Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,Kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah telah melimpahkan rahmat,hidayah
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca
DAFTAR ISI
BAB 1....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................................................5
BAB 11..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengertian Hak Milik..............................................................................................................6
B. Pembagian Hak Milik..............................................................................................................7
1. Hak syakhshi........................................................................................................................7
2. Hak ‘Aini..............................................................................................................................7
C. Sumber Hak Milik...................................................................................................................9
1. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan ).................................................................10
2. Akad....................................................................................................................................10
3. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)..............12
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
A. Kesimpulan............................................................................................................................14
B. Saran.......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk membimbing manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan kepada seluruh
umatnya agar memelihara hak antar sesama.
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bermasyarakat, saling membutuhkan
dan saling mempengaruhi dalam menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi
kebutuhan antara yang satu dengan yang lain. ketergantungan seseorang kepada yang lain
dirasakan ada ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada yang serba bisa.
Seseorang hanya ahli dalam bidang ilmu saja, seperti seorang petani mampu ( dapat)
menanam ketela pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu membuat cangkul. Jadi,
petani mempunyai ketergantungan kepada seorang ahli pandai besi yang pandai membuat
cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak sempat menanam padi,
padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seorang yang ahli dalam pandai besi memiliki
ketergantungan kepada petani.. Contoh lain yaitu dalam jual beli seseorang tidak bisa
bermuamalah sendirian. Apabila menjadi penjual maka memerlukan pembeli dan seterusnya.
Setiap manusia memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan
kehendak. untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur
kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak orang lain.
Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama manusia, lebih tepatnya hak
kepemilikan.
Kepemilikan dalam islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau absolut.
pengertian nisbi disini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang dimiliki manusia pada
hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya( real) sebab dalam konsep islam yang
memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah Allah SWT dialah pemilik tunggal jagat raya
dengan segala isinya yang sebenarnya . Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya
adalah milik Allah yang untuk sementara waktu " diberikan" atau " dititipkan" kepada
mereka, sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep islam, harta dan
kekayaan yang dimiliki mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini hubungan khusus
yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi kepenguasaan, kontrol
dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya.
Namun pemanfaatan dan pengunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh
pemilik riil Allah SWT . Kesan ini dapat kita tangkap umpamannya dalam kewajiban
mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan
menyantuni orang-orang yang membutuhkan
Dalam hak milik juga harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta
dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Benar pernyataan
bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat
menimbulkan ketidakpastian.
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun kelompok terhadap
harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum syara’. Islam juga
menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik melindungi dari pencurian,
perampokan, perampasan yang disertai dengan sanksinya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Hak Milik.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hak milik ?
2. Apa saja pembagian dari hak milik ?
3. Apa sumber dari hak milik ?

C. Tujuan
1. Pembaca dapat mengerti dan memahami pengertian hak milik.
2. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait pembagian dari hak milik.
3. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait sumber hak milik.
BAB 11
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Milik


Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti penguasaan
terhadap sesuatu ). Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga merupakan
hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan
hukum terhadap harta itu, kecuali adanya halangan syara’. Contoh halangan syara’ misalnya
orang itu belum cakap bertindak hukum, seperti anak kecil, orang gila, atau kecakapan
hukumnya hilang, seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka
tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.1
Menurut DR. Mardani dalam buku fiqh ekonomi syari’ah. Pengertian hak secara
etimologis yaitu ketetapan dan kepastian. Adapun secara terminologi fiqh, hak yaitu suatu
hukum yang telah ditetapkan secara syara’. Sedangkan pengertian milik secara etimologis
yaitu penguasaan terhadap sesuatu, dan secara terminologis yaitu kekhususan terhadap
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaat selama tidak menghalang syar’i. Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang
sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual
atau akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantaan orang lain.2
Menurut Abdul salam al-Abadi (1987), kepemilikan adalah hak khusus manusia terhadap
kepemilikan barang yang diizinkan bagi seorang untuk memanfaatkan dan mengakolasikan
tanpa batas hingga terdapat alasan yang melarangnya. Dengan demikian, Kepemilikan dalam
islam adalah “kepemilikan harta yang didasarkan atas agama. Kepemilikan ini tidak memberi
hak mutlak kepada pemiliknya untuk menggunakannya sesuai keinginan sendiri, melainkan
harus sesuai dengan beberapa aturan. Hal ini dikarenakan kepemilikan harta pada esensinya
hanya sementara, tidak abadi, tidak lebih dari pinjaman terbatas dari Allah SWT. 3

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak dan milik. Untuk lebih jelasnya
dicontohkan sebagai berikut : seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang
berada di bawah ampuannya. Pengampu berhak untuk membelanjakan harta itu dan
pemiliknya adalah orang yang berada dibawah ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua

1
Nasrun Horoen, Fiqh Muamalah ,Gaya Media Pratama, Jakarta, 2007, hlm.31
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah , Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2012, hlm. 66
3
Lukman hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Erlangga, Surakarta, 2012, hlm.42
yang memiliki benda berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan
dapat memiliki.4

B. Pembagian Hak Milik

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair
mal. Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau
utang-utang. Sedangkan hak ghair mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan
hak ‘aini

1. Hak syakhshi

Hak syakhsi ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang
lain. Yang termasuk hak ini misalnya: pembeli berhak menerima barang dan penjual berhak
menerima uang.

2. Hak ‘Aini

Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak
‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan
adanya shahub al-haq seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Sedangkan Hak ‘aini thab’I ialah
jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang.
Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.

Macam –macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:

a. Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia
memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, dan membinasakannya,
dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b. Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
c. Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal ( mencari hasil), misalnya
rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih boleh mendiami, ia tidak boleh
mencari keuntungan dari rumah itu.
d. Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun
yang lain. Yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara Ibrahim
memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah
4
GhazalyAbdul Rahman,dkk.,.fiqh muamalah.Kencana Prenada Media Group.Jakarta.2010 hlm.45
saudara Ibrahim. Sawah tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara
Ibrahim dialirkan ke sawah tuan Ahmad dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
e. Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan
hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak
berkaitan dengan zakat benda, karena Rahn hamyalah jaminan belaka.
f. Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak
multaqith ( yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
g. Hak qarar ( menetap ) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf
ialah :
 Haq al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama
dengan seizin hakim.
 Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam waktu yang
lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup di kembalikan ke
dalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai
harga tanah, sedangkan sewanya di bayar setiap tahun.
 Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.
 Haq al-marsyad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
h. Haq al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan
orang lain.
i. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas batas tempat
tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik agar tidak menimbulkan kesulitan
terhadap tetangganya.
j. Haq syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri
dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.

Sedangkan milik yang dibahas dalam fiqh muamalah dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:

1. Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya
bentuk benda dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara, misalnya jual
beli
2. Milk naqishah yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut,
memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaat saja tanpa memiliki
zatnya.
Dilihat dari segi mahal ( tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Milk al-‘ain atau disebut pula milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda, baik benda
tetap ( ghair manqul ) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan
( manqul ) seperti pemilikan rumah, kebun, dan motor. Pemilikan terhadap benda-benda
disebut milk ‘ain.
2. Milk al-manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda,
seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan lainnya.
3. Milk al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya hutang, misalnya sejumlah uang dipinjamkan
kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Utang wajib dibayar oleh orang
yang berutang.

Dari segi shurah ( cara berpautan milik dengan yang dimiliki ), milik dibagi menjadi dua
bagian yaitu :

1. Milk al-mutamayyiz, yaitu sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki
batasan-batasan yang dapat memisahkannya dari yang lain.
2. Mulk al-syai’ atau milk al-musya yaitu milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi
dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Misalnya
memiliki sebagian rumah, seperti daging domba dan harta yang dikongsikan, seperti
seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.5

C. Sumber Hak Milik


Sumber –sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik dalam
hukum islam antara lain :
1. Ihrazul mubahat yaitu memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu menempatkan
sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki.
2. Al- uqud (aqad)
3. Al- khalafiyah (pewarisan)
4. Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

Empat inilah yang menyebabkan timbulnya hak pemilikan di dalam syara’ kita ini.

Beberapa sebab pemilikan yang terdapat di kalangan bangsa jahiliyah, telah dihapuskan
oleh islam. Seperti dengan jalan peperangan sesama sendiri, dengan jalan membudakkan

5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.34-41
orang yang tidak sanggup membayar hutang dan kadaluwarsaan atau dengan istilah fiqh
dikatakan taqadum yang menimbulkan hak karena kadaluwarsa.

1. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan )


Sudah diterangkan, bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau malakiyah atau tamalluk,
ialah : ihrazul mubahat. Maka yang dikatakan mubah itu, ialah harta yang tidak masuk ke
dalam milik yang dihormati (milik seseorang yang tidak sah) dan tak ada pula suatu
penghalang yang dibenarkan syara’ untuk memilikinya.
Inilah yang dikatakan mubah. Seperti air yang tidak dimiliki seseorang, rumput dan
pepohonan di hutan belantara yang tidak dimiliki orang, binatang buruan dan ikan-ikan di
laut. Ini semuanya barang mubah. Semua orang dapat memiliki apa yang disebutkan
menjadilah miliknya. Kemudian memiliki benda-benda yang mubah dengan jalan ihraz.
Kemudian memiliki benda-benda yang mubah dengan jalan ihraz, memerlukan dua syarat :
a. Benda itu tidak dikuasai orang lain lebih dahulu.
Umpamanya seseorang mengumpul air hujan dalam satu wadah dan dibiarkan, tidak
diangkat ke tempat yang lain, maka orang lain tidak berhak lagi mengambil air dalam wadah
itu; karena air ini tidak lagi merupakan benda mubah lantaran telah dikuasai oleh seseorang.
Maka karena itulah kaidah berkata “ Barangsiapa mendahului orang lain sesuatu yang mubah
bagi semua orang, maka sesungguhnya ia telah memilikinya”.
b. Maksud tamalluk ( untuk memiliki )
Jikalau seseorang memperoleh sesuatu benda mubah, dengan tidak bermaksud
memilikinya, tidaklah benda itu menjadi miliknya. Umpamanya seorang pemburu
meletakkan jarring ( perangkap) lalu terjeratlah seekor binatang buruan, maka jika ia
meletakkan jaringnya sekedar mengeringkan jarring itu, tidaklah dia berhak memiliki
binatang buruan yang terjerat oleh jaringnya, orang lain masih boleh mengambil binatang itu
dan memilikinya. Dan yang mengambil itulah dipandang muhriz, bukan pemilik barang.

2. Akad
Menurut istilah fuqaha akad ialah perikatan ijab kabul secara yang disyari’atkan agama
Nampak, bekasannya pada yang diakadkan itu.
Masuk kedalam uqud, dari segi menjadi sebab milikiyah atau malakiyah :

a. Uqud jabariyah, yaitu : akad-akad yang diharuskan dilakukan berdasarkan kepada


keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berutang secara paksa. Maka penjualan
itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa menjual
barang itu untuk membayar hutang kepada orang lain. Dan masuk ke dalam uqud ini,
tamalluk jabry, yaitu seperti syuf’ah.

b. Istimlak untuk maslahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang disamping mesjid, kalau
diperlukan untuk mesjid, harus dapat dimiliki oleh mesjid dan pemilik harus menjualnya. Ini
dikatakan tamalluk bil jabri (pemilikan dengan paksa).

c. Khalafiyah

Khalafiyah yaitu bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama
yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak.

Khalafiyah ini ada dua macam :

a. Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy dan itulah yang dikatakan irts dalam istilah kita.

b. Khalafiyah Syai’ ‘an syaiin dan itulah dikatakan tadlmin, atau ta’widl (menjamin
kerugian).

 Irts adalah khalafiyah dimana si waris menempati tempat si muwarits dalam memiliki
harta-harta yang ditinggalkan oleh si muwarits, yang dinamakan tarikah dan tentang segala
mas-uliyah maliya terhadap tarikah itu.

Maka apabila yang meniggal tidak meniggalkan harta atau harta itu kurang dari jumlah
hutangnya, maka si waris tidak bertanggung jawab terhadap itu. Karena irts sebab bagi
memiliki harta, bukan sebab membayar hutang. Karena inilah tidak diharuskan membayar
hutang-hutang si muwaris.

 Tadlmin dan ta’widl


Apabila seseorang merugikan milik orang lain, karena rusak di tangannya, atau hilang,
maka dalam keadaan ini wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian si pemilik
harta. Karena demikian, orang yang dirugikan berhak menerima iwadl. Dalam hal ini
masuklah diat dan arsyul jinayat. Semuanya ini dimiliki dengan jalan khalafiyah.

3. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)


Diantara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah tetap, tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun, ialah : segala yang terjadi dari benda yag dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki
benda itu.

Contoh :
Anak binatang menjadi milik pemilik binatang.
Bulu domba menjadi milik pemilik domba dan sebagainya.6

Jika kita mengkaji dan mempelajari hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan cara-cara
seseorang mendapatkan harta yang sah, maka menurut Yuliadi akan tampak bahwa sumber
sahnya hak milik pribadi sebagai berikut, yaitu :

a. Bekerja
Islam telah mengkaji bahwa motivasi dan alasan bekerja adalah dalam rangka mencari
karunia Allah SWT. Tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat
memenuhi kebutuhannya, menikmati kesejahteraan hidup dan perhiasan dunia.
Bekerja bukan sebab memperoleh harta melainkan perwujudan dari pelaksanaan perintah
syara’.
Seperti dalam surah Al-jumu’ah ayat 10 yang artinya bahwa :
”maka bertebarlah di muka bumi ini dan carilah anugerah dari Allah SWT.”
Kita sering mendapatkan orang yang bekerja namun tidak mendapatkan harta. Usaha
bekerja hanyalah faktor-faktor yang harus diusahakan agar rizki di tangan Allah tersebut
dating. Karena itulah, ada perbedaan antara kewajiban bekerja atau berusaha dengan
pemahaman “ rizki yang menentukan Allah”. Tiap orang wajib mengusahakan perolehan
harta secara halal sehingga menghasilkan hak milik pribadi yang benar.
b. Warisan
Waris merupakan salah satu mekanisme pembagian harta milik orang lain yang
meniggal kepada ahli warisnya. Hukum waris menyebabkan seorang ahli waris dapat
memiliki harta sebagai hak atas bagian harta waris yang ada.islam telah menempatkan hukum
waris sebagai hukum tauqifi ( yakni ketentuan hukum yang bersifat tetap dari allah SWT.
c. Untuk menyambung hidup
Setiap manusia wajib memperoleh hak untuk hidup. Dan bekerja merupakan salah satu
penyebab yang dapat menjamin seseorang terpenuhi kebutuhannya dan terjaga kelangsungan
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Fiqh Muamalah,PT.Pustaka Rizki
Putra,Semarang,1999,hlm.12-16
hidupnya . warga negara berhak memperoleh jaminan atas tersedianya lapangan pekerjaan
bagi mereka. Apabila orang tersebut tidak mampu bekerja karena sakit atau terlampau tua
atau ketidakmampuan lainnya, maka wajibnya wajib di tanggung oleh orang yang diwajibkan
oleh syara’
d. Harta pemberian Negara yang Diberikan kepada rakyat
Melalui lembaga baitul maal, negara dapat memberikan sebagian harta kepada rakyat.
Pemberian ini dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan
memberikan berbagai sarana dan fasilitas sehingga individu rakyat dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya atau agar dapat memanfaatkan kepemilikan mereka.
Pemberian negara berupa harta kepada individu menjadikan adanya hak milik bagi orang
yang bersangkutan.dalam hal ini negara berperan. Dalam hal ini negara berperan dalam
memberikan akses kemudahan bagi individu agar bisa memanfaatkan kepemilikan yang
diberikan.
e. Saling menolong/hubungan yang halal antar manusia
Cara kepemilikan harta semacam ini dapat terjadi karena berbagai kondisi yaitu :

1. Hubungan pribadi antar individu menyebabkan adanya saling member dan menolong
antarsesama. Seseorang dapat memperoleh harta karena hadiah, hibah, Sedekah, dan lain-lain
dari orang lain.

2. Pemilikan harta sebagai ganti rugi ( kompensasi) dari kemudharatan yang menimpa
seseorang, Misalnya diyat.

3. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah.

4. Luqathah ( barang temuan) yang diperoleh tanpa bersusah payah seperti menemukan
barang di tengah jalan tempat tersembunyi . dalam hal ini seseorang yang menemukan suatu
barang di jalan atau di tempat umum, maka harus diteliti terlebih dahulu.apabila barang
tersebut memungkinkan untuk disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya.

5. Santunan yang diberikan negara kepada para pejabat pemerintahan.7

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
7
M.Sholahuddin,.Asas-Asas Ekonomi Islam,PT RajaGrafindo Persada,Jakarta,2007,hlm.67-93
Sebagai penutup dari tulisan inidapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

 Konsep dasar hak milik dalam hukum islam memiliki keunikan tersendiri di bandingkan
dengan hukum yang lain.karakteristik tersebut dapat dilihat baik segi pengertian ,
pembagian, dan sumber-sumber memperoleh hak milik.Sumber-sumber yang dapat
dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik dalam hukum islam antara lain :
Ihrazul mubahat yaitu (memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu menempatkan
sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki).
Al- uqud (aqad)
Al- khalafiyah (pewarisan)
Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

B. Saran
Dalam memahami tentang hak milik tentunya akan menemui perbedaan antara ulama
satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa tidak sepantasnya saling
salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang
dikeluarkan oleh para ulama dan ilmuan tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih
bijak dalam mengatasi perbedaan.
Sebagai mahasiswa yang di pandang sebagai generasi intelektual yang tinggi, hendak
nya kita mampu merangkum setiap ilmu yang didapat dengan pemahaman konsep dan
penerapan ilmu secara seimbang. Semoga dengan adanya makalah ini, sedikit banyak mampu
menyumbang kan ilmu pengetahuan tentang hak milik dan dapat di praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Mardani, 2012. Fiqh Ekonomi Syari’ah.Jakarta: Kencana Prenadamedia Group


Hakim Lukman, 2012. Prinsip- Prinsip Ekonomi Islam.Surakarta:PT Gelora Aksara Pratama

Qardhawi Yusuf,1997.Norma Dan Etika Ekonomi Islam.jakarta:Gema Insani Press

Suhendi Hendi,2011.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Suhendi Hendi,2008.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi,1999.Pengantar Fiqh Ekonomi.Semarang:PT


Pustaka Rizki Putra

Haroen Nasrun,2007.Fiqh Muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama

Sholahuddin M ,2007.Asas-Asas Ekonomi Islam.jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Ghazaly Abdul Rahman,dkk.,2010.fiqh muamalah.Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Anda mungkin juga menyukai