Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam yang menaungi mahluknya
penuh dengan kasih sayang. Yang memberikan nikmat tidak terhitung jumlahnya,
Pemilik kerajaan yang agung di sisinya, serta pemberi karunia nikmat islam kepada
dunia melalui utusanya yang suci Muhammad SAW.

Sholawat serta salam tak lupa kami hanturkan, kehadapan Nabi agung
Muhammad yang merupakan Nabi pembimbing seluruh alam, yang telah
menghantarkan kita dari kegelapan dunia, menuju terangnya Islam. Dalam makalah
ini kami membuat judul “Rangkuman Dalil-dalil tentang Tauhid”. Kami akan
membahas materi tersebut dengan mendalam sehingga para pembaca dapat
mendapatkan manfaat yang maksimal dari hasil buah pikiran kami ini, berdasarkan
data yang kami peroleh. Pada pembahasan makah ini, penulis merujuk terhadap
beberapa referensi dan memberikan beberapa komentar atau beberapa pandangan
penulis, agar materi ini dapat dicerna dengan baik oleh pembaca.
Akhir kata, semoga tulisan sederhana kami dapat berguna untuk kita semua,
tak hanya bagi pembaca pada umumnya, namun juga dapat menjadi refleksi bagi
penulis makalah ini sendiri khususnya. Dan semoga manfaat bisa kita petik, dan
mendapatkan pelajaran berharga.

Bukittinggi, 5 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULIAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2
A. Dalil – dalil Al-Qur‟an Tentang Tauhid ............................................... 2
B. Dalil –dalil Al-Hadist tentang Tauhid .................................................. 5
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10
A. Kesimpulan .......................................................................................... 10
B. Saran .................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang
benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Tauhid yang tidak benar, akan menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan.
Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa kecelakaan di dunia serta
kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat
An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah
kehendaki”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013: 101) Mengajarkan tauhid
kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya
lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali
Allah merupakan hal pokok yang harus dilakukan seorang pendidik.
Seorang pendidik harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu
dalam pengawasan Allah SWT. Penerapan konsep tersebut adalah dengan
berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik harus
mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam
Islam. Pendidikan tauhid ini adalah pendidikan yang paling pokok di atas hal-hal
penting lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Dalil-dalil Al-Qur‟an tentang Tauhid?
2. Jelaskan Dalil-dalil Al-Hadist tentang Tauhid?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Dalil-dalil Al-Qur‟an tentang Tauhid!
2. Untuk mengetahui Dalil-dalil Al-Hadist tentang Tauhid!

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil-dalil Al-Qur’an tentang Tauhid


Ilmu tauhid menetapkan aqidah-aqidah di dalam agama Islam melalui dalil atau
aturan yang jelas. Terdapat sejumlah ayat di dalam Alquran yang membahas
mengenai keutamaan tauhid.Tentang diberikan rasa aman dan mendapat petunjuk
yang sempurna dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT.1
ٰٰۤ ُ ْ ُ
ْ ُُ ُٙ ٌََ َ‫ٌىِٕه‬ٚ
َ ُِْٓ َ‫َاْل‬
ََُْْٚ ‫زَذ‬ْٙ ُِّ َُْ ُ٘ َٚ ‫ َُْ ِثظٍ ٍَُا‬ُٙ َٔ‫اَاِ ْي َّب‬ْْٛٓ ‫غ‬ َ ْٛ َُِٕ ‫ࣖ اٌََّ ِزيَََْٓ ٰا‬
ُ ‫ٌَ َُْيَ ٍْ ِج‬َٚ‫ا‬
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka
mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am 6: Ayat 82).
Keutamaan lainnya dari tauhid adalah dihilangkan kesulitan dan kesedihannya,
baik di dunia dan di akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada surat Ath
Thalaq berikut ini:
ََِۚ‫ذََح ََ ِ َّّلِل‬َٙ ٰ ‫ش‬ ۟ ُّ ‫أَلِي‬َٚ ََُْ ‫َ َعذْ ٍيَ ِ ِّٕ ُى‬ٜ
َّ ٌ‫اَٱ‬ٛ ۟ ‫ذ‬ِٙ ‫أَ ْش‬َٚ
ْ َٚ َ‫اَر‬ُٚ ِ َ‫َف‬ْٚ َ ‫فٍ َأ‬ٚ‫٘ ََُّٓ ِث َّ ْع ُش‬ٛ‫ ََّٓفَأ َ ِْ ِغ ُى‬ُٙ ٍَ‫فَئِرَاَ َثٍَ ْغَٓ َأ َ َج‬
َ ٍ‫ف‬ٚ‫٘ ََُّٓ ِث َّ ْع ُش‬ُٛ‫بسل‬
‫ّلِلََ َيجْ َعًٌََّ َٗۥ َُ َِ ْخ َش ًجب‬ ِ َّ‫ ََِٓ َيز‬َٚ
ََّ ‫كَٱ‬ ِ ‫ ََِٱ ْي َء‬ْٛ ‫ٱ ٌْ َي‬ََٚ َِ‫ّلِل‬
َ َۚ‫اخ َِش‬ ُ ‫ َع‬ُٛ‫ٰرَ ٌِ ُى َُْي‬
ََّ ‫ظَ ِث َِٗۦَ ََِٓ َوبَْ َيُؤْ ُِِٓ ََِثٲ‬

“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka


dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan
dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang
yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS Ath Thalaq:2-3).

1
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta: RakaGrafindo Persada, 2002), h. 110

2
Selain itu dengan kita mengesakan Allah dan menerapkan ilmu Tauhid, niscaya
akan diberikan kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Hal ini sesuai
dengan firman Allah di dalam surat An Nahl sebagai berikut:
ۚ َ ًَ‫ح‬ٛ‫َِؤْ ِ ٌَٓفٍََُٕ ييَّٕٗٗ َح ٰي‬َُٛ٘ٚٝ‫َا ُ ْٔ ٰث‬َٚ‫ِ َْٓعًََّطبٌحبَِ َْٓرَوَشَا‬
ََْْٛ ٍَُّ ‫اَيَ ْع‬ْٛ ُٔ‫غ َِٓ َِبَوَب‬ َ ً‫ط ِّيجَخ‬
َ ْ‫ َُْاَجْ َش ُ٘ َُْثِبَح‬ُٙ ََّٕ‫ٌََٕجْ ِضي‬َٚ َ َ ِ ْ‫ح‬ ِ ُ َ َ ْ ٍ ِّ ً ِ َ َِ َ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. An Nahl:97).
Masih dari surat An Nahl, terdapat ayat yang menjelaskan seruan untuk hanya
beribadah kepada Allah.
ْ َّ‫ َُْ َِّ َْٓ َحم‬ُٙ ْٕ ِِ َٚ
َِٗ ‫ذَ َعٍَ ْي‬ ‫ َُْ َِّ َْٓ َ٘ذَ ه‬ُٙ ْٕ ِّ َ‫ ۚدَ َف‬ْٛ ‫غ‬
َ ُ‫َّٰللا‬ٜ ُ ‫طب‬ َّ ٌ‫اَا‬ُٛ‫اجْ زَِٕج‬َٚ ‫ ه‬ُٚ ‫ ًْلَا َ َِْا ْعجُذ‬ْٛ ‫ع‬
َ َ‫اَّٰللا‬ َّ ‫ٌَمَذَْ َث َعثَْٕبَفِ ْيَ ُو ًَِّا ُ َِّخ‬َٚ
ُ ‫ٍَس‬
ْ ُ‫ْفَ َوبَْ َ َعب ِل َجخ‬
ََْٓ‫َاٌ ُّ َى ِزّ ِثي‬ ُ ْٔ ‫عَفَب‬
َ ‫اَ َوي‬ْٚ ‫ظ ُش‬ ْ ‫اَ ِف‬ْٚ ‫اٌض ٍٍََّٰخََُۗفَ ِغي ُْش‬
ِ ‫َاْلَ ْس‬ٝ

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara
mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam
kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. An Nahl:36)
Dalil Al-Qur‟an tentang Tauhid dijelaskan juga dalam surah ( Adz-Dzariyat: 56)
sebagaimana Allah berfirman:
َِْ ُْٚ ‫ظَا َِّْلَ ٌِيَ ْعجُذ‬ ِ ْ َٚ
َ ْٔ ‫اْل‬ ْ ُ‫ َِبَ َخٍَ ْمذ‬َٚ
َ َّٓ ‫َاٌ ِج‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Allah dalam
segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas
rodhiyallohu „anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas
menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk

3
beribadah kepada Allah saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan
waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. 2
Sebagaimana firman Allah SWT:
ََٓ‫بَْل ِعجِي‬ َ َّ ُٙ َٕ‫ َِبَثَ ْي‬َٚ
َ ‫ع‬ َ ‫ ْاْل َ ْس‬ََٚ ‫غ َّب َء‬ َّ ٌ‫ َِبَ َخٍَ ْمَٕبَا‬َٚ
َ ًٛ ْٙ ٌَ ََ‫َأَ َسدَْٔبَأ َ ََْْٔز َّ ِخز‬ْٛ ٌَ
ِ ُٖ‫اَْلر َّ َخ ْزَٔب‬
ََٓ‫َِ َْٓ ٌَذُ َّٔبَ ِإ َْْ ُو َّٕبَفَب ِع ٍِي‬
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di
antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat
sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami
menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17).
َّ ً ‫اَفَ َح ِغ ْجز ُ َُْأََّ َّبَ َخٍَ ْم ٰٕ ُى َُْ َع َجث‬
َ ٕ‫أََّ ُى َُْاٌَِ ْي‬َٚ‫ب‬
ََْْٛ ُ‫َبَْلَر ُ ْش َجع‬

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu


secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
(Al-Mu‟minun: 115).
Allah berfirman dalam surah An-nisa
ْ ‫بسَر‬
َٝ‫َاٌمُ ْش ٰث‬ِٜ ِ ‫ ْاٌ َج‬َٚ
َ ِْٓ ‫ ْاٌ َّغٰ ِىي‬َٚٝ
َ ّٰ‫ ْاٌيَ ٰز‬َٚٝ
َ ‫َاٌمُ ْش ٰث‬ِٜ ْ ‫ ِثز‬َٚ‫ب‬ َّ ًٔ‫غب‬َ ْ‫ا ٌِذَي َِْٓاِح‬َٛ ٌ‫ ِث ْب‬َٚ‫ب‬
َّ ًٔ‫شَْيـ‬َ َٖٗ ‫اَ ِث‬ْٛ ‫ َْلَر ُ ْش ِش ُو‬َٚ
َ َ‫اَّٰللا‬ُٚ
‫ا ْعجُذ ه‬َٚ
‫ ًسَِۙا‬ْٛ ‫َبْلَفَ ُخ‬
َ ً ‫َّٰللاَ ََْلَي ُِحتُّ َ َِ َْٓ َوبَْ َ ُِ ْخز‬ ْ ‫ َِبَ ٍََِى‬َٚ
‫َذَاَ ْي َّبُٔ ُى ََُْۗا َِّْ ه‬ َ ًِ ِۙ ‫غ ِج ْي‬
َّ ٌ‫اث َِْٓا‬َٚ
َ ‫ت‬ِ ْٕ ْۢ ‫تَ ِث ْبٌ َج‬
ِ ‫بح‬ ِ ‫ظ‬ َّ ٌ‫ا‬َٚ َ ‫ت‬ ْ ‫بس‬
ِ ُٕ‫َاٌ ُج‬ ِ ‫ ْاٌ َج‬َٚ

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu


pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-
Nisa: 36).
Dalam ayat ini Allah menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal
pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak
menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang

2
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (diterjemahkan oleh Firdaus AN), (Jakarta: Bulan
Bintang, 2005), cet. Ke-10, h. 120

4
tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang
bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan
hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Allah semata.

B. Dalil-dalil Al-Hadist tentang Tauhid


Adapun dalil Al-Hadist tentang Tauhid sebagai berikut:
ًََْ َ٘،َُ‫«َيَبَ ُِعَبر‬:ََ‫َفَمَبي‬،َ‫عفَي ٌْش‬
ُ ٌَََُُٗ‫بسَيُمَبي‬ ِ ٍَ‫َملسو هيلع هللا ىلصَ َع‬ٝ
ٍ َّ ‫َح‬ٝ ّ ِ ِ‫ْفَإٌَّج‬ ِ ُ‫َ ُو ْٕذ‬:ََ‫َهللاَعَٕٗ–َلَبي‬ٝ‫َع َْٓ ُِعَبرٍَ–َسض‬
َ ‫َسد‬
َّ ‫«َفَئ ِ ََّْ َح َّك‬:ََ‫َلَبي‬.َُُ ٍَ‫ٌَُُٗأَ ْع‬ٛ‫ع‬
ٍََٝ‫َّٰللاَِ َع‬ ُ ‫ َس‬َٚ َّ ُ‫َلُ ٍْذ‬.َ»َ‫َّٰللاَِ؟‬ٝ
َ ُ‫َّٰللا‬:َ ْ ‫ َِبَ َح ُّك‬َٚ‫َِ؟‬
َّ ٍَ‫َاٌ ِعجَبدَِ َع‬ َ ٖ‫َ ِعجَب ِد‬ٍَٝ‫َّٰللاَِ َع‬
َّ ‫َ َح َّك‬ٜ‫رَذ ِْس‬
َ‫َيَب‬:َ ُ‫َفَمُ ٍْذ‬.َ»ًَ‫شيْئب‬ َ ّ‫َّٰللاَِأ َ َْْْلََيُ َع ِز‬ٝ
َ َِٗ ِ‫ةَ َِ َْْٓلََيُ ْش ِشنُ َث‬ َّ ٍَ‫َاٌ ِعجَبدَِ َع‬ ْ ‫ َح َّك‬َٚ،َ
َ ً ‫اَثَِٗ َشيْئب‬ٛ‫ْلََيُ ْش ِش ُو‬َٚ َ ُُٖٚ ‫َْيَ ْعجُذ‬َْ َ ‫ْاٌ ِعجَبدَِأ‬
‫َِا‬ٍُٛ‫ش ْش ُ٘ َُْفَ َيز َّ ِى‬
ّ ِ َ‫«َْلََرُج‬:ََ‫بطَ؟َلَبي‬َ ٌَّٕ‫ش ُشَ ِثٗ ا‬ ّ ِ َ‫َأَفَالََأُث‬،َِ‫ََّٰللا‬
َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬ ُ ‫َس‬

Dari Mu‟adz radhiyallahu „anhu ia berkata, “Aku pernah dibonceng Nabi


shallallahu „alaihi wa sallam di atas sebuah keledai yang bernama „Ufair, lalu
Beliau bersabda, “Wahai Mu‟adz, tahukah kamu hak Allah yang wajib dipenuhi
hamba-hamba-Nya? Dan apa hak hamba yang pasti dipenuhi Allah?” Aku
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda,
“Sesungguhnya hak Allah yang wajib dipenuhi hamba adalah mereka beribadah
kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan hak hamba yang
pasti dipenuhi Allah adalah Dia tidak akan mengazab orang yang tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah
aku beritahukan kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab, “Tidak
perlu kamu sampaikan, nanti mereka akan bersandar.” (HR. Bukhari dan
Muslim). 3
Keutamaan Tauhid, Dimana Dosa-Dosa Dapat Terhapus Olehnya:
ً ‫أ َ ََّْ ُِ َح َّّذَا‬َٚ،َُ
َ ٌََٗ َ‫حْ ذََُْٖلََش َِشيه‬َٚ َّ َّ‫ذََأ َ َْْْلََإٌَََِٗإِْل‬ِٙ ‫ش‬
َ ُ‫َّٰللا‬ َ َْٓ َِ َ«َ:ََ‫َملسو هيلع هللا ىلصَلَبي‬ٝ
ّ ِ ِ‫بِذَِ َع َِٓإٌَّج‬
ِ ‫ظ‬ ُ َْٓ ‫َع‬
َّ ٌ‫عجَب َدَح ََث َِْٓا‬
َ‫بسَ َح ٌّك‬ َ ‫ ْاٌ َجَّٕخَُ َح ٌّك‬َٚ،َُ
ُ ٌَّٕ‫ا‬َٚ َ ْٕٗ ٌَِ َ َُ ََ‫َ َِ ْشي‬ٌَِٝ‫َأ َ ٌْمَبَ٘بَإ‬،َُُٗ‫ َو ٍِ َّز‬ََُٚ ٌُٗٛ‫ع‬
ِ ‫ح‬ٚ‫ ُس‬َٚ،َ ُ ‫ َس‬َٚ َ ‫أ َ ََّْ ِعي‬َٚ،َُ
َّ ‫َ َع ْجذ‬ٝ‫غ‬
َ ِ‫َُّٰللا‬ َ ٌُٗٛ‫ع‬ َ ُُٖ‫َع ْجذ‬
ُ ‫ َس‬َٚ
ْ ََِٓ
ًَِ َّ َ‫َاٌع‬ ِ َْ‫َ َِبَ َوب‬ٍَٝ‫َُّٰللا ُ ْاٌ َجَّٕخََ َع‬
ََّ ٍَٗ‫َأَدْ َخ‬،

3
Murni, Tauhid Ilmu Kalam, (Padang : The Minangkabau Foundation Press, 2006), h. 5

5
Dari Ubadah bin Ash Shaamit radhiyallahu „anhu ia berkata: Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, demikian pula bersaksi
bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dan kalimat-Nya yang
disampaikan kepada Maryam, dan dengan tiupan ruh dari-Nya, dan bersaksi
bahwa surga adalah benar dan neraka adalah benar, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga bagaimana pun amal yang dikerjakannya.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Mengamalkan Tauhid Dengan Sebenar-Benarnya Dapat Memasukkan Seseorang
Ke Surga Tanpa Hisab:
ِ ‫إٌَّ ِجي‬َٚ
َْ‫َّب‬ َ ُّٝ ‫َفَ َج َعًََإٌَّ ِج‬،َُُ َِ ُ ‫َاْل‬ٝ
َّ ٍَ‫ذَ َع‬
ْ ‫ض‬ َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬
َ ‫َ«َع ُِش‬:َ‫َُّٰللاَِملسو هيلع هللا ىلص‬ ُ ‫ََس‬َ ‫ َّبَلَبيََلَبي‬ُٙ ْٕ ‫يَهللاَُ َع‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َس‬
َ ‫َّبط‬
ٍ ‫َع َِٓاث َِْٓ َعج‬
َ:ًََ‫َ َ٘ ِزَِٖ؟َلِي‬ِٝ‫َ َِبَ َ٘زَاَ؟َأ ُ َِّز‬:َ ُ‫َلُ ٍْذ‬،ٌَُ ‫اد ٌَ َع ِظي‬َٛ ‫ع‬ َ ٌَِٝ َ‫َسفِ َع‬ٝ ُ َّ ‫َ َحز‬،ٌَ ‫ْظَ َِعََُٗأ َ َحذ‬ َ ‫ٌََي‬ٝ ُّ ِ‫إٌَّج‬َٚ،َ
َ ‫ظ‬ ُ ْ٘ ‫َاٌش‬
َّ ُُ ُٙ ‫َْ َ َِ َع‬ٚ‫يَ ُّ ُّش‬
ِ ‫َآفَب‬ِٝ‫َ٘ب َُٕ٘بَف‬َٚ‫َب‬
َ‫ق‬ َ ُٕ٘ ‫ظ ْشََ٘ب‬ ُ ْٔ ‫َا‬:ٌَِٝ ًََ‫َث ُ ََُّلِي‬،َ َ‫ا َد ٌَيَ ّْألَُاْلُفُك‬َٛ ‫ع‬ ِ ُ‫َاْلُف‬ٌَِٝ‫ظ ْشَإ‬
َ َ‫َفَئِرَا‬.َ‫ك‬ ُ ْٔ ‫َا‬:ًََ‫َلِي‬.َُُِٗ ْٛ َ‫ل‬َٛ ‫عى‬َ ُِٛ َ‫َ٘زَا‬
َ ً‫َث ُ ََُّدَ َخ‬،َ‫ة‬
َُْ ٌَََٚ ٍ ‫غب‬ ِ ‫َْ َأ َ ٌْفبًَثِغَي ِْش‬ُٛ‫ع ْجع‬
َ ‫َح‬ ِ َ‫َُاٌ َجَّٕخ‬
َ َ‫َِ َْٓ َ٘ ُؤْلَ ِء‬ َ َ‫اد ٌَلَذَْ َِألََاْلُفُكَ َلِيًََ َ٘ ِزَِٖأ ُ َِّزُه‬َٛ ‫ع‬
ْ ً‫يَذْ ُخ‬َٚ َ َ‫بءَفَئِرَا‬
ِ َّ ‫غ‬
َّ ٌ‫ا‬
ُ َٓ‫ْلَ َد َُٔبَاٌَّزِي‬ْٚ َ ‫َأ‬ْٚ َ ‫َفََٕحْ ُٓ َ ُ٘ َُْأ‬،ٌََُٗٛ‫ع‬
َِٝ‫اَف‬ُٚ‫ ٌِذ‬َٚ َ ٕ‫ار َّ َج ْع‬َٚ،َ
ُ ‫َبَس‬ َّ ‫ََٔ ْحُٓ َاٌَّزِيَٓ َآ ََِّٕبَ ِث‬:َ‫ا‬ٌُٛ‫لَب‬َٚ
َ ِ‫بّلِل‬ ْ ‫بع‬
َ َُ ْٛ َ‫َاٌم‬ َ َ‫ َُْفَأَف‬َُٙ ٌََّْٓ ‫يُجَ ِي‬
ََ‫ْل‬َٚ،َ
َ َْٚ‫طي َُّش‬ َ َُْٛ‫َ ُ٘ َُُاٌَّزِيَٓ َْلََ َي ْغز َْشل‬:ََ‫َملسو هيلع هللا ىلصَفَخ ََش َجَفَمَبي‬ٝ
َ َ ‫ْلََ َيز‬َٚ،َ ْ ِ‫ ٌِذَْٔبَف‬َٚ‫ب‬
َّ ‫َفَ َجٍَغََإٌَّ ِج‬.َ‫َاٌ َجب ِ٘ ٍِيَّ ِخ‬ٝ ُ َِّٔ‫اإل ْعالَ ََِ؟َفَئ‬
ِ
َ َ‫َ َفم‬.َ»َُْ ‫«ََٔ َع‬:ََ‫ََّٰللاَِ؟َلَبي‬
َ‫بََآخ َُش‬ َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬ ُ ‫َبَيبَس‬
َ َٔ‫ َُْأ‬ُٙ ْٕ ِِ َ ‫َأ‬:ٍَٓ ‫ظ‬ ِ ُٓ‫شخَُ ْث‬
َ ْ‫َِح‬ ُ ََ‫َفَمَبي‬.َ»َ ٍَُْٛ‫ َّو‬ََٛ ‫ َُْ َيز‬ِٙ ‫َس ِّث‬ٝ
َ ‫ع َّىب‬ َ ٍَ‫ َع‬َٚ
َ ََُْٚٛ ‫َي ْىز‬
ُ َ َ‫«َ َعجَمَه‬:ََ‫ َُْأََٔبَ؟َلَبي‬ُٙ ْٕ ِِ َ ‫َأ‬:ََ‫فَمَبي‬
‫ع َّىبشَخ‬
.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu „anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Umat-umat ditunjukkan kepadaku, lalu ada seorang dan
dua orang nabi yang lewat dengan beberapa orang pengikut, dan ada seorang
nabi tanpa seorang pun pengikut. Kemudian ditampakkan kepadaku sejumlah
besar orang. Aku bertanya, “Apa ini? Apakah ini umaku?” Maka dikatakan, “Ini
adalah Musa dan kaumnya.” Kemudian dikatakan (kepadaku), “Lihatlah ke ufuk
(ujung langit)!” Maka tampak sejumlah besar orang yang memenuhi ufuk. Lalu
dikatakan kepadaku, “Lihatlah ke sebelah sana dan sebelah situ di beberapa ufuk
langit!” Ternyata ada pula sejumlah besar orang yang memenuhi ufuk. Maka

6
dikatakan (keadaku), “Ini umatmu, dan dari mereka itu ada 70.000 orang yang
masuk surga tanpa hisab.” Kemudian Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
masuk ke dalam rumah dan tidak menerangkan kepada para sahabat (siapa
mereka itu). Maka orang-orang sibuk membicarakan. (Di antara mereka) ada
yang berkata, “Kita adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
mengikuti Rasul-Nya, maka mungkin mereka itu adalah kita atau anak-anak kita
yang lahir di atas Islam, karena kita lahir di atas Jahiliyyah?” Maka sampailah
berita itu kepada Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, Beliau pun keluar dan
bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah (dijampi-
jampi penyakitnya), tidak merasa sial (dengan sesuatu), tidak mengobati luka
mereka dengan besi panas dan bertawakkal kepada Tuhan mereka.” Lalu
Ukkasyah bin Muhshan berkata, “Apakah aku termasuk mereka, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya.” Lalu ada lagi yang berdiri dan berkata,
“Apakah aku juga termasuk mereka?” Beliau menjawab, “Kamu telah didahului
oleh Ukkasyah.” (HR. Bukhari dan Muslim).4
Dalil tentang Takut Terhadap Syirk:
َْ َ ‫َاْل‬
َ‫ا‬ٌُٛ‫طغ َُشَلَب‬ ْ ُ‫ش ْشن‬ ُ ‫فَ َِبَأَخ‬
ّ ِ ٌ‫َبفَ َعٍَ ْي ُى َُْا‬ َ َٛ ‫عٍَّ ََُ ِإ ََّْأ َ ْخ‬ َّ ٍَّ‫ط‬
َ ِٗ ‫َّٰللاَُ َعٍَ ْي‬ٝ
َ َٚ َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬
َ َِ‫َُّٰللا‬ َ ‫دَِث ٌََِْٓ ِجيذٍَلَبيََلَبي‬ُّٛ ْ‫َع َْٓ َِح‬
ُ ‫ََس‬
ْ َ‫جبص‬
َ‫ا‬ُٛ‫ َُْارْ َ٘ج‬ِٙ ٌِ ‫َاٌ ِع َجبد َُ ِثأ َ ْع َّب‬ٜ ََ ُ ‫ َََر‬ْٛ ‫يَُ َي‬ُٛ‫َ َيم‬ٌَٝ‫ر َ َعب‬َٚ
َ َ‫بسن‬ َّ َّْ ‫ََاٌش َيب ُءَ ِإ‬
َ ‫َّٰللاََر َ َج‬ ْ َ ‫َاْل‬
ّ ِ ‫طغ َُشَلَبي‬ ْ ُ‫ش ْشن‬
ّ ِ ٌ‫ َِبَا‬َٚ ِ‫ََّٰللا‬
ََّ ‫ي‬ٛ‫ع‬ ُ ‫بَس‬
َ ‫َي‬
ُ ْٔ ‫ََْ ثِأ َ ْع َّب ٌِ ُى َُْفِيَاٌذُّ ْٔيَبَفَب‬ٚ‫َاٌَّزِيَٓ َ ُو ْٕز ُ َُْر ُ َشا ُء‬ٌَِٝ‫إ‬
َ‫َْ َ ِع ْٕذ َ ُ٘ َُْ َجضَ ا ًء‬ُٚ ‫اَ٘ ًََْر َِجذ‬ٚ‫ظ ُش‬
Dari Mahmud bin Labid ia berkata: Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kamu adalah syirk
kecil.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa syirk kecil itu?” Beliau
menjawab, “Riya (beramal agar dipuji manusia). Sesungguhnya Allah Tabaaraka
wa Ta‟aala akan berfirman pada hari manusia dibalas dengan amalnya,
“Pergilah kamu kepada orang-orang yang kamu riya‟ (kepada mereka) dengan
amalmu di dunia. Lihatlah! Apakah kamu mendapatkan balasan dari mereka.”

4
Zainuddin,Ilmu Tauhid , (Jakarta: Rineka Cipta,2000), h. 17

7
[HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam Shahihul Jaami‟ no.
1555].
Dalil tentang Menjaga Tauhid Hingga Akhir Hayat:
ًََ‫ش ْيئًبَدَ َخ‬
َ َِٗ ِ‫َّٰللاََ َْلَيُ ْش ِشنُ َث‬
ََّ ‫ي‬ َ ‫يَُ َِ ٌََْٓ ِم‬ُٛ‫عٍَّ ََُيَم‬
َ َٚ َّ ٍَّ‫ط‬
َ ِٗ ‫َّٰللاَُ َعٍَ ْي‬ٝ َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬
َ َِ‫ََّٰللا‬ َ ََ‫َِّٰللاَِلَبي‬
َ ُ‫ع ِّ ْعذ‬
ُ ‫َس‬ َّ ‫َع َْٓ َجبثِ ِشَث َِْٓ َع ْجذ‬
َ َ‫ْاٌ َجَّٕخ‬
َ ٌَّٕ‫ َِ ٌََْٓ ِميَ َُٗ يُ ْش ِشنُ َ ِث َِٗدَ َخًََا‬َٚ
َ‫بس‬
Dari Jabir bin Abdullah ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Barang siapa bertemu Allah dalam keadaan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka dia masuk surga, dan barang siapa
yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu,
maka ia akan masuk neraka.” [HR. Muslim].
Dalil Al-Hadist tentang Penyesalan Penghuni Neraka Akibat Menolak Tauhid:
َ‫َذ‬ ِ ٌَّٕ‫ َِْأَ ْ٘ ًَِا‬ََٛ ْ٘ َ ‫َْل‬ٝ
ْ ٔ‫َوَب‬ْٛ ٌََ‫بسَ َعزَاثًب‬ ِ ٌَ‫ر َ َعب‬َٚ َّ ‫ي‬ُٛ‫عٍَّ ََُلَبيََ َيم‬
َ ‫َُّٰللاَُرَ َج‬
َ َ‫بسن‬ َّ ٍَّ‫ط‬
َ ِٗ ‫َّٰللاَُ َعٍَ ْي‬ٝ
َ َٚ َ َ‫ي‬ ِّ ‫َع َْٓأَٔ َِظَث َِْٓ َِبٌِهٍ َ َع َْٓإٌَّ ِج‬
ِ ٍْ ‫ط‬
َ‫تَآ َدَ َََأ َ ْْ ََْل‬ ُ َ‫أَ ْٔذَ َفِي‬َٚ‫ا‬ ِ ََْٛ ْ٘ َ ‫َِ ْٕهَ َأ‬
َ َ‫َِ َْٓ َ٘ز‬ ِ ُ‫يَُلَذَْأ َ َسدْد‬ُٛ‫ئََُعَ َُْفَيَم‬ُٛ‫بَفَيَم‬َٙ ِ‫بَأ َ ُو ْٕذَ َ ُِ ْفز َ ِذيًبَث‬َٙ ‫ َِب فِي‬َٚ‫ب‬
َ َ‫ٌَهَ َاٌذُّ ْٔي‬
ََ‫ش ْشن‬ َ ٌَّٕ‫ َْلَأُد ِْخٍَهََ ا‬ََٚ
ّ ِ ٌ‫بسَفَأَثَيْذَ َإِ َّْلَا‬ َ ‫ر ُ ْش ِشنَ َأَحْ ِغجَُُٗلَبي‬
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam Beliau bersabda:
Allah Tabaaraka wa Ta‟aala berfirman kepada penghuni neraka yang paling
ringan azabnya, “Jika seandainya dunia serta seisinya milikmu, maukah kamu
menebus dirimu dengannya?” Ia menjawab, “Ya.” Allah berfirman, “Sungguh,
Aku telah menginginkan darimu yang lebih ringan dari itu ketika kamu masih di
tulang shulbi Adam, yaitu agar kamu tidak berbuat syirk –rawi hadits ini berkata,
“Saya kira Beliau menyebutkan pula firman-Nya (dalam hadits qudsi ini), “Dan
Aku tidak akan memasukkan kamu ke neraka. Tetapi kamu tidak menginginkan
selain berbuat syirk.” [HR. Muslim].
Dalil Al-Hadist tentang Keagungan Tauhid:
ْ ْٗ‫ض َشر‬
ََ‫فَبحَُلَبي‬َٛ ٌ‫َُا‬ َ ‫عٍَّ ٌَََُ َّّبَ َح‬
َ َٚ َّ ٍَّ‫ط‬
َ ِٗ ‫َّٰللاَُ َعٍَ ْي‬ٝ َ َ‫ ًحب‬َُِٛٔ‫َّٰللا‬
َّ ‫ي‬ َّ ِ‫عٍَّ ََُإِ َََّْٔج‬
َ َٚ َ ِٗ ‫َهللاَُ َعٍَ ْي‬ٍَّٝ‫ط‬ َ َ‫ي‬ ِّ ِ‫َ َع َِٓإٌَّج‬ٚ‫َِّٰللاَِث َِْٓ َع ّْ ٍش‬ َّ ‫َع َْٓ َع ْجذ‬
َ‫غ ْج َع‬
َّ ٌ‫ادَِا‬َٛ َّ ‫غ‬ َ
َّ ٌ‫َّٰللاَُفئ ِ ََّْا‬ َّ َ َ ْ
َّ ‫بنَ َ َع َْٓاث َٕزَي َِْٓآ ُِ ُشنَ َثِالَإٌََِٗإِْل‬َٙ ٔ‫أ‬َٚ ْ َ ْ َ
َ ِْٓ ‫طيَّخَآ ُِ َُشنَ َثِبث َٕزَي‬ ْ َ
ِ َٛ ٌ‫بصَ َعٍيْهَ َا‬ ٌّ َ‫ِْل ْثِٕ َِٗإِِّٔيَل‬
َِ‫اد‬َٛ َّ ‫غ‬ َّ ٌ‫َأ َ ََّْا‬ْٛ ٌََٚ َُ‫َّٰللا‬
َّ ‫ َّٓ ََْلَإٌََََِٗإِ َّْل‬ِٙ ِ‫ذَث‬ ْ ‫ٍَس َج َح‬ َّ ‫ذ ََْلَإٌَََِٗإِ َّْل‬
َ ‫َّٰللاَُفِيَ ِو َّفخ‬ ْ َ‫ضع‬ ِ ُٚ ٍَٚ َ ‫ذَفِيَ ِوفَّخ‬ ْ َ‫ضع‬ ِ َٚ ُ ْٛ ٌََ‫غ ْج َع‬ َّ ٌ‫ضيَٓ َا‬ ِ ‫ ْاْل َ ْس‬َٚ
َ‫ب‬َٙ ِ‫ث‬َٚ
َ ٍ‫ش ْيء‬ َ ًَِّ ‫ط َالحَُ ُو‬َ َ‫ب‬َٙ َِّٔ‫ثَِ َح ّْ ِذَِٖفَئ‬َٚ َّ َْ‫ع ْج َحب‬
َ ِ‫َّٰللا‬ ُ َٚ َّ ‫ َّٓ ََْلَإٌَََِٗإِ َّْل‬ُٙ ْ‫ظ َّز‬
َ ُ‫َّٰللا‬ َ َ‫ َّخًَل‬َٙ ‫غ ْج َعَ ُو ََّٓ َح ٍْمَخًَ ُِ ْج‬ َّ ٌ‫ضيَٓ َا‬ ِ ‫ ْاْل َ ْس‬َٚ َ ‫غ ْج َع‬
َّ ٌ‫ا‬
ََْْ‫بَاٌ ِىج ُْشَلَبيََأ‬ ْ َّ َ‫ش ْشنُ َلَذَْ َع َش ْفَٕبَُٖف‬ ّ ِ ٌ‫ََّٰللاَِ َ٘زَاَا‬
َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬ ُ ‫بَس‬ َ ُ‫ذ‬
َ َ‫َلِيًََي‬ْٚ ‫ْشَلبيََلٍ َأ‬ ْ ُ َ ْ
َِ ‫اٌ ِىج‬َٚ ّ ْ
َ ‫بنَ َ َعَٓاٌ ِش ْش ِن‬َٙ ٔ‫أ‬َٚ ْ َ ُ ْ ْ
َ ‫ي ُْشصَ قَاٌخٍَك‬ُ
ْ َ َ
ََُٛ َ٘‫بَلبيََْلَلبيََاٌ ِىج ُْش‬َٙ ‫غ‬ َ ْ ٌ َّ َ ُ ْ َ
ُ َ‫َْ َِْل َح ِذَٔبَ ُحٍخَيٍَج‬ٛ‫َأَْيَى‬َُٛ ََ٘‫َبَْلبيََْلَلبي‬ َ َ َ ِ ٕ‫غ‬ َ ‫َبَْ َح‬ِ ‫ َّبَ ِش َشاو‬ُٙ ٌَْ‫َب‬ َ ِ ‫غ َٕز‬َ ‫َْ َِْل َ َح ِذَٔبََٔ ْعال َِْ َح‬ٛ‫يَ ُى‬
َ

8
َ‫ََّٰللاَِفَ َّب‬
َّ ‫ي‬ٛ‫ع‬ ُ ‫بَس‬
َ َ‫ََْلَلِيًََي‬ َ ‫بَلَبي‬َٙ ُ‫َْ َِْل َ َح ِذَٔبَدَاثَّخٌَيَ ْش َوج‬ٛ‫أ َ َْْيَ ُى‬
ْ َ‫َْ َِْل َ َح ِذَٔبَأ‬ٛ‫َأ َ َْْيَ ُى‬َٛ ُٙ َ‫ََْلَلَبيََأَف‬
َ ‫َْ َإٌَِ ْي ََِٗلَبي‬ُٛ‫ط َحبةٌ َيَجْ ٍِغ‬
َ ِ ٌَّٕ‫ضَا‬
‫بط‬ ُ َّْ ‫غ‬َٚ َ ‫ك‬ ْ َٗ‫عف‬
ِ ّ ‫َُاٌ َح‬ َ ََ‫ْاٌ ِىج ُْشَلَبي‬

Dari Abdullah bin „Amr radhiyallahu „anhu, dari Nabi shallallahu „alaihi
wa sallam, bahwa Nabiyyullah Nuh „alaihis salam ketika akan meninggal berkata
kepada anaknya, “Sesungguhnya aku akan menyampaikan wasiat kepadamu; aku
perintahkan kamu dua hal dan aku larang kamu dua hal. Aku perintahkan kamu
dengan Laailaahaillallah, karena langit yang tujuh dan bumi yang tujuh jika
diletakkan di satu daun timbangan, sedangkan Laailaahaillallah diletakkan di
daun timbangan yang lain tentu lebih berat Laailaahaillallah, dan sekiranya
langit yang tujuh dan bumi yang tujuh adalah lingkaran yang tertutup, tentu akan
dibuka oleh Laailaahaillallah. Demikian juga aku memerintahkan kamu dengan
Subhaanallah wabihamdih, karena ia adalah shalat segala sesuatu dan
dengannya makhluk diberi rezeki. Aku juga melarang kamu dari berbuat syirk
dan sombong.” Aku (Abdullah bin „Amr) berkata atau ada yang berkata, “Wahai
Rasulullah, syirk telah kami ketahui, lalu apa itu sombong, apakah ketika salah
seorang di antara kami memiliki dua sandal yang bagus dengan kedua talinya
yang bagus (adalah kesombongan)?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu ada yang
berkata lagi, “Apakah sombong itu jika salah seorang di antara kami memiliki
pakaian (indah) yang ia pakai?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu ada yang
berkata, “Apakah sombong itu jika salah seorang di antara kami memiliki hewan
kendaraan yang ia naiki?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu ada yang berkata,
“Apakah sombong itu jika salah seorang di antara kami memiliki kawan-kawan
dimana mereka duduk-duduk menghadapnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Lalu
ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, lalu apa sombong itu?” Beliau menjawab,
“Merendahkan kebenaran dan meremehkan manusia.” [HR. Ahmad, dishahihkan
oleh Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Al Haitsami berkata, “Para perawi
Ahmad adalah tsiqah.” Al Albani dalam Ash Shahihah berkata, “Dan sanadnya
shahih.”].

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tauhid artinya mengesakan Allah baik dalam rububiyyah, uluhiyyah
maupun asmaa‟ wa shifat. Tauhid dalam rububiyyah maksudnya meyakini bahwa
Allah adalah Rabbul „aalamin, yakni yang menciptakan, yang memberi rezeki,
yang mengatur, yang mengurus dan menguasai alam semesta. Tauhid dalam
uluhiyyah maksudnya, mengarahkan segala macam ibadah hanya kepada Allah
Subhaanahu wa Ta‟aala, seperti berdoa, ruku dan sujud, menyembah, berkurban,
meminta pertolongan dan perlindungan, dsb. Sedangkan tauhid dalam Asmaa‟ wa
Shifat adalah dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat yang Allah tetapkan
dalam Al Qur‟an dan Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam tetapkan dalam As
Sunnah tanpa menta‟wil, mentamtsil (menyerupakan dengan makhluk),
menta‟thil (meniadakan) dan mentakyif (menanyakan bagaimana hakikatnya),
serta mensucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan (lihat „Aqidatut Tauhid
oleh Dr. Shalih Al Fauzan
B. Saran
Demi kesempurnaan makalah ini Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan, agar makalah ini dapat dijadikan suatu pedoman untuk
kalangan umum kami sebagai penyusun mohon maaf atas segala kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Atas kritik, saran, dan perhatiannya kami ucapkan
terimaksih.

10

Anda mungkin juga menyukai