Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP HAK DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM


DI
S
U
S
U
N
OLEH

Tgk. Nafisah Tgk. Juwita


Tgk. Nisaul Fitri Umamah Tgk. Nurul Husna
Tgk. Nuriah Tgk. Roska Zahara

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL-AZIZIAH


SAMALANGA KAB. BIREUEN
1436 H/2016 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT.

karena atas berkat rahmat dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas makalah ini. Dan semoga kesejahteraan selalu dilimpahkan bagi

Rasul-Nya yang telah memberikan suri tauladan yang baik kepada kita semua. Dan

kesejahteraan supaya dilimpahkan juga kepada keluarga dan sahabat beliau sekalian.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Konsep Hak Dan
Kepemilikan Dalam Islam”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, baik teman-teman
mahasiswa dan dosen pembimbing mata kuliah yang bersangkutan.

Dalam menulis makalah ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan

kekurangan .untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun

dari pembaca, demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap kepada

Allah SWT, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua.

Samalanga, 4 April 2016

Penulis

2
I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. LatarBelakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Maslah................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Pengertian Harta................................................................................. 3
B. Konsep Harta Dan Kepemilikan......................................................... 4
C. Macam-macam Kepemilikan............................................................. 5
D. Harta Dalam Sudut pandang Islam..................................................... 7
E. Kepemilikan Harta Dalam Islam........................................................ 9

BAB III PENUTUP...................................................................................... 11

A. Kesimpulan......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 12

3
II

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dimana manusia tidak akan
bisa terpisah darinya. Secara umum, harta merupakan sesuatu yang disukai manusia,
seperti hasil pertanian, perak dan emas, ternak atau barang-barang lain yang termasuk
perhiasan dunia.

Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan


demi menambah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai
penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan
tiga syarat, yaitu harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk
hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat
tempat dia hidup.

Harta yang dimiliki setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga
harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan
menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan kehormatan
jiwa tersebut. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari segala bentuk
penganiayaan, baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau tindak melukai
fisik.

Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT.
kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta
tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut.
Adanya pemilikan seseorang atas harta kepemilikian individu tertentu mencakup
juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah

4
dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan pengembangan harta.

Namun sebaliknya kondisi saat ini khususnya di Indonesia ada batas-batas


kepemilikan harta yang sebenarnya dapat dimiliki untuk umum. Bahkan banyak
intervensi Negara asing yang ingin menguasai kepemilikan umum menjadi milik
pribadi.

Berangkat dari permasalahan diatas, maka tulisan singkat ini akan


menguraikan makna harta dalam pandangan Islam dan konsep kepemilikan harta
dalam Islam, dan maqashid syariah dalam kepemilikan harta, serta pembagian harta
dalam islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Harta

2. Kajian Konsep Harta Dan Kepemilikan

3. Apa Saja pembahagian Harta

C. Tujuan Masalah

UntukMmemahami dan mengetahui secara lebih terperincih lagi akan harta


dan kepemilikikan, dimana kedua hal ini sangatlah akrab dalam kehidupan kita
sehari-hari.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harta

Harta menurut bahasa yaitu sesuatu yang dapat diperoleh dan dikumpulkan
oleh manusia dengan suatu tindakan baik berwujud materi maupun manfaat.
Contohnya seperti: emas, perak, hewan dan tumbuhan. Atau manfaat dari sesuatu
seperti: kendaraan, pakaian dan tempat tinggal.

Adapun sesuatu yang tidak dapat dikumpulkan oleh manusia, menurut bahasa
bukan dinamakan harta. Contohnya seperti: burung di udara, ikan di air, pepohonan di
hutan dan barang tambang di dalam bumi.

Menurut istilah ahli fiqih, harta dapat didefinisikan berdasarkan dua pendapat.
Pertama menurut ulama hanafiyah, harta adalah segala sesuatu yang dapat
dikumpulkan dan dapat disimpan dan secara adat dapat dimanfaatkan. Ini berarti,
sesuatu dinamakan harta apabila memenuhi dua unsur, yaitu:1

 Dapat dikumpulkan dan dapat disimpan. Maka tidak disebut harta: sesuatu yang
tidak dapat dikumpulkan dalam suatu tempat, seperti hal-hal yang bersifat
ma’nawi berupa ilmu, kesehatan, kemuliaan dan kepandaian. Juga tidak disebut
harta: sesuatu yang tidak dapat dikuasai, seperti angin yang terbuka, panas
matahari dan sinar bulan.
 Secara adat dapat dimanfaatkan. Maka semua hal yang tidak dapat dimanfaatkan
sama sekali seperti daging bangkai dan makanan beracu/basi tidak dianggap harta.
Begitu juga tidak dinggagap harta sesuatu yang dapat dimanfaatkan tetapi tidak

1
Rizal Qosim, Pengamalan Fikih 1, Solo : Pustaka Mandiri, 2014, hal. 99.

6
dianggap oleh adat seperti sebutir gandum, setetes air dan segenggam debu,
alasannya benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan apabila hanya satu buah. Kata
adat mengharuskan suatu benda dapat bermanfaat secara berkelanjutan dalam
keadaan normal. Adapaun mengambil manfaat sesuatu dalam keadaan dharuurat
seperti memakan bangkai saat kelaparan yang luar biasa (kelaparan yang dapat
menimbulkan kematian) maka sesuatu tersebut tidak termasuk harta, alasannya
karena keadaan dharuurat merupakan pengecualian.

Pendapat lain mengatakan, sesuatu dikatakan harta berdasarkan ketertarikan


semua manusia atau sebagian manusia, maka minuman keras dan babi termasuk harta
karena non-muslim dapat mengambil manfaat. Apabila sebagian orang tidak lagi
tertarik pada suatu benda seperti baju-baju lama maka benda tersebut tetap termasuk
harta. Kecuali apabila semua orang tidak lagi tertarik maka tidak lagi termasuk harta.

B. Konsep Harta Dan Kepemilikan

 Teori Harta

Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri


yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat materi ataupun immateri. Dalam kerangka
memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antar manusia
(mu'amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan terkait dengan
manusia lainnya.

Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai obyek transaksi, harta bisa
dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership
(kontrak kerjasama), atau transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari

7
karakteristik dasarnya (nature), harta juga bisa dijadikan sebagai obyek kepemilikan,
kecuali terdapat faktor yang menghalanginya.

 Teori Kepemilikan

Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta yang
ditetapkan syara', dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk melakukan
transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang melarangnya.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik berupa harta benda
(dzat) atau nilai manfaat. Dengan demikian, dapat dipahami pernyataan Hanafiyah
yang mengatakan bahwa manfaat dan hak merupakan kepemilikan, bukan merupakan
harta.

Secara bahasa, kepemilikan bermakna pemilikan atas manusia atas suatu harta
dan kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut istilah ulama
fiqh, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak lain
bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya untuk bertransaksi secara langsung
di atasnya selama tidak ada halangan syara'.2

Ketika seseorang telah memiliki harta benda dengan jalan yang dibenarkan
syara', maka ia memiliki kewenangan khusus atasnya. Ia memiliki kekhususan untuk
mengambil manfaat atau bertransaksi atasnya sepanjang tidak ada halangan syara'
yang mencegahnya, seperti gila, safih , anak kecil, dan lainnya. Keistimewaan itu
juga bisa mencegah orang lain untk memanfaatkan atau bertransaksi atas kepemilikan
harta tersebut, kecuali terdapat aturan syara' yang memperbolehkannya, seperti
adanya akad wakalah.

C. Macam-Macam Kepemilikan

 Hak Milik Pribadi


2
Mustofa Hadna, Mengkaji Fikih untuk MA, Pemalang : Erlangga, 2011, hal. 91-92.

8
  1. Proses kepemilikan harus didapatkan melalui cara yang sah menurut agama Islam.
Islam mengakui adanya hak milik pribadi, dan menghargai pemiliknya, selama harta
itu diperoleh dengan jalur yang sah menurut agama islam.  Dan Islam tidak
melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan haram.  Sehingga
Imam Al-Ghazali membagi menjadi 6 jenis harta yang dilindungi oleh Islam (sah
menurut agama islam) :3
a. Diambil dari suatu sumber tanpa ada pemiliknya, misal : barang tambang,
menggarap lahan yang mati, berburu, mencari kayu bakar, mengambil air sungai,
dll.
b. Diambil dari pemiliknya secara paksa karena adanya unsur halal, misal : harta
rampasan.
c. Diambil secara paksa dari pemiliknya karena ia tidak melaksanakan kewajiban,
misal : zakat.
d. Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti, misal : jual beli dan ikatan
perjanjian dengan menjauhi syarat-syarat yang tidak sesuai syariat.
e. Diambil tanpa diminta, misal : harta warisan setelah dilunasi hutang-hutangnya.
2. Penggunaan benda-benda milik pribadi tidak boleh berdampak negatif/ mudharat
pada orang lain, tapi memperhatikan masalah umat
3. Dalam penggunaan hak milik pribadi untuk kepentingan pribadi dibatasi oleh
ketentuan syariat

 Hak Milik Umum (Kolektif)

Konsep hak milik umum pada mulanya digunakan dalam islam dan tidak
terdapat pada masa sebelumnya. Maksudnya, tipe ini memiliki bentuk yang berbeda
beda. Misalnya : semua harta milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau
pemanfaatan atas berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya.
Contoh lain, tentang pemilikan harta kekayaan secara kolektif adalah wakaf.
3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah Islam, Jakarta : Raja Grafindo, 2005, hal. 33-34.

9
 Hak Milik Negara

Negara membutuhkan hak milik untuk memperoleh pendapatan, sumber


penghasilan dan kekuasaan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Misal,
untuk menyelenggarakan pendidikan, memelihara keadilan, regenerasi moral dan
tatanan masyarakat yang terjamin kesejahteraannya.

Kekayaan negara secara aktual merupakan kekayaan umum. Kepala negara


hanya bertindak sebagai pemegang amanah. Dan merupakan kewajiban negara untuk
mengeluarkan nya guna kepentingan umum. Oleh karena itu, sangat dilarang
penggunaan kekayaan negara yang berlebih-lebihan.

D. Harta Dalam Sudut Pandang Islam

Harta dalam literatur Islam (Al-Qur’an dan al-Hadits) dikenal dengan sebutan
al-mal, kata jamaknya al-amwal. Dalam al-Qur’an tersebut 24 kali kata mal atau al-
mal, satu kali kata maliyah dan 61 kata amwal dalam puluhan surat dan puluhan ayat.

Secara harfiah, kata al-mal berasal dari kata mala-yamilu-maylan-wa-


mayalanan-wa-maylulatan-wa-mamilan, artinya miring, condong, cenderung, suka,
senang dan simpati. Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang, siapa, kapan
dan dimanapun pada dasarnya adalah condong, senang, mau dan cinta pada harta
khususnya uang. Al-Qur’an surah Al-Fajr ayat 20 melukiskan kegemaran manusia
terhadap harta di antaranya :

“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”

Oleh karena itu kecintaan manusia terhadap harta ini harus mendapatkan
bimbingan wahyu yang mengarahkannya bahwa harta bukanlah tujuan hidup ini akan
tetapi hanya sebagai wasilah belaka yang nanti di hari kiamat harus dipertanggung
jawabkan.

10
Harta dalam Islam dianggap sebagai bagian dari aktivitas dan tiang kehidupan
yang dijadikan Allah sebagai sarana untuk membantu proses tukar-menukar (jual
beli), dan juga digunakan sebagai ukuran terhadap nilai. Allah memerintahkan untuk
saling menukarkannya dan melarang menimbunnya. Oleh karena itu syariat Islam
dengan kaidah dan konsepnya akan mengontrol cara untuk mendapatkan harta,
menyalurkannya, proses pertukaran dengan barang lain serta pengaturan hak-hak
orang lain dalam harta itu.

Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang


dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum Islam) seperti
jual-beli, pinjaman, konsumsi dan hibah atau pemberian. Maka seluruh apapun yang
digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta. Uang, tanah,
kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil
perikanan-kelautan dan pakaian termasuk dalam kategori al-amwal atau harta
kekayaan.

Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis,


karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan
mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu.

Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan


tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri
mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal
penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib
dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama,
harta dan keturunan.

 Definisi Harta

Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara linguistik, al-maal
didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan bisa
dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi'il), baik sesuatu itu berupa dzat

11
(materi) seperti; komputer, kamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya.
Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pun tempat tinggal. Berdasarkan
definisi ini, sesuatu akan dikatakan sebagai al-maal, jika memenuhi dua kriteria;4

Sesuatu itu harus bisa memenuhi kebutuhan manusia, hingga pada akhirnya
bisa mendatangkan kepuasan dan ketenangan atas terpenuhinya kebutuhan tersebut,
baik bersifat materi atau immateri

Sesuatu itu harus berada dalam genggaman kepemilikan manusia.


Konsekuensinya, jika tidak bisa atau belum dimiliki, maka tidak bisa dikatakan
sebagai harta. Misalnya, burung yang terbang diangkasa, ikan yang berada di lautan,
bahan tambang yang berada di perut bumi, dan lainnya.

 Pengertian Harta dalam al-Qur’an:

“Dijadikan indah dalam (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang


diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imron 3:14).

Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa harta dalam pandangan al-Qur’an adalah
segala sesuatu yang disenangi manusia seperti emas, perak, kuda pilihan, hewan
ternak, sawah ladang dan lain sebagainya yang kesemuanya itu diperlukan untuk
memenuhi hajat hidup. Menurut al-Qur’an, harta menjadi baik bila digunakan sesuai
petunjuk Ilahi, dan sebaliknya akan menjadi buruk bila penggunaannya tidak sesuai
dengan petunjuk-Nya.

E. Kepemilikan Harta Dalam Islam

4
Abdul Rahman , Fikih Muamalat, Jakarta : Prenada Media Group, 2010, hal. 45-46

12
Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta yang
dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku digunakan
untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza milkii,” yang
artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau kemanfaatan.

Menurut Jati dalam buku Asas-asas ekonomi Islam, hakikat harta ada tiga,
yaitu : Allah adalah pencipta dan pemilik harta yang hakiki, harta adalah fasilitas bagi
kehidupan manusia dan Allah menganugerahkan pemilikan harta kepada manusia.

Menurut Ibnu Taimiyah seperti dikutip Euis Amalia dalam buku Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, tiap individu, masyarakat dan Negara memiliki hak atas
pemilikan hak milik sesuai dengan peran yang dimiliki mereka masing-masing. Hak
milik dari ketiga agen kehidupan ini tidak boleh menjadikannya sebagai sumber
konflik antara ketiganya. Hak milik menurutnya adalah sebuah kekuatan yang
didasari atas syariah untuk menggunakan sebuah objek, tetapi kekuatan itu sangat
bervariasi dalam bentuk dan jenisnya.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Teori Harta

Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri


yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat materi ataupun immateri.

 Teori Kepemilikan

Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta yang
ditetapkan syara', dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk melakukan
transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang melarangnya.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik berupa harta benda
(dzat) atau nilai manfaat.

 Harta Dan Kepemilikan Dalam Sudut Pandang Islam

Harta dinamakan al-mal mengingat semua orang, siapa, kapan dan dimanapun
pada dasarnya adalah condong, senang, mau dan cinta pada harta khususnya uang.
Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada
sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum Islam) seperti jual-beli, pinjaman,
konsumsi dan hibah atau pemberian,

 Pembahagian Harta Dalam Islam

Adapun harta Dibagi menjadi Empat: Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim, 'Iqar
dan Manqul, Mitsli dan Qilmi, Istikhlaki dan Isti'mali\

14
Daftar Pustaka

 Al-Qur’an dan Terjemahnya


 Abdullah, Taufik, dkk. 1999. Ensiklopedi Islam, Jilid 2. Jakarta : PT Ichtiar
Baru Van Hoeve
 Abdul Fatah al-Husaini, al-Syaikh, Buhuts fi al-Fiqh al-Islami (universitas al-
Azhar, 1971)
 Afif, Ahmad Mustafa, “Atsar Nuzhum al-Mudharabah wa al-Musyarakah al
Ribhiyyah al-Masyru’at al-Iqtishadiyyah, “tesis magister Institut Studi Islam,
tahun 1984
 Anto, Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Yogyakarta :
Ekonisia
 Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Gadai Syariah di Indonesia, Konsep,
Implementasi, dan Institusionalisasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press
 Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata
Publishing, 2010)
 Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata
Islam). Yogyakarta : UII Press

15

Anda mungkin juga menyukai