Anda di halaman 1dari 13

HADITS TENTANG JUAL BELI

Dikerjakan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Ekonomi

Dosen Pengampu : Bapak Rusdi Riduan Pulungan,S.E.,M.E

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. Dinda Arifah (0502231005)


2. Nazar Alwi Yahya (0502232158)
3. Siti Fahirah Sihotang (0502233207)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita kepada Allah Swt, karena berkat limpahan karunia-Nya kami sebagai
pemakalah alhamdulillah dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rusdi Riduan Pulungan,S.E.,M.E selaku Dosen
Pembimbing mata kuliah Hadits Ekonomi yang telah membimbing dan mengarahkan kami
untuk memahami materi-materi yang diberikan dari mata kuliah ini.

Makalah kami ini berjudul “Hadits Tentang Jual Beli” yang merupakan salah satu
materi dalah mata kuliah hadits ekonomi. Adapun tujuan Makalah ini kami susun adalah
untuk memenuhi tugas kelompok yang diberikan kepada kami.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
Sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari, makalah yang di tulis ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 6 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli ....................................................................................... 2


B. Prinsip-Prinsip Jual Beli................................................................................. 3
C. Rukun dan Syarat Jual Beli ............................................................................ 4
D. Hadits Yang Termasuk Jual Beli ................................................................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jual beli memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
baik secara individu maupun dalam skala sosial dan ekonomi yang lebih luas. Jual
beli merupakan cara utama untuk memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian,
dan tempat tinggal, hingga kebutuhan tambahan seperti hiburan dan rekreasi.
Transaksi jual beli menciptakan aliran uang dan pendapatan bagi individu dan
perusahaan, yang pada gilirannya mendukung kegiatan ekonomi lainnya seperti
investasi, produksi, dan penciptaan lapangan kerja.
Melalui jual beli, individu dapat membangun hubungan sosial dengan orang
lain, baik dalam konteks transaksi bisnis atau dalam bentuk interaksi sosial lainnya.
Dengan memungkinkan akses yang lebih baik terhadap barang dan jasa, serta adanya
peluang untuk mendapatkan pendapatan, jual beli dapat membantu meningkatkan
taraf hidup dan memperluas pilihan hidup.
Implikasi jual beli dalam ajaran Islam sangatlah signifikan, karena Islam
memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana melaksanakan transaksi ekonomi
dengan adil dan sesuai dengan nilai-nilai agama. Islam menekankan pentingnya
keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam jual beli. Salah satu
implikasi penting dalam ajaran Islam tentang jual beli adalah larangan riba. Riba, atau
bunga, dianggap sebagai bentuk penindasan dan eksploitasi, dan dilarang keras dalam
Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian jual beli
2. Bagaimana prinsip-prinsip jual beli
3. Bagaimana rukun dan syarat jual beli
4. Hadits mana yang termasuk dalam jual beli
C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hadits Ekonomi
2. Memberikan informasi mengenai “Hadits Tentang Jual Beli”

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti Al-Bai‟, Al- Tijarah, dan Al
Mubadalah yang berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Kata al-Bay‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian
lawannya, yaitu lafal Al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian makna kata
Al-Ba‟i mengandung arti menjual sekaligus membeli atau jual beli.
Menurut terminologi, yang dimaksud dengan jual beli adalah:
َِ ‫ض َعلَى ْال َْجْ َِ ال َوأُرُ ّْ ِى فِ ْي‬
ٍ ْْ َ‫ض أ َ ًّْـ َ ْق ُل ِه ْلكٍ بـَع‬
ِ َ ‫التر ا‬ َ ‫ُهبَادَلَةُ َهال‬
َ ‫بن ِِا ٍل َعلَى‬
َّ ‫سبِ ْي ِل‬

Artinya: “Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ada penggantiannya dengan cara yang dibolehkan”.

Menurut Hanafiah jual beli secara defenitif yaitu tukar menukar harta benda
atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan dengan melalui cara
tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabillah,
bahwa jual beli yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk
pemindahan milik dan kepemilikan terjadilah saling merelakan antara penjual dan
pembeli. Dengan demikian terjadilah transaksi jual beli yang dibenarkan oleh syara‟.

Jual beli dalam Islam tidak hanya tentang mencari keuntungan materi, tetapi
juga tentang berperilaku dengan etika yang tinggi dan mematuhi hukum-hukum
Islam. Hal ini mencakup ketepatan dalam menimbang barang yang dijual, kejujuran
dalam menjelaskan kondisi barang, dan kewajiban untuk menepati janji. Dalam Islam,
kontrak jual beli dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti
kesepakatan kedua belah pihak, ketentuan barang yang dijual, harga, dan waktu
pembayaran yang jelas. Penjual dan pembeli diwajibkan untuk mematuhi syarat-
syarat tersebut untuk membuat transaksi sah dan berkah.

2
B. Prinsip-Prinsip Jual Beli

Muamalah mempunyai dua prinsip besar yang harus dipenuhi dalam


bertransaksi dengan sesama manusia. Adapun prinsip besar yang terdapat dalam Al-
Quran, yaitu prinsip La Tuzlamun Wa La Tuzhlimun dan prinsip „Antaradinminkum.
Dua prinsip ini akan dipaparkan di bawah ini.

1. La Tuzhlamun wa La Tuzhlimun (tidak menzhalimi dan tidak dizhalimi)

ّٰ ُّ‫اِنَّهٗ اَل يُ ِحب‬


‫الظ ِل ِميْنا ۝‬
٤

Artinya: ”Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim" (As-


Syura: 40).
Kebalikan sikap zhalim adalah sikap adil. Sifat adil adalah sifat yang
disukai oleh Allah. Sedangkan sifat zhalim sangat dibenci oleh Allah. Seperti
dalam firman- Nya, "Ingatnya kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang
yang zalim ( QS. Al- hadid : 18). Begitupun sifat zhalim dalam jual beli
mencakup bertransaksi yang dilarang, seperti pemaksaan, kesalahan,
ketidakjelasan, Ba‟i Najasy, menimbun barang (Ihtikar), Riba, Maysir dan
Risywah. Kemudian Ibnu Rusyd menambahkan syarat-syarat yang
mengakibatkan kepada salah satu dari dua hal (riba dan penipuan).

2. ‘Antaradin Minkum (Saling Merelakan)

‫ع ْن‬ ‫َِل ا ا ْن ت ا ُك ْونا ِت اج ا‬


‫ارة ً ا‬ ِ ‫ٰ ٓيا ايُّ اها الَّ ِذيْنا ٰا امنُ ْوا اَل تاأ ْ ُكلُ ْٓوا ا ا ْم اوالا ُك ْم اب ْينا ُك ْم ِب ْال اب‬
ٓ َّ ‫اط ِل ا‬
‫ار ِح ْي ًم ۝‬
٤ ‫ّٰللا اكانا ِب ُك ْم‬ ‫اض ِ ّم ْن ُك ْم ۗ او اَل ت ا ْقتُلُ ْٓوا ا ا ْنفُ ا‬
‫س ُك ْم ۗ ا َِّن ّٰ ا‬ ٍ ‫ت ا ار‬

yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ ta'kulû amwâlakum bainakum bil-bâthili


illâ an takûna tijâratan „an tarâdlim mingkum, wa lâ taqtulû anfusakum,
innallâha kâna bikum raḫîmâ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa‟: 29)

3
Ayat ini telah jelas melarang segala bentuk kebathilan dalam
bertransaksi seperti yang telah dijelaskan pada landasan hukum di atas. Dalam
hal ini penipuan (Tadlis) atau Taghrir, menyangkut aspek :

a. Kuantitas, misal mengurangi timbangan.

b. Kualitas, misal penjual menyembunyikan cacat barang.

c. Waktu penyerahan, seperti tidak menyerahkan barang yang dibeli tepat


pada waktunya.

d. Harga, misal memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar


dengan menaikkan harga produk di atas pasar. Ini akan mengakibatkan harga
yang tidak adil. Harga yang adil adalah nilai harga dimana orang-orang
menjual barangnya dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan
dengan barang yang dijual itu ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di
tempat dan waktu tertentu.

Mekanisme suka sama suka adalah panduan dari garis Al-Quran dalam
melakukan kontrol terhadap perniagaan yang dilakukan. Teknik, sistem dan aturan
main tentang tercapainya tujuan ayat tesebut menjadi ruang ijtihad bagi pakar muslim
dalam menerjemahkan konsep dan implementasinya pada konteks modern saat ini.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli merupakan tukar menukar harta dengan jalan yang dibenarkan syara‟.
Jalan yang dibenarkan tersebut tidak bisa terlepas dari berbagai ketentuan-ketentuan.
Adapun yang harus dilalui agar jual beli sesuai dengan apa yang ditetapkan syara‟
adalah terpenuhinya rukun dan syarat jual beli. Dengan demikian, maka jual beli akan
berjalan dengan penuh berkah dan jauh dari kezhaliman.
1. Rukun Jual Beli
Jual beli merupakan suatu akad yang mempunyai rukun-rukun. Rukun
menurut terminologi ulama ushul fiqh adalah sesuatu yang adanya sesuatu yang
lain bergantung kepadanya, dan ia bergantung kepada hakikat tersebut. Ulama
berbeda pendapat tentang rukun jual beli. Kalangan Hanafiyyah mengatakan
bahwa rukun dari akad jual beli adalah hanya ijab dan qabul (Sighat). Mereka
berpendapat bahwa selain dari ijab qabul atau unsur-unsur lainnya yang menjadi
fondasi akad seperti objek akad, dua pihak yang berakad adalah suatu kelaziman

4
akad yang mesti ada untuk membentuk sebuah akad. Ulama selain dari
Hanafiyyah berpendapat bahwa rukun akad dalam jual beli memiliki tiga rukun
yaitu:
1. „Aqid (penjual dan pembeli)
2. Ma‟qud „Alaih (harga dan barang)
3. Sighat „Aqid (ijab dan qabul)

Bagaimanapun perbedaan yang ada, hal ini tidak merubah maksud dari
substansi keduanya. Hanya saja para ulama ada yang membuat sebutan lebih
umum dan ada yang lebih merincikan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan
bahwa akad jual beli memiliki beberapa unsur-unsur yaitu:
1. Ijab
2. Qabul
3. Penjual
4. Pembeli
5. Harga
6. Barang

Ijab adalah ucapan pertama dalam sebuah jual beli, baik itu muncul dari
penjual maupun pembeli. Apabila penjual menngatakan pertama kali ”saya jual
dengan harga segini”, atau pembeli mengatakan “ saya beli dengan harga barang
segini”, maka itu adalah ijab. Sedangkan qabul adalah apa yang disebutkan setelah
itu oleh salah seorang diantara dua orang yang berakad yang menunjukkan
persetujuan dan ridhanya atas ijab yang diucapkan olah pihak pertama. Jadi, semua
unsur di atas telah menyatu dalam sebuah akad yang saling terkait dan tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan yang lain.

2. Syarat Jual Beli


a. Ada Penjual dan Pembeli: Transaksi jual beli harus melibatkan minimal dua
pihak, yaitu penjual dan pembeli. Kedua pihak harus memiliki kemampuan
hukum (baligh, berakal, dan tidak dalam keadaan terpaksa) untuk melakukan
transaksi.
b. Ada Objek Jual Beli: Barang atau jasa yang diperdagangkan harus jelas dan
spesifik, serta dimiliki oleh penjual secara sah. Barang atau jasa yang
diperdagangkan harus halal dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.
5
c. Ada Harga: Harga barang atau jasa harus disepakati oleh kedua belah pihak
dalam transaksi. Harga harus jelas dan diungkapkan dengan tegas tanpa
adanya unsur penipuan atau ketidakjelasan.
d. Ada Kesepakatan: Penjual dan pembeli harus sepakat dengan syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam transaksi. Kesepakatan ini harus dilakukan secara
sukarela dan tanpa adanya unsur paksaan atau tekanan.
e. Ada Kepemilikan: Barang atau jasa yang diperdagangkan harus dimiliki oleh
penjual secara sah dan diakui oleh hukum Islam. Penjual harus memiliki
wewenang untuk menjual barang atau jasa tersebut.
f. Ada Penyerahan dan Penerimaan: Penyerahan barang atau jasa dari penjual
kepada pembeli harus dilakukan secara jelas dan tegas, serta diikuti dengan
penerimaan yang diungkapkan oleh pembeli. Ini menandakan bahwa
kepemilikan telah berpindah dari penjual kepada pembeli.
g. Tidak Ada Gharar dan Maisir: Transaksi tidak boleh mengandung unsur
gharar (ketidakpastian yang berlebihan) dan maisir (perjudian). Barang atau
jasa yang diperdagangkan harus jelas dan tidak memungkinkan terjadinya
ketidakpastian yang berlebihan.
h. Tidak Ada Riba: Transaksi tidak boleh melibatkan unsur riba (bunga) dalam
bentuk apapun. Pembayaran atau penerimaan bunga dalam transaksi jual beli
diharamkan dalam Islam.

Dengan memenuhi syarat-syarat ini, sebuah transaksi jual beli dianggap sah
secara syar'i dalam Islam. Pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang syariat
Islam sangat penting bagi para pelaku bisnis Muslim agar dapat menjalankan
transaksi jual beli dengan sesuai dengan ajaran agama.

6
D. Hadits Yang Termasuk Jual Beli

َ ‫ ( ِإرَا ا ِْخت َ َل‬:ُ‫َللَاِ ملسو هيلع هللا ىلص َيقُْل‬


‫ف‬ َّ َ ‫سْ َل‬ ُ ‫س ِو ْعتُ َر‬َ :‫َع ْي اِب ِْي َه ْسعُْ ٍد رضي هللا عٌَ قَا َل‬
ٍُ‫اى ) َر َّا‬ َ َ ‫س ْل َع ِة أ َ ّْ يَتَت‬
ِ ‫ار َك‬ ّ ِ ‫ فَ ْالقَ ْْ ُل َها يَقُْ ُل َربُّ اَل‬,ٌ‫ْس بَ ْيٌَ ُِ َوا بَ ِيٌَّة‬ ِ ‫ا َ ْل ُوتَبَا ِي َع‬
َ ‫اى لَي‬
‫ص َّح َحَُ ا َ ْل َحا ِكن‬ َ ‫ا َ ْلخ َْو‬
َ َّ ,ُ‫سة‬
Ibnu Mas‟ud RA berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua
orang yang berjual beli berselisih, sedang di antara mereka tidak ada keterangan yang
jelas, maka perkataan yang benar ialah apa yang dikatakan oleh pemilik barang atau
mereka membatalkan transaksi,” (HR Imam yang Lima).

Tafsir :

Hadits ini menjelaskan bahwa dalam kasus perselisihan antara dua pihak yang berjual
beli tanpa bukti yang jelas, keputusan akhir bergantung pada apa yang dikatakan oleh
pemilik barang atau kesepakatan untuk membatalkan transaksi. Ini menekankan
pentingnya kejujuran dan kepercayaan dalam transaksi bisnis serta memberikan
panduan dalam penyelesaian sengketa dalam jual beli sesuai dengan ajaran Islam.

‫ت‬ ْ ‫ لَ َعيَ هللاُ ْاليَ ُِ ْْدَ ُح ِ ّر َه‬:‫سلَّ َن قَا َل‬


َ َّ َِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي‬َ ‫ي‬ َ ِ‫َّاس أ َ َّى الٌَّب‬
ٍ ‫َع ِي اب ِْي َعب‬
‫ش ْي ٍئ َح َّر َم‬َ ‫ع َُْْا َّ أ َ َكلُ ْْ أَثْ َواًِ َِا َّإِ َّى هللاَ إِرَا َح َّر َم َعلَى قَ ْْ ٍم أ َ ْك َل‬ ُّ ‫َعلَ ْي ِِ ُن ال‬
ُ ‫ش ُح ْْ ُم فَبَا‬
‫ – رّاٍ أحوذ ّ أبْ داّد‬.ٌََُ‫َعلَ ْي ِِ ْن ث َ َو‬
Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda: “Allah melaknat orang-orang Yahudi, karean
telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya
dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada
suatu kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya,” (HR Ahmad dan
Abu Dawud).

Tafsir :

Hadits ini menyampaikan bahwa Allah melaknat orang-orang Yahudi karena mereka
melanggar larangan Allah dengan menjual dan memakan lemak-lemak yang telah

7
diharamkan bagi mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya menjauhi perbuatan yang
diharamkan oleh Allah dan tidak memanfaatkannya dalam bentuk apapun, termasuk
dalam transaksi jual beli. Allah mengharamkan tidak hanya konsumsi barang yang
diharamkan, tetapi juga hasil penjualannya sebagai bentuk penegakan keadilan dan
kepatuhan terhadap ketentuan-Nya.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli adalah suatu akad persetujuan atau perjanjian antara dua belah pihak
atau lebih untuk menukarkan harta bendanya secara sukarela dan dapat dibenarkan
oleh hukum Islam. Apabila seorang penjual menyerahkan barang yang dijualnya
kepada pembeli, dan sebaliknya pembeli menyerahkan harga dan mengambil barang,
maka terjadilah saling merelakan antara penjual dan pembeli, dengan demikian
terjadilah transaksi jual beli. Jual beli tidak boleh saling menzalimi dengan cara
memakan harta secara bathil. Kecuali, jual beli tersebut dilaksanakan dengan
merelakan antara keduanya secara lahir maupun batin. Jual beli tidak boleh saling
menzalimi dengan cara memakan harta secara bathil. Kecuali, jual beli tersebut
dilaksanakan dengan merelakan antara keduanya secara lahir maupun batin. Jual beli
harus dilakukan secara suka sama suka dari kedua belah pihak. Allah menghalalkan
transaksi jual beli dan mengharamkan adanya kelebihan-kelebihan dalam
pembayaran.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, serta keterbataasan kami dalam mencari sumber
referensi dan menyajikan kepada Dosen maupun pembaca semua. Maka dari itu,
kritik dan saran dari saudara/i. Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis sampaikan
banyak terima kasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), Cetakan ke-1, h. 233.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah. (Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada, 1997)

Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.


55.

10

Anda mungkin juga menyukai