. Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras,
kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai
harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati
qimah meliputi:
- Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
- Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya
- Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya
- Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya
- Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak)
- Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan (benda tetap).
2. Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta,
karena tidak memiliki harga seperti sebiji beras.
b. Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang yang
berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.)
berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn, karena harta
menurut Hanafiah ialah sesuatu yang berwujud maka sesuatu yang tidak berwujud
tidaklah dianggap sebagai harta, seperti hutang tidak dipandang sebagai harta tetapi
hutang adalah wash fi al-dgimmah.

Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat) :


a. Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), seperti rumah,
ternak, dll.
b. Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa,
oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.

Mamluk, Mubah, dan Mahjur :


a. Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik perseorangan maupun
milik badan hukum seperti pemerintah atau yayasan.
Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua macam, yaitu:
1. Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti
rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak
bukan pemilik, seperti seseorang yang mempunyai sepasang sepatu yang dapat
digunakan kapan saja.
2. Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya, seperti dua orang tang berkongsi memiliki sebuah pabrik
dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada
orang lain.
Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan
pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik
tersebut diurus bersama.
b. Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada
mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan. Tiap-tiap manusia boleh
memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya
maka ia akan menjadi pemiliknya.
c. Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan
kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda
yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid,
kuburan-kuburan dan yang lainnya.

Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi :


a) Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan
lainnya.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut dibagi-bagi,
seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain sebagainya.

Harta pokok dan harta hasil (buah) :


a) Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta pokok
bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.
b) Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu domba dihasilkan
dari domba, maka domba sebagai harta pokok dan bulunya sebagai harta hasil, atau
kerbau yang beranak maka anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang
melahirkannya disebut harta pokok.

Harta khas dan harta ‘am


a) Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil
manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b) Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil manfaatnya.9

Fungsi Harta
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka
fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal
yang jelek, yaitu:

9
http://mitoyono.blogspot.com/2010/12/kedudukan-dan-fungsi-harta.html
a) Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal
untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
b) Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c) Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
d) Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e) Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal
akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia tidak
memiliki biaya.
f) Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu
dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan
karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
g) Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga
terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan.10

10
Palupi, Wening Purbatin.2012.”HARTA DALAM ISLAM (Peran Harta dalam Pengembangan Aktivitas Bisnis
Islami).”At-Tahdzib 1.2,pp. 154-171
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang harta ini maka diambil kesimpulan :
Harta dalam pandangan syariah memiliki makna yang berbeda dengan harta dalam
pandangan konvensional. Secara umum, hal yang membedakan antara keduanya
adalah terletak pada posisi harta, dalam pandangan konvensional harta sebagai
alat pemuas, sementara dalam pandangan syar’i posisi harta adalah sebagai
wasilah/perantara untuk melakukan penghambaan kepada Allah.
Kedudukan harta sebagai amanat (fitnah), karena harta sebagai titipan, maka manusia
tidak memiliki harta secara mutlak karena itu dalam pandangan tentang harta terhadap
hak-hak lain seperti zakat harta dan yang lainnya. Kedudukan harta juga dapat sebagai
musuh.
Dan yang terakhir fungsi harta, ada banyak fungsi harta salah satunya yaitu : untuk
menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah
memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal
untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
B. Saran
Begitulah penjelasan kami tentang makalah “Harta” ini, kami berharap penjelasan
kami dapat membantu pembaca agar lebih memahami tentang materi ini, Karena kami
telah menjelaskan secara singkat dan jelas.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kepada para pembaca agar kiranya dapat memberikan saran-saran
yang sifatnya membangun kepada makalah kami ini, agar dapat memperbaikinya di
pembuatan akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin,Kamus Ilmu Ushul Fikih,Jakarta:


Amzah,2009,cet.2, hlm.57
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 12.
Ibid.,hlm. 13
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah
(Yogyakarta: Logung Pustaka 2009),18.
Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan
Sosialis, ter. Muhadi Zainudin dan A. bahaudin Norsalim (Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta, 2003), 27
Ibid., 28
Naerul Edwin Kiky Aprianto, Konsep Harta Dalam Tinjauan Maqashid Syariah,
Palupi, Wening Purbatin.2012.”HARTA DALAM ISLAM (Peran Harta dalam
Pengembangan Aktivitas Bisnis Islami).”At-Tahdzib 1.2,pp. 154-171

Anda mungkin juga menyukai