Oleh:
Kelompok 3
1441H/2020 M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Pendekatan Studi Islam yang berkaitan dengan Dibalik Larangan Mencari Harta
dengan Cara Bathil tepat pada waktu yang telah ditentukan.yang akan digunakan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendekatan Studi Islam yang
diampu oleh Bapak Prof. Dr. M. Nasor, M.Si.
Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk
belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang dibalik larangan mencari harta
dengan cara bathil. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan
proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi
kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan. Adanya makalah ini
diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui dibalik larangan
mencari harta dengan cara bathil.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja yang membutuhkannya. Namun, makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
untuk masa yang akan datang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya
: Putra Media Nusantara, 2009), h.145.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
beberapa masalah yang akan dikaji dalam makalah ini:
1. Apa yang dimaksud dengan pemilikan harta?
2. Bagaimana fungsi dan kedudukan harta dalam Islam?
3. Bagaimana dasar hukum larangan mencari harta dengan cara bathil?
4. Bagaimana hikmah adanya larangan mencari harta dengan cara bathil
dalam Al-Qur’an?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pemilikan harta.
2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan harta dalam Islam.
3. Untuk mengetahui dasar hukum larangan mencari harta dengan cara
bathil.
4. Untuk mengetahui hikmah adanya larangan mencari harta dengan cara
bathil dalam Al-Qur’an.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sementara, tidak abadi, dan tidak lebih dari pinjaman yang diberikan oleh
Allah SWT. 5 Dalam sistem kapitalisme pemilikan harta dikendalikan oleh
individu atau sekelompok individu. Hal ini akan mengganggu keseimbangan
distribusi kekayaan dan pendapatan di dalam masyarakat. Terjadi kesenjangan
ekonomi antara si kaya dan si miskin sehingga menyebabkan perselisihan dan
akhirnya masyarakat menjadi kapitalisme. Dalam Sistem ekonomi sosialisme
kepemilikan harta oleh pribadi maupun swasta seluruhnya dikuasai oleh
negara. Persamaan ekonomi dan pemberian kebutuhan hidup dasar bagi semua
warga negara semuanya diatur oleh negara.6
Konsep kepemilikan harta dalam sistem ekonomi Islam berbeda dengan
sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme. Kepemilikan harta dalam Islam
memiliki konsep yang sangat berbeda dengan ekonomi kapitalisme dan
sosialisme, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an karena ditegakkan dalam
dua aksioma utama yaitu bahwa Allah SWT adalah pemilik alam semesta dan
manusia adalah wakil Allah SWT di muka bumi.7 Berdasarkan hal tersebur
dapat dipahami bahwa kepemilikan harta secara mutlak hanya milik Allah
SWT karena apa yang diciptakan oleh Allah SWT tujuannya untuk
kepentingan manusia.
Pemilikan harta oleh individu diakui di dalam Islam tetapi individu
memiliki kewajiban moral bahwa harta yang dimiliki terdapat hak orang lain
dan individu tersebut dalam memperoleh harta harus dengan cara yang halal
termasuk proses cara memperolehnya. Islam mewajibkan umatnya untuk
menjadi kaya, hal ini bisa dijelaskan dalam suatu hadis bahwa kemiskinan
akan mendekatkan seseorang kedalam kekafiran. 8 Pemilikan harta pribadi di
5
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar, dan Tujuan, terj.
M. Irfan (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004), h. 56-57.
6
Muhammad Shatif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam (Fundamental Of Islamic
Economic System); Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.35.
7
Yadi Janwari, Pemikiran Ekonomi Islam; Dari Masa Rasulullah Hingga Masa
Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016), h. 22.
8
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam; Perspektif
Maqashid al Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 141.
4
dalam Islam dibolehkan tetapi terbatas, sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam QS. At-Thaha ayat 6: 9
9
Muhammad Shatif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam (Fundamental Of Islamic
Economic System); Prinsip Dasar., h. 356.
5
larangan atas riba, memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan
diwajibkan untuk mengganti barang yang telah dirusaknya. 10
Harta memiliki fungsi sosial yaitu harus dapat memberikan manfaat dan
kemaslahatan untuk orang lain. 11 Fungsi harta yang sesuai dengan ketentuan
syariat Islam antara lain:12
a. Harta berfungsi untuk menyempurnakan ibadah mahzhah, seperti shalat
memerlukan kain untuk menutup aurat.
b. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT.
c. Meneruskan kelangsungan kehidupan agar tidak meninggalkan generasi
lemah.
d. Menyeleraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, sebagaimana
Rasulullah SAW., bersabda bahwa “tidaklah seseorang itu walaupun
sedikit yang lebih baik daripada makanan yang ia hasilkan dari
keringatnya sendiri. Sesungguhnya nabi Allah, Daud, telah makan dari
hasil keringatnya sendiri.” (HR. Bukhari dari Miqdam bin Madi Kariba).
10
Abu Ishaq al-Shatibi, Al-Muawafaqat fi Ushul al-Syari‟ah. Jil. 2, (Beirut: Dar al-
Ma’rifah, 1973), h. 8.
11
Abdul Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya: PMN & IAIN
Press,2010), h. 22.
12
Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah., h.22.
6
7
8
buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar”.
d. Salah satu pendukung untuk menjadi pemimpin
Harta merupakan salah satu pendukung bagi seseorang yang ingin
menjadi penguasa. Suatu hal yang kecil dapat terjadi bila seseorang
menjadi penguasa tanpa didukung oleh harta yang cukup. Salah satu ayat
yang menceritakan tentang tidak terpisahnya kekuasaan dengan harta
adalah dalam surat Al-Baqarah (2): 247:
9
mengarahkan manusia agar lebih mementingkan amal saleh, seperti dalam
surat Al-Kahfi (18): 46:
C. Dasar Hukum Larangan Mencari Harta dengan Cara Bathil dalam Al-
Qur’an
Islam tidak membatasi dalam mencari harta dengan cara apapun, selama
tidak melanggar prinsip-prinsip yang telah ditentukan syarian Islam. Sistem
bisnis dalam prinsip Islam harus terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah
(ketidakjelasan) dan zulum (merugikan atau tidak adil terhadap salah satu
pihak). Bisnis yang dijalankan oleh umat Islam harus terbebas dari maysir
(judi), aniaya (zulum), gharar (penipuan), haram, riba (bunga), ihtikar dan
bathil.
Harta memiliki nilai dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an memberikan
batasan-batasan umum dalam bermuamalah, salah satunya larangan memakan
harta secara bathil. Islam memiliki konsep etika bagaimana melindungi hak
dan kekayaan orang lain agar tidak dilanggar dan dirampas, termasuk dalam
kegiatan konsumsi harus menghindari perilaku zalim dan bathil. Makna kata
al-bathil berasal dari kata-kata al-bathlu dan buthlan yang bermakna sia-sia
dan kerugian.
Menurut al-Biqa’iy, al-bathil berarti segala sesuatu yang dari berbagai
seginya tidak diperbolehkan oleh Allah SWT, baik aspek esensinya atau
10
sifatnya. 13 Menurut syariat Islam, al-bathil adalah mengambil harta tanpa
imbalan yang benar dan layak serta tidak ada keridhaan dari pihak yang
diambil atau menghabiskan harta dengan cara yang tidak benar dan tidak
bermanfaat. Kata bathil dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan
memakan harta manusia secara bathil dijelaskan di dalam empat tempat yaitu:
Q.S. Al-Baqarah ayat 188, Q.S An-Nisa ayat 29 dan 161, dan Q.S. At-Taubah
ayat 34.
a. Q.S. Al-Baqarah ayat 188
13
Burhan al-Din Abi al-Hasan Ibraim ibn Umar Al-Biqa’iy, Nazhm alDurar fi Tanasub
al-Ayat wa al-Suwar, (Beirut: Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 2006), h. 368.
11
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
Surat An-Nisa ayat 29 tersebut merupakan larangan tegas mengenai
memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil.
Memakan harta sendiri dengan jalan bathil adalah membelanjakan
hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain dengan cara bathil
ada berbagai caranya, seperti riba, judi, menipu, menganiaya dan segala
jual beli yang dilarang syariat Islam. 14
Wahbah Az-Zuhaili menafsirkan ayat tersebut dengan kalimat
janganlah kalian ambil harta orang lain dengan cara haram dalam jual beli,
(jangan pula) dengan riba, judi, merampas dan penipuan. Akan tetapi,
dibolehkan bagi kalian untuk mengambil harta milik selainmu dengan cara
dagang yang lahir dari keridhaan dan keikhlasan hati antara dua pihak dan
sesuai aturan syariat Islam. Tijarah adalah usaha memperoleh untung lewat
jual beli. Taradhi (saling rela) adalah kesepakatan yang sama-sama muncul
antar kedua pihak pelaku transaksi, jual beli tanpa ada unsur penipuan. 15
12
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih”.
Berdasarkan penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT
melarang umatnya untuk memakan harta dengan cara bathil yaitu riba,
karena Allah SWT telah menyiapkan azab yang pedih di dalam api neraka
kepada mereka yang kafir.
16
Yusuf Al-Qardhawi, Kaidah Utama Fikih Muamalah, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,
2014), h. 80.
13
Tuhan dan seolah-olah mementingkan akhirat tetapi pada hakikatnya
mereka tidak demikian.
17
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Pranata Media, 2006), h. 130.
14
15
terciptanya kemaslahatan bagi manusia secara keseluruhan, sebagaimana
dijelaskan dalam Q.S. Al Hasyr: 59 ayat 7:18
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka
adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa
yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
5. Pada hakikatnya harta merupakan amanah yang diberikan oleh Allah
SWT kepada manusia untuk dipergunakan di jalan yang benar sesuai
dengan syariat Islam, yaitu untuk kemanfaatan dan kemaslahatan manusia
secara umum.
18
Naerul Edwin Kiky Aprianto, Konsep Harta Dalam Tinjauan Maqashid Syariah,
Journal of Islamic Economics Lariba, Vol. 3, Desember, 2017, h. 70 .
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepemilikan harta yang didasarkan pada agama tidak memberikan hak
mutlak kepada pemiliknya untuk mempergunakan semua harta yang dimiliki
digunakan untuk sendiri, akan tetapi harus sesuai dengan beberapa aturan.
Hal ini dikarenakan kepemilikan harta pada esensinya hanya sementara, tidak
abadi, dan tidak lebih dari pinjaman yang diberikan oleh Allah SWT.
Pemeliharaan terhadap harta merupakan proses cara memperoleh harta dan
adanya hukuman yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT mengenai larangan
mencuri, melakukan kecurangan dan berkhianat di dalam menjalankan bisnis,
larangan atas riba, memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dan
diwajibkan untuk mengganti barang yang telah dirusaknya.
Harta memiliki fungsi sosial yaitu harus dapat memberikan manfaat dan
kemaslahatan untuk orang lain. Menurut syariat Islam al-bathil adalah
mengambil harta tanpa imbalan yang benar dan layak serta tidak ada
keridhaan dari pihak yang diambil atau menghabiskan harta dengan cara yang
tidak benar dan tidak bermanfaat. Kata bathil dalam Al-Qur’an yang
berhubungan dengan memakan harta manusia secara bathil dijelaskan di
dalam empat tempat yaitu: Q.S. Al-Baqarah ayat 188, Q.S An-Nisa ayat 29
dan 161, dan Q.S. At-Taubah ayat 34. Sikap keridhaan dalam melakukan
transaksi antar pihak merupakan salah satu asas pokok dalam muamalah.
Prinsip ekonomi Islam juga sangat melarang perilaku zalim terhadap orang
lain. Perilaku zalim selain mendatangkan kerugian kepada orang lain juga
mendatangkan kerugian bagi diri kita sendiri.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi. Prinsip Dasar Ekonomi Islam;
Perspektif Maqashid al Syariah. Jakarta: Kencana. 2014.
Ismail Nawawi. Ekonomi Islam Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum.
Surabaya : Putra Media Nusantara. 2009.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana. 2012.
Muhammad Shatif Chaudhry. Sistem Ekonomi Islam (Fundamental Of Islamic
Economic System); Prinsip Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
2012.
Naerul Edwin Kiky Aprianto. Konsep Harta Dalam Tinjauan Maqashid Syariah,
Journal of Islamic Economics Lariba. Vol. 3, Desember, 2017.
Rachmat Syafei. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia Bandung. 2001.
Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai. Tafsir Al-Ahkam. Jakarta: Kencana. 2006.
Yadi Janwari. Pemikiran Ekonomi Islam; Dari Masa Rasulullah Hingga Masa
Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2016.
Yusuf Al-Qardhawi. Kaidah Utama Fikih Muamalah. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar. 2014.
18