Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KAIDAH PENGGUNAAN HARTA MILIK ORANG LAIN

Dosen Pengampu:

Nurma Sari, S.H.I, M.E.I

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

1. Fahri Zuan Ariga Sinaga (2101104010078)

2. Erfan Muly’ansyah (2101104010076)

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
”Penggunaan harta milik orang lain” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ibu Nurma Sari, S.HI, M.E.I. Pada mata kuliah Ushul fiqh Ekonomi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Penggunaan harta
milik orang lain bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Nurma Sari, S.HI, M.E.I. Selaku
dosen Ushul fiqh Ekonomi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis
tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu demi
kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, 12 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
2.1 Pengertian Harta...................................................................................................3
2.2 Jenis-jenis pembagian harta.................................................................................4
2.3 Penggunaan harta dalam Islam............................................................................5
2.4 Kaidah penggunaan harta milik orang lain..........................................................6
BAB III..........................................................................................................................9
PENUTUP.....................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harta merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia di seluruh


dunia.Harta dibutuhkan dan diperoleh setiap orang baik digunakan maupun disimpan
dan dijaga oleh pemiliknya.Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan setiap
manusia,dalam ekonomi harta diperlukan sebagai alat tukar saat melakukan kegiatan
transaksi atau muamalah sesama manusia.

Menurut para fuqaha, harta dalam perspektif Islam bersendi pada dua unsur;
Pertama, unsur ‘aniyyah dan Kedua, unsur ‘urf. Unsur ‘aniyyah berarti harta itu
berwujud atau kenyataan (a’yun). sebagai contoh, manfaat sebuah rumah yang
dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak. Sedangkan
unsur ‘urf adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau
oleh sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan
manfaatnya, baik manfaat yang bersifat madiyyah maupun ma’nawiyyah.

Dalam Islam kedudukan harta merupakan hal penting yang dibuktikan bahwa
terdapat lima maqashid syariah yang salah satu diantaranya adalah al-maal atau harta.
Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah ta’ala, manusia
hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian, Islam juga
mengakui hak pribadi seseorang. Untuk itu Islam mensyariatkan peraturan-peraturan
mengenai muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan
sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang
merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak
yang di bawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya
sekalipun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud harta ?


2. Apa saja pembagian jenis-jenis harta ?
3. Bagaimana Penggunaan harta dalam Islam?
4. Apa kaidah penggunaan harta milik orang lain?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu harta


2. untuk mengetahui apa saja pembagian jenis-jenis harta
3. Untuk mengetahui bagaimana Penggunaan harta dalam Islam
4. Untuk mengetahui apa kaidah penggunaan harta milik orang lain

1.4 Manfaat Penelitian

Makalah ini diharapkan dapat berguna pada :


1. Bagi akademisi
Digunakan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan referensi dalam
penulisan makalah sejenis dan dapat menjadi bahan pengembangan materi
mengenai Kaidah Penggunaan Harta milik orang lain.

2. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang kaidah
penggunaan harta milik orang lain. Dan untuk memenuhi persyaratan
akademik dalam menyelesaikan tugas ushul fiqih II.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harta

Harta dibagi menjadi 2 pengertian yaitu menurut etimologi dan terminology


(menurut Bahasa dan istilah). Harta dalam bahasa arab disebut al-mal yang berarti
condong, cenderung dan miring.Manusia selalu cenderung untuk memiliki dan
menguasai harta. Sedangkan menurut wahbah al-juhaili bahwa Harta secara bahasa
merupakan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang
terlihat seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun yang tidak terlihat
atau mengandung manfaat yaitu kendaraan, pakaian dan tempat tinggal.
Sedangkan harta jika diartikan dalam bentuk istilah, maka akan melahirkan
beberapa pendapat dikalangan ulama, walaupun pendapat mengenai pengertian Harta
secara Istilah ini berbeda-beda, namun pada dasarnya tujuan dari pemaknaannya
adalah sama. Berikut adalah pengertian harta secara Istilah menurut Ulama.

a. Harta Menurut Ulama Hanafiyah


Harta didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan dan
dimanfaatkan. Dari defenisi ini, maka harta terdapat dua unsur yaitu:
 Harta dapat dikuasai dan dipelihara
Sesuatu yang tidak disimpan atau dipelihara secara nyata seperti ilmu,
kesehatan, kemuliaan dan kecerdasan serta yang lainnya, tidak dapat
dikatakan sebagai harta
 Harta dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan
Segala sesuatu yang tidak bermanfaat seperti daging bangkai, makanan basi
tidak dapat disebut sebagai harta, atau jika bermanfaat tetapi tidak dapat
digunakan manusia seperti setetes air, sebiji gandum dan beras dan lainnya
juga tidak disebut harta, hal tersebut disebabkan karena terlalu sedikit.

b. Menurut Jumhur Ulama fiqih selain Hanafiyah


Harta bermakna segala sesuatu yang bernilai dan mesti rusaknya dengan
menguasainya. Salah satu perbedaan dari dua pendapat ini terletak pada benda
yang dapat diraba atau tidak. Menurut ulama hanafiyah bahwa yang disebut harta
adalah sesuatu yang nyata, kendatipun bermanfaat, maka yang bermanfaat itu

3
belum tentu harta. Sedangkan menurut jumhur ulama fiqih selain hanafiyah, maka
yang disebut harta adalah sesuatu yang bermanfaat dan berfaedah baik nyata
maupun tidak.

2.2 Jenis-jenis pembagian harta

1. Harta Mutaqawwim dan Harta Ghair al -mutaqawwim


Harta mutaqawwim ialah segala sesuatu yang dapat dikuasai dengan
pekerjaan dan dibolehkan syara’ untuk memanfaatkannya. Maksud pengertian
harta ghair al-Mutaqawwim merupakan kebalikan dari harta mutaqawwim,
yakni segala sesuatu yang tidak dapat dikuasai dengan pekerjaan dan dilarang
oleh syara’ untuk memanfaatkannya.

2. Mal Mitsli dan Mal Qimi


Harta mitsli dan qimi sebagai sesatu yang memiliki persamaan atau
kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan yang pada bagian bagiannya atau
kesatuannya. harta yang ada duanya atau dapat ditukar dengan hal serupa dan
sama disebut mitsli dan harta yang tidak duanya atau berbeda secara tepat
disebut qimi.

3. Mal Istihlak dan Mal Isti’mal


harta istihlak merupakan harta yang penggunaannya hanya sekali pakai
sedangkan harta isti’mal harta yang penggunaannya bisa berkali-kali pakai.

4. Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul


harta manqul yaitu harta yang dapat dipindahkan dan diubah dari tempat
satu ketempat yang lain, baik tetap pada bentuk dan keadaan semula ataupun
berubah bentuk dan keadaannya dengan perpindahan dan perubahan tersebut.
Sedangkan harta ghair al-manqul maksudnya segala sesuatu yang tetap (harta
tetap), yang tidak mungkin dipindahkan dan diubah posisinya dari satu tempat
ketempat yang lain menurut asalnya, seperti kebun, rumah, pabrik, sawah dan
lainnya.

5. Harta ‘Ain dan Dayn


harta ‘ain yaitu harta yang berbentuk. sedangkan, harta dayn harta yang
menjadi tanggung jawab seperti uang yang dititipkan ke orang lain.

6. Harta Nafi’i

4
harta nafi’i yaitu harta yang tidak berbentuk atau yang berangsur-anggsur
tumbuh menurut perkembangan masa. Contohnya : listrik dan oksigen.

7. Harta Mamluk, Mubah dan Mahjur


harta mamluk yaitu harta yang statusnya memilikik kepemilikian baik
individu, umum atau negara. harta mubah yaitu hukum harta pada asalnya
yaitu tidak ada yang memiliki. sedangkan, harta mahjur yaitu harta yang tidak
boleh dimilikioleh pribadi.

8. Harta Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi


pembagian harta ini didasari oleh potensi harta menimbulkan kerugian
atau kerusakan apabila dibagikan. harta yang dapat dibagi yaitu harta tidak
menimbulkan kerugian atau kerusakan apabila dibagikan seperti beras.
sedangkan, harta yang tidak dapat dibagi yaitu harta menimbulkan kerugian
atau kerusakan apabila dibagikan seperti benda-benda mewah.

9. Harta Pokok dan Hasil


harta pokok ialah harta yang mungkin menumbulkan harta lain atau
dalam istilah ekonomi disebut harta modal.

10. Harta Khas dan ‘Am


harta khas yaitu harta milik individu yang tidak boleh diambil manfaatnya
jika tidak direstui pemiliknya. sedangkah harta am yaitu harta milik umum
yang dibebaskan dalam mengambil manfaatnya.

2.3 Penggunaan harta dalam Islam

Penggunaan harta (infaqual-mal) yaitu pemanfaatan harta dengan atau tanpa


manfaat materiil yang diperoleh. Islam mendorong umat manusia untuk
menggunakan hartanya tidak hanya kepentingan pribadi tapi juga untuk kepentingan
sosial. Tidak hanya memenuhi kebutuhan materiil saja tetapi juga kepentingan non
materiil seperti nafkah keluarga dan orang tua, anak yatim, zakat, infak, sedekah,
hadiah, hibah, jihad fi sabilillah, dan sebagainya. Pada sisi lain, Islam mengharamkan
beberapa praktik penggunaan harta seperti riswah,israf,tabdzir dan taraf (membeli
barang atau jasa haram) dan juga mencela perilaku bakhil. Impilkasi dari penggunaan
harta dengan selalu melihat kaidahagama akan menghindari masyarakat dari resiko
timbulnya kerusakan kerusakan. kegiatan sektor produksi ditekankan melalui
pengembangan berbagai sektor ekonomi sedangkan negara adalah merupakan

5
fasilitator dan regulator sehinggan kegiatan ekonomi dapat berjalan secara seimbang
dan mengikuti kaidah dan aturan yang telah ditentukan serta tidak menyalahi kaidah
ajaran Islam. keseimbangan antara prilaku konsumsi yang Islami dan kegiatan
produksi yang menekankan aspek-aspek moral akan mendorong pada terciptanya
kehidupan ekonomi yang sejahtera dan adil.

2.4 Kaidah penggunaan harta milik orang lain

Menjaga dan melindungi harta milik orang lain melalui tata cara Islam sesuai
hukum adalah salah satu tujuan hukum Islam. Islam menganggap harta milik
seseorang sebagai sesuatu yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana
hidup dan kehormatannya.

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,” (QS. An-Nisa: 29).

Berdasarkan peraturan di atas, maka menggunakan harta benda milik orang


lain tanpa izin adalah tidak diperbolehkan dalam Islam. Seseorang yang
menggunakan harta orang lain tanpa izin atau merusaknya akan dinyatakan
bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang di alami pemilik harta tersebut

Para ulama telah merumuskan beberapa aturan yang menekankan


penghormatan hukum Islam atas hak kepemilikan harta benda dan melindungi
pemiliknya dari pelanggaran haknya. Mereka juga menggariskan ketentuan-ketentuan
yang harus di perhatikan dalam menggunakan harta benda milik orang lain.
Peraturan-peraturan tersebut adalah:

 Tidak boleh seorang pun menggunakan harta milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya
Kaidah ini mencegah pelanggaran terhadap harta benda milik orrang lain.
Kaidah tersebut berisi aturan bahwa tidak seorangpun diperbolehkan untuk
membuat perjanjian atau memberi kewenangan pada orang lain untuk menjual,
memberikan, menggadai, menyewakan, menyimpan, atau meminjamkan harta
benda milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.

“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridho pemiliknya” (HR. Ahmad
5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih
lighoirihi).

6
Izin di sini boleh jadi: (1) Izin secara langsung, (2) Izin tidak langsung (izin
dalalah) yaitu misalnya secara ‘urf (kebiasaan), hal seperti itu sudah dimaklumi
tanpa ada izin lisan atau sudah diketahui ridhonya si pemilik jika barangnya
dimanfaatkan.

Contoh:
1. Tidak boleh masuk dalam rumah atau kebun seseorang tanpa izinnya.
2. Dalam akad mudhorobah (usaha bagi hasil), jika pengelola telah diberi
syarat oleh pemodal untuk menjalankan usaha di tempat tertentu, atau
menjual barang tertentu, atau ditentukan waktu tertentu, lalu syarat ini
dilanggar, maka itu berarti telah memanfaatkan sesuatu tanpa izin.
3. Jika ada seseorang yang dititipi sejumlah uang, lantas ia memanfaatkannya
tanpa izin orang yang menitipkan, maka jika ada kehilangan, dialah yang
mengganti rugi karena ia telah memanfaatkan barang tanpa izin.
4. Jika suatu jalan khusus terlarang dilewati lalu pintunya sengaja dibuka
tanpa meminta izin pada pemiliknya, itu berarti telah memanfaatkan milik
orang lain tanpa izin.
5. Jika seseorang mengetahui dari keadaan sahabatnya bahwa ia selalu ridho
jika diambil sesuatu miliknya, maka barang milik sahabatnya tadi boleh
diambil tanpa izinnya. Ini termasuk izin jenis kedua yang disebutkan di
atas.
6. Di antara contoh lain dari izin jenis kedua, misalnya ada orang yang
dititipkan uang. Lalu ia meminjam uang tersebut dan ia tahu si pemilik
uang ridho apalagi pada orang yang sifatnya amanah, maka boleh saja ia
manfaatkan. Namun jika ia ragu apakah si pemilik meridhoi ataukah tidak,
maka tidak boleh ia memanfaatkannya.

 Tidak boleh seorang pun mengambil harta milik orang lain tanpa sebab syar’i
(yang dibenarkan syariat)
Kaidah ini merujuk pada cara-cara halal dan haram dalam memperoleh harta
benda. Cara-cara yang haram meliputi tindakan mencuri, merampas, riba,
berjudi, menyuap, transaksi-transaksi penipuan, dan lain-lain. Cara-cara yang
halal dalam memperoleh harta benda melputi akad-akad menyewa, hadiah,
sumbangan, penggadaian, pembayaran hutang, dan sebagainya.
Namun seorang yang bukan pemiliknya, dapat menggunakan harta orang lain
dalam keadaan keadaan berikut:
1. Hukum Islam membolehkan pemberi utang untuk mengambil sejumlah
harta atau uang yang setara dengan nilai hutang dari harta milik orang yang
berutang kepadanya apabila ia tidak sanggup membayar utang.

7
2. Dibolehkan bagi seorang wali yang miskin mengambil sejumlah uang atau
harta dari harta milik orang yang ada di bawah perwaliannya, dengan
secukupnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

 Kewenangan mengelola urusan rakyat hendaknya dilaksanakan demi


kemaslahatan mereka
Kewenangan dalam kaidah ini meliputi kekuasaan yang diberikan pada badan-
badan fungsional pemerintah, para wakil/pengawas yang diberi kepercayaan dan
wali. Maka dari kaidah di atas adalah “Saat menjalankan wewenang,
kemaslahatan rakyat harus menjadi pertimbangan utama yang mendasari
pelaksanaan kewenangan tersebut.”
Tindakan yang diambil oleh negara terhadap urusan rakyatnya, atau wali
terhadap persoalan yang di bawah perwaliannya, dianggap sah hanya apabila
tindakan tersebut menunjang kepentingan rakyat dan orang yang berada dalam
perwaliannya tadi.
Berikut beberapa aturan berdasarkan kaidah di atas:
1. Penggunaan harta anak yatim oleh qadhi (hakim) adalah sah ketika
penggunaannya tersebut sesuai dengan kepentingan anak yatim tadi.
2. Seorang wali tidak boleh menggunakan harta milik orang yang berada
dalam perwaliannya dengan tujuan memberikannya sebagai pinjaman dan
menghadiahkannya pada orang lain.
3. Seorrang wali boleh menjual harta milik orang yang berada di dalam
perwaliannya, apabila harta itu diserobot orang lain.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan
bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia,
seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk
perhiasan dunia.
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Islam
mengatur seluruh aspek kehidupan ini, hingga pada hal-hal kecil yang luput dari
pandangan kita. Tidak terlewat pula aturan mengenai barang atau segala sesuatu yang
sedang kita gunakan atau manfaatkan fungsinya baik itu barang milik sendiri ataupun
milik orang lain. Terdapat kaidah-kaidah yang harus ditaati dalam penggunaan harta
tersebut yang sering kali diabaikan oleh umat islam pada saat sekarang ini.
Dalam islam, harta dibedakan menjadi sepuluh diantaranya Harta
Mutaqawwim dan Harta Ghair al -mutaqawwim, Mal Mitsli dan Mal Qimi, Mal
Istihlak dan Mal Isti’mal, Mal Manqul dan Mal Ghair al-Manqul, Harta ‘Ain dan
Dayn, Harta Nafi’i, Harta Mamluk, Mubah dan Mahjur, Harta Dapat Dibagi dan
Tidak Dapat Dibagi, Harta Pokok dan Hasil, Harta Khas dan ‘Am.
Kaidah-kaidah penggunaan harta milik orang lain :
 Tidak boleh seorang pun menggunakan harta milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya.
 Tidak boleh seorang pun mengambil harta milik orang lain tanpa sebab syar’i
(yang dibenarkan syariat).

9
 Kewenangan mengelola urusan rakyat hendaknya dilaksanakan demi
kemaslahatan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Juhaili, W. (1989). Al-fiqih Al-islami Wa-adillatuh. Damsyik: Dar Al-Fikr.

Majid, A. (1986). Pokok-Pokok Fikih Muammalah dan Hukum Kebendaan Islam.


Bandung: IAIN SGD.

Masduki, N. (1987). Fikih Muamalah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Ampel.

Pustaka, H. (1997). Fikih Muammalah. Bandung: Gunung Jati Press.

Sabiq, S. (1973). Fighus Sunnah. Beirut: Dar Al-kitab Al-Arabiah.

Shiddieqie, M. H. (1997). Pengamat Fikih Muammalah. Semarang: Pustaka Riski


Putra.

Syafe'i, H. R. (2001). Fikih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

Hamdani, L. (2018). Prinsip-Prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam. Jurnal Kajian


Ekonomi & Bisnis Islam, 1(1), 115-129.

10

Anda mungkin juga menyukai