Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang menaungi mahluknya
penuh dengan kasih sayang. Yang memberikan nikmat tidak terhitung jumlahnya,
Pemilik kerajaan yang agung di sisinya, serta pemberi karunia nikmat islam kepada
dunia melalui utusanya yang suci Muhammad SAW.

Sholawat serta salam tak lupa kami hanturkan, kehadapan Nabi agung
Muhammad yang merupakan Nabi pembimbing seluruh alam, yang telah
menghantarkan kita dari kegelapan dunia, menuju terangnya Islam. Dalam makalah
ini kami membuat judul ―Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan‖. Kami akan
membahas materi tersebut dengan mendalam sehingga para pembaca dapat
mendapatkan manfaat yang maksimal dari hasil buah pikiran kami ini, berdasarkan
data yang kami peroleh. Pada pembahasan makah ini, penulis merujuk terhadap
beberapa referensi dan memberikan beberapa komentar atau beberapa pandangan
penulis, agar materi ini dapat dicerna dengan baik oleh pembaca.
Akhir kata, semoga tulisan sederhana kami dapat berguna untuk kita semua,
tak hanya bagi pembaca pada umumnya, namun juga dapat menjadi refleksi bagi
penulis makalah ini sendiri khususnya. Dan semoga manfaat bisa kita petik, dan
mendapatkan pelajaran berharga.

Bukittinggi, 12 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULIAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 4
A. Pengertian Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan .............................. 4
B. Dalil –dalil Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ............................. 8
C. Rukun dan Syarat Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan .................. 10
D. Macam-macam Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ...................... 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 20
A. Kesimpulan .......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk membimbing
manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW juga
memerintahkan kepada seluruh umatnya agar memelihara hak antar sesama.
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bermasyarakat, saling
membutuhkan dan saling mempengaruhi dalam menghadapi berbagai macam
persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain.
ketergantungan seseorang kepada yang lain dirasakan ada ketika manusia itu
lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada yang serba bisa. Seseorang hanya ahli
dalam bidang ilmu saja, seperti seorang petani mampu ( dapat) menanam ketela
pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu membuat cangkul. Jadi,
petani mempunyai ketergantungan kepada seorang ahli pandai besi yang pandai
membuat cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak
sempat menanam padi, padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seorang
yang ahli dalam pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.. Contoh lain
yaitu dalam jual beli seseorang tidak bisa bermuamalah sendirian. Apabila
menjadi penjual maka memerlukan pembeli dan seterusnya. Setiap manusia
memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan
kehendak. untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang
mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa
hak-hak orang lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama manusia,
lebih tepatnya hak kepemilikan.
Kepemilikan dalam islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau
absolut. pengertian nisbi disini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang
dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya( real)

1
sebab dalam konsep islam yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah
Allah SWT dialah pemilik tunggal jagat raya dengan segala isinya yang
sebenarnya . Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik
Allah yang untuk sementara waktu " diberikan" atau " dititipkan" kepada mereka,
sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep islam, harta
dan kekayaan yang dimiliki mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini
hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan
dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan
mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya. Namun pemanfaatan dan
pengunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh pemilik riil Allah
SWT . Kesan ini dapat kita tangkap umpamannya dalam kewajiban mengeluarkan
zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni
orang-orang yang membutuhkan
Dalam hak milik juga harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan
moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan
kepastian. Benar pernyataan bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada
kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun kelompok
terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum
syara‘. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik
melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan
sanksinya. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
―Hak Milik.‖
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang Pengertian Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ?
2. Jelaskan dali-dalil Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ?
3. Apa Saja Rukun dan Syarat Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ?
4. Apa saja Macam-macam Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan ?

2
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan !
2. Untuk mengetahui dali-dalil Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan !
3. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat Hak dan Kewajiban serta
Kepemilikan !
4. Untuk mengetahui Macam-macam Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan!

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan


1. Pengertian Hak dan Kewajiban
Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan manusia. Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka
akan tumbul hak dan kewajiban yang mengikat keduanya. Dalam hal jual beli
misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan
kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban
penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli untuk
menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang.
Dalam konteks ini, akan dibahas segala sesuatu yang terkait dengan hak.1
Kata hak berasal dari bahasa Arab 'haqq' yang memiliki beberapa
makna. Di antaranya, hak bermakna 'ketetapan' atau 'kewajiban' hal ini bisa
dipahami dari firman Allah dalam QS. Al Anfal:8 atau juga dalam QS.
Yunus:35
َُْ٘ ٍُ ‫اغ َو َٗىَ ْ٘ م َِرَٓ ْاى َُجْ ِر‬
ِ َ‫ُث ِْط َو ْاىث‬َٝٗ ‫ ُِح َّق ْاى َح َّق‬ٞ‫ِى‬
Artinya : Agar Allah memperkuat yang hak (Islam) dan menghilangkan yang
batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukainya. ( QS. Al Anfal:8)
ِ ّ ‫ ْاى َح‬َٚ‫ اِى‬ٛ
ََّّ ِْ ٍَّ َ ‫ترَّ َث ََ ا‬ٝ ُْ َ‫ق اَ ََ تق ا‬ ِ ّ ِّۗ ‫ ِى ْي َح‬ٛ
ْْٓ ‫َّ ْٖ ِد‬ٝ ِْ ََ َ‫ق اَف‬ ‫ق قُ ِو ه‬
ْ ‫ ْٖ ِد‬َٝ ُ‫ّٰللا‬ ْْٓ ‫َّ ْٖد‬ٝ ِْ ٍَّ ٌْ ‫ش َرم َۤا ِٕى ُن‬
ِ ّ ِّۗ ‫ ْاى َح‬َٚ‫ اِى‬ِٛ ُ ِْ ٍِ ‫قُ ْو ٕ َْو‬
َُْ٘ َُ ‫ْف ذَحْ ُن‬ ْٓ َّ ‫ ا‬ٛ
َ ٞ‫ فَ ََا ىَ ُن ِّۗ ٌْ َم‬ٙ‫ت ْٖ ٰد‬ٝ ُْ َ ‫َِّ ا‬ ْْٓ ّ‫َ ِٖ ِد‬ٝ
Artinya : Katakanlah, “Apakah di antara sekutumu ada yang
membimbing kepada kebenaran?” Katakanlah, “Allah-lah yang membimbing
kepada kebenaran.” Maka manakah yang lebih berhak diikuti, Tuhan yang

1
Teungku Muhammmad Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 2014), hlm. 119

4
membimbing kepada kebenaran itu, ataukah orang yang tidak mampu
membimbing bahkan perlu dibimbing?( QS. Yunus:35)
Secara istilah, hak memiliki beberapa pengertian dari para ahli fiqh.
Menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah kemashlahatan
yang boleh dimiliki secara syar'i. Menurut Mustafa Ahmad Zarqa , hak adalah
sebuah keistimewaan yang dengannya syara' menetapkan sebuah kewenangan
(otoritas) atau sebuah beban (taklif).
Dalam definisi ini, hak masuk dalam ranah religi, yakni hak Allah atas
hamba-Nya untuk beribadah, seperti shalat, puasa, zakat dan lainnya. Atau
juga masuk dalam hak kehidupan madani, seperti hakkepemilikan, atau hak
yang bersifat etik, seperti hak untuk ditaati bagi orang tua, hak untuk dipathi
seorang isteri bagi seorang suami. Atau juga masuk dalam ranah publik,
seperti hak pemerintah untuk dipatuhi rakyatnya, atau hak-hak finansial,
seperti hak menerima nafkah, dan lainnya.
Kata kewenangan dalam defiisi di atas, adakalanya berhubungan
dengan seseorang, seperti hak untuk dirawat (hadlanah) atau juga
berhubungan dengan sesuatu yang definitif, seperti hak kepemilikan.
Sedangkan kata 'taklif'adakalanya merupakan sebuah kewajiban atas diri
manusia yang bersifat finansial, seperti membayar hutang, atau
merealisasikan sebuah tujuan tertentu, seperti seoarang pekerja yang harus
menyelesaikan pekerjaannya.
Dalam ajaran islam, hak adalah pemberian ilahi yang disandarkan
pada sumber-sumber yang dijadikan sebagai sandaran dalam menentukan
hukum-hukum syara'. Dengan demikian, sumber hak adalah kehendak atau
ketentuan hukum syara'. tidak akan ditemukan sebuah hak syar'i tanpa adanya
dalil syar'i yang mendukungnya.2

2
Ibid, hal. 120

5
Dengan demikian, sumber hak adalah Allah SWT, karena tiada hakim
selain dia, tiada dzat yang berhak untuk mensyariatkan sesuatu, selain Allah.
Tiada syariat yang dijalankan manusia, kecuali syariat-Nya. Untuk itu,
manusia memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Di samping
itu, pemilik hak harus menggunakan haknya secara proporsional, sehingga
tidak menimbulkan kemudlaratan bagi orang lain.
Secara etimologi kewajiban artinya sesuatu yang harus dilakukan
dengan penuh rasa tanggung jawab.
Menurut KBBI kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,
keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan. Menurut Prof. Dr
Notonegoro Kewajiban berasal dari kata ‖wajib‖. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh
pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya
dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah
sesuatu yang harus dilakukan
Hak dan kewajiban memiliki hubungan erat hubungan keduanya
adalah saling berhadapan dan berdampingan karena didalam hak terdapat
kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dan tidak menyalahgunakan
haknya.
2. Pengertian Kepemilikan
Kepemilikan sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata
"malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti
kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut
dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum.3 Dimensi
kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki
sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut
sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada

3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, , 2008), hlm.34-41

6
orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat
menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu.
Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu
dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya
dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam
menikmati sepeda motornya.
Kepemilikan dalam Islam terdapat dalam firman Allah SWT;
ِ ‫ ْاْل َ ْر‬ِٜ‫خ َٗ ٍَا ف‬
‫ض‬ َّ ‫ اى‬ِٜ‫ِ ََّلِلِ ٍَا ف‬
ِ ‫س ََا َٗا‬
Artinya : Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. (QS.
Al-Baqarah: 284)
Para fuqoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan
berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang
paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik"
adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang
lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk
memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada
orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang
dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang
tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki
oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk
menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya
selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan,
hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan
barang. 4
Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain
si empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya

4
Ibid, hal. 42

7
untuk tujuan apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa
atau apa saja yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si
empunya atau si pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig
atau orang yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan
menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan
syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki. Meskipun
demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi (yang
diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

B. Dali-dalil Hak Dan Kewajiban Serta Kepemilikan


َ َ‫ْرــَُٔ ف‬ٞ‫ إذَا ىَ ِق‬: ٌّ‫ ْاى َُ ْس ِي ٌِ ِسد‬َٚ‫ “ ََ تق ْاى َُ ْس ِي ٌِ َعي‬:‫ّٰللاِ ملسو هيلع هللا ىلص‬
،ِٔ ْٞ َ‫س ِيّ ٌْ َعي‬ ُ ‫ قَا َه َر‬:َ‫ هللا عْٔ قَاه‬ٜ‫ َْرج َ رظ‬ٝ‫ ٕ َُر‬ٜ‫َع ِْ أ َ ِت‬
َّ ‫س٘ ُه‬
َ ‫ َٗ ِإذاَ ٍَ ِر‬،ُْٔ‫س ِ َّر‬
َ‫ َٗ ِإذا َ ٍاَخ‬،ُْٓ‫ض فَعُد‬ َ َ‫ّٰللاَ ف‬
َّ َ‫س فَ َح َِد‬ َ ‫ َٗ ِإذَا َع‬،ُٔ ْ‫صح‬
َ ‫ط‬ َ ْْ َ ‫ َٗ ِإذَا ا ْسر‬،ُٔ‫َٗ ِإذَا دَ َعاك فَأ َ ِج ْث‬
َ ّْ ‫ص َحل فَا‬
ُٔ‫‖فاذـْثَ ْع‬.
(2612 ٌ‫ق ْاى َُ ْس ِي ٌِ ِى ْي َُ ْس ِي ٌِ َردت اىس َََّل ًِ ترق‬
ِ ّ ََ ِْ ٍِ ُ‫ تَاب‬،ٌٌ ‫) َرٗآُ ٍُسي‬.
Terjemah Hadits:
Dari Abu Hurairaht ia berkata: Rasulullah bersabda:
“Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:
(1) jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, (2) jika ia
mengundangmu maka penuhilah undangannya, (3) jika ia meminta nasihat
kepadamu maka berilah ia nasihat, (4) jika ia bersin dan mengucapkan:
„Alhamdulillah‟ maka do‟akanlah ia dengan Yarhamukallah (artinya = mudah-
mudahan Allah memberikan rahmat kepadamu), (5) jika ia sakit maka jenguklah
dan (6) jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya‖. (HR. Muslim, no.
2162).
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga disebutkan dengan lafadz, 5 kewajiban:5
ِ ‫دُ ْاى َع‬َِٞ ‫ع ْاى َجَْائِ ِز َٗإِ َجاتَحُ اىدَّع َْ٘جِ َٗذَ ْش‬
‫اغ ِس‬ ِ ‫َادَج ُ ْاى ََ ِر‬ٞ‫س ََل ًِ َٗ ِع‬
ُ ‫ط َٗا ِذ ّثَا‬ٝ ٌ َْ ‫ ْاى َُ ْس ِي ٌِ َخ‬َٚ‫ََ تق ْاى َُ ْس ِي ٌِ َعي‬
َّ ‫س َردت اى‬

5
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang PT.Pustaka
Rizki Putra, , 2007), hlm.12-16

8
Terjemahan : ―Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: (1) Menjawab
salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantar jenazah, (4) memenuhi
undangan, dan (5) mendoakan yang bersin.‖ (HR. Bukhari, no. 1240, dan Muslim
no. 2162)
Di tempat lain di Shahih Muslim, diriwayatkan juga dengan redaksi yang sedikit
berbeda:
ِ ‫َادَج ُ ْاى ََ ِر‬ٞ‫ َٗ ِع‬،ِ‫ َٗإِ َجا َتحُ اىدَّع َْ٘ج‬،‫اغ ِس‬
ُ ‫ َٗا ِذ ّثَا‬،‫ط‬ٝ
‫ع‬ ِ َ‫دُ ْاىع‬َِٞ ‫ َٗذ َ ْش‬،ًِ ‫ َرد ت اىس َََّل‬:ِٔ ٞ‫ أ َ ِخ‬َٚ‫س ذ َِجةُ ِى ْي َُ ْس ِي ٌِ َعي‬ ٌ َْ ‫َخ‬
‫ْاى َجَْائِ ِز‬
Terjemahan : “Lima perkara yang wajib ditunaikan seorang muslim terhadap
saudaranya yang muslim: (1) Menjawab salam, (2) mendoakan yang bersin, (3)
memenuhi undangan, (4) menjenguk orang sakit, dan (5) mengantar jenazah.‖
(HR. Muslim, no. 2162).
Jadi riwayat yang menyebutkan 5 hak muslim terhadap muslim yang lain,
terdapat di Shahih Bukhari dan Muslim. Sedangkan yang menyebutkan 6 hak,
hanya terdapat di Shahih Muslim saja. Hadits ini juga diriwayatkan oleh beberapa
imam penyusun kitab hadits seperti Imam Ahmad dan Imam Baihaqi. Tapi kita
cukupkan dengan Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Hadits pertama yang terdapat dalam Kitab Al Jaami‘ di Bulughul Maram,
menyebutkan 6 hak muslim terhadap muslim lainnya. Sedangkan di Riyadhush
Shalihin, kedua hadits ini (yang menyebutkan 5 dan 6 hak) disebutkan kedua-
duanya.6
Hak kewajiban muslim telah diatur dalam agama Islam kita ini. Karena
memang Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia baik itu
hubungannya antara manusia (hamba) kepada Allah, dan juga hubungan
muamalah manusia muslim terhadap muslim lainnya. Bagi umat Islam hak dan
kewajiban merupakan sesuatu yang sangat penting.

6
Ibid, hal. 17

9
C. Rukun dan Syarat Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan
Rukun hak ada dua, yaitu: pemilik dan obyek hak (baik yang berupa materi
maupun hutang). Pemilik hak adalah Allah. Adapun manusia menurut shara‘ telah
memiliki hak-hak pribadi sejak masih janin dan hak-hak itu dapat
dimanfaatkannya dengan penuh apabila janin lahir dengan selamat, dan hak
pribadi yang diberikan Allah ini akan habis dengan wafatnya pemilik hak.7
Rukun-rukun hak
a. Pemilik hak
Dalam pandangan islam yang menjadi pemilik hak adalah Allah SWT, baik
yang menyangkut hak keagamaan, pribadi atau hak secara hukum. Dalam fiqh
disebut Asy-syakhsyiah al ‗itibaniyah
a) Hak Allah SWT, yaitu seluruh bentuk yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah. Seperti, melalui berbagai macam ibadah, jihad, amar
ma‘ruf nahi munkar. Hak Allah merupakan kewajiban bagi manusia dan
hak tersebut tidak boleh menggugurkan dengan memanfaatkan atau
berdamai dan bahkan tidak boleh mengubahnya. Contoh : pasangan
berzina atas dasar suka sama suka, tetap harus dihukum.
b) Hak manusia, dengan hakikat untuk memelihara kemaslahatan pribadi
manusia. Hukuman yang berhubungan dengan hak manusia antara lain
adalah pemilik diperbolehkan melepaskan hak-nya dengan cara
pemaafan, perdamaian atau membebaskan tanggunan atas seseorang.
Hak ini terbagi menjadi 2 sifat :
1) Umum : menyangkut kemaslahatan orang banyak misalnya menjaga
ketertiban dan memelihara sarana umum.
2) Khusus : menyangkut individu masing – masing misalnya hak istri
mendapat nafkah dari suaminya.
b. Dari segi objek hak :

7
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam: Iqtishaduna, (Jakarta : Zahra, 2008), hlm.
149-150.

10
a) Al-Haq Al-Maali : Hak yang berhubungan dengan harta seperti hak
pembeli terhadap barang yang dibeli.
b) Al-Haq Ghairu Al-Maali : Hak yang tidak terkait dengan harta benda.
Seperti hak wanita dalam talak karena tidak diberi nafkah oleh suami
dan hak cipta bagi pengarang sebuah buku.
c) Al-Haq Al-Syakhshu : Hak yang ditetapkan syara‘ bagi pribadi berupa
kewajiban terhadap orang lain, misalnya hak seseorang tinggal diatas
rumah orang lain dan hak anak untuk dibiayai yang kemudian menjadi
kewajiban bagi orang tuanya.
d) Al-Haq Al-'Ainu : Hak yang ditetapkan syara‘ terhadap suatu zat
untuk dimanfaatkan . seperti pemanfaatan barang jaminan utang dan
sewa-menyewa.
e) Al-Haq Al-Mujarradu : hak murni yang tidak meninggalkan bekas
apabila digugurkan melalui perdamaian misalnya pemberi utang yang
tidak menuntut pengembalian hutang tersebut.
f) Al-Haq Ghairu Al-Mujarradu : yang apabila digugurkan
meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan seperti ahli waris
terbunuh memaafkan pembunuh maka pembunuh menjadi haram
dibunuh karena telah dimaafkan.8

D. Macam-macam Hak dan Kewajiban serta Kepemilikan


1. Macam-macam Hak
Ulama fiqih mengemukakan bahwa macam-macam hak dilihat dari berbagai
segi, yaitu:
a. Dari Segi Pemilik Hak
a) Hak Allah

8
Ibid, hal. 151

11
Hak Allah SWT, yaitu seluruh bentuk yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah mengagungkan-Nya, seperti melalui
berbagai macam ibadah, jihad, amar ma‘ruf nahi munkar.
Hak Allah tidak bisa dilanggar atau pun digugurkan, tidak bisa
ditolerir atau pun dirubah. Hak Allah tidak bisa diwariskan. Ahli
waris tidak diwajibkan untuk menanggung ibadah yang ditinggalkan
pewaris, kecuali terdapat wasiat, ahli waris juga tidak akan ditanya
tentang kejahatan dan dosa pewaris.9
b) Hak Manusia
Hak manusia (haq al-‗ibad), yaitu hak yang pada hakikatnya
untuk memilihara kemaslahatan setiap pribadi manusia. Hak ini ada
yang bersifat umum seperti menjaga (menyediakan) sarana
kesehatan, menjaga ketentraman, melenyapkan tindakan kekerasan
(pidana) dan tindakan-tindakan lain yang dapat merusak tatanan
masyarakat pada umumnya.
Kemudian ada lagi hak manusia yang bersifat khusus, seperti
menjamin hak milik seseorang, hak isteri mendapatkan nafkah dari
suaminya, hak ibu memelihara anaknya, dan hak berusaha
(berikhtiar) dan lain-lain yang sifatnya untuk pribadi (individu).
Mengenai hak manusia ini, seseorang boleh menggugurkan
haknya, memaafkanya, mengubahnya dan boleh pula mewariskannya
kepada ahli waris. Jadi, ada kebebasan berbuat dan bertindak atas
dirinya sendiri
c) Hak gabungan antara hak Allah SWT dan hak manusia (al-haq al-
musytarak)
Mengenai hak ini, adakalanya hak Allah yang lebih dominan
(lebih berperan) dan adakalanya hak manusia yang lebih dominan.

9
Ghufron Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 31-
32.

12
Umpamanya dalam masa ‖ iddah‖ terdapat dua hak, yaitu hak Allah
terhadap pemeliharaan terhadap nasab janin dari ayahnya, agar tidak
bercampur dengan nasab suami kedua. Disamping itu juga terdapat
hak manusia, yaitu pemeliharaan terhadap nasab anaknya. Dalam
kasus ini, hak Allah lebih dominan, karena pemeliharaan terhadap
nasab seseorang merupakan kepentingan setiap orang dan termasuk
hak masyarakat. Karena itu hak-hak tersebut tidak dapat dimaafkan
digugurkan atau diubah.
Contoh lain ialah menjaga atau melindungi manusia (hidupnya,
akalnya, kesehatanya, dan hartanya). Dalam masalah ini ada dua hak,
yaitu hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan,
karena manfaat menyeluruh kepada masyarakat banyak.10
b. Dari segi obyek hak
a) Hak maali
Hak yang berhubungan dengan harta seperti hak penjual terhadap
harga barang yang di jualnya dan hak pembeli terhadap barang yang
dibelinya.
b) Hak ghairu maali
Hak-hak yang tidak berkaitan dengan harta benda atau materi seperti
hak suami untuk mentalak istrinya karna mandul.
c) Hak asy-sakhsyi
Hak-hak yang ditetapkan syara‘ bagi pribadi berupa kewajiban
terhadap orang lain seperti hak penjual untuk menerima harga barang
yang dijualnya.
d) Hak al-aini

10
Ibid, hal. 34

13
Hak seseorang yang ditetapkan syara‘ terhadap suatu dzat sehingga ia
memiliki kekuasaan penuh untuk menggunakan dan mengembangkan
haknya itu seperti hak memiliki suatu benda.
e) Hak mujarrad dan ghairu mujarrad
Hak mujarrad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas
apabila di gugurkan melalui perdamaian atau pemanfaatan. Hak
ghairu mujarrad adalah suatu hak yang apabila diguugurkan atau
dimaafkan meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan.11
c. Dari segi kewenangan pengadilan (hakim) terhadap hak tersebut
Dari segi ini ulama fiqih membaginya kepada dua macam:
a) Hak diyaani (keagamaan)
Hak-hak yang tidak boleh dicampuri atau intervensi oleh kekuasaan
kehakiman. Misal dalam persoalan hutang yang tidak dapat
dibuktikan oleh pemberi utang, karana tidak cukup alat-alat bukti
didepan pengadilan. Sekalipun tidak dapat dibuktikan didepan
pengadilan, maka tanggung jawab yang berhutang dihadapan Allah
tetap ada dan di tuntut pertanggung jawabannya di akhirat kelak.
Oleh sebab itu, bila lepas dari hak kekuasaan kehakiman, seseorang
tetap di tuntut di hadapan Allah dan di tuntut hati nuraninya sendiri.
b) Hak qadhaai
Seluruh hak yang tunduk di bawah aturan kekuasaan kehakiman
sepanjang si pemilik hak tersebut mampu dan membuktikan haknya
di depan pengadilan.
Selain unsur lahiriyah. yakni perbuatan, unsur batiniyyah seperti niat
dan esensi (hakikat) merupakan unsur penting dalam hak diyani.
Sedangkan dalam hak qadlai semata dibangun berdasarkan

11
Siti Mujibatun, Pengantar Fiqh Muamalah, (Semarang : Lembaga Studi Sosial dan Agama, 2012),
hlm. 57.

14
kenyataan lahiriyah dengan mengabaikan unsur niat dan hakikat
suatu perbuatan.
2. Macam-macam Kewajiban
a. Kewajiban Kepada Tuhan
Manusia mempunyai fitrah beriman kepada tuhan. Yaitu dzat yang
menciptakan alam semesta seluruhnya. Tuhan menciptakan manusia dan
memberinya sarana yang memungkinkan kelangsungan hidupnya dan
kebahagiaan. Setiap manusia mempunyai kewajiban yang harus
ditunaikan kepada tuhan. Dalam ajaran islam kewajiban kepada tuhan,
Allah SWT, diantaranya :12
a) Mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-Nya (Q.S. Al-Ikhlas,
112:1-4)
ٌ ‫َ ُن ِْ ىَّٔٗ ُمفُ ً٘ا ا َ ََد‬ٝ ٌْ َ‫ ُْ٘ىَدْ ٌ َٗى‬ٝ ٌْ َ‫َ ِيدْ َٗى‬ٝ ٌْ َ‫ص ََد ُ ٌى‬ ‫قُ ْو ٕ َُ٘ ٱ ََّلِلُ أ َ ََد ٌٌ َ ه‬
َّ ‫ّٰللاُ اى‬

b) Artinya : 1). Katakanlah (Muhammad), 2). "Dialah Allah, Yang


Maha Esa. 3). Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan. 4). Dan tidak ada sesuatu
yang setara dengan Dia. (Q.S. Al-Ikhlas, 112:1-4)
c) Beribadah kepada Allah (Q.S. Al—Dzariyat, 51:56)
َ ‫َٗ ٍَا َخيَ ْقدُ ٱ ْى ِج َِّ َٗٱ ْ ِْل‬
ِ ‫َ ْعثُد‬ٞ‫ّس إِ ََّّ ِى‬
ُُٗ

d) Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan


supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Al—Dzariyat, 51:56)
e) Bersyukur kepada Allah
f) Berdo‘a kepada Allah (Q.S. Al-Mu‘min, 40:60)
g) Berdzikir dengan menyebut nama Allah (Q.S. Al-A‘raf, 7:205)
h) Berserah diri dan ridha kepada takdir-Nya (Q.S. Al-Baqarah- 9:129)

12
Ibid, hal. 58

15
b. Kewajiban Kepada Diri Sendiri
Ada tiga unsur yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu badan atau
tubuhnya, akalnya, dan hati atau jiwanya. Menunaikan kewajiban kepada
diri sendiri dilakukan dengan memelihara dengan sebaik-baiknya ketiga
unsur tersebut. Hendaknya manusia merawat tubuhnya, dengan menjaga
kesehatannya, meningkatkan kekuatan dan menambahkan kecantikannya.
Hendaknya meningkatkan akalnya dengan menuntut ilmu pengetahuan
yang bermanfaat. Hendaknya menyempurnakan jiwanya dengan akhlak
yang baik.13
c. Kewajiban Kepada Keluarga
Manusia adalah makhluk sosial. Setiap manusia mempunyai tabiat
ingin hidup bersama dengan manusia lainnya. Kehidupan bersama itu
berlangsung dalam keluarga. Lembaga keluarga terdiri dari orang tua,
anak-anak dan saudara-saudara dekat. Setiap anggota keluarga
mempunyai kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Orang tua sebagai
kepala atau pemimpin dalam keluarga, mempunyai kewajiban melindungi
anggota keluarga dan mencukupi kebutuhan mereka, sesuai dengan
kemampuannya. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya
sehingga mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat badan dan
jiwanya. Anak mempunyai kewajiban berbuat baik kepada orang tua.
Dalam ajaran islam seseorang anak hendaknya berbuat baik
dengan sebaik-baiknya kepada kedua orang tua (wabil walidaini ihsana).
Tidak boleh berkata kasar, senantiasa rendah hati dan mencurahkan kasih
sayang sebagai mana kedua orang tua itu telah membesarkannya dan
mendidiknya dengan penuh kasih sayang (Q.S. Al-Isra‘, 17:23-24).
ْٗ َ‫َ ْثيُغ ََِّ ِعْدَكَ ٱ ْى ِنثَ َر أ َ ََد ُ ُٕ ََا ْٓ أ‬ٝ ‫سًْا إِ ٍَّا‬ ْٓ َّ ِ‫ َرتتلَ أ َ ََّّ ذ َ ْعثُد ُْٓٗ ۟ا إ‬ٰٚ ‫ع‬
َ ٰ َِْ‫ ِِْ إ‬َٝ‫َّآُ َٗتِٲ ْى ٰ َ٘ ِىد‬ِٝ‫َّ إ‬ َ َ‫َٗق‬
ٍ ّ ُ ‫ِم ََل ُٕ ََا فَ ََل ذَقُو ىَّ ُٖ ََا ْٓ أ‬
‫ ًَا‬ٝ‫ف َٗ ََّ ذ َ ْْ َٖ ْر ُٕ ََا َٗقُو ىَّ ُٖ ََا قَ ْ٘ ًَّ م َِر‬

13
Sohari Sahrani dan Ruf‟ah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 34.

16
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.14
Seorang anak hendaknya berterima kasih kepada kedua orang tua
yang menjadi sebab kehadirannya di muka bumi. Berterima kasih kepada
kedua orang tua diperitahkan dalam agama sejajar atau berdampingan
dengan berterima kasih dan bersyukur kepada tuhan (Q.S. Al-Luqman,
31:14).
َ ِ‫ َٗ ْٕ ٍِ َّٗف‬ٚ‫ ِٔ ََ ََيَرُْٔ ا ُ تٍٔٗ َٗ ًْْٕا َع ٰي‬ْٝ َ‫ساَُ ِت َ٘ا ِىد‬
ْٜ ‫ ِِْ ا َ ُِ ا ْش ُن ْر ِى‬ٍَٞ ‫ َعا‬ْٜ ِ‫صاىُٔٗ ف‬ ِ ْ ‫َْا‬ْٞ ‫ص‬
َ ّْ َّ‫ا‬ َّ َٗ َٗ
‫ ُْر‬ٞ‫ص‬ ِ ََ ‫ ْاى‬ٜ َّ َ‫ ِّْۗلَ اِى‬َٝ‫َٗ ِى َ٘ا ِىد‬
Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik)
kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.
3. Macam-macam Kepemilikan
a. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)
adalah idzin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu
barang melalui lima sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) individu yaitu
1) Bekerja (al-‘amal), 2) Warisan (al-irts), 3) Keperluan harta untuk
mempertahankan hidup, 4) Pemberian negara (i‘thau al-daulah) dari
hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan
uang modal, 5) Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti

14
Ibid, hal. 35

17
hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan untuk
khalifah atau pemegang kekuasaan pemerintah.
b. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‗Ammah)
adalah idzin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama
memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak
diperlukan manusia dalam kehidupa sehari-hari seperti air, sumber energi
(listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang tidak mungkin
dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya,
jembatan, bandara, masjid dsb, dan barang yang menguasai hajat hidup
orang banyak seperti emas, perak, minyak dsb.15
c. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)
adalah idzin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya
berada di tangan khalifah sebagai kepala negara. Termasuk dalam
kategori ini adalah harta ghanimah (pampasan perang), fa‘i, kharaj,
jizyah, 1/5 harta rikaz (harta temuan), ‗ushr, harta orang murtad, harta
yang tidak memiliki ahlli waris dan tanah hak milik negara.
Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab
kepemilikan seseorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui sebab
yaitu ; Pertama Pekerja, Kedua Warisan, Ketiga, Kebutuhan akan harta
untuk menyambung hidup ,Kempat, Harta pemberian negara yang
diberikan kepada rakyat, Kelima, harta yang diperoleh seseorang tanpa
mengeluarkan harta atau tenaga apapun .
d. Al milk At Tamm (milik sempurna)
Yaitu apabila materi dan manfaat harta itu dimiliki sepenuhnya
oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta itu
dibawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi
waktu dan tidak boleh digugurkanorang lain. Ciri-cirinya diantaranya, (a).

15
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 36.

18
sejak awal kepemilikan terhadap materi dan manfaat bersifat sempurna.
(b) Materi dan manfaatnya sudah ada sejak sejak pemilikan itu. (c)
Pemilikannya tidak dibatasi waktu. (d) kepemilikannya tidak dapat
digugurkan.16
e. Al Milk An Naqish (kepemilikan tidak sempurna)
Yaitu apabila seseorang hanya menguasai materi harta itu, tetapi
manfaatnya dikuasai orang lain. Adapun cirri-ciri nya adalah, (a) Boleh
dibatasi waktu,tempat, dan sifatnya. (b) Tidak boleh diwariskan. (c) orang
yang menggunakan manfaatnya wajib mengeluarkan biaya pemeliharaan.

16
Ibid, hal . 37

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan manusia. Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka
akan tumbul hak dan kewajiban yang mengikat keduanya. Dalam hal jual
beli misalnya, ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak
dan kewajiban. Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan
kewajiban penjual untuk menyerahkan barang. Atau, kewajiban pembeli
untuk menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima
uang.
2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa
tanggung jawab. Sedangkan kewajiban sebagai warga negara adalah suatu
hal yang wajib kita lakukan demi mendapatkan hak atau wewenang kita.
Bisa jadi kewajiban merupakan hal yang harus kita lakukan karena sudah
mendapatkan hak tergantung situasinya. Sebagai warga negara kita wajib
melaksanakan peran sebagai warga negara sesuai kemampuan masing-
masing supaya mendapatkan hak kita sebagai warga negara yang baik.
3. Sebab sebab adanya kepemilikan yang ditetapkan syara‘ ada empat yaitu
:Ihrozul mubahat, Yaitu memiliki sesuatu yang boleh dimiliki. Akad, Al-
Kholafiyah, Yaitu Pewarisan, Turunan dari sesuatu yang dimiliki
B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan, agar makalah ini dapat dijadikan suatu pedoman untuk
kalangan umum kami sebagai penyusun mohon maaf atas segala kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Atas kritik, saran, dan perhatiannya kami ucapkan
terimaksih.

20

Anda mungkin juga menyukai